Menurut pendapat ahli sunnah pahala,
doa dan sodaqoh bisa sampai kepada orang yang sudah meninggal dan dapat
bermanfaat bagi mereka.
Kalangan Ahlusunnah berhujjah dengan beberapa firman Allah Swt dan beberapa hadits shohih diantaranya :
Kalangan Ahlusunnah berhujjah dengan beberapa firman Allah Swt dan beberapa hadits shohih diantaranya :
Masalah ini adalah
bagian dari masalah khilafiyah yang sering menjadi perdebatan dan pertentangan
di kalangan umat Islam, yang mana masing-masing kelompok itu sendiri sebetulnya
mempunyai dalil/dasar yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan kegiatan
ibadahnya
Menurut Imam Ibnu Taimiyah :
Sesungguhnya orang yang sudah meninggal itu dapat mengambil kemanfaatan dari
bacaan-bacaan Al Qur`an sebagaimana kemanfaatan yang diterima dari ibadah
maliyah seperti shodaqoh dan sejenisnya. Sedangkan pendapat beliau dalam kitab
Ar Ruh dikatakan bahwa :
Sebaik-baik perkara yang dapat dihadiahkan kepada
orang meninggal adalah shodaqoh, istighfar, do`a dan melaksanakan haji untuk
orang yang sudah meninggal. Adapun bacaan Al Qur`an yang dibaca tanpa upah (
menurut mayoritas Ulama bahwa ta`limul
Qur`an diperbolehkan mengambil upah) yang
dikirimkan kepada orang yang sudah meninggal, pahalanya bisa sampai kepadanya
sebagaimana pahala puasa dan haji ( yang diqodlo` oleh keluarganya ).
Masih
menurut Imam Ibnu Taimiyah dan dikuatkan oleh pendapatnya Imam Ibnu Qoyyim
dalam kitab yang lain menyebutkan, bahwa pelaksanaan kirim do`a, shodaqoh dll
sebagaimana diatas harus diniyati dihadiahkan pada orang yang sudah meninggal,
walaupun tidak disyaratkan dengan talafudz / melafalkan. (Adapun apabila
dilafalkan seperti
:
اللهمّ اوصِلْ واهدِ ثواب ماقرأناه من القرأن
العظيم وما صلينا وما سبّحنا وما هللنا ومااستغفرنا....
Allohumma aushil wa
ahdi tsawaba ma qoro`nahu minal Qur`anil `Adhim wa ma sholaina wa ma sabahna wa
ma hallalna wa mas taghfarna dst. Maka
lebih afdhol ).
Seorang mufti negara Mesir Al `Allamah
Syaich Hasanain Muhammad Mahluf telah mengutip pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu
Qoyyim, beliau berpendapat: Bahwa menurut madzhab Imam Abu Hanifah,
sesungguhnya orang yang melakukan ibadah, baik shodaqoh, membaca Al Qur`an,
atau amal baik yang lain, pahalanya dapat dihadiahkan pada orang lain, dan
pahala itu akan sampai padanya. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Al Muhibbu At
Thobary, bahwa akan sampai pahala ibadah yang dikerjakan semata-mata
dihadiahkan pada orang yang sudah meninggal, baik ibadah wajib maupun sunnah. (
Menurut ihthiyat / kehati-hatian para Ulama apabila ada orang yang sudah
meninggal masih meninggalkan sholat, maka sebaiknya keluarganya mengqodlo
sholat tersebut, dengan niyat :
اصلّى فرض الظهر
اربع ركعات عن ....... لله تعالى
Usholli fardlod dhuhri
arba`a roka`atin an fulanin lillahi ta`ala ) .
Sedangkan menurut Imam
Abu Hanifah, bahwa orang meninggal yang
masih memiliki tanggungan sholat, maka keluarga wajib membayar fidyah yang
besarnya 1 mud tiap-tiap 1 kali sholat yang ditinggalkan.
Demikian juga orang meninggal yang
masih mempunyai tanggungan puasa Romadhon, maka wajib diqodlo keluarganya,
sebagaimana sabda Rosululloh SAW :
من مات وعليه صيام
صام عنه ولـيّه ( متّفق عليه )
“
Orang meninggal yang masih memiliki tanggungan puasa, maka wajib diqodlo oleh
keluarganya “
Niyatnya sebagai
berikut :
نويت أداء فرض الصوم
عن ........ المرحوم لله تعالى
Adapun menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan
Imam Malik , hanya wajib dibayar kifarat, sebgaimana Hadits Marfu` riwayat Ibnu
Umar , Rosululloh bersabda :
من
مات وعليه صيام اُطعِمَ عنه مكان كلّ يومٍ مسكينٌ
“
Orang meninggal yang masih memiliki tanggungan puasa, maka wajib dibayarkan
berupa makanan pokok kepada orang miskin, sebesar 1 mud sebagai ganti setiap 1
hari puasa ”
Didalam syarah Al Mukhtar disebutkan
bahwa : Dibenarkan kepada setiap orang yang hendak menjadikan pahala sholat dan
amal baik lainnya, untuk orang lain dan pahala tersebut akan sampai kepadanya.
Sebagaimana pendapat Al `Alim Al `Allamah Syaich Muhammad Nawawi bin `Aroby
yang menjadi pimpinan para Ulama Hijaz, dalam kitab Nihayatuz Zain, beliau
berpendapat : Salah satu bentuk sholat sunnah adalah sholat 2 rokaat untuk orang meninggal di dalam kubur. Pendapat ini
didasarkan pada sabda Rosulloh SAW :
لايأتي على المـيّت
أشدّ من الليلة الأولى فارحموا بالصدقة من يموت فمن لم يجد فليصلّ ركعتين , يقرأ
فيهما اى في كلّ ركعة منهما فاتحة الكتاب مرّةً وأية الكرسيّ مرّةً وألهاكم
التكاثر مرّةً وقل هوالله احد عشر مرّاتٍ , ويقول بعد السلام اللهمّ إنّي صليتُ هذه
الصلاةَ وتعلم مااُريد , اللهمّ ابعث ثوابـها إلى قبر ..... فيـبعث الله من ساعته إلى قبره ألفَ ملكٍ مع
كلّ ملك نورٌ وهديّةٌ يؤنّسونه إلى يوم يُنفخ في الصور
“
Paling berat siksaan bagi orang meninggal adalah keadaan malam pertama, maka
belas kasihanilah dengan shodaqoh, apabila tidak ada maka sholatlah 2 roka`at
yang mana pada tiap roka`atnya membaca Al Fatihah 1 x , ayat kursi 1 x ,
Alhakumut takatsur 1 x , dan Al Ihlas 10x , setelah salam berdo`a : Ya Alloh
aku mengerjakan sholat ini, dan Engkau mengerti apa yang aku harapkan, Ya Alloh
hadiahkan sholatku ini kepada ………….. “
Di
dalam kitab Fathul Qodir, diriwayatkan oleh Sayyidina Ali KW,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من مرّ على
المقابر وقرأ قل هوالله احد إحدى عشرة ثمّ وهب أجرها للأموات اُعطِي من الأجر بعدد
الأموات
Rosululloh SAW bersabda : Barangsiapa lewat di
pekuburan, lalu membaca Surat Al Ikhlash 11 x , kemudian menghadiahkan pahalanya
kepada orang yang meninggal di dalam pekuburan tersebut, maka ia akan
memperoleh pahala sejumlah orang yang meninggal . ( Hadits ini menunjukkan
bahwa hadiah bacaan Al Qur`an itu bisa sampai pada orang meninggal, dan yang
membacanya juga memperoleh pahala yang besar )
Sedangkan
menurut riwayat Anas RA ,
أنّ النبيّ صلى الله عليه وسلم سُئل فقال
السائل : إنّـا تصدّق عن موتانا وتحُجَّ عنهم وتدعو لهم , هل يصل ذلك إليهم ؟ قال
نعم إنّه لَيَصِلُ إليهم وانّهم ليفرحون به كما يفرح احدكم بالطَبْق اذا اُهدِيَ
اليهم
Rosululloh pernah ditanya seseorang , Wahai
Rosululloh, aku shodaqoh untuk keluargaku yang telah meninggal, aku juga
menghajikan mereka, berdo`a untuknya, apakah bisa sampai pahala-pahala tersebut
kepada mereka ? Rosululloh bersabda : Ya , sungguh itu semua sampai kepada
mereka, sedangkan mereka merasa bahagia
sebagaimana seseorang yang sedang menerima bingkisan.
Didalam
kitab Washiyatul Musthofa,
أنّ النبيّ صلى الله عليه وسلم قال : يا عليُّ
تصدّقْ على موتاك فإنّ الله تعالى قد وكّل ملائكةً يحملون صدقات الاحياء إليهم
فيفرحون بها اشدّ ما كانوا يفرحون في الدنيا
Rosululloh bersabda: Wahai Ali, shodaqohlah
untuk orang mati kalian, sesungguhnya Alloh akan mengirim Malaikat membawa
shodaqo-shodaqoh orang hidup kepada mereka, sedangkan mereka akan bergembira
sebagaimana bergembira ketika menerima bingkisan waktu di dunia
Dalam Pandangan Mazhab
Menurut
Madzhab Syafi`i, sesungguhnya shodaqoh itu pahalanya akan sampai pada orang yang
telah meninggal secara pasti (tanpa batasan). Adapun membaca Al Qur`an dan
kalimat-kalimat thoyibah lain, maka pendapat yang dipilih oleh beliau
sebagaimana dalam syarah Al Minhaj, adalah sampainya pahala tersebut tapi perlu
keyakinan dan kemantapan dalam niyat menyampaikannya, karena merupakan bentuk
do`a ( ciri-ciri do`a adalah bisa dikabulkan dan bisa tidak )
Menurut
madzhab Maliki , sudah tidak ada ikhtilaf lagi tentang sampainya pahala
shodaqoh pada orang meninggal, sedangkan untuk baca`an Al Qur`an dan
kalimat-kalimat thoyibah lain, masih khilafiyah walaupun para Ulama
Muta`akhirin lebih cenderung menerima pendapat diterimanya pahala membaca Al
Qur`an dan kalimat-kalimat thoyibah lain, kepada orang yang telah meninggal.
Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Ibnu Farohun, beliau berpendapat bahwa sampainya pahala membaca Al Qur`an dan
kalimat-kalimat thoyibah lain, adalah pendapat yang paling rojih / unggul .
Menurut
Imam Nawawi dalam kitab Al Majmu` bahwa Al Qodli Abu Thoyyib pernah ditanya
tentang khataman Al Qur`an di pekuburan, Beliau menjawab: Pahalanya untuk yang
membaca, sedangkan orang-orang yang meninggal seperti orang yang menghadiri
acara khataman tersebut dengan berharap rahmat dan barokah dari Al Qur`an.
Berdasar ini maka khotmil Qur`an di makam hukumnya boleh. Demikian juga berdo`a
yang mengiringi khotmil Qur`an, maka lebih memungkinkan dan lebih mudah
diijabahi, dan do`a tersebut akan memberi manfa`at pada orang yang meninggal.
Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar yang mengambil referensi dari sebagian
besar Ulama-Ulama Syafi`iyah, bahwa pahala membaca Al Qur`an dan
kalimat-kalimat thoyibah lain, akan sampai pada orang meninggal. Pendapat ini
juga dikuatkan oleh Ulama-Ulama madzhab Ahmad bin Hanbal
Menurut
Imam Sya`rony dalam kitab Mizan Al Kubro, beliau berpendapat bahwa diterimanya
pahala membaca Al Qur`an dan kalimat-kalimat thoyibah lain, memang ada
ikhtilaf, dan masing-masing memiliki dasar / hujjah. Dan madzhab Ahlus Sunnah
menyatakan bahwa seseorang bisa menjadikan pahala dari amal baiknya kepada
orang lain, dan pendapat ini sesuai dengan Imam Ahmad bin Hanbal.
Imam
Muhammad ibnu Al Mirwizy pernah mendengar Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
Apabila kalian memasuki area makam, bacalah Al Fatihah, Al Ikhlas dan Al
Mu`awwidzatain, dan hadiahkan pahalanya untuk ahli kubur, maka akan sampai
pahalanya. Dan setelah itu berdo`alah : Allohumma aushil wa ahdi tsawaba ma
qoro`tuhu minal Qur`anil `Adhim ila man fi hadzihil maqbaroh, khususon ila ………..
Menurut Al `Allamah Muhammad `Aroby dalam kitab
Majmu` Tsalatsi Rosa`il, bahwa sesungguhnya membaca Al Qur`an untuk orang
meninggal hukumnya boleh, dan pahalanya akan sampai padanya, walaupun dalam
pembacaannya tersebut dengan upah. Pendapat ini yang dipakai pegangan para
Ulama Fiqih madzhab Ahlus Sunnah, yang didasarkan pada hadits riwayat Abu
Hurairah RA :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من دخل
المقابر ثمّ قراء فاتحة الكتاب وقل هوالله احد وألهاكم التكاثر , ثمّ قال إنّي
جعلتُ ثواب ما قرأتُ من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات كانوا شفعاءَ له
الى الله تعالى
“
Barangsiapa memasuki area makam, kemudian membaca Al Fatihah, Al Ikhlas dan At
Takatsur, lalu berdo`a menghadiahkan baca`annya kepada ahli kubur yang mukmin
dan mukminat, maka kelak ahli kubur tersebut akan memohonkan pertolongan pada
Alloh untuknya “
Kesimpulan :
Menurut
Madzhab Syafi`i : Pahala shodaqoh akan
sampai pada orang yang meninggal secara pasti (tanpa batasan). Adapun membaca
Al Qur`an dan kalimat-kalimat thoyibah lain, adalah sampainya pahala tersebut
tapi perlu keyakinan dan kemantapan dalam niyat menyampaikannya, karena
merupakan bentuk do`a
Menurut
Madzhab Maliki : Tidak
ada ikhtilaf lagi tentang sampainya pahala shodaqoh untuk orang meninggal
Menurut
Madzhab Hanbali : Pahala membaca Al Qur`an dan kalimat-kalimat
thoyibah lain, akan sampai pada orang meninggal.
Penjelasan Dalil yg digunakan oleh Ahli bid'ah
mengirimkan
ibadah kepadanya, maka pahala amal itu akan sampai kepada orang yang
meninggal dunia tersebut” (Hukm Al-Syari’ah Al-Islamiyah fi Ma’tam
Al-Arbai’n, 23-24)
3. Menurut Syekh Muhammad Al-Arabi:
أُرِيْدُ اْلِإنْسَانُ اْلكَافِرُ وَأَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَلَهُ مَاسَعَى أَخُوْهُ (اسعاف المسلمين والمسامات,٤٧)
“Yang dimaksud dengan kata “al-insan” ialah orang kafir. Sedangkan manusia yang beriman, dia dapat menerima usaha orang lain. (Is’af Al-Muslimin wa Al-Muslimat, 47).
Di antara sekian banyak tafsir QS. Al-Najm, 39 yang paling mudah dipahami, sekaligus dapat dijadikan landasan yang kuat untuk tidak mempertentangkan antara ayat dan hadits yang tegas menjelaskan bahwa seseorang yang meninggal dunia dapat menerima manfaat dari amalan orang yang hidup, adalah tafsir dari Abi Al-Wafa’ Ibnu ‘Aqil Al-Baghdadi Al-Hanbali (431-531 H) sebagai berikut:
اَلْجَوَابُ الْجَيِّدُ عِنْدِيْ أَنْ يُقَالَ أَلْإِنْسَانُ بِسَعْيِهِ وَحُسْنِ عُشْرَتِهِ إِكْتَسَبَ اَلْأَصْدِقَاءَ وَأَوْلَدَ اْلأَوْلَادَ وَنَكَحَ اْلأَزْوَاجَ وَأَسْدَى اْلخَيْرَوَتَوَدَّدَ إِلَى النَّاسِ فَتَرَحَّمُوْا عَلَيْهِ وَأَهْدَوْا لَهُ اْلعِبَادَاتِ وَكَانَ ذَلِكَ أَثَرُسَعْيِهِ (الروح, صحيفه: ١٤٥)
“Jawaban yang paling baik menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri, dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik, serta menyintai sesama. Maka, semua teman-teman, keturunan dan keluarganya tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri.” (Al-Ruh, 145). Dr. Muhammad Bakar Ismail, seorang ahli fiqh kontemporer dari Mesir menjelaskan:
وَلَا يَتَنَافَى هَذَا مَعَ قَوْلِهِ تَعَالَى فِى سُوْرَةِ النَّجْمِ وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّمَاسَعَى فَإِنَّ هَذَا التَّطَوُّعَ يُعَدُّ مِنْ قَبِيْلِ سَعْيِهِ فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ بَارًا بِهِمْ فِى حَيَاتِهِ مَا تَرَحَّمُوْا عَلَيْهَ وَلَاتَطَوَّعُوْا مِنْ أَجْلِهِ فَهُوَ فِى الْحَقِيْقَةِ ثَمْرَةٌ مِنْ ثِمَارِ بِرِّهِ وَإِحْسَانِهِ (الفقه الوضح,ج: ١,ص: ٤٤٩)
“Menghadiah pahala kepada orang yang telah mati itu tidak bertentangan dengan ayat وان ليس للإنسا الإماسعى karena pada hakikatnya pahala yang dikirimkan kepada ahli kubur dimaksud merupakan bagian dari usahanya sendiri. Seandainya ia tidak berbuat baik ketika masih hidup, tentu tidak akan ada orang yang mengasihi dan menghadiahkan pahala untuknya. Karena itu sejatinya, apa yang dilakukan orang lain untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut merupakan buah dari perbuatan baik yang dilakukan si mayit semasa hidupnya.” (Al-Fiqh Al-Wadlih, juz I, hal 449).
Dari penjelasan para ulama ahli tafsir di atas jelaslah bahwa QS. Al-Najm ayat 39 bukanlah dalil yang menjelaskan tentang tidak sampainya pahala kepada orang yang sudah meninggal, QS. Al-Najm ayat 39 tersebut bukanlah ayat yang melarang kita untuk mengirim pahala, do’a, shodaqoh kepada orang yang telah meninggal.
Adapun hadits Abu Hurairoh RA yang sering dijadikan dalil untuk melarang orang yang tahlilan, berdo’a, dan bersodaqoh untuk orang yang sudah meninggal yaitu hadits yang berbunyi:
عَنْ أَبِِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ, إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ إِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (صحيح مسلم,ص:٣٠٨٤ )
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya” (Shahih Muslim, 3084).
Yang dimaksud dengan ‘terputus’ dalam hadits di atas adalah amalnya sendiri, sedangkan amal orang lain tidak terputus.
Mengenai hadits tersebut Ibnu Al-Qayyim berpendapat:
فَإِنَّهُ صلى الله عليه وسلم لَمْ يَقُلْ اِنْتِفَاعُهُ, وَإِنَّمَا أَخْبَرَ عَنِ انْقِطَاعِ عَمَلِهِ وَأَمَّا عَمَلُ غَيْرِهِ فَهُوَلِعَامِلِهِ فَإِنْ وَهَبَهُ لَهُ وَصَلَ إِليْهِ ثَوَابُ عَمَلِ الْعَامِلِ (الروح : ١٤٦)
“Dari hadits tersebut Rasulullah SAW tidak bersabda “ … akan terputus manfaatnya …”. Beliau hanya menjelaskan bahwa amalnya akan terputus. Amal orang lain adalah tetap menjadi milik pelakunya, tapi bila dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia, maka pahala amalan itu akan sampai kepadanya. (Al-Ruh, 146).
Ibnu Hazm juga berpendapat:
أَنَّهُ لَايُفِيْدُ إِلَّا انْقِطَاعَ عَمَلِ الْمَيِّتِ لِنَفْسِهِ فَقَطْ وَلَيْسَ فِيْهِ دِلَالَةٌ عَلَى انْقِطَاعِ عَمَلِ غَيْرِهِ عَنْهُ أَصْلًا وَلَا اْلمَنْعَ مِنْ ذَلِكَ(حكم الشريعة الإسلامية في مأتم الأربعين : ٤٣ )
“Hadits itu hanya menjelaskan terputusnya amal orang yang telah meninggal dunia, namun sama sekali tidak menjelaskan terputusnya amal orang lain yang dihadiahkan kepadanya serta tidak juga melarang hal tersebut” (Hukm Al-Syari’ah Al-Islamiyah fi Ma’tam Al-Arba’in, 43)
Dari sini maka kita harus yaqin bahwa menghadiahkan pahala ibadah kepada orang yang meninggal dunia itu ada manfaatnya, karena dengan izin Alloh SWT akan sampai kepada orang yang dimaksud.
3. Menurut Syekh Muhammad Al-Arabi:
أُرِيْدُ اْلِإنْسَانُ اْلكَافِرُ وَأَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَلَهُ مَاسَعَى أَخُوْهُ (اسعاف المسلمين والمسامات,٤٧)
“Yang dimaksud dengan kata “al-insan” ialah orang kafir. Sedangkan manusia yang beriman, dia dapat menerima usaha orang lain. (Is’af Al-Muslimin wa Al-Muslimat, 47).
Di antara sekian banyak tafsir QS. Al-Najm, 39 yang paling mudah dipahami, sekaligus dapat dijadikan landasan yang kuat untuk tidak mempertentangkan antara ayat dan hadits yang tegas menjelaskan bahwa seseorang yang meninggal dunia dapat menerima manfaat dari amalan orang yang hidup, adalah tafsir dari Abi Al-Wafa’ Ibnu ‘Aqil Al-Baghdadi Al-Hanbali (431-531 H) sebagai berikut:
اَلْجَوَابُ الْجَيِّدُ عِنْدِيْ أَنْ يُقَالَ أَلْإِنْسَانُ بِسَعْيِهِ وَحُسْنِ عُشْرَتِهِ إِكْتَسَبَ اَلْأَصْدِقَاءَ وَأَوْلَدَ اْلأَوْلَادَ وَنَكَحَ اْلأَزْوَاجَ وَأَسْدَى اْلخَيْرَوَتَوَدَّدَ إِلَى النَّاسِ فَتَرَحَّمُوْا عَلَيْهِ وَأَهْدَوْا لَهُ اْلعِبَادَاتِ وَكَانَ ذَلِكَ أَثَرُسَعْيِهِ (الروح, صحيفه: ١٤٥)
“Jawaban yang paling baik menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri, dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik, serta menyintai sesama. Maka, semua teman-teman, keturunan dan keluarganya tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri.” (Al-Ruh, 145). Dr. Muhammad Bakar Ismail, seorang ahli fiqh kontemporer dari Mesir menjelaskan:
وَلَا يَتَنَافَى هَذَا مَعَ قَوْلِهِ تَعَالَى فِى سُوْرَةِ النَّجْمِ وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّمَاسَعَى فَإِنَّ هَذَا التَّطَوُّعَ يُعَدُّ مِنْ قَبِيْلِ سَعْيِهِ فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ بَارًا بِهِمْ فِى حَيَاتِهِ مَا تَرَحَّمُوْا عَلَيْهَ وَلَاتَطَوَّعُوْا مِنْ أَجْلِهِ فَهُوَ فِى الْحَقِيْقَةِ ثَمْرَةٌ مِنْ ثِمَارِ بِرِّهِ وَإِحْسَانِهِ (الفقه الوضح,ج: ١,ص: ٤٤٩)
“Menghadiah pahala kepada orang yang telah mati itu tidak bertentangan dengan ayat وان ليس للإنسا الإماسعى karena pada hakikatnya pahala yang dikirimkan kepada ahli kubur dimaksud merupakan bagian dari usahanya sendiri. Seandainya ia tidak berbuat baik ketika masih hidup, tentu tidak akan ada orang yang mengasihi dan menghadiahkan pahala untuknya. Karena itu sejatinya, apa yang dilakukan orang lain untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut merupakan buah dari perbuatan baik yang dilakukan si mayit semasa hidupnya.” (Al-Fiqh Al-Wadlih, juz I, hal 449).
Dari penjelasan para ulama ahli tafsir di atas jelaslah bahwa QS. Al-Najm ayat 39 bukanlah dalil yang menjelaskan tentang tidak sampainya pahala kepada orang yang sudah meninggal, QS. Al-Najm ayat 39 tersebut bukanlah ayat yang melarang kita untuk mengirim pahala, do’a, shodaqoh kepada orang yang telah meninggal.
Adapun hadits Abu Hurairoh RA yang sering dijadikan dalil untuk melarang orang yang tahlilan, berdo’a, dan bersodaqoh untuk orang yang sudah meninggal yaitu hadits yang berbunyi:
عَنْ أَبِِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ, إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ إِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (صحيح مسلم,ص:٣٠٨٤ )
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya” (Shahih Muslim, 3084).
Yang dimaksud dengan ‘terputus’ dalam hadits di atas adalah amalnya sendiri, sedangkan amal orang lain tidak terputus.
Mengenai hadits tersebut Ibnu Al-Qayyim berpendapat:
فَإِنَّهُ صلى الله عليه وسلم لَمْ يَقُلْ اِنْتِفَاعُهُ, وَإِنَّمَا أَخْبَرَ عَنِ انْقِطَاعِ عَمَلِهِ وَأَمَّا عَمَلُ غَيْرِهِ فَهُوَلِعَامِلِهِ فَإِنْ وَهَبَهُ لَهُ وَصَلَ إِليْهِ ثَوَابُ عَمَلِ الْعَامِلِ (الروح : ١٤٦)
“Dari hadits tersebut Rasulullah SAW tidak bersabda “ … akan terputus manfaatnya …”. Beliau hanya menjelaskan bahwa amalnya akan terputus. Amal orang lain adalah tetap menjadi milik pelakunya, tapi bila dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia, maka pahala amalan itu akan sampai kepadanya. (Al-Ruh, 146).
Ibnu Hazm juga berpendapat:
أَنَّهُ لَايُفِيْدُ إِلَّا انْقِطَاعَ عَمَلِ الْمَيِّتِ لِنَفْسِهِ فَقَطْ وَلَيْسَ فِيْهِ دِلَالَةٌ عَلَى انْقِطَاعِ عَمَلِ غَيْرِهِ عَنْهُ أَصْلًا وَلَا اْلمَنْعَ مِنْ ذَلِكَ(حكم الشريعة الإسلامية في مأتم الأربعين : ٤٣ )
“Hadits itu hanya menjelaskan terputusnya amal orang yang telah meninggal dunia, namun sama sekali tidak menjelaskan terputusnya amal orang lain yang dihadiahkan kepadanya serta tidak juga melarang hal tersebut” (Hukm Al-Syari’ah Al-Islamiyah fi Ma’tam Al-Arba’in, 43)
Dari sini maka kita harus yaqin bahwa menghadiahkan pahala ibadah kepada orang yang meninggal dunia itu ada manfaatnya, karena dengan izin Alloh SWT akan sampai kepada orang yang dimaksud.
0 Response to "HUKUM KIRIM DO`A, SHODAQOH DAN AMAL BAIK UNTUK ORANG YANG SUDAH MENINGGAL "
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip