//

SHALAT TARAWIH ITU 20 RAKAAT


Imam Syafii dan Hambali tarawih 23 rakaat, yaitu 20 rakaat ditambah 3 rakaat witir, dan Imam Malik (maliki) tarawih 36 rakaat, atau 38 rakaat, ditambah witir 3 rakaat menjadi 39 rakaat atau 41 rakaat, dan tak ada satupun madzhab yg berpendapat 11 rakaat,

Namun bila di akhir zaman muncul fatwa shalat tarawih 11 (plus witir) rakaat tidak perlu di gubris, barangkali ada orang orang tua yg jompo dan lemah hingga tak mampu 20 rakaat, atau para muallaf, atau orang yg sangat sibuk dg dunianya hingga malas tarawih 20 rakaat, maka biarkan saja mereka shalat 11 rakaat, jauh lebih afdhal daripada mereka tidak tarawih sama sekali

“Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad nuuri-kas saari wa madaadikal jaari wajma’nii bihi fi kulli athwaari wa ‘ala alihi wa shahbihi yannuur”


PART 1

Bagi orang yang mengenal hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dan perkataan para Ulama tentu amat sangat mudah untuk mengetahui bahwasannya Shalat Taraweh 8 roka’at itu tidak pernah diambil dari Nabi Muhammad SAW dan juga tidak pernah dilakukan oleh para Sahabat-Sahabat beliau khususnya para Khulafaur Rosyidin.
Maka, jika ada yang mengikuti pendapat ini (taraweh 8 roka’at) lalu berhujjah ini adalah Sunnah Nabi Muhammad SAW sungguh ini adalah hal yang sangat mengherankan, apalagi hujjah yang mereka keluarkan adalah hujjah yang tidak semestinya digunakan untuk Shalat Taraweh, yaitu Hujjah tentang Shalat Witirnya Rasulullah SAW seperti yang telah kami sebutkan dalam pembahasan Sholat Witir di awal risalah ini.
Dan sungguh sangat mengherankan lagi jika muncul orang yang memilih Shalat Taraweh hanya 8 roka’at kemudian dengan serta merta menyalahkan orang yang melakukan Shalat Taraweh 20 roka’at. Kalau kita cermati bahwasannya Shalat Taraweh 20 roka’at tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW akan tetapi pernah dilakukan oleh para Sahabat Nabi SAW, khususnya Khulafaur Rosyidin yang sunnah mereka adalah termasuk Sunnahnya Rasulullah SAW. Sementara Shalat Taraweh 8 roka’at tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan juga tidak pernah dilakukan oleh para Khulafaur Rosyidin.
Yang harus disadari fitnah perpecahan terjadi bukan karena seseorang tidak melakukan taraweh atau melakukan taraweh dengan bilangan tertentu akan tetapi perpecahan terjadi karena kesombongan sebagian orang yang begitu mudah menyalahkan dan membid’ahkan orang lain dan ulama terdahulu.
Risalah ini dihadirkan bukan untuk menghujat orang yang melakukan sholat taraweh 8 rokaat. Sebab berapa pun roka’at yang dilakukan seseorang akan masuk dalam ibadah (Qiyamullail) yang diterima di bulan Romadhon.
Dan karena munculnya kesalah fahaman sebagian orang yang beranggapan bahwa tarawehnya Rasulullah adalah hanya 8 roka’at kemudian menganggap yang lebih dari itu adalah salah bahkan kadang dengan anggapan bid'ah. Maka kami perlu untuk menghadirkan pemahaman ulama terdahulu (Salaf) agar ada pencerahan bagi semua yang sering berprasangka buruk kepada sesama kaum muslimin.

A. Hujjah yang mengatakan Shalat Taraweh 8 roka’at

1. Hadits riwayat Imam Ibnu Hibban dan Imam Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam Kitab Shohihnya :

عَنْ جَابِرٍ :" أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمْ ثَمَانِ رَكَعَاتٍ وَالْوِتْرَ ثُمَّ انْتَظَرُوْهُ فِي الْقَابِلَةِ يَخْرُجُ إِلَيْهِمْ"

Dari Jabir: “Sesungguhnya Rasulullah SAW melakukan Shalat Taraweh bersama para Sahabat sebanyak 8 roka’at kemudian Shalat Witir, kemudian mereka menunggu Rasulullah SAW keluar di malam berikutnya”.

2. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 1079 jilid 4 hal. 319 :
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.

Dari Abu Salamah Bin Abdurrahman, suatu ketika beliau bertanya kepada Sayyidah Aisyah ra tentang Shalatnya Rasulullah SAW di bulan Ramadhan, maka Sayyidah Aisyah ra menjawab “Rasulullah SAW tidak menambah lebih dari 11 roka’at baik di bulan Ramadhan atau di luar ramadhan, beliau melakukan Shalat 4 roka’at dan jangan engkau bertanya tentang kebagusan dan panjangnya sholat beliau, kemudian beliau melakukan Shalat 4 roka’at lagi, dan jangan engkau bertanya kebagusan dan panjangnya, kemudian beliau melakukan Shalat 3 roka’at”. Kemudian Sayyidah Aisyah ra berkata : “Wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum melakukan Shalat Witir?” Maka Rasulullah SAW menjawab : “Wahai Aisyah, memang benar mataku tertidur akan tetapi hatiku tidak tidur”.
Dari 2 riwayat tersebut mereka menyimpulkan bahwa sholat taraweh Rasulullah adalah 11 roka’at, 8 roka’at sholat taraweh dan 3 sholat witir

B. Penjelasan Ulama Tentang Shalat Taraweh 8 Roka’at

1. Adapun hadits yang pertama yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Ibnu Khuzaimah dari Jabir Bin Abdullah adalah sangat lemah (Dho’if) sekali. Sebab dalam hadits ini ada ‘Isa Bin Jariyah, menurut Ibnu Ma’in dan Daud ia adalah perowi “Munkar Al-Hadits”, Ibnu Adi berkata bahwasannya hadits-hadits yang diriwayatkan dari ‘Isa Bin Jariyah tersebut tidak bisa diambil untuk dijadikan landasan amal, maka dari itu As-Saji dan Al-‘Aqili memasukkan hadits ini ke dalam Hadits yang Dho’if.
Disebutkan dalam kitab At-Tahdzib karya Imam Ibnu Hajar jilid 8 hal. 207 bahwasannya dalam sanad hadits tersebut terdapat Ya’qub Bin Abdullah Al-Qummi, Imam Ad-Daruqutni berkata : “Ya’qub Bin Abdullah Al-Qummi bukanlah perowi yang kuat hafalannya”.
Maka dari itu hadits tersebut sangat tidak bisa dijadikan hujjah, oleh sebab itulah maka Imam Ash-Shon’ani menukil dari Imam Az-Zarkasyi dalam Kitab Al-Khadim beliau mengatakan :
" بَلِ الثَّابِتُ فِي الصَّحِيْحِ الصَّلاَةُ مِنْ غَيْرِ ذِكْرٍ بِالْعَدَدِ "
“Adapun yang Shohih (benar) tentang Shalat Taraweh adalah tidak ada penyebutan bilangannya (yakni tidak ada batasan roka’atnya)”. Subulus Salam jilid 2 hal. 10
Seandainya hadits ini benar (maaf ini hanya berandai-andai) maka yang sesuai dengan riwayat-riwayat yang lain menunjukkan bahwa hadits ini berisi berita tentang Shalat Witirnya Rasulullah SAW dengan salah satu dari 2 kemungkinan :
1. Rasulullah melakukan witir 8+1= 9 roka’at
2. Rasulullah melakukan witir 8+3= 11 roka’at
Dan makna ini sungguh sangat tepat dan sesuai dengan hadits-hadits yang lainnya. Sementara sudah sangat jelas bahwa di dalam hadits tersebut tidak menjelaskan Shalat Taraweh Rasulullah adalah 8 + 3 =11 roka’at, akan tetapi dalam riwayat tersebut Nabi Muhammad SAW melakukan sholat witir 8 roka’at ditutup dengan 1 roka’at.
Dan makna witir pada asalnya digunakan untuk 1, seperti disebutkan dalam hadits shohih riwayat Imam Muslim :
إِنَّ اللهَ وِتْرٌ
“Sesungguhnya Allah adalah witir (satu)”.
Witir baru bisa digunakan untuk makna 3, 5 dan seterusnya jika ada keterangan (Qorinah).
Jika kita maknai witir dalam hadits tersebut adalah 1 roka’at, kemudian yang 8 roka’at adalah sholat tarawih, ini berarti Shalat Witirnya Rasulullah hanya 1 roka’at dan ini sungguh berseberangan dengan hadits yang lainnya khususnya hadits Sayyidah Aisyah r.a.
Jadi kesimpulannya kalau seandainya hadits itu benar maka maknanya adalah berita tentang Shalat Witirnya Rasulullah SAW dengan cara 8+1 = 9 roka’at atau 8+3 = 11 roka’at.
Dan lebih dari itu semua karena hadits tersebut adalah lemah maka semestinya tidak perlu dibahas karena sudah ada hadits yang lebih kuat dan lebih jelas maknanya.

2. Sedangkan hadits yang ke-2 yaitu hadits riwayat Sayyidah Aisyah, hadits tersebut tidak bisa dijadikan Hujjah bahwa Shalat taraweh adalah 8 roka’at dan witir adalah 3 roka’at. Karena hadits tersebut hanya berbicara tentang witirnya Rasulullah SAW yang 11 roka’at dan bukannya Rasulullah SAW melakukan Shalat Taraweh 8 roka’at dan Shalat Witirnya 3 roka’at.
Sebuah pertanyaan yang harus direnungi, dari mana datangnya pemahaman bahwa di sini Rasulullah SAW melakukan Shalat Witir hanya 3 roka’at, lalu yang 8 roka’at adalah Shalat Taraweh?
Berarti seolah-olah Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan justru mengurangi bilangan roka’at Shalat Witirnya dari 11 roka’at menjadi 3 roka’at, karena di anggap yang 8 roka’at adalah Shalat Taraweh.
Padahal sudah jelas dalam hadits riwayat Sayyidah Aisyah ra tersebut di atas Rasulullah SAW melakukan sholat 4 + 4 + 3 roka’at = 11 roka’at, kemudian Sayyidah Aisyah r.a bertanya kepada Rasulullah SAW : “Wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum melakukan Shalat Witir?”
Sangat jelas bahwa ini adalah pertanyaan tentang Shalat Witirnya Rasulullah secara umum bukan keterangan Shalat Witir Rasulullah 3 roka’at. Sebab di situ Sayyidah Aisyah ra tidak bertanya : “Wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum melakukan Shalat Witir 3 roka’at?”
Dari mana datang kesimpulan bahwa Shalat Witir Rasulullah adalah 3 roka’at? Itu kesimpulan yang tidak jelas. Kenapa tidak kita simpulkan dengan riwayat lain yang shohih bahwa Rasulullah SAW sering melakukan Shalat Witir 11 roka’at agar antara hadits dengan hadits yang lain seiring dan seirama?
Adapun cara melakukan Shalat Witir 11 roka’at bisa dilakukan dengan cara berikut ini :
a. 2+2+2+2+2+1 = 11 roka’at
b. 2+2+2+2+3 = 11 roka’at
c. 4+4+3 = 11 roka’at
d. 4+4+2+1 = 11 rokaat
e. 8+3 = 11 roka’at
f. 10+1 = 11 roka’at
Dalam riwayat lain disebutkan :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ : لاَ تُوتِرُوْا بِثَلاَثٍ، أَوْتِرُوْا بِخَمْسٍ أَوْ سَبْعٍ وَلاَ تُشَبِّهُوْا بِصَلاَةِ الْمَغْرِبِ. رَوَاهُ الدَّارُ قُطْنِيُّ
Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah kalian Shalat Witir 3 roka’at, akan tetapi Shalat Witirlah 5 atau 7 roka’at dan jangan kalian serupakan dengan Shalat Maghrib”. Hadits riwayat Imam Ad-Daruqutni (no. 1 jilid 2 hal 24) dengan sanad dan perowi yang Tsiqoh (dapat dipercaya).

Bagaimana mungkin Rasulullah SAW melakukan Shalat Witir 3 roka’at terus-menerus khususnya di bulan Ramadhan sedangkan beliau sendiri menganjurkan agar kita tidak hanya melakukan witir 3 roka’at. Sungguh hal ini sangat jauh dari kesempurnaan dan kecintaan Rasulullah SAW kepada ibadah. Adapun riwayat yang mengatakan Rasulullah SAW melakukan Shalat Witir 3 roka’at atau kurang dari 11 roka’at itu untuk menjelaskan bahwa yang 11 roka’at bukanlah sebuah keharusan akan tetapi tetap boleh kurang dari 11 roka’at bahkan 1 roka’at pun juga boleh.
“Telah diriwayatkan bahwasannya Shalat Witirnya Rasulullah SAW sampai 13, atau 11, 9, 7, 5, 3 dan 1 roka’at.”

Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwasannya Shalat Witirnya Rasulullah SAW di luar bulan Ramadhan saja hingaa sampai 11 roka’at seperti yang dikatakan oleh kebanyakan Ulama atau sampai 13 roka’at seperti yang dikatakan oleh sebagian kecil ulama. Dan pemahama ini diambil dari hadits-hadits Nabi yang sangat jelas dan shohih seperti yang kami sebutkan dalam pembahasan bilangan sholat witirnya Rasulullah SAW.
Di luar ramadhan saja witir Nabi Muhammad SAW sampai 11 roka’at, bagaimana di bulan Romadhon di bulan ibadah Nabi Muhammad SAW mengurangi sholat witir hingga 3 rokaat?
Sungguh ini sangat bertentangan dengan himbauan Rasulullah untuk memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan.

Ada dua hal yang harus dicermati :

Pertama ; Bahwa 11 rokaat adalah sholat witir di dalam bulan Romadhon dan di luar bulan Romadhon. Ungkapan di luar Romadhon ini sangat jelas maknanya bahwa Siti Aisyah r.a. bukan berbicara tentang tarawih, karena di luar Romadhon tidak ada tarawih.

Kedua ; Setelah Siti Aisyah melihat sholat Rasulullah SAW 11 roka’at, kemudian Siti Aisyah bertanya : “Apakah engkau tidur sebelum melakukan sholat witir Ya Rasulullah?”. Siti Aisyah adalah orang cerdas tidak mungkin beliau bertanya sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan apa yang dilihatnya. Artinya jelas-jelas saat itu Siti Aisyah bertanya tentang sholat yang bilangannya 11 yang dilakukan oleh Nabi SAW setelah tidur. Dan 11 roka’at itu disebut oleh Siti Aisyah dalam pertanyaanya dengan “witir”.

3. Riwayat dari Sayyidah Aisyah berbeda-beda dalam permasalahan ini, dalam satu riwayat beliau mengatakan : “Rasulullah SAW tidak pernah menambah di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan melebihi 11 roka’at”, seperti tersebut diatas.
Akan tetapi dalam riwayat lain dari Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim Sayyidah Aisyah ra berkata :
كَانَ يُصَلِّيْ مِنَ اللَّيْلِ عَشَرَ رَكَعَاتٍ وَيُوْتِرُ بِسَجْدَةٍ.
“Rasulullah SAW melakukan Shalat pada malam hari dengan 10 roka’at dan dengan 1 roka’at”.
Apakah dengan hadits ini lalu kita katakan Shalat Tarawehnya Rasulullah berubah menjadi 10 roka’at dan witirnya 1 roka’at? Hadits ini tidak menjelaskan Shalat Taraweh dan Witir akan tetapi tentang Shalat Witir dengan cara 10+1 = 11 roka’at.
Dalam riwayat
أَنَّهُ كَانَ يُصَلِّيْ مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةٍ رَكْعَةً ثُمَّ يُصَلِّيْ إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيْتَيْنِ فَكَانَتْ خَمْسَ عَشْرَةٍ رَكْعَةً
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah melakukan Shalat malam 13 roka’at, kemudian Rasulullah SAW Shalat 2 roka’at yang ringan ketika mendengar Adzan Shubuh, maka Shalat malam Rasulullah SAW menjadi 15 roka’at” (HR. Imam Muslim).
Hadits ini sangat sesuai dengan riwayat yang mengatakan bahwa Shalat Witirnya Rasulullah SAW adalah sampai 13 roka’at.

Imam As-Shon’ani berkata di dalam kitab Subulus Salam :

" إِعْلَمْ أَنَّهُ قَدِ اخْتَلَفَتْ الرِّوَايَاتُ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا فِيْ كَيْفِيَّةِ صَلاَتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلِ وَعَدَدِهَا فَقَدْ رُوِيَ عَنْهَا سَبْعٌ وَتِسْعٌ وَإِحْدَى عَشْرَةَ سِوَى رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ "

“Ketahuilah bahwsannya riwayat-riwayat dari Sayyidah Aisyah r.a banyak yang berbeda berkenaan dengan cara Shalat malam dan bilangan roka’atnya Rasulullah SAW, dan telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah ra bahwa bilangan roka’at Shalat malamnya Rasulullah SAW adalah 7, 9 dan 11 roka’at selain 2 roka’at Shalat Sunnah Fajar (Qobliyah Shubuh)”.

Ini adalah bilangan roka’at Shalat Witir yang tidak hanya 11 roka’at, inilah hal yang menguatkan bahwasannya riwayat 11 roka’at dari Sayyidah Aisyah itu adalah Shalat Witirnya Rasulullah SAW bukan Shalat Taraweh. Maka dari itu Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani menghadirkan riwayat dari Sayyidah Aisyah tersebut dalam kitab Bulugh Al-Maram diletakkan pada Bab Shalat Witir sebab riwayat tersebut berhubungan dengan Shalat Witir.

4. Jika kita perhatikan bahwa riwayat-riwayat yang berhubungan dengan Shalat Taraweh dan Witir sangat banyak dan berbeda-beda. Dan yang lebih bisa untuk menjelaskan adalah apa yang dilakukan para Sahabat Nabi SAW berkenaan dengan masalah tersebut. Dan kita telah menemukan riwayat yang benar tentang bilangan Shalat Taraweh yang 20 roka’at dari para sahabat Nabi SAW dan juga riwayat Shalat Witir mulai dari 1 roka’at sampai 11 roka’at. Maka bisa disimpulkan dengan pasti bahwa riwayat dari Sayyidah Aisyah r.a itu adalah tentang Shalat Witirnya Rasulullah SAW.

5. Rasulullah SAW pernah melakukan Shalat Witir atau mengajari Shalat Witir dengan 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 roka’at bahkan sampai 13 roka’at itu semua untuk menunjukkan bahwa Shalat Witir adalah sholat yang amat penting, jangan sampai ditinggalkan walaupun hanya 1 roka’at dan tidak harus 11 roka’at, namun yang sering dilakukan oleh Rasulullah SAW baik di Ramadhan atau di luar Ramadhan adalah 11 roka’at. Nah, bagaimana Rasulullah yang Shalat Witirnya di luar Ramadhan saja mengambil yang banyak (11 roka’at) akan tetapi justru di saat bulan Ramadhan Rasulullah SAW sendiri malah mengurangi Witir tersebut menjadi 3 roka’at. Sungguh ini bertentangan dengan himbauan beliau sendiri agar kita memperbanyak ibadah termasuk Shalat di malam Ramadhan.

PART 2

Shalat Witir adalah amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW baik di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan dan sekaligus ini adalah amalan yang sangat sunnah bagi Umat beliau lebih khusus lagi adalah jika dilakukan pada malam-malam bulan Ramadhan.
Untuk menyatakan bahwasannya ini adalah Sunnah yang dikukuhkan mari kita lihat riwayat-riwayat dari Rasulullah SAW tentang Shalat Witir beliau :
1. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari No. 990 jilid 2 hal. 404:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلاَةِ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَم صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى.
Dari Ibnu Umar ra seorang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang Shalat malam, maka Rasulullah SAW bersabda : “Shalat malam itu 2 rokaat-2 rokaat, akan tetapi apabila salah seorang di antara kalian khawatir akan masuk waktu Shalat Shubuh maka Shalatlah 1 rokaat sebagai Witir ”.

2. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari No. 995 jilid 2 hal. 409 :
حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ سِيرِينَ قَالَ قُلْتُ لاِبْنِ عُمَرَ أَرَأَيْتَ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ أُطِيلُ فِيهِمَا الْقِرَاءَةَ فَقَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى وَيُوتِرُ بِرَكْعَةٍ وَيُصَلِّي الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ وَكَأَنَّ اْلأَذَانَ بِأُذُنَيْهِ قَالَ حَمَّادٌ أَيْ سُرْعَةً.
Telah bercerita kepada kami Sayyidina Anas Bin Sirin ra beliau berkata : “Aku bertanya kepada Ibnu Umar ra sholat apakah 2 rokaat sebelum Shalat Shubuh dan aku memperpanjang bacaan di 2 rokaat tersebut? Maka Ibnu Umar ra berkata “Rasulullah SAW melakukan Shalat malam 2 rokaat - 2 rokaat kemudian menutupnya dengan Witir 1 rokaat, kemudian beliau Shalat 2 rokaat sebelum Shubuh dan seolah-olah adzan shubuh (terdengar) di kedua telinganya”. Hammad berkata : “Yakni cepat” (jarak antara Shalat 2 rokaat terakhir Rasulullah SAW dengan masuknya waktu Shubuh sangat dekat sekali).
3. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari No. 997 jilid 2 hal. 411 :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَأَنَا رَاقِدَةٌ مُعْتَرِضَةً عَلَى فِرَاشِهِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُوتِرَ أَيْقَظَنِي فَأَوْتَرْتُ.
Dari Sayyidah Aisyah ra beliau berkata : “Rasulullah SAW melakukan Shalat sedangkan aku tidur melintang di atas kasurnya, ketika beliau hendak melakukan Shalat Witir beliau membangunkanku kemudian aku melakukan Shalat Witir”.
4. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 998 jilid 2 hal. 412 :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا.
Dari Abdullah Bin Umar ra dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda : “Jadikanlah Witir sebagai penutup Shalat malam kalian”.
5. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari No. 999 jilid 2 hal. 413 :
عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّهُ قَالَ كُنْتُ أَسِيرُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بِطَرِيقِ مَكَّةَ فَقَالَ سَعِيدٌ فَلَمَّا خَشِيتُ الصُّبْحَ نَزَلْتُ فَأَوْتَرْتُ ثُمَّ لَحِقْتُهُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ أَيْنَ كُنْتَ فَقُلْتُ خَشِيتُ الصُّبْحَ فَنَزَلْتُ فَأَوْتَرْتُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ أَلَيْسَ لَكَ فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أسْوَةٌ حَسَنَةٌ فَقُلْتُ بَلَى وَاللَّهِ قَالَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ عَلَى الْبَعِيرِ.
Dari Sa’id Bin Yasar ra sesungguhnya beliau berkata : “Dahulu aku berjalan pada malam hari bersama Abdullah Bin Umar di salah satu jalan di Makkah, kemudian beliau (Sa’id) berkata “Ketika aku khawatir waktu Shubuh (menjelang) maka aku turun kemudian melakukan Shalat Witir kemudian aku menyusul Abdullah Bin Umar lalu beliau bertanya “Kemana saja kamu?”, kemudian aku menjawab “Aku khawatir masuk waktu Shubuh maka dari itu aku turun dan melakukan Shalat Witir”, kemudian Abdullah Bin Umar berkata “Bukankah Rasulullah SAW suri tauladan yang baik?”, maka aku menjawab “Ya, demi Allah”, Abdullah Bin Umar berkata “Sungguh Rasulullah SAW pernah melakukan Shalat Witir di atas onta”.
6. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari No. 1000 jilid 2 hal. 414 :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي السَّفَرِ عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ يُومِئُ إِيمَاءً صَلاَةَ اللَّيْلِ إِلاَّ الْفَرَائِضَ وَيُوتِرُ عَلَى رَاحِلَتِهِ.
Dari Ibnu Umar ra beliau berkata : “Nabi Muhammad SAW melakukan Shalat di saat bepergian di atas ontanya kemanapun ontanya tersebut menghadap, beliau melakukan Shalat malam (dengan cara seperti itu) selain Sholat Fardhu kemudian melakukan Shalat Witir di atas ontanya”.
7. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari 1094 jilid 4 hal 334 :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِاللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً ثُمَّ يُصَلِّي إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ بِالصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ.
Sayyidah Aisyah ra berkata : “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah melakukan Shalat malam 13 rokaat, kemudian Rasulullah SAW melakukan Shalat 2 rokaat yang ringan ketika mendengar Adzan Shubuh”.
8. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 1079 jilid 4 hal. 319 :
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي.
Dari Abu Salamah Bin Abdurrahman, suatu ketika beliau bertanya kepada Sayyidah Aisyah ra tentang Shalatnya Rasulullah SAW di bulan Ramadhan, maka Sayyidah Aisyah ra menjawab “Rasulullah SAW tidak menambah lebih dari 11 rokaat baik di bulan Ramadhan atau diluar ramadhan, beliau melakukan Shalat 4 rokaat dan jangan engkau bertanya tentang kebagusan dan panjangnya sholat beliau, kemudian beliau melakukan Shalat 4 rokaat lagi, dan jangan engkau bertanya kebagusan dan panjangnya, kemudian beliau melakukan Shalat 3 rokaat”. Kemudian Sayyidah Aisyah ra berkata : “Wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum melakukan Shalat Witir? Maka Rasulullah SAW menjawab : “Wahai Aisyah, memang benar mataku tertidur akan tetapi hatiku tidak tidur”.
9. Hadits riwayat Imam Muslim no. 1222 jilid 4 hal. 92 :
عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ اللَّيْلِ عَشَرَ رَكَعَاتٍ وَيُوتِرُ بِسَجْدَةٍ وَيَرْكَعُ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فَتْلِكَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً.
Dari Al-Qosim Bin Muhammad, beliau berkata : “Aku mendengar Sayyidah Aisyah ra berkata: “Shalatnya Rasulullah SAW pada malam hari itu 10 rokaat dan ditutup dengan 1 rokaat, kemudian beliau melakukan Shalat 2 rokaat maka terkumpulah sholat beliau menjadi 13 rokaat.”
10. Hadits riwayat Imam At-Tirmidzi no. 240 jilid 2 hal 263 :
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ بِثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً فَلَمَّا كَبِرَ وَضَعُفَ أَوْتَرَ بِسَبْعٍ.
Dari Ummu Salamah ra beliau berkata : “Nabi Muhammad SAW melakukan Shalat Witir 13 rokaat, namun ketika beliau mulai lanjut usia dan lemah maka beliau melakukan Shalat Witir 7 rokaat”.

Keterangan :
Kalau kita lihat dari hadits-hadits tersebut di atas sungguh Rasulullah SAW begitu menghimbau untuk melakukan Shalat Witir dan menghimbau kita untuk memperbanyak melakukan Shalat Witir hingga 11 rokaat bahkan sampai 13 rokaat.
Adapun bagi orang yang ingin mengurangi dari bilangan tersebut hendaknya diupayakan tidak kurang dari 3 rokaat, sampai dikatakan oleh para Ulama bahwasannya 3 rokaat adalah derajat kesempurnaan Shalat Witir yang paling rendah (أَقَلُّ الْكَمَالِ), kecuali bagi seseorang yang memiliki waktu yang sempit dan tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan Shalat Witir 3 rokaat maka hendaknya ia melakukan Shalat Witir 1 rokaat. Jelasnya jangan sampai tidak melakukan Shalat Witir sama sekali.

PART 3

Tidak ada riwayat tentang batasan Shalat Tarawehnya Rasulullah SAW di malam bulan Ramadhan. Yang jelas pada malam-malam di bulan Ramadhan Rasulullah SAW memperbanyak ibadah dengan ibadah-ibadah yang tidak pernah Rasulullah SAW lakukan di luar bulan Ramadhan.
Hadits-hadits yang berkenaan dengan ibadah malam Ramadhan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW :
1. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 1061 jilid 4 hal 290 dan Imam Muslim no. 1270 jilid 4 hal. 148 :
وَقَالَتْ السَّيِّدَةُ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوْا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ :" قَدْ رَأَيْتُ الَّذِيْ صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِيْ مِنَ الْخْرُوْجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّيْ خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ " وَذَلِكَ فِيْ رَمَضَانَ.
Sayyidah Aisyah ra berkata :
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam melakukan Shalat di Masjid, kemudian ada orang-orang yang mengikutinya melakukan Shalat (berjama’ah), kemudian malam berikutnya Nabi Muhammad SAW melakukan Shalat lagi dan orang-orang bertambah banyak, lalu pada malam ke 3 atau 4 orang-orang berkumpul dan Nabi Muhammad SAW tidak keluar kepada mereka (untuk melakukan Shalat), ketika menjelang pagi hari Nabi Muhammad SAW bersabda : “Sungguh aku tahu apa yang kalian lakukan (semalam: yakni berkumpul untuk Shalat), sungguh tak ada yang mencegahku untuk keluar melainkan aku khawatir Shalat tersebut diwajibkan kepada kalian”. Hal ini terjadi pada bulan Ramadhan (yakni Shalat Taraweh).

2. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 689 jilid 3 hal 165 :
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخَذَ حُجْرَةً قَالَ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ مِنْ حَصِيرٍ فِي رَمَضَانَ فَصَلَّى فِيهَا لَيَالِيَ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَلَمَّا عَلِمَ بِهِمْ جَعَلَ يَقْعُدُ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ قَدْ عَرَفْتُ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ صَنِيعِكُمْ فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةَ.
Dari Zaid Bin Tsabit ra, “Sesungguhnya Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan masuk ke kamar yang terdapat di dalamnya tikar kemudian Rasulullah SAW Shalat di kamar tersebut selama beberapa malam, kemudian orang-orang dari para Sahabat ikut Shalat, setelah Rasulullah SAW mengetahui akan hal tersebut (mengikutinya Shalat) maka beliau duduk (tidak keluar untuk sementara) kemudian keluar menemui mereka dan bersabda : “Sungguh aku telah tahu dan melihat apa yang kalian perbuat, maka Sholatlah kalian di rumah kalian karena sebaik-baik Shalatnya seseorang adalah di rumahnya selain Shalat Fardhu”.

3. Hadits riwayat Imam Muslim no. 1271 jilid 4 hal 149 :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَتْ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُونَ بِذَلِكَ فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلَةِ الثَّانِيَةِ فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَذْكُرُونَ ذَلِكَ فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَفِقَ رِجَالٌ مِنْهُمْ يَقُولُونَ الصَّلاَةَ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الْفَجْرِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ثُمَّ تَشَهَّدَ فَقَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ شَأْنُكُمْ اللَّيْلَةَ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلاَةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا.
Dari Sayyidah Aisyah ra beliau berkata : “Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar di tengah malam dan melakukan Shalat di Masjid, kemudian orang-orang dari para sahabat nabi mengikutinya Shalatnya Rasulullah (berjama’ah), di keesokan harinya orang-orang pada membicarakan hal tersebut, maka orang-orang yang berkumpul makin banyak kemudian Rasulullah SAW keluar pada malam yang ke-2 dan esok harinya orang-orang membincangkan hal tersebut, hingga pada malam ke-3 orang-orang di Masjid bertambah banyak kemudian Rasulullah SAW keluar untuk Shalat bersama mereka, akan tetapi pada malam ke-4 Masjid tidak mampu menampung (para sahabat) maka Rasulullah SAW tidak keluar, kemudian ada seseorang yang berkata : Shalat!!! Namun demikian Rasulullah SAW tidak keluar sampai pada akhirnya beliau keluar di waktu Shalat Shubuh, setelah melakukan Shalat beliau menghadap kepada orang-orang kemudian membaca Syahadat dan bersabda : “Sungguh aku mengetahui apa yang kalian lakukan semalam, akan tetapi aku khawatir Shalat Malam (Taraweh) tersebut diwajibkan atas kalian kemudian kalian tidak mampu melaksanakannya”.
Dari keterangan tersebut bahwasannya tidak ada riwayat khusus yang dinukil dari Rasulullah SAW tentang bilangan rokaat Shalat Taraweh.

PART 4

Bilangan rokaat Shalat Taraweh pada masa Sahabat ra yaitu dimulai dari masa Sayyidina Umar Bin Khaththab ra. Yang perlu dicermati :
Pertama, beliau Sayyidina Umar mengambil bilangan 20 rokaat sementara tidak ada riwayat dari Rasulullah SAW yang menjelaskan bilangan tersebut.
Kedua, kita semua juga mengenal siapa Sayyidina Umar Bin Khaththab ra, Sayyidina Utsman Bin ‘Affan ra, Sayyidina Ali Bin Abi Thalib beserta ribuan Sahabat Nabi yang lainnya.
Ketiga, pada kenyataan dan sudah benar-benar terbukti akan kebenaran riwayat tentang Shalat Taraweh 20 rokaat itu dari Sayyidina Umar Bin Khaththab ra. seperti yang akan kami sebutkan dalam pembahasan selanjutnya.
Maka tidak ada lagi bagi kita kecuali harus mengikutinya. Itulah yang dilakukan oleh para Imam 4 Madzhab. Dan mengikuti para Khulafah Ar-Rosyidin adalah termasuk mengamalkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya :
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ )رواه أبو داود والترمذي وقال: حديث حسن صحيح(
“Hendaknya kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Kholifah yang bijak dan yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengan sunnah tersebut dan berhati-hatilah kalian dengan perkara yang diada-ada karena setiap Bid’ah itu sesat”.
HR Imam Abu Daud dan Imam Tirmidzi, Imam Tirmidzi berkata hadits tersebut Hasan Shohih

Rasulullah SAW bersabda :
"اِقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِيْ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ" رَوَاهُ اَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهٍ عَنْ حُذَيْفَةَ
“Ikutilah 2 orang setelah ku yaitu Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar”. HR Imam Ahmad, Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah dari Hudzaifah
Riwayat-riwayat tentang Shalat Tarawehnya para Sahabat Nabi :
1. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari no. 2012 jilid 5 hal. 142 :
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِىِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ- رضى الله عنه - لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ، إِلَى الْمَسْجِدِ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّى بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ أَنِّيْ أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ. ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ، قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ، وَالَّتِى يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِى يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ ، وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ.
Dari Abdurrahman bin Abdul Qari beliau berkata : "Aku keluar bersama Sayyidina 'Umar bin Khaththab ra pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang pada melakukan Shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang melakukan Shalat sendiri dan ada yang melakukan sholat kemudian diikuti oleh makmum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka Sayyidina Umar berkata : "Aku berpikir bagaimana seandainya mereka aku kumpulkan semuanya agar berjamaah dengan dipimpin oleh satu oeang imam, tentu hal itu akan lebih baik.". Kemudian Sayyidina Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Sayyidina Ubay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang Shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang Imam, lalu Sayyidina Umar berkata, "ini adalah Sebaik-baik Bid’ah . Dan mereka yang tidur terlebih dahulu (kemudian sholat) itu lebih baik daripada yang Shalat di awal malam (kemudian tidur)”.
2. Hadits riwayat Imam Al-Baihaqi no. 4801 jilid 2 hal. 496 :
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ : كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً - قَالَ - وَكَانُوا يَقْرَءُونَ بِالْمِئِينِ، وَكَانُوا يَتَوَكَّئُونَ عَلَى عُصِيِّهِمْ فِى عَهْدِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ مِنْ شِدَّةِ الْقِيَامِ.
Diriwayatkan dari As-Saib Bin Yazid ra, beliau berkata : “Mereka (para sahabat) melakukan Qiyam Ramadhan (Shalat Taraweh) pada masa Sayyidina Umar Bin Al-Khatthab ra sebanyak 20 rokaat”, beliau berkata : “Mereka membaca sebanyak 200 ayat, sedangkan pada masa Sayyidina Utsman Bin Affan ra mereka bersandaran pada tongkat mereka dikarenakan lamanya berdiri”.
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik no. 252 jilid 1 hal 115 :
عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُوْمَانَ قَالَ :" كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِيْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً ". يَعْنِيْ يُصَلُّوْنَ التَّرَاوِيْحَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُوْنَ بِثَلاَثِ رَكَعَاتٍ.
Dari Yazid Bin Ruman beliau berkata : “Orang-orang pada masa Sayyidina Umar Bin Khaththab melakukan Qiyam (Shalat Taraweh) 23 rokaat”. Yakni mereka Shalat Taraweh 20 rokaat dan Shalat Witir 3 rokaat.

PART 5

1. Imam An-Nawawi menyebutkan dalam Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab :

صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ مِنَ النَّوَافِلِ الْمُؤَكَّدَةِ كَمَا دَلَّتْ عَلَى ذَلِكَ اْلأَحَادِيْثُ الشَّرِيْفَةُ الْمُتَقَدِّمَةُ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً مِنْ غَيْرِ صَلاَةِ الْوِتْرِ، وَمَعَ الْوِتْرِ تُصْبِحَ ثَلاَثًا وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً ... عَلَى ذَلِكَ مَضَتِ السُّنَّةُ وَاتَّفَقَتِ اْلأُمَّةُ، سَلَفًا وَخَلَفًا مِنْ عَهْدِ الْخَلِيْفَةِ الرَّاشِدِ " عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ" رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَرْضَاهُ – إِلى زَمَانِنَا هَذَا ... لَمْ يُخَالِفْ فِيْ ذَلِكَ فَقِيْهٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ اْلأَرْبَعَةِ الْمُجْتَهِدِيْنَ إِلاَّ مَا رُوِيَ عَنْ إِمَامِ دَارِ الْهِجْرَةِ"مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ " – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – اَلْقَوْلُ بِالزِّيَادَةِ فِيْهَا ، إِلَى سِتٍّ وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً فِي الرِّوَايَةِ الثَّانِيَةِ عَنْهُ – مُحْتَجًّا بِعَمَلِ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ فَقَدْ رُوِيَ عَنْ ناَفِعٍ أَنَّهُ قَالَ : " أَدْرَكْتُ النَّاسَ يَقُوْمُوْنَ رَمَضَانَ بِتِسْعٍ وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً يُوْتِرُوْنَ مِنْهَا بِثَلاَثٍ " ... أَمَّا الرِّوَايَةُ الْمَشْهُوْرَةُ عَنْهُ، هِيَ الَّتِيْ وَافَقَ فِيْهَا الْجُمْهُوْرُ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ عَلَى أَنَّهَا " 20 "عِشْرُوْنَ رَكْعَةً وَعَلَى ذَلِكَ اِتَّفَقَتِ الْمَذَاهِبُ اْلأَرْبَعَةُ وَتَمَّ اْلإِجْمَاعُ

Mari kita kembali kepada Syaikhul Madzhab, Imam di dalam Madzhab Imam Syafi’i, Imam besar yaitu Imam An-Nawawi, Imam An-Nawawi sudah menjelaskan dalam kitab Syarah Muhadzdzab-nya, bahwasannya :
”Shalat Taraweh adalah satu Shalat sunnah yang sangat dikukuhkan sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yaitu “20” (dua puluh rokaat) selain Witir dan jika ditambah dengan 3 rokaat Witir maka jadilah 23 rokaat. Oleh karena itu Ummat telah sepakat baik Salaf maupun Kholaf dari zaman Kholifah Ar-Rosyidin yaitu Sayyidina Umar bin Khaththab ra sampai zaman sekarang tidak ada satu Ulama pun yang berbeda dari para Imam Madzhab yang 4 kecuali yang diriwayatkan dari Imam Malik bin Anas yang mengatakan hingga 36 rokaat dengan hujjah pengamalan penduduk Madinah. Dan telah diriwayatkan dari Nafi’ beliau berkata : Aku melihat orang-orang di bulan Ramadhan Shalat (Taraweh) 39 rokaat dengan Witir 3 rokaat. . . . Namun riwayat yang masyhur dari Imam Malik adalah yang senada dengan pendapat jumhur dari kalangan Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah yaitu 20 rokaat, maka dari itu Ulama 4 madzhab sudah sepakat dan telah sempurna menjadi Sebuah Ijma’ (Kesepakatan Ulama) bahwa sholat taraweh adalah 20 rokaat”.

Imam An-Nawawi juga menyebutkan dalam kitab tersebut:

" مَذْهَبُنَا أَنَّهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ غَيْرَ الْوِتْرِ وَذَلِكَ خَمْسُ تَرْوِيْحَاتٍ وَالتَّرْوِيْحَةُ أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمَتَيْنِ ".وَبِهِ قَالَ أَبُوْ حَنِيْفَةَ وَأَصْحَابُهُ وَ أَحْمَدُ وَدَاوُدَ وَغَيْرُهُمْ وَنَقَلَهُ الْقَاضِيْ عِيَاضُ عَنْ جُمْهُوْرِ الْعُلَمَاءِ. وَقَالَ مَالِكٌ: التَّرَاوِيْحُ تِسْعُ تَرْوِيْحَاتٍ وَهِيَ سِتَّةٌ وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً غَيْرُ الْوِتْرِ.

“Madzhab kami (Syafi’i) Shalat Taraweh adalah 20 rokaat dengan 10 salam selain Witir dan itu 10 istirahatan, 1 tarwihan 4 rokaat dengan 2 kali salam dan ini yang dikatakan oleh Imam Abu Hanifah dan Ashabnya, Imam Ahmad, Dawud dan Qodi Iyadh menukilnya dari jumhur Ulama. Imam Malik berkata: Taraweh itu 9 istirahatan dan jumlahnya 36 rokaat”.

Imam An-Nawawi menyebutkan dalam kitab Al-Khulashoh sanad hadits tersebut Shohih, begitu juga Imam Khotib Asy-Syirbini Asy-Syafi’i menyebutkan dalam kitab Syarh Al-Minhaj hal. 226 :
“Shalat Taraweh itu 20 rokaat dengan 10 kali salam pada setiap malam bulan Ramadhan berdasarkan hadits riwayat Imam Al-Baihaqi dengan sanad yang Shohih yaitu : “Sesungguhnya mereka (para Sahabat Nabi) melakukan Shalat Taraweh 20 rokaat di bulan Ramadhan pada masa Sayyidina Umar Bin Khaththab ra”.

2. Disebutkan dalam Mukhtashor Muzani bahwa Imam Syafi’i berkata :

" رَأَيْتُهُمْ بِالْمَدِيْنَةِ يَقُوْمُوْنَ بِتِسْعٍ وَثَلاَثِيْنَ وَاَحَبُّ إِلَيَّ عِشْرُوْنَ لِأَنَّهُ رُوِيَ عَنْ عُمَرَ وَكَذَلِكَ بِمَكَّةَ يَقُوْمُوْنَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً يُوْتِرُوْنَ بِثَلاَثٍ".

“Aku melihat penduduk Madinah Shalat Taraweh 36 rokaat, dan aku lebih senang 20 rokaat karena itu diriwayatkan dari Sayyidina Umar ra begitu juga di Makkah 20 rokaat ditambah Witir 3 rokaat”.

3. Ibnu Qudamah pakar Fiqih dalam Madzhab Hanbali yang sangat masyhur menyebutkan dalam kitab Al-Mughni juz 1 hal. 457 :

وَالْمُخْتَارُ عِنْدَ أَبِيْ عَبْدِ الله ِ( يَعْنِيْ اْلإِمَامِ أَحْمَدَ ) رَحِمَهُ اللهُ ، فِيْهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً ، وَبِهَذَا قَالَ الثَّوْرِيْ ، وَأَبُوْ حَنِيْفَةَ ، وَالشَّافِعِيُّ ، وَقَالَ مَالِكُ : سِتَّةٌ وَثَلاَثُوْنَ.

“Yang dipilih menurut Abi Abdillah, yang dimaksud di sini adalah Imam Ahmad Bin Hanbal, “20 rokaat” begitu juga pendapat Imam Tsauri, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Malik mengatakan: tiga puluh enam rokaat”.

4. Imam As-Sarkhosi Al-Hanafi menyebutkan dalam kitab Al-Mabsuth juz 2 hal. 45 :

فَإِنَّهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً سِوَى الْوِتْرِ عِنْدَنَا.

“Menurut kami Shalat Taraweh itu 20 rokaat selain Witir”.

5. Imam Al-Hashkafi Al-Hanafi menyebutkan dalam dalam kitab Ad-Durrul Mukhtar :

وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ.اهـ

“Taraweh adalah dua puluh rokaat dengan sepuluh salam”.

6. Ibnu Abidin Al-Hanafi mengomentari perkataan Imam Al-Haskafi :

وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً هُوَ قَوْلُ الْجُمْهُوْرِ وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ شَرْقًا وَغَرْبًا.اهــ

“20 rokaat Itu pendapat jumhur dan dilakukan oleh manusia dari bumi belahan timur sampai bumi belahan barat ”.

7. Al-Allamah Muhammad Ulaisy Al-Maliki pakar Fiqih dalam Madzhab Maliki mengatakan dalam kitab Minahul Jalil Ala Mukhtasor Kholil :

وَهِيَ ثَلاَثُ وَعِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِالشَّفْعِ وَالْوِتْرُ وَهَذَا الَّذِيْ جَرَى بِهِ عَمَلُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ ثُمَّ جُعِلَتْ ... فِيْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ بَعْدَ وَقْعَةِ الْحُرَّةِ بِالْمَدِيْنَةِ الْمُنَوَّرَةِ، فَخَفَّفُوْا فِي الْقِيَامِ وَزَادُوْا فِي الْعَدَدِ لِسُهُوْلَتِهِ فَصَارَتْ تِسْعًا وَثَلاَثِيْنَ) باِلشَّفْعِ وَالْوِتْرِ كَمَا فِيْ بَعْضِ النُّسْخِ، وَفِيْ بَعْضِهَا سِتَّا وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً غَيْرَ الشَّفْعِ وَالْوِتْرِ، وَاسْتَقَرَّ الْعَمَلُ عَلَى اْلأَوَّلِ.اهـ

“Shalat Taraweh itu 20 rokaat ditambah Witir, dan ini yang sudah dilakukan oleh para Sahabat dan Tabi’in kemudian di zaman Sayyidina Umar bin Abdul Aziz setelah terjadi pembantaian di Madinah dengan meringankan berdiri dan menambah bilangan menjadi 39 (sudah termasuk Witir di dalamnya) sebagaimana disebutkan dalam sebagian redaksi, sedangkan dalam redaksi yang lain Shalat Taraweh adalah 36 rokaat selain Witir akan tetapi yang kuat adalah pendapat yang pertama”.

8. Ibnu Rusydi pakar Fiqih dalam Madzhab Maliki mengatakan dalam kitab Bidayatul Mujtahid:

" اِخْتَارَ مَالِكٌ – فِيْ أَحَدِ قَوْلَيْهِ – وَأَبُوْ حَنِيْفَةَ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ الْقِيَامَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً سِوَى الْوِتْرِ".

“Imam Malik telah memilih dalam salah satu pendapatnya, dan juga Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bahwa Taraweh adalah 20 rokaat selain Witir”.

9. Imam At-Tirmidzi menyebutkan dalam Sunannya juz 3 hal 169 :

"وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ وَعَلِيٍّ وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ وَابْنِ الْمُبَارَكِ وَالشَّافِعِيِّ . وقَالَ الشَّافِعِيُّ وَهَكَذَا أَدْرَكْتُ بِبَلَدِنَا بِمَكَّةَ يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَةً .

“Mayoritas ahli ilmu sebagaimana yang diriwayatkan dari Sahabat Umar adalah 20 rokaat dan ini adalah pendapatnya Imam Ats-Tsauri, Ibnu Mubarok dan Imam Syafi’i. Berkata Imam Syafi’i : Beginilah aku melihat di negaraku Makkah Shalat Taraweh adalah 20 rokaat”.

10. Imam Al-‘Aini menyebutkan dalam kitabnya Umdatul Qori Syarh Shohih Al-Bukhari :

عَنْ زَيْدٍ بْنِ وَهْبٍ قَالَ: " كَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْعُوْدٍ يُصَلِّيْ لَنَا فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَيَنْصَرِفُ وَعَلَيْهِ لَيْلٌ" قَالَ اْلاَعْمَشُ : كَانَ يُصَلِّيْ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُ بِثَلاَثٍ "

Dari Zaid Bin Wahb beliau berkata : “Dahulu Sayyidina Abdullah Bin Mas’ud Shalat (Taraweh) bersama kami pada bulan Ramadhan, kemudian beliau bubar (pergi) akan tetapi beliau pada satu malam, dikatakan oleh Al-A’masy bahwa : Sayyidina Abdullah melakukan Shalat Taraweh 20 rokaat dan Shalat Witir 3 rokaat”.

Hadits ini dinilai Shohih oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya Majmu’ Syarh Muhadzdzab, begitu juga Imam Al-‘Aini ketika mensyarahi kitab Shohih Al-Bukhari, kemudian Imam As-Subuki dalam kitabnya Syarh Al-Minhaj, Imam Zainuddin Al-Iraqi dalam kitabnya Syarh At-Taqrib, Imam Al-Qostholani ketika mensyarahi kitab Shohih Al-Bukhari, dan Imam Al-Kamal Bin Al-Humam ketika mensyarahi kitab Al-Hidayah.

11. Imam Ibnu Al-Humam Al-Hanafi berkata :

ثَبَتَتِ الْعِشْرُوْنَ فِيْ زَمَنِ عُمَرَ وَالْمَشْهُوْرُ فِيْ مَذْهَبِ اْلإِمَامِ مَالِكٍ أَنَّهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً كَمَا ذَكَرَ ذَلِكَ الشَّيْخُ الدَّرْدِيْرُ فِيْ كِتَابِ أَقْرَبُ الْمَسَالِكِ عَلَى مَذْهَبِ اْلإِمَامِ مَالِكٍ.

“Telah ditetapkan (Shalat Taraweh itu) 2o rokaat pada masa Sayyidina Umar ra, sedangkan yang masyhur dalam Madzhab Imam Malik sesungguhnya Shalat Taraweh itu 2o rokaat sebagaimana yang disebutkan oleh Syeikh Ad-Dardir dalam kitab Aqrab Al-Masalik ‘Ala Madzhab Al-Imam Malik.

12. Ibnu Taymiyah menyebutkan dalam kitabnya Majmu’ Fatawa juz 23 hal. 112 :

"ثَبَتَ أَنَّ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ كَانَ يَقُوْمُ بِالنَّاسِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً فِيْ قِيَامِ رَمَضَانَ، وَيُوْتِرُ بِثَلاَثٍ، فَرَأَى كَثِيْرٌ مِنَ الْعُلَمَاءِ أَنَّ ذَلِكَ هُوَ السُّنَّةُ ؛ لِأَنَّهُ أَقَامَهُ بَيْنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَاْلاَنْصَارِ وَلَمْ يُنْكُرْهُ مُنْكِرٌ، وَاسْتَحَبَّ آخَرُوْنَ تِسْعَةً وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً ، بِنَاءً عَلَى أَنَّهُ عَمَلُ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ الْقَدِيْمِ " .

“Telah menjadi ketetapan bahwa Ubay bin Ka’ab Shalat bersama orang-orang dengan 20 rokaat dalam Taraweh dengan Witir 3 rokaat maka para Ulama berpendapat bahwa itu adalah sunnah karena Sahabat Ubay melakukannya di hadapan kaum Muhajirin dan Anshor dan tidak ada satupun yang mengingkarinya. Bahkan sebagian Ulama mengatakan 39 rokaat karena mengikuti amaliyah penduduk Madinah.

KESIMPULAN

Yang mula-mula harus kita ketahui bahwa Shalat Taraweh (Qiyam Ramadhan) adalah shalat sunnah yang sangat dikukuhkan. Dan Rasulullah SAW sendiri memberi contoh dan menghimbau untuk memperbanyak sholat di malam-malam Ramadhan
Dan jangan sampai ada yang berkata bahwa di bulan Ramadhan Shalat Rasulullah SAW menurun seperti dugaan sebagian orang yang mengatakan taraweh Nabi hanya 8 rokaat dan Shalat Witirnya hanya 3 rokaat saja.

Dan apa yang dilakukan oleh para sahabat nabi tentang sholat taraweh 20 rokaat adalah sesuai dengan himbauan Nabi SAW.
Sayyidina Umar bin Khaththab, Sayyidina Utsman dan Sayyidina Ali serta para sahabat yang lainnya tidak ada yang mengingkari satupun. Tidak ada ingkar itu seperti sudah menjadi kesepakatan (Ijma’) para Ulama-Ulama bahwasannya Shalat Taraweh adalah 20 rokaat.

Maka yang sungguh harus diperhatikan dan dicermati adalah orang-orang yang dengan sengaja menjauhkan hamba-hamba Allah dari memperbanyak Qiyamul lail pada bulan Ramadhan khususnya dalam Shalat Taraweh yaitu mereka yang beranggapan bahwa Shalat Taraweh 20 rokaat adalah Bid’ah.
Maka dari itu kami menghimbau kepada pengurus Masjid yang di Masjidnya sudah didirikan Shalat Taraweh 20 rokaat agar terus dipertahankan dan jangan sampai berubah. Dan jika ada masjid yang sudah berubah menjadi 8 rokaat agar segera dikembalikan ke 20 rokaat demi meningkatkan ibadah kaum muslimin juga dalam rangka juga membiasakan patuh kepada para ulama khususnya ulama 4 madzhab dan lebih khusus lagi Khulafah Ar Rosyidin.

Dan setelah ini semua, kita tidak usah bingung dengan perbedaan yang terjadi dilapangan karena yang berbeda dengan pendapat bahwa sholat taraweh 20 adalah sangat lemah, Akan tetapi ada hal lain yang amat perlu untuk diperhatikan yaitu kebiasaan terburu-buru dalam melaksana-kan Shalat Taraweh serta berbangga diri ketika Shalat Tarawehnya selesai terlebih dahulu. Sehingga tidak jarang karena terlalu cepatnya Shalat Taraweh yang mereka lakukan mengakibatkan ada sebagian kewajiban yang tidak dilaksanakan seperti melaksanakan Ruku`, I`tidal dan Sujud dengan Thuma`ninah atau karena membaca Al-Fatihah dengan sangat cepat sehingga menggugurkan salah satu hurufnya atau menggabungkan dua huruf menjadi satu. Dengan begitu Shalat yang mereka laksanakan menjadi tidak sah yang menyebabkan mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa capek dan dosa.

Sebagaimana Imam An-Nawawi menyebutkan dalam kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an hal. 89, bahwasannya : “Bagi orang yang sudah bisa membaca Al-Qur’an haram membaca Al-Qur’an dengan Lahn yaitu terlalu panjang dalam membacanya atau terlalu pendek sehingga ada sebagian huruf yang mestinya dibaca panjang malah dibaca pendek, atau membuang harakat pada sebagian lafadznya yang membuat rusak maknanya, bagi yang membaca Al-Qur’an dengan cara demikian adalah haram dan pelakunya dihukumi Fasiq sedangkan bagi yang mendengarnya juga berdosa jika ia mampu mengikatkan atau menghenti-kannya akan tetapi lebih memilih diam dan mengikutinya”.

Maka dari itu harom bagi kita mengikuti imam sholat taraweh yang membaca Al-Qur’an dengan bacaan terburu- buru hingga menghilangkan huruf atau salah harokat Al-Qur’an yang dibacanya

Wallahui a’lam bisshowab

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "SHALAT TARAWIH ITU 20 RAKAAT"

  1. Di Fathul Bari ditulis bahwa di masa Umar bin Abdul Aziz, kaum muslimin shalat tarawih hingga 36 rakaat ditambah witir 3 rakaat. Imam Malik berkata bahwa hal itu telah lama dilaksanakan.
    Masih di Fathul Bari, Imam Syafi’i dalam riwayat Az-Za’farani mengatakan bahwa ia sempat menyaksikan umat Islam melaksanakan shalat tarawih di Madinah dengan 39 rakaat dan di Makkah 33 rakaat. Menurut Imam Syafi’i, jumlah rakaat shalat tarawih memang memiliki kelonggaran.
    Dari keterangan di atas, jelas akar persoalan shalat tarawih bukan pada jumlah rakaat. Tapi, pada kualitas rakaat yang akan dikerjakan. Ibnu Hajar berkata, “Perbedaan yang terjadi dalam jumlah rakaat tarawih mucul dikarenakan panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan. Jika dalam mendirikannya dengan rakaat-rakaat yang panjang, maka berakibat pada sedikitnya jumlah rakaat; dan demikian sebaliknya.”

    Imam Syafi’i berkata, “Jika shalatnya panjang dan jumlah rakaatnya sedikit itu baik menurutku. Dan jika shalatnya pendek, jumlah rakaatnya banyak itu juga baik menurutku, sekalipun aku lebih senang pada yang pertama.” Selanjutnya beliau mengatakan bahwa orang yang menjalankan tarawih 8 rakaat dengan 3 witir dia telah mencontoh Rasulullah, sedangkan yang menjalankan tarawih 23 rakaat mereka telah mencontoh Umar, generasi sahabat dan tabi’in. Bahkan, menurut Imam Malik, hal itu telah berjala lebih dari ratusan tahun.

    Menurut Imam Ahmad, tidak ada pembatasan yang signifikan dalam jumlah rakaat tarawih, melainkan tergantung panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan. Imam Az-Zarqani mengkutip pendapat Ibnu Hibban bahwa tarawih pada mulanya 11 rakaat dengan rakaat yang sangat panjang, kemudian bergeser menjadi 20 rakaat tanpa witir setelah melihat adanya fenomena keberatan umat dalam melaksanakannya. Bahkan kemudian dengan alasan yang sama bergeser menjadi 36 rakaat tanpa witir (lihat Hasyiyah Fiqh Sunnah: 1/195)

    Jadi, tidak ada alasan sebenarnya bagi kita untuk memperselisihkan jumlah rakaat. Semua sudah selesai sejak zaman sahabat. Apalagi perpecahan adalah tercela dan persatuan umat wajib dibina. Isu besar dalam pelaksanaan shalat tarawih adalah kualitas shalatnya. Apakah benar-benar kita bisa memanfaatkan shalat tarawih menjadi media yang menghubungkan kita dengan Allah hingga ke derajat ihsan?

    ReplyDelete

Silahkan komentar yg positip