FASAL: SYARAT-SYARAT SHALAT
Makna Syarat ialah segala sesuatu yang
bergantung padanya sahnya sholat namun bukan merupakan bagiannya. Adapun
membahas tentang syarat sebaiknya didahulukan daripada membahas tentang
rukun-rukun sholat, disebabkan syarat harus dipenuhi terlebih dahulu
sebelum melaksanakan sholat dan tetap terpenuhi selama sholat
dikerjakan.
Syarat-syarat sholat ada lima macam,
salah satunya adalah bersuci daripada hadats dan junub. Pengertian
Thaharah secara bahasa artinya adalah suci bersih dan terlepas daripada
kotoran. Sedangkan pengertian thaharah secara istilah syara’ ialah
mengangkat atau menghilangkan halangan yang berupa hadats atau najis.
Pertama, yakni thaharah daripada hadats: Wudhu.
Wudhu –dengan huruf wawu yang didhommah–
yaitu menggunakan air untuk anggota-anggota badan tertentu yang diawali
dengan niat; sedangkan jika huruf wawu di fathah (Wadhu) maka maknanya
adalah air yang digunakan untuk berwudhu. Adapun permulaan diwajibkannya
berwudhu ialah bersamaan dengan permulaan diwajibkannya sholat fardhu
pada malam Isra’.
Dan syarat-syarat wudhu seperti halnya syarat-syarat mandi yaitu ada lima syarat. Syarat yang pertama adalah: Air muthlaq.
Maka dalam hal ini tidak dapat mengangkat hadats atau membersihkan
najis serta tidak dapat digunakan untuk thaharah-thaharah lainnya
walaupun tahaharah sunnah kecuali hanya menggunakan air muthlaq.
Pengertian air muthlaq ialah yang
dinamai “AIR” tanpa ada tambahan apapun, meskipun hasil penyulingan
daripada uap air mendidih, atau dilarutkan campurannya ataupun ada
tambahan pada nama airnya, di mana tambahan ini menjelaskan atau
menerangkan tentang wadah atau tempatnya, misalnya “AIR LAUT”, hal ini
berbeda dengan air yang namanya selalu disebut memakai tambahan,
misalnya “AIR MAWAR”.
Bukan air musta’mal (air bekas
thaharah), baik air bekas menghilangkan hadats kecil maupun besar,
walaupun thaharahnya orang yang bermadzhab hanafi yang tanpa menggunakan
niat, ataupun anak kecil yang belum mumayyiz untuk thawaf dan mencuci
najis meskipun najis ma’fuw, yang mana air bekas thaharah tersebut
jumlahnya sedikit, yakni kurang daripada dua kullah.
Maka apabila air-air musta’mal
dikumpulkan hingga mencapai dua kullah maka jadilah ia air muthahhir
yang dapat digunakan untuk bersuci, sebagaimana terkumpulnya air
mutanajjis hingga dua kullah dengan syarat dalam keadaan tidak berubah
meskipun setelah diambil jumlahnya akan kembali menjadi sedikit.
Maka dapat diketahui bahwasanya
kemusta’malan air itu hanya pada air yang jumlahnya sedikit, setelah
terpisah dari tempat kegunaannya –meskipun hanya secara hukum–
sepertihalnya air basuhan yang melewati pundak orang yang berwudhu atau
lututnya, walaupun kembali ke tempatnya yang semula, atau air yang
berpindah dari tangan yang satu kepada bagian yang lainnya.
Ya benar, tidak mengapa bagi orang yang
berhadats kecil, air itu berpindah dari telapak tangan ke lengan. Dan
bagi orang yang dalam keadaan junub, tidak mengapa berpindahnya air dari
kepala ke anggota tubuh lain yang dapat kena tetes air dari kepala itu
seperti halnya pada bagian dada.
0 Response to "Seri Kajian Kitab Kuning “Fathul Mu’in” – Bagian 4 – Syarat-syarat Sholat"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip