Jumhur ulama Syafi’i
memakruhkan menggerak-gerakkan telunjuk waktu tasyahhud, dalam Hasiyah al-Bajuri jilid 1:220,
dikatakan:
“Dan tidaklah boleh
seseorang itu menggerak-gerakkan jari telunjuknya. Apabila digerak-gerakkan,
maka makruh hukumnya dan tidak
membatalkan sholat menurut pendapat yang lebih shohih dan dialah yang terpegang
karena gerakan telunjuk itu adalah gerakan yang ringan.
Tetapi menurut satu
pendapat; Batal sholat seseorang apabila dia
menggerak-gerakkan telunjuknya itu tiga
kali berturut-turut [pendapat ini bersumber dai Ibnu Ali bin Abi Hurairah
sebagaimana tersebut dalam Al-Majmu’ III/454]. Dan yang jelas bahwa khilaf
[perbedaan) tersebut adalah selama tapak
tangannya tidak ikut bergerak. Tetapi jika tapak tangannya ikut
bergerak maka secara pasti batallah shalatnya”.
Imam Nawawi dalam Fatawa-nya halaman 54 dan dalam Syarh Muhadzdab-nya III/454 menyatakan makruhnya menggerak-gerakkan telunjuk
tersebut. Karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan sia-sia dan main-main
disamping menghilangkan kekhusyuan.
Dalam kitab Bujairimi Minhaj 1/218: “Tidak boleh mentahrik jari telunjuk karena ittiba’ (mengikuti sunnah Nabi). Jika
anda berkata; ‘Sesungguhnya telah datang hadits yang shohih yang menunjuk
kepada pentahrikan jari telunjuk dan
Imam Malik pun telah mengambil hadits tersebut. Begitu pula telah beberapa
hadits yang shohih yang menunjuk kepada tidakditahriknyajari
telunjuk. Maka manakah yang diunggulkan’? Saya menjawab: ‘Diantara yang
mendorong Imam Syafi’i mengambil hadits-hadits yang menunjuk kepada tidak ditahriknya jari telunjuk adalah
karena yang demikian itu dapat mendatangkan ketenangan yang senantiasa dituntut
keberadaannya didalam sholat”.
Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj II:80: “Tidak boleh
mentahrik jari telunjuk diketika mengangkatnya karena ittiba’. Dan telah shohih hadits yang menunjuk kepada
pentahrikannya, maka demi untuk menggabungkan kedua dalil, dibawalah tahrik itu
kepada makna ‘diangkat’. Terlebih
lagi didalam tahrik tersebut ada pendapat yang menganggapnya sebagai sesuatu
yang haram yang dapat membatalkan sholat. Oleh karena itu kami mengatakan bahwa
tahrik dimaksud hukumnya makruh”.
Dalam kitab Mahalli 1/164: “Tidak boleh mentahrik
jari telunjuk karena berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud. Pendapat lain
mengatakan; ‘Sunnah mentahrik jari telunjuk karena berdasarkan hadits riwayat
Baihaqi’, beliau berkata bahwa kedua hadits itu shohih. Dan didahulukannnya
hadits pertama yang menafikan tahrik
atas hadits kedua yang menetapkan tahrik adanya karena adanya beberapa maslahat
pada ketiadaan tahrik itu”.
Dalam kitab Syarqawi 1/210: “Mengangkat telunjuk itu
adalah dengan tanpa tahrik. Telah
datang pula hadits yang menunjuk adanya tahrik. Namun dalam kasus ini yang
menafi kan didahulukan dari yang menetapkan. Berbeda dengan kaidah ushul Fiqih (bahwa yang menetapkan
didahulukan dari yang menafikan). Hal ini karena adanya beberapa maslahat pada ketiadaan mentahrik itu yakni; ‘Bahwa yang dituntut dalam sholat
adalah tidak bergerak karena bergerak-gerak dapat menghilangkan kekhusyu’an dan
juga tahrik itu adalah sejenis perbuatan yang tidak ada gunanya dan sholat
haruslah terpelihara dari hal tersebut selama itu memungkinkan. Oleh karena itu
ada pendapat yang membatalkan shalat karena melakukan tahrik walau pun pendapat
ini dho’if”.
Dalil orang yang menggerak-gerakkan telunjuk:
Orang yang mengatakan
sunnah hukumnya menggerak-gerakkan telunjuk berdalil hadits riwayat Wa’il bin Hujrin yang menerangkan
tentang tata cara sholat Nabi. Riwayat yang dimaksud ialah: “Kemudian Nabi
mengangkat jari telunjuknya maka aku melihat beliau menggerak-gerakkannya
sambil berdo’a”. (HR.Nasa’i) Hadits ini oleh sebagian madzhab Maliki dijadikan
dalil untuk mensunnahkan tahrik yakni
menggerak-gerakkan telunjuk itu dengan gerakan yang sederhana, dimulai sejak
awal tasyahhud hingga akhirnya. Dan gerakan tersebut mengarah ke kiri dan ke
kanan, bukan ke atas dan ke bawah (Al-Fighul Islami 1/716).
Mereka juga
berdalil dengan hadits dari Ibnu Umar yang menyatakan bahwa:
“Menggerak-gerakkan telunjuk diwaktu shalat dapat menakut-nakuti setan”. Ini
hadits dho’if karena hanya diriwayatkan seorang diri oleh Muhammad bin Umar
al-Waqidi ( Al-Majmu’ III/454 dan Al-Minhajul Mubin hal.35). Ibn ‘Adi dalam Al-Kamil Fi Al-Dhu’afa VI/2247; “Menggerak-gerakkan jari (telunjuk) dalam sholat dapat menakut-nakuti setan” adalah hadits maudhu’ ”.
Atau mereka
berdalil dengan ucapan seorang Syeikh (yang dimaksud Al-Albani) dalam kitabnya Sifat-sifat Sholat Rasulallah saw.
,khususnya hal.158-159, mengemukakan sebuah hadits; “Beliau (saw.) mengangkat jarinya (dan)
menggerak-gerakkannya seraya berdo’a. Beliau bersabda; ‘Itu yakni jari sungguh lebih berat atau lebih keras bagi
setan daripada besi’ ”.
Padahal redaksi
hadits yang sebenarnya tidak seperti yang disebutkan oleh Syeikh tersebut.
Syeikh ini telah menyusun dua hadits yang
berbeda dengan menyusupkan kata-kata yang sebenarnya bukan dari hadits,
supaya dia mencapai kesimpulan yang dikehendakinya. Redaksi hadits yang
sebenarnya ialah seperti yang terdapat dalam Al-Musnad II:119, Al-Du’a karangan Imam Thabarani II:1087,
Al-Bazzar dalam Kasyf Al-Atsar I:272
dan kitab hadits lainnya yang berbunyi: “Diriwayatkan dari Nafi’, bahwa
Abdullah bin Umar ra., jika (melakukan) sholat ber-isyarat dengan (salah satu) jarinya lalu diikuti oleh matanya,
seraya berkata, Rasullah saw. bersabda; ‘Sungguh itu lebih berat bagi setan
daripada besi’ “. Jadi dalam hadits tersebut tidak disebutkan kata-kata Yuharrikuha
(menggerak-gerakkannya) tetapi hanya disebutkan ‘berisyarat dengan jarinya’.
Tetapi Syeikh ini
telah berani melakukan penyelewengan terhadap hadits (tahrif) sehingga dia
mendapatkan apa yang dikehendaki meski pun dengan tadlis (menipu) dan tablis (menimbulkan
keraguan pada umat Islam). Al-Bazzar berkata; “Katsir bin Zaid meriwayatkan
secara sendirian (tafarrud) dari Nafi’, dan tidak ada riwayat (yang
diriwayatkan Katsir ini) dari Nafi’ kecuali hadits ini”. Syeikh ini sendiri di
kitab Shohihah-nya IV:328 mengatakan;
‘Saya berkata, Katsir bin Zaid adalah Al-Aslami yang dha’if atau lemah’!
Hadits yang menyebutkan,
‘Sungguh ia (jari) itu lebih berat bagi setan daripada besi’,
sebenarnya tidak shohih dan ciri kelemahannya itu setan atau iblis itu tidak
bodoh sampai mau meletakkan kepalanya dibawah jari orang yang
menggerak-gerakkannya sehingga setan itu terpukul dan terpental. Orang yang
mengatakan bahwa ungkapan semacam itu dhahir
maka dia salah dan tidak memahami ta’wil. Sedangkan riwayat Abdullah bin
Zubair yang memuat kata-kata La
Yuharrikuha (tidak menggerak-gerakkannya) itu adalah tsabit (kuat) tidak dinilai syadz
dan hadits shohih lainnya pun menguatkannya seperti hadits riwayat Muslim dari
Abdullah bin Umar ra. dan lain-lain.
- Para Imam
(Mujtahidin) pun tidak mengamalkan hadits yang mengisyaratkan tahrik itu, termasuk ulama dahulu dari
kalangan Imam Malik (Malikiyyah) sekali pun. Orang yang melakukan tahrik itu
bukan dari madzhab Malikiyyah dan bukan juga yang lainnya. Al-Hafidh Ibn
Al-‘Arabi Al-Maliki dalam ‘Aridhat
Al-Ahwadzi SyarhTurmduzi II/85 menyatakan; “Jauhilah olehmu menggerak-gerakkan
jarimu dalam tasyahhud, dan janganlah berpaling keriwayat Al-‘Uthbiyyah, karena riwayat tersebut baliyyah (mengandung bencana)”.
- Al-Hafidh Ibn
Al-Hajib Al-Maliki dalam Mukhtashar Fiqh-nya
mengatakan bahwa yang masyhur dalam madzhab
Imam Malik adalah tidak menggerakkan
telunjuk yang di-isyarat kan itu.
- Tiga imam madzhab
lainnya yakni Hanafi, Syafi’i dan Hanbali tidak memakai dhohir hadits Wa’il bin Hujr tersebut sehingga dapat kita jumpai
fatwa beliau bertiga tidak mensunnahkan
tahrik. Hal ini disebabkan karena mensunnahkan tahrik berarti menggugurkan hadits Ibnu Zubair dan
hadits-hadits lainnya yang menunjukkan Nabi saw. tidak menggerak-gerakkan telunjuk.
- Imam Baihaqi yang bermadzhab Syafi’i
memberi komentar terhadap hadits Wa’il bin Hujr sebagai berikut : “Terdapat
kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan tahrik disitu adalah mengangkat jari
telunjuk, bukan menggerak-gerakkannya secara berulang sehingga dengan demikian
tidaklah bertentangan dengan hadits Ibnu Zubair”.
Kesimpulan Imam Baihaqi adalah hasil dari penerapan metode penggabungan dua hadits yang
berbeda karena hal tersebut memang memungkinkan. Kalau mengikuti komentar Imam
Baihaqiini, memang semulanya jari telunjuk itu diam dan ketika sampai pada hamzahillallahia kita angkat,
maka itu menunjukkan adanya penggerakan jari telunjuk tersebut, tetapi bukan digerak-gerakkan berulang-ulang sebagaimana pendapat sebagian
orang. Wallahua’lam.
(Makalah 'Tidak mengerak-gerakkan jari telunjuk
ketika Tasyahhud' ini, kami susun secara bebas dari kitab Shalat Bersama Nabi saw. karyaHasan
Bin ‘Ali As-Saqqaf ,terbitan Dar al-Imam Nawawi, Oman,Jordania] cet. pertama,
1993 hal.187, diterjemahkanolehDrs.Tarmana Ahmad
Qosim dan dari buku Argumentasi ulama Syafi’iyah oleh Ustadz H.Mujiburrahman).
MENGACUNGKAN JARI TELUNJUK TANGAN KANAN PADA SAAT TAHIYYAT
Bila Jari telunjuk kanan tidak dapat digunakan untuk berisyarat saat tahiyyah, maka jangan memakai jemari-jemari lainnya baik jemari tangan kanannya atau tangan kirinya, karena yang demikian hukumnya makruh ( قَوْلُهُ إلَّا الْمُسَبِّ حَةَ ) سُمِّيَتْ بِذَلِكَ ؛ لِأَنَّهُ يُشَارُ بِهَا إلَى التَّوْحِي دِ وَالتَّنْز ِيهِ وَتُسَمَّى أَيْضًا السَّبَّاب َةُ لِكَوْنِهِ يُشَارُ بِهَا عِنْدَ الْمُخَاصَ مَةِ وَالسَّبِّ وَخُصَّتْ الْمُسَبِّ حَةُ بِذَلِكَ ؛ لِأَنَّ لَهَا اتِّصَالًا بِنِيَاطِ الْقَلْبِ فَكَأَنَّهَا سَبَبٌ لِحُضُورِهِ ا هـ شَرْحُ م ر وَقَوْلُهُ بِنِيَاطِ الْقَلْبِ أَيْ : عُرُوقِهِ .وَفِي الْمِصْبَاحِ وَالنِّيَاطُ بِالْكَسْرِ عِرْقٌ مُتَّصِلٌ بِالْقَلْبِ ا هـ ع ش عَلَيْهِ بِخِلَافِ الْوُسْطَى فَإِنَّ لَهَا عِرْقًا مُتَّصِلًا بِالذَّكَرِ وَلِذَلِكَ تُسْتَقْبَحُ الْإِشَارَةُ بِهَا وَاَلَّتِي بِجَنْبِ الْإِبْهَامِ مِنْ الْيَسَارِ لَا تُسَمَّى مُسَبِّحَةً وَلِذَلِكَ لَا يَرْفَعُهَا إذَا عَجَزَ عَنْ رَفْعِ مُسَبِّحَةِ الْيُمْنَى ؛ لِأَنَّهَا لَيْسَتْ لِلتَّنْزِيهِ ا هـ بِرْمَاوِيٌّ .وَعِبَارَةُ شَرْحِ م ر وَلَوْ قُطِعَتْ يُمْنَاهُ أَوْ سَبَّابَتُهَا كُرِهَتْ إشَارَتُهُ بِيُسْرَاهُ لِفَوَاتِ سُنَّةِ بَسْطِهَا ؛ لِأَنَّ فِيهِ تَرْكَ سُنَّةٍ فِي مَحَلِّهَا لِأَجْلِ سُنَّةٍ فِي غَيْرِ مَحَلِّهَا كَمَنْ تَرَكَ الرَّمَلَ فِي الْأَشْوَاطِ الثَّلَاثَةِ لَا يَأْتِي بِهِ فِي الْأَخِيرِ انْتَهَتْ . (Dan genggamlah jemari tangan kanannya kecuali jari telunjuk) Jari telunjuk dinamai MUSABBIHAH (yang bertasbih) karena ia digunakan untuk berisyarat ketauhidan dan kesucian Allah, dinamakan juga dgn AS-SABAABAH (umpatan) karena ia dipakai isyarat saat terjadi permusuhan dan mengumpat.Jari telunjuk kanan dikhususkan untuk digunakan berisyarat saat tahiyyah karena ia memiliki pertautan dengan hati dalam arti didalamnya terdapat otot yang bertautan dengan hati, dengan demikian diharapkan dapat berakibat khusyu’nya seseorang dalam shalat. Berbeda dengan jari tengah karena ia memiliki otot yang bertautan dengan dengan kemaluan karena dianggap tabu berisyarah dengannya. Sedang jari yang menyandingi jempol kiri tidak dinamai MUSABBIHAH karenanya jangan diangkat dalam Tahiyyah saat ia tidak mampu mengangkat telunjuk kanannya karena telunjuk kiri bukan dipakai untuk berisyarat mensucikan Allah Redaksi dalam Syarah ar-Ramli as-Shaghiir “Apabila tangan kanannya atau jari telunjukknya terpotong maka dimakruhkan berisyarah saat tasyahhudnya memakai tangan kirinya akibat kehilangkan kesunahan membeber tangan kanannya sebab yang demikian sama halnya meninggalkan kesunahan (menggenggam tangan kiri) demi meraih kesunahan lain (membeber tangan kanan) padahal bukan pada tempatnya”. Hasyiyah al-Jamal III/416 _________________________ ووضع يديه في ) قعود ( تشهديه على طرف ركبتيه ) بحيث تسامته رؤوس الأصابع ( ناشرا أصابع يسراه ) مع ضم لها ( وقابضا ) أصابع ( يمناه إلا المسبحة )( قوله إلا المسبحة ) إنما سميت مسبحة لأنها يشار بها للتوحيد والتنزيه عن الشريك وخصصت بذلك لاتصالها بنياط القلب أي العرق الذي فيه فكأنها سبب لحضوره
Dan meletakkan kedua tangannya dalam duduknya pada dua tasyahhudnya dipinggir kedua lututnya sekira sejajar dengan pucuk-pucuk jemarinya, dengan membeber dan mengumpulkan jemari-jemari tangan kirinya serta menggenggam jemari-jemari tangan kanannya kecuali jari penunjuk. (Keterangan kecuali jari penunjuk) dinamakan musabbihah karena dia adalah jemari yang digunakan untuk memberikan isyarat pada tauhid dan penyucian Allah dari segala kesyirikan, dan dalam tasyahhud (tahiyyat) jari yang dipakai hanya jari penunjuk karena pertautannya dengan hati dalam arti didalamnya terdapat otot yang bertautan dengan hati, dengan demikian diharapkan dapat berakibat khusyu’nya seseorang dalam shalat. I’aanah at-Thoolibiin I/174 ________________ Dalam keterangan kitab lain dijelaskan jari tengah bertautan dengan alat vital. وَيُدِيمُ رَفْعَهَا وَيَقْصِدُ مِنْ ابْتِدَائِهِ بِهَمْزَةِ إلَّا اللَّهُ أَنَّ الْمَعْبُودَ وَاحِدٌ ، فَيَجْمَعُ فِي تَوْحِيدِهِ بَيْنَ اعْتِقَادِهِ وَقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ . Dan langgengkan mengangkat jari, berkehendaklah saat mulai mengangkatnya ketika hamzahnya lafadz ILLA ALLAAH bahwa Dzat Yang Disembah adalah Esa, dengan demikian terkumpulah segala tauhid dalam dirinya baik antara keyakinan, ucapan dan perbuatan. Hasyiyah al-Bujairomi ala al-Khothiib IV/394
Wallaahu A'lamu Bis showaab...
Semoga bermanfaat bagi kita semuanya...
Bila Jari telunjuk kanan tidak dapat digunakan untuk berisyarat saat tahiyyah, maka jangan memakai jemari-jemari lainnya baik jemari tangan kanannya atau tangan kirinya, karena yang demikian hukumnya makruh ( قَوْلُهُ إلَّا الْمُسَبِّ حَةَ ) سُمِّيَتْ بِذَلِكَ ؛ لِأَنَّهُ يُشَارُ بِهَا إلَى التَّوْحِي دِ وَالتَّنْز ِيهِ وَتُسَمَّى أَيْضًا السَّبَّاب َةُ لِكَوْنِهِ يُشَارُ بِهَا عِنْدَ الْمُخَاصَ مَةِ وَالسَّبِّ وَخُصَّتْ الْمُسَبِّ حَةُ بِذَلِكَ ؛ لِأَنَّ لَهَا اتِّصَالًا بِنِيَاطِ الْقَلْبِ فَكَأَنَّهَا سَبَبٌ لِحُضُورِهِ ا هـ شَرْحُ م ر وَقَوْلُهُ بِنِيَاطِ الْقَلْبِ أَيْ : عُرُوقِهِ .وَفِي الْمِصْبَاحِ وَالنِّيَاطُ بِالْكَسْرِ عِرْقٌ مُتَّصِلٌ بِالْقَلْبِ ا هـ ع ش عَلَيْهِ بِخِلَافِ الْوُسْطَى فَإِنَّ لَهَا عِرْقًا مُتَّصِلًا بِالذَّكَرِ وَلِذَلِكَ تُسْتَقْبَحُ الْإِشَارَةُ بِهَا وَاَلَّتِي بِجَنْبِ الْإِبْهَامِ مِنْ الْيَسَارِ لَا تُسَمَّى مُسَبِّحَةً وَلِذَلِكَ لَا يَرْفَعُهَا إذَا عَجَزَ عَنْ رَفْعِ مُسَبِّحَةِ الْيُمْنَى ؛ لِأَنَّهَا لَيْسَتْ لِلتَّنْزِيهِ ا هـ بِرْمَاوِيٌّ .وَعِبَارَةُ شَرْحِ م ر وَلَوْ قُطِعَتْ يُمْنَاهُ أَوْ سَبَّابَتُهَا كُرِهَتْ إشَارَتُهُ بِيُسْرَاهُ لِفَوَاتِ سُنَّةِ بَسْطِهَا ؛ لِأَنَّ فِيهِ تَرْكَ سُنَّةٍ فِي مَحَلِّهَا لِأَجْلِ سُنَّةٍ فِي غَيْرِ مَحَلِّهَا كَمَنْ تَرَكَ الرَّمَلَ فِي الْأَشْوَاطِ الثَّلَاثَةِ لَا يَأْتِي بِهِ فِي الْأَخِيرِ انْتَهَتْ . (Dan genggamlah jemari tangan kanannya kecuali jari telunjuk) Jari telunjuk dinamai MUSABBIHAH (yang bertasbih) karena ia digunakan untuk berisyarat ketauhidan dan kesucian Allah, dinamakan juga dgn AS-SABAABAH (umpatan) karena ia dipakai isyarat saat terjadi permusuhan dan mengumpat.Jari telunjuk kanan dikhususkan untuk digunakan berisyarat saat tahiyyah karena ia memiliki pertautan dengan hati dalam arti didalamnya terdapat otot yang bertautan dengan hati, dengan demikian diharapkan dapat berakibat khusyu’nya seseorang dalam shalat. Berbeda dengan jari tengah karena ia memiliki otot yang bertautan dengan dengan kemaluan karena dianggap tabu berisyarah dengannya. Sedang jari yang menyandingi jempol kiri tidak dinamai MUSABBIHAH karenanya jangan diangkat dalam Tahiyyah saat ia tidak mampu mengangkat telunjuk kanannya karena telunjuk kiri bukan dipakai untuk berisyarat mensucikan Allah Redaksi dalam Syarah ar-Ramli as-Shaghiir “Apabila tangan kanannya atau jari telunjukknya terpotong maka dimakruhkan berisyarah saat tasyahhudnya memakai tangan kirinya akibat kehilangkan kesunahan membeber tangan kanannya sebab yang demikian sama halnya meninggalkan kesunahan (menggenggam tangan kiri) demi meraih kesunahan lain (membeber tangan kanan) padahal bukan pada tempatnya”. Hasyiyah al-Jamal III/416 _________________________ ووضع يديه في ) قعود ( تشهديه على طرف ركبتيه ) بحيث تسامته رؤوس الأصابع ( ناشرا أصابع يسراه ) مع ضم لها ( وقابضا ) أصابع ( يمناه إلا المسبحة )( قوله إلا المسبحة ) إنما سميت مسبحة لأنها يشار بها للتوحيد والتنزيه عن الشريك وخصصت بذلك لاتصالها بنياط القلب أي العرق الذي فيه فكأنها سبب لحضوره
Dan meletakkan kedua tangannya dalam duduknya pada dua tasyahhudnya dipinggir kedua lututnya sekira sejajar dengan pucuk-pucuk jemarinya, dengan membeber dan mengumpulkan jemari-jemari tangan kirinya serta menggenggam jemari-jemari tangan kanannya kecuali jari penunjuk. (Keterangan kecuali jari penunjuk) dinamakan musabbihah karena dia adalah jemari yang digunakan untuk memberikan isyarat pada tauhid dan penyucian Allah dari segala kesyirikan, dan dalam tasyahhud (tahiyyat) jari yang dipakai hanya jari penunjuk karena pertautannya dengan hati dalam arti didalamnya terdapat otot yang bertautan dengan hati, dengan demikian diharapkan dapat berakibat khusyu’nya seseorang dalam shalat. I’aanah at-Thoolibiin I/174 ________________ Dalam keterangan kitab lain dijelaskan jari tengah bertautan dengan alat vital. وَيُدِيمُ رَفْعَهَا وَيَقْصِدُ مِنْ ابْتِدَائِهِ بِهَمْزَةِ إلَّا اللَّهُ أَنَّ الْمَعْبُودَ وَاحِدٌ ، فَيَجْمَعُ فِي تَوْحِيدِهِ بَيْنَ اعْتِقَادِهِ وَقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ . Dan langgengkan mengangkat jari, berkehendaklah saat mulai mengangkatnya ketika hamzahnya lafadz ILLA ALLAAH bahwa Dzat Yang Disembah adalah Esa, dengan demikian terkumpulah segala tauhid dalam dirinya baik antara keyakinan, ucapan dan perbuatan. Hasyiyah al-Bujairomi ala al-Khothiib IV/394
Wallaahu A'lamu Bis showaab...
Semoga bermanfaat bagi kita semuanya...
0 Response to "Menggerak-gerakkan jari makruh hukumnya"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip