Bismillahirrahmaanirrahiim.
Sebagaimana sudah banyak beredar asumsi baik di fb,situs,media cetak,buletin dll bahwa menurut sebagian orang yang anti madzhab bahwa IMSAK itu perkara bid'ah,sesat dan tidak ada ada contoh dari Rosulullah Saw.katanya harus di hindari.
Baiklah saudara kami coba menjawab asumsi yang keliru dan tidak berdasar ini..
Ternyata IMSAK yang di maksud disini adalah perkara yang sunnah (bila d kerjakan mendapat pahala,di tinggal tidak mendapat siksa),ada dasar dalil nya baik dari ulama,imam bahkan di ontohkan oleh Rosulullah Saw.
1. Habib Zain bin Sumaht (tokoh ulama ahli fiqih dan mufti abad ini dari Madinah) berkata dalam kitab nya Taqrirah al Sadidah,hal 444 :
"Yang ke 3 dari sunnah puasa adalah meng-akhirkan makan sahur,sekira nya peng-akhiran itu tidak terlalu mendesak,dan di sunnah kan IMSAK (menahan diri dari makan) sesaat sebelum menjelang fajar (waktu shubuh) dengan kadar kira-kira cukup membaca 50 ayat al Quran,yakni 1/4 jam atau 15 menit"
Dalam ibarat ini beliau menjelaskan bahwa hukum nya sunnah IMSAK menjelang waktu shubuh dgn kadar cukup utk membaca 50 ayat al Quran,yakni sekitar 15 menit.
Namun utk di Indonesia waktu IMSAK nya 10 menit menjelang shubuh.
2. Tersebut dalam kitab al Majmu' Syarah al Muhadzdzab,juz 6,shahifah 406, karya Imam an-Nawawi (ulama agung madzhab Syafi',mujtahid tarjih dan fatwa),beliau mengutip hadist :
"Diri sahabat Zaid bin Tsabit ia berkata : Kami makan sahur bersama Rosulullah Saw.Kemudian kami berdiri untuk menunaikan shalat (shubuh),Kami (Zaid bin Tsabit) bertanya : Berapakah ukuran waktu IMSAK di antara keduanya (antara makan sahur dan waktu shubuh)?
Rosulullah Saw menjawab :"Waktu IMSAK adalah kira-kira cukup utk membaca 50 ayat al Quran"
[ HR.Bukhori Muslim ]
Dalam hadist ini jelas sekali baginda Nabi Saw menjawab pertanyaan Zaid bin Tsabit bahwa waktu IMSAK adalah kira-kira cukup utk membaca 50 ayat al Quran.
Sedangkan 50 ayat itu sekitar 15 atau 10 menit (wkt Indonesia) menjelang waktu shubuh sebagimana sudah di makulmi.
Ada sebagian pendapat dari beberapa kalangan bahwasanya penetapan waktu imsakiyyah adalah bid’ah, perkara baru yang tidak ada asalnya di dalam agama (lihat http://muslim.or.id/ramadhan/kekeliruan-pensyariatan-waktu-imsak.html).
Apakah benar demikian?
Untuk itu, sebaiknya mari kita kaji
penjelasan dari salah seorang imam kita, imam ahlussunnah wal jama’ah,
imam yang diakui keilmuannya, seorang imam yang memiliki kompetensi di
dalam agama ini untuk menjelaskan al-Quran dan as-Sunnah, yaitu al-Imam
ibn Hajar al-Asqallani rahimahullaah. Bagaimana pendapat dan penjelasan
beliau berkaitan dengan penetapan waktu imsakiyyah ini?
Di dalam kitab shahih al-Bukhari disebutkan sebuah hadits shahih:
“Telah meriwayatkan hadits kepada kami Muslim bin Ibrahim, telah meriwayatkan hadits kepada kami Hisyam, telah meriwayatkan hadits kepada kami Qatadah, dari Anas dari Zaid bin Tsabit Radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya ia berkata: Kami pernah makan sahur bersama Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berangkat mendirikan sholat (Shubuh). Maka aku (Anas) berkata: Berapa lama jeda waktu antara adzan dengan sahur? Zaid menjawab: Khomsiina Aayah (lamanya kurang lebih sekadar membaca 50 ayat daripada al-Qura’an).” [Lihat http://maktabah.jundumuhammad.net/read.php?vcid=3&vbid=12&vtocid=3000].
Mengenai hadits ini, mari kita kaji
bersama-sama syarah atas hadits ini di dalam kitab beliau yang bernama
Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari (lihat http://maktabah.jundumuhammad.net/read.php?vcid=7&vbid=26&vtocid=2668) :
“Mengenai perkataan beliau (Bab Tentang Jeda Waktu antara Sahur dengan Sholat Shubuh). Yakni antara berakhirnya waktu sahur dan dimulainya sholat, karena sesungguhnya yang dimaksud dengan penetapan jeda waktu adalah waktu dari berhentinya makan (sahur), dan yang dimaksud dengan melakukan shalat adalah permulaan daripada dimulainya shalat. Sebagaimana dikatakan oleh az-Zain bin al-Munir.”
Kemudian beliau melanjutkan:
“Perkataan (Beliau berkata: kadar waktu membaca 50 ayat) yaitu bacaan yang pertengahan (sedang-sedang saja) bukan bacaan yang panjang atau bacaan yang pendek, tidak dibaca secara cepat maupun dibaca secara lambat.”
“Telah berkata al-Mihlab dan yang lainnya: di dalamnya terdapat penentuan atas perkiraan kadar lamanya jeda waktu itu dengan berdasarkan atas perbuatan badan, dan pada umumnya orang-orang Arab menentukan perkiraan waktu dengan amalan badan, seperti halnya dengan ukuran sekedar memerah susu kambing, atau ukuran waktu sekadar memotong akar, maka Zaid bin Tsabit menetapkan perkiraan kadar waktu tersebut dengan qiro’ah (bacaan ayat-ayat al-Qur’an), selain itu hal yang demikian ini juga menandakan bahwa waktu tersebut adalah waktu untuk ibadah dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an, andaikata kebiasaan orang-orang Arab di dalam menentukan kadar waktu itu tidak dengan amalan badan, maka Zaid pun akan berkata dengan perkataan seperti: seukuran derajat sekian, atau sepertiga, seperlima jam.”
Dari penjelasan al-Imam ibn Hajar
al-Asqallani rahimahullaah tersebut dapat diambil kesimpulan bahwasanya
jeda waktu antara selesainya Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam dari
makan sahur hingga adzan Shubuh adalah sekitar bacaan 50 ayat al-Qur’an
yang dibaca tidak terlalu cepat maupun terlalu lambat, dan ayat yang
dibaca juga bukan ayat-ayat yang terlalu panjang maupun ayat-ayat yang
terlalu pendek.
Dan sungguh tidak tepat jika diambil
kesimpulan bahwasanya Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam makan sahur
hingga adzan shubuh sebagaimana yang diklaim oleh beberapa kalangan, dan
bahkan mereka menganggap penetapan jeda waktu antara selesai makan
sahur dengan adzan shubuh termasuk bid’ah. Tentu kesimpulan dan pendapat
yang seperti ini sangat bertentangan dengan sunnah. Karena penetapan
jeda waktu antara selesai makan sahur dengan adzan shubuh sekitar bacaan
50 ayat-ayat al-Qur’an ini ada dalilnya yang shahih.
Masih di dalam kitab Shahih al-Bukhari,
di situ juga dicantumkan hadits lain berkenaan dengan jeda waktu antara
selesai makan sahur dengan adzan shubuh:
“Meriwayatkan hadits kepada kami Hasan bin Shabbaah, ia mendengar dari Rawwah bin ‘Ubadah, meriwayatkan kepada kami Sa’id dari Qatadah dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit keduanya bersahur bersama-sama. Maka apabila telah selesai mereka berdua daripada makan sahur, maka Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam bangun untuk mendirikan sholat (shubuh). Kami bertanya kepada Anas: Berapa lama jeda waktu antara selesainya makan sahur dengan masuknya waktu sholat? Ia menjawab: Lamanya jeda waktu adalah sekira bacaan seseorang daripada 50 ayat-ayat al-Qur’an.” (Lihat http://maktabah.jundumuhammad.net/read.php?vcid=3&vbid=12&vtocid=921).
Selain itu, masih di kitab Shahih al-Bukhari disebutkan pula riwayat dengan redaksi yang sama namun berbeda jalur periwayatan:
“Telah meriwayatkan hadits kepada kami Ya’qub bin Ibrahim ia berkata: Telah meriwayatkan kepada kami Rawwah, ia berkata telah meriwayatkan hadits kepada kami Sa’id bin Abi ‘Urubah dari Qatadah dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallaahu ;anhu makan sahur bersama-sama. Maka apabila selesai mereka berdua daripada makan sahur, maka Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam bangun untuk mendirikan sholat. Maka kami bertanya kepada Anas: Berapa lama jeda waktu antara selesainya makan sahur dengan masuknya waktu sholat? Ia menjawab: Lamanya jeda waktu adalah sekira bacaan seseorang daripada 50 ayat-ayat al-Qur’an.” (Lihat http://maktabah.jundumuhammad.net/read.php?vcid=3&vbid=12&vtocid=1798).
al-Imam asy-Syafi’i Rahimahullaah di dalam kitab al-Umm, beliau menjelaskan tentang tata cara bersahur:
“Imam asy-Syafi’i berkata: Disunnahkan untuk tidak tergesa-gesa dan berhati-hati pada waktu bersahur, agar jangan sampai mendekati waktu fajar, ditakutkan bahwa fajar akan timbul lebih awal, maka aku lebih suka memutus makan sahur pada waktu itu.” (al-Umm, juz: 2, halaman 105) Lihat http://maktabah.jundumuhammad.net/read.php?vcid=5&vbid=20&vtocid=436, baris ke-tiga dari bawah.
Imam asy-Syafi’i rahimahullah pun
menerapkan sunnah Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam bersahur,
yakni memberi jeda waktu antara selesainya makan sahur dengan masuknya
waktu didirikannya sholat shubuh.
Nah, jeda waktu antara selesainya makan sahur dengan adzan shubuh inilah yang dikenal dengan istilah Waktu Imsak.
Demikian sedikit penjelasan tentang
disunnahkannya waktu imsak sebagai sanggahan bagi mereka yang
berpendapat bahwa penetapan waktu imsak adalah termasuk bid’ah.
Wallaahu a’lam.
abdkadiralhamid@2013
abdkadiralhamid@2013
0 Response to "Penjelasan Tentang Penetapan Waktu Imsakiyyah Oleh al-Imam ibn Hajar al-Asqallani Rahimahullaah"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip