//

Seri Kajian Kitab Kuning “Fathul Mu’in” – Bagian 4 – Syarat-syarat Sholat


FASAL: SYARAT-SYARAT SHALAT
Makna Syarat ialah segala sesuatu yang bergantung padanya sahnya sholat namun bukan merupakan bagiannya. Adapun membahas tentang syarat sebaiknya didahulukan daripada membahas tentang rukun-rukun sholat, disebabkan syarat harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum melaksanakan sholat dan tetap terpenuhi selama sholat dikerjakan.
Syarat-syarat sholat ada lima macam, salah satunya adalah bersuci daripada hadats dan junub. Pengertian  Thaharah secara bahasa artinya adalah suci bersih dan terlepas daripada kotoran. Sedangkan pengertian thaharah secara istilah syara’ ialah mengangkat atau menghilangkan halangan yang berupa hadats atau najis.
Pertama, yakni thaharah daripada hadats: Wudhu.
Wudhu –dengan huruf wawu yang didhommah– yaitu menggunakan air untuk anggota-anggota badan tertentu yang diawali dengan niat; sedangkan jika huruf wawu di fathah (Wadhu) maka maknanya adalah air yang digunakan untuk berwudhu. Adapun permulaan diwajibkannya berwudhu ialah bersamaan dengan permulaan diwajibkannya sholat fardhu pada malam Isra’.
Dan syarat-syarat wudhu seperti halnya syarat-syarat mandi yaitu ada lima syarat. Syarat yang pertama adalah: Air muthlaq. Maka dalam hal ini tidak dapat mengangkat hadats atau membersihkan najis serta tidak dapat digunakan untuk thaharah-thaharah lainnya walaupun tahaharah sunnah kecuali hanya menggunakan air muthlaq.
Pengertian air muthlaq ialah yang dinamai “AIR” tanpa ada tambahan apapun, meskipun hasil penyulingan daripada uap air mendidih, atau dilarutkan campurannya ataupun ada tambahan pada nama airnya, di mana tambahan ini menjelaskan atau menerangkan tentang wadah atau tempatnya, misalnya “AIR LAUT”, hal ini berbeda dengan air yang namanya selalu disebut memakai tambahan, misalnya “AIR MAWAR”.
Bukan air musta’mal (air bekas thaharah), baik air bekas menghilangkan hadats kecil maupun besar, walaupun thaharahnya orang yang bermadzhab hanafi yang tanpa menggunakan niat, ataupun anak kecil yang belum mumayyiz untuk thawaf dan mencuci najis meskipun najis ma’fuw, yang mana air bekas thaharah tersebut jumlahnya sedikit, yakni kurang daripada dua kullah.
Maka apabila air-air musta’mal dikumpulkan hingga mencapai dua kullah maka jadilah ia air muthahhir yang dapat digunakan untuk bersuci, sebagaimana terkumpulnya air mutanajjis hingga dua kullah dengan syarat dalam keadaan tidak berubah meskipun setelah diambil jumlahnya akan kembali menjadi sedikit.
Maka dapat diketahui bahwasanya kemusta’malan air itu hanya pada air yang jumlahnya sedikit, setelah terpisah dari tempat kegunaannya –meskipun hanya secara hukum– sepertihalnya air basuhan yang melewati pundak orang yang berwudhu atau lututnya, walaupun kembali ke tempatnya yang semula, atau air yang berpindah dari tangan yang satu kepada bagian yang lainnya.
Ya benar, tidak mengapa bagi orang yang berhadats kecil, air itu berpindah dari telapak tangan ke lengan. Dan bagi orang yang dalam keadaan junub, tidak mengapa berpindahnya air dari kepala ke anggota tubuh lain yang dapat kena tetes air dari kepala itu seperti halnya pada bagian dada.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Seri Kajian Kitab Kuning “Fathul Mu’in” – Bagian 4 – Syarat-syarat Sholat"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip