//

Seri Kajian Kitab Kuning “Fathul Mu’in” – Bagian 1 – Muqaddimah


Kitab ini bernama “Fathul Mu’in Bi Syarhi  Qurratil ‘Ain Bi Muhimmatiddiin” karya daripada Syaikh Zainuddin Ibni Abdil ‘Aziz al-Malibari asy-Syafi’iy. Kitab ini terkenal dengan sebutan kitab Fathul Mu’in, merupakan salah satu kitab fiqih yang banyak digunakan sebagai acuan di pesantren-pesantren. Insya’ Alloh, mulai sekarang blog Jundu Muhammad akan menyajikan kajian kitab Fathul Mu’in kepada para pembaca sekalian, dengan hanya mengharap ridho Allah Ta’aala semata. Dan mohon do’anya agar kajian ini dapat lancar dan selesai.
Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah Ta’aala, Yang Maha Pembuka Jalan, Maha Dermawan, dan Maha Penolong di dalam memahami ajaran agama bagi hamba-hamba-Nya yang terpilih. Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang haq untuk disembah kecuali hanyalah Allah Ta’aala dengan kesaksian yang memasukkan kita ke dalam Surga yang kekal, dan aku bersaksi bahwasanya Sayyidinaa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, yang menempati kedudukan yang mulia, semoga Sholawat Allah atas beliau dan atas keluarga beliau beserta para shahabat beliau, sholawat dan salam yang aku berbahagia karenanya  di hari kiamat.
Wa Ba’du: Maka inilah Syarh (penjelasan) yang membawa manfaat atas kitabku yang bernama “Qurratul ‘Ain Bi Muhimmatid-Diin”, yang memberikan penjelasan, menyempurnakan isi, mengantarkan kepada maksud-maksud dan menjabarkan faidah-faidahnya, dan aku beri nama “Fathul Mu’in Bi Syarh Qurratil ‘Ain Bi Muhimmatid-Diin.” Dan aku memohon ke hadirat Allah Ta’aala Yang Maha Mulia dan Maha Melimpahkan Anugerah, agar berkenan meratakan manfaat atas kitab ini ke seluruh orang-orang Khos (khusus) dan orang-orang ‘awam daripada saudara-saudaraku, dan kiranya agar Allah Ta’aala berkenan menempatkan aku dengan sebab kitab ini ke dalam tempat yang aman di Surga Firdaus. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Mulia dan Maha Belas Kasih.
(Dengan menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) aku mulai menulis. Kata “Ismun” itu turunan dari kata “Sumuwwun” yang mana ia memiliki makna “Mulya”, bukan turunan dari kata “Wasmun” yang bermakna “Alamat.” Dan kata “Allah” adalah nama untuk Dzat yang Wujud-Nya Wajib, berasal dari kata “Ilaahun”, yakni nama segala jenis sesembahan, kemudian asal kata tersebut di ma’rifatkan dengan “Al” dan hamzahnya dibuang. Setelah itu ditetapkan sebagai nama terhadap Tuhan yang haq untuk disembah, dan lafadz “Allah” tersebut adalah nama Yang Maha Agung, menurut  sebagian besar ulama’, dan tidak dapat dinamakan “Allah” kecuali hanya Dia walaupun hanya sekedar ta’annut [penyangatan arti atas sebuah nama]. Dan kata “Ar-Rahmaan Ar-Rahiim” adalah dua kata sifat yang dibentuk mubalaghah dari fi’il “Rahima” [artinya belas kasih], dan kata “Ar-Rahmaan” mempunyai arti yang lebih sempurna daripada kata “Ar-Rahiim” disebabkan tambahan pada bentuk kata tersebut menunjukkan adanya tambahan makna, seperti halnya perkataan: “Rahman [belas kasih] di dunia akhirat, dan Rahiim [belas kasih] di akhirat saja.”   (Segala puji bagi Allah yang menganugerahkan hidayah atas kami) yakni menunjukkan kami atas tulisan ini. (Dan tiadalah kami mendapatkan hidayah kecuali hidayah dari Allah) daripada penulisan karangan ini. Dan “al-Hamdu” [Pujian] ianya disifatkan dengan sifat yang terbaik.
(Dan Sholawat) – yakni sholawat dari Allah Ta’aala adalah rahmat beserta pengagungan. (Dan Salam) -yakni penyelamatan daripada setiap kelemahan dan kekurangan. (Atas Sayyidinaa Muhammad utusan Allah) bagi segenap jin dan manusia –menurut ijma’ ulama’. Dan demikian pula beliau diutus untuk kalangan malaikat –menurut segolongan muhaqqiq. Adapaun kata “Muhammad” itu adalah nama yang diambil dari isim maf’ul mudho’af, diperuntukkan bagi orang yang padanya memiliki kemuliaan. Nabi kita diberi nama yang demikian itu atas ilham dari Allah Ta’aala yang diberikan kepada kakek beliau. Dan “ar-Rasul” adalah manusia laki-laki yang merdeka yang diturunkan atasnya wahyu berupa hukum-hukum syara’ dan ia diperintahkan untuk menyampaikannya kepada ummat, walaupun ia tidak mendapat nuskhah [kitab] sebagaimana halnya Nabi Yusya’ ‘alaihissalaam. Adapun jika ia tidak diperintahkan untuk menyampaikannya, maka ia disebut Nabi bukan Rasul. Dan Rasul itu lebih utama daripada Nabi menurut ijma’ ulama’. Terdapat khabar yang shahih: bahwasanya jumlah para Nabi adalah seratus dua puluh empat ribu Nabi, dan jumlah para Rasul adalah tiga ratus lima belas Rasul. (Dan semoga sholawat serta salam atas keluarga beliau) –yakni orang-orang mukmin yang termasuk kerabat beliau dari bani Hasyim dan bani Muththalib. Dan ada pendapat yang mengatakan: bahwa “Keluarga Nabi” yang dimaksudkan di dalam do’a-do’a atau yang semisalnya adalah setiap orang mukmin. Dan dipilihlah pendapat yang kedua ini berdasarkan hadits dha’if, hal ini ditegaskan oleh al-Imam an-Nawawi di dalam kitabnya Syarh Muslim. (Dan semoga sholawat salam atas shahabat-shahabat beliau) –Kata “Shahbi” adalah isim jama’ untuk kata “Shaahib” yang memiliki makna “Shahaabiyy”. Dan yang dimaksud Shahabat ialah orang yang berkumpul dan beriman kepada Nabi Kita Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wa sallam, meskipun ia seorang yang buta dan belum mumayyiz. (Yang berbahagia dengan ridha Allah Ta’aala) –Demikian kalimat ini untuk menyifatkan terhadap beliau-beliau yang telah disebutkan di depan [yakni para kerabat Nabi Shollallaahu 'alaihi wa sallam dan shahabat Nabi Shollallaahu 'alaihi wa sallam].
(Wa Ba’du –kemudian daripada itu), yakni sesudah menyebut basmalah, hamdalah, dan sholawat serta salam atas Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wa sallam, keluarga beserta shahabat-shahabat beliau, maka telah siaplah karangan ini untuk ditulis, karangan ini adalah (mukhtashor) yakni ringkasan pendek yang padat isinya. Kata “Mukhtashor” berasal dari kata dasar “Ikhtishaar” [artinya ringkas]. (Penjelasan mengenai ilmu fiqh), Fiqh secara lughah [bahasa] artinya “faham”. Dan menurut istilah, fiqh adalah: “Ilmu mengenai hukum syara’ ‘amaliyyah, yang dipetik dari dalil-dalil secara terperinci.” Dan pengambilan sumbernya adalah daripada al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’, dan al-Qiyas. Faidah daripada fiqh itu ialah untuk menjunjung tinggi daripada perintah-perintah Allah Ta’aala dan menjauhi daripada segala larangan-larangan-Nya. (Adapun fiqh ini mengikut daripada madzhab al-Imaam) al-Mujtahid Abi Abdillah Muhammad bin Idris (asy-Syafi’iy Rahimahullaah Ta’aala) dan semoga Allah melimpahkan ridho-Nya kepada beliau. Maksudnya adalah, menganut pendapat beliau di dalam menentukan hukum terhadap masalah-masalah yang ditemui. Dan Idris adalah ayah beliau, anak daripada ‘Abbas, anak daripada ‘Utsman, anak daripada Syaafi’i, anak daripada as-Saa’ib, anak daripada ‘Ubaid, anak daripada ‘abdi Yazid, anak daripada Hasyim, anak daripada al-Muththalib, anak daripada ‘Abdi Manaaf. Syaafi’ adalah nama kakek eliau, dimana beliau disebut sebagai keturunannya. Syaafi’ dan as-Saa’ib ayahnya, beliau berdua masuk memeluk Islam sejak perang Badr. Dan dilahirkan Imam kita radhiyallaahu ‘anhu pada tahun 150 H, dan beliau wafat pada hari Jum’at di akhir bulan rajab tahun 204 H. (Dan aku namai mukhtashor ini dengan nama Qurratul ‘Ain) padanya terdapat penjelasan atas (hal-hal yang penting) atas hukum-hukum (agama) yang aku memilihnya. Dan kitab syarh ini dari kitab-kitab mu’tamad [pegangan] karya Khatimatul Muhaqqiqin Syihabud-Diin Ahmad ibn Hajar al-Haytami dan karya mujtahid-mujtahid seperti Wajihud-Diin Abdur-Rahman bin Ziyad Az-Zubaidi Radhiyallaahu ‘anhuma, dan karangan dua syaikh kita, yakni Syaikhul Islam al-Mujaddid Zakariyya al-Anshari dan al-Imam al-Amjad Ahmad al-Muzjid az-Zubaidi Radhiyallaahu ‘anhuma, dan daripada ulama ahli tahqiq muta’akhkhirin selain beliau. Di dalam pemilihan ini selalu dilakukan dengan berpegangan kepada ketetapan Syaikhunal Madzhab an-Nawawi dan ar-Rafi’i, kemudian ketetapan ulama-ulama ahli tahqiq muta’akhkhirin radhiyallaahu ‘anhum. (Kami penuh pengharapan) ke hadirat Allah Ta’aala (ar-Rahmaan [Yang Maha Pengasih], semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi orang-orang adzkiya’ [cendekiawan]) yakni yang menggunakan akalnya, (Dan meresaplah) yakni dengan sebab penulisan kitab ini (pandangan mataku kelak) yakni di hari akhirat (dengan melihat Allah Yang Maha Mulia) setiap saat, pagi dan petang. Amiin.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Seri Kajian Kitab Kuning “Fathul Mu’in” – Bagian 1 – Muqaddimah"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip