Kitab ini bernama “Fathul Mu’in Bi
Syarhi Qurratil ‘Ain Bi Muhimmatiddiin” karya daripada Syaikh Zainuddin
Ibni Abdil ‘Aziz al-Malibari asy-Syafi’iy. Kitab ini terkenal dengan
sebutan kitab Fathul Mu’in, merupakan salah satu kitab fiqih yang banyak
digunakan sebagai acuan di pesantren-pesantren. Insya’ Alloh, mulai
sekarang blog Jundu Muhammad akan menyajikan kajian kitab Fathul Mu’in
kepada para pembaca sekalian, dengan hanya mengharap ridho Allah Ta’aala
semata. Dan mohon do’anya agar kajian ini dapat lancar dan selesai.
Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah Ta’aala, Yang
Maha Pembuka Jalan, Maha Dermawan, dan Maha Penolong di dalam memahami
ajaran agama bagi hamba-hamba-Nya yang terpilih. Aku bersaksi bahwasanya
tiada sesembahan yang haq untuk disembah kecuali hanyalah Allah Ta’aala
dengan kesaksian yang memasukkan kita ke dalam Surga yang kekal, dan
aku bersaksi bahwasanya Sayyidinaa Muhammad adalah hamba-Nya dan
utusan-Nya, yang menempati kedudukan yang mulia, semoga Sholawat Allah
atas beliau dan atas keluarga beliau beserta para shahabat beliau,
sholawat dan salam yang aku berbahagia karenanya di hari kiamat.
Wa Ba’du: Maka inilah Syarh (penjelasan)
yang membawa manfaat atas kitabku yang bernama “Qurratul ‘Ain Bi
Muhimmatid-Diin”, yang memberikan penjelasan, menyempurnakan isi,
mengantarkan kepada maksud-maksud dan menjabarkan faidah-faidahnya, dan
aku beri nama “Fathul Mu’in Bi Syarh Qurratil ‘Ain Bi Muhimmatid-Diin.”
Dan aku memohon ke hadirat Allah Ta’aala Yang Maha Mulia dan Maha
Melimpahkan Anugerah, agar berkenan meratakan manfaat atas kitab ini ke
seluruh orang-orang Khos (khusus) dan orang-orang ‘awam daripada
saudara-saudaraku, dan kiranya agar Allah Ta’aala berkenan menempatkan
aku dengan sebab kitab ini ke dalam tempat yang aman di Surga Firdaus.
Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Mulia dan Maha Belas Kasih.
(Dengan menyebut Asma Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang) aku mulai menulis. Kata “Ismun” itu
turunan dari kata “Sumuwwun” yang mana ia memiliki makna “Mulya”, bukan
turunan dari kata “Wasmun” yang bermakna “Alamat.” Dan kata “Allah”
adalah nama untuk Dzat yang Wujud-Nya Wajib, berasal dari kata
“Ilaahun”, yakni nama segala jenis sesembahan, kemudian asal kata
tersebut di ma’rifatkan dengan “Al” dan hamzahnya dibuang. Setelah itu
ditetapkan sebagai nama terhadap Tuhan yang haq untuk disembah, dan
lafadz “Allah” tersebut adalah nama Yang Maha Agung, menurut sebagian
besar ulama’, dan tidak dapat dinamakan “Allah” kecuali hanya Dia
walaupun hanya sekedar ta’annut [penyangatan arti atas sebuah nama]. Dan
kata “Ar-Rahmaan Ar-Rahiim” adalah dua kata sifat yang dibentuk
mubalaghah dari fi’il “Rahima” [artinya belas kasih], dan kata
“Ar-Rahmaan” mempunyai arti yang lebih sempurna daripada kata
“Ar-Rahiim” disebabkan tambahan pada bentuk kata tersebut menunjukkan
adanya tambahan makna, seperti halnya perkataan: “Rahman [belas kasih]
di dunia akhirat, dan Rahiim [belas kasih] di akhirat saja.” (Segala
puji bagi Allah yang menganugerahkan hidayah atas kami) yakni
menunjukkan kami atas tulisan ini. (Dan tiadalah kami mendapatkan
hidayah kecuali hidayah dari Allah) daripada penulisan karangan ini. Dan
“al-Hamdu” [Pujian] ianya disifatkan dengan sifat yang terbaik.
(Dan Sholawat) – yakni sholawat dari
Allah Ta’aala adalah rahmat beserta pengagungan. (Dan Salam) -yakni
penyelamatan daripada setiap kelemahan dan kekurangan. (Atas Sayyidinaa
Muhammad utusan Allah) bagi segenap jin dan manusia –menurut ijma’
ulama’. Dan demikian pula beliau diutus untuk kalangan malaikat –menurut
segolongan muhaqqiq. Adapaun kata “Muhammad” itu adalah nama yang
diambil dari isim maf’ul mudho’af, diperuntukkan bagi orang yang padanya
memiliki kemuliaan. Nabi kita diberi nama yang demikian itu atas ilham
dari Allah Ta’aala yang diberikan kepada kakek beliau. Dan “ar-Rasul”
adalah manusia laki-laki yang merdeka yang diturunkan atasnya wahyu
berupa hukum-hukum syara’ dan ia diperintahkan untuk menyampaikannya
kepada ummat, walaupun ia tidak mendapat nuskhah [kitab] sebagaimana
halnya Nabi Yusya’ ‘alaihissalaam. Adapun jika ia tidak diperintahkan
untuk menyampaikannya, maka ia disebut Nabi bukan Rasul. Dan Rasul itu
lebih utama daripada Nabi menurut ijma’ ulama’. Terdapat khabar yang
shahih: bahwasanya jumlah para Nabi adalah seratus dua puluh empat ribu
Nabi, dan jumlah para Rasul adalah tiga ratus lima belas Rasul. (Dan
semoga sholawat serta salam atas keluarga beliau) –yakni orang-orang
mukmin yang termasuk kerabat beliau dari bani Hasyim dan bani
Muththalib. Dan ada pendapat yang mengatakan: bahwa “Keluarga Nabi” yang
dimaksudkan di dalam do’a-do’a atau yang semisalnya adalah setiap orang
mukmin. Dan dipilihlah pendapat yang kedua ini berdasarkan hadits
dha’if, hal ini ditegaskan oleh al-Imam an-Nawawi di dalam kitabnya
Syarh Muslim. (Dan semoga sholawat salam atas shahabat-shahabat beliau)
–Kata “Shahbi” adalah isim jama’ untuk kata “Shaahib” yang memiliki
makna “Shahaabiyy”. Dan yang dimaksud Shahabat ialah orang yang
berkumpul dan beriman kepada Nabi Kita Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wa
sallam, meskipun ia seorang yang buta dan belum mumayyiz. (Yang
berbahagia dengan ridha Allah Ta’aala) –Demikian kalimat ini untuk
menyifatkan terhadap beliau-beliau yang telah disebutkan di depan [yakni
para kerabat Nabi Shollallaahu 'alaihi wa sallam dan shahabat Nabi
Shollallaahu 'alaihi wa sallam].
(Wa Ba’du –kemudian daripada itu), yakni
sesudah menyebut basmalah, hamdalah, dan sholawat serta salam atas Nabi
Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wa sallam, keluarga beserta
shahabat-shahabat beliau, maka telah siaplah karangan ini untuk ditulis,
karangan ini adalah (mukhtashor) yakni ringkasan pendek yang padat
isinya. Kata “Mukhtashor” berasal dari kata dasar “Ikhtishaar” [artinya
ringkas]. (Penjelasan mengenai ilmu fiqh), Fiqh secara lughah [bahasa]
artinya “faham”. Dan menurut istilah, fiqh adalah: “Ilmu mengenai hukum
syara’ ‘amaliyyah, yang dipetik dari dalil-dalil secara terperinci.” Dan
pengambilan sumbernya adalah daripada al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’,
dan al-Qiyas. Faidah daripada fiqh itu ialah untuk menjunjung tinggi
daripada perintah-perintah Allah Ta’aala dan menjauhi daripada segala
larangan-larangan-Nya. (Adapun fiqh ini mengikut daripada madzhab
al-Imaam) al-Mujtahid Abi Abdillah Muhammad bin Idris (asy-Syafi’iy
Rahimahullaah Ta’aala) dan semoga Allah melimpahkan ridho-Nya kepada
beliau. Maksudnya adalah, menganut pendapat beliau di dalam menentukan
hukum terhadap masalah-masalah yang ditemui. Dan Idris adalah ayah
beliau, anak daripada ‘Abbas, anak daripada ‘Utsman, anak daripada
Syaafi’i, anak daripada as-Saa’ib, anak daripada ‘Ubaid, anak daripada
‘abdi Yazid, anak daripada Hasyim, anak daripada al-Muththalib, anak
daripada ‘Abdi Manaaf. Syaafi’ adalah nama kakek eliau, dimana beliau
disebut sebagai keturunannya. Syaafi’ dan as-Saa’ib ayahnya, beliau
berdua masuk memeluk Islam sejak perang Badr. Dan dilahirkan Imam kita
radhiyallaahu ‘anhu pada tahun 150 H, dan beliau wafat pada hari Jum’at
di akhir bulan rajab tahun 204 H. (Dan aku namai mukhtashor ini dengan
nama Qurratul ‘Ain) padanya terdapat penjelasan atas (hal-hal yang
penting) atas hukum-hukum (agama) yang aku memilihnya. Dan kitab syarh
ini dari kitab-kitab mu’tamad [pegangan] karya Khatimatul Muhaqqiqin
Syihabud-Diin Ahmad ibn Hajar al-Haytami dan karya mujtahid-mujtahid
seperti Wajihud-Diin Abdur-Rahman bin Ziyad Az-Zubaidi Radhiyallaahu
‘anhuma, dan karangan dua syaikh kita, yakni Syaikhul Islam al-Mujaddid
Zakariyya al-Anshari dan al-Imam al-Amjad Ahmad al-Muzjid az-Zubaidi
Radhiyallaahu ‘anhuma, dan daripada ulama ahli tahqiq muta’akhkhirin
selain beliau. Di dalam pemilihan ini selalu dilakukan dengan
berpegangan kepada ketetapan Syaikhunal Madzhab an-Nawawi dan ar-Rafi’i,
kemudian ketetapan ulama-ulama ahli tahqiq muta’akhkhirin radhiyallaahu
‘anhum. (Kami penuh pengharapan) ke hadirat Allah Ta’aala (ar-Rahmaan
[Yang Maha Pengasih], semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi
orang-orang adzkiya’ [cendekiawan]) yakni yang menggunakan akalnya, (Dan
meresaplah) yakni dengan sebab penulisan kitab ini (pandangan mataku
kelak) yakni di hari akhirat (dengan melihat Allah Yang Maha Mulia)
setiap saat, pagi dan petang. Amiin.
0 Response to "Seri Kajian Kitab Kuning “Fathul Mu’in” – Bagian 1 – Muqaddimah"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip