//

Seri Kajian Kitab Kuning “Fathul Mu’in” – Bagian 2 – Bab Sholat


BAB SHOLAT

Adapun sholat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu yang diawali takbir dan diakhiri dengan salam. Rangkaian perbuatan tersebut disebut demikian dikarenakan ia mengandung makna “sholat”, yang secara lughawi (bahasa) artinya adalah do’a. Sholat-sholat fardhu ‘ain itu ada lima kali yang dikerjakan dalam tiap-tiap hari dan malam, yang mana ini diketahui daripada ajaran agama secara pasti, maka barangsiapa yang menentang ajaran ini dihukumi sebagai kafir. Dan tiada terkumpul ajaran sholat fardhu lima waktu ini kecuali hanya daripada ajaran Nabi kita Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wa sallam. Dan sholat ini difardhukan pada malam isra’ setelah 10 tahun 3 bulan beliau diangkat menjadi Rasul, yakni pada malam 27 daripada bulan Rajab. Dan belum diwajibkan untuk mendirikan sholat shubuh tanggal 27 Rajab disebabkan belum diketahui kaifiyyah (tata cara) mengerjakannya.
[Sesungguhnya diwajibkan sholat maktubah] yakni sholat lima waktu [atas] setiap [muslim yang mukallaf] yakni telah baligh, berakal sehat, lelaki maupun selain lelaki, [suci]. Maka sholat tidak wajib atas orang kafir, gila, ayan, dan mabuk yang keduanya bukan karena main-main. Hal itu karena mereka tidak kena beban agama, dan tidak diwajibkan atas wanita yang haid dan nifas, karena sholat tidak sah dikerjakan mereka, dan mereka tidak diwajibkan mengqodlo’nya. Selain itu sholat tetap diwajibkan bagi orang murtad dan orang yan
g mabuk akibat main-main.
Dan dikenakan hadd dipancung lehernya, yakni bagi seorang muslim mukallaf yang dengan sengaja menunda sholat fardhu hingga melewati waktu penjama’annya, ia sengaja malas melakukannya sedangkan ia berkeyakinan bahwa sholat itu wajib dilaksanakan, kemudian ia sudah dianjurkan bertaubat namun ia tidak mau bertaubat.
Dan ada pendapat yang menyebutkan bahwa menyuruh bertaubat itu hukumnya adalah sunnah atau tidak wajib, maka sang algojo atau si pemancung leher orang yang menunda sholat dengan sengaja seperti di atas sebelum ia bertaubat adalah tidak dikenakan hadd/pidana, akan tetapi sang algojo itu telah melakukan dosa.
Adapun orang yang meninggalkan sholat karena menentangnya sebagai kewajiban, maka dikenakan hukuman mati sebagai orang kafir, ia tidak perlu dimandikan dan tidak pula disholatkan.
Dan apabila seseorang dengan tanpa ada uzur (halangan syar’i) ia meninggalkan sholat, maka ia wajib segera melakukan qadha’ sholat seketika itu juga.
Telah berkata Syaikh Ahmad bin Hajar rahimahullaah Ta’aala: Jelasnya, orang yang tertinggal sholat fardhu haruslah menggunakan kesempatan daripada waktu-waktunya untuk mengqodho’ di selain waktu yang digunakan untuk melaksanakan sesuatu yang wajib atasnya, dan juga di selain waktu yang haram baginya melakukan sholat sunnah. Selesai daripada perkataan Syaikh Ahmad bin Hajar rahimahullah.
Dan hendaknya bersegera untuk melakukan qodho’ sholat, apabila sebab tertinggalnya sholat wajib tersebut adalah dikarenakan suatu udzur/halangan seperti misalnya ketiduran atau lupa yang benar-benar lupa dan tidak  main-main.
Dan disunnahkan untuk melakukan qodho’ sholat wajib secara tertib berurutan. Yakni, jika seseorang tertinggal sholat wajib karena suatu udzur yang dibenarkan syar’i, maka disunnahkan melakukan qodho’ sholat-sholat yang tertinggal secara berurutan waktunya. Misalnya ia melaksanakan qodho’ sholat shubuh sebelum dzuhur. Dan disunnahkan untuk mendahulukan qodho’ atas sholat wajib yang tertinggal sebelum sholat wajib yang akan dikerjakannya, kalau ia tidak khawatir kehabisan waktunya. Menurut pendapat yang mu’tamad, bahwa sunnahnya mendahulukan qodho’ daripada sholat wajib yang akan dikerjakan itu tetap berlaku, walaupun khawatir akan ketinggalan berjama’ah.
Dan apabila ia tertinggal sholat wajibnya tidak dikarenakan suatu udzur yang dibernarkan syar’i, maka ia wajib mendahulukan qodho’ daripada sholat wajib yang akan dikerjakannya. Adapun jika ia khawatir kehabisan waktu untuk sholat wajib yang akan ia kerjakan sehingga menyebabkan sebagian pelaksanaan sholat wajib tersebut akan terjadi di luar waktunya, maka dia harus mendahulukan sholat wajib yang akan dikerjakannya dan bukan mendahulukan sholat qodho’nya.
Wajib mendahulukan qodho’ sholat wajib yang tertinggal tanpa udzur yang dibenarkan syar’i, atas qodho’ sholat yang tertinggal disebabkan suatu udzur yang dibenarkan syar’i, meskipun akan menyebabkan tidak tertib waktunya. Karena tertib itu sunnah hukumnya, sedangkan bersegera adalah wajib hukumnya.
Dan sunnah hukumnya mengakhirkan sholat rowatib setelah melaksanakan qodho’ sholat wajib yang tertinggal dikarenakan adanya udzur yang dibenarkan syar’i. Dan akan menjadi wajib hukumnya jika tertinggalnya itu tanpa suatu udzur.
Wallaahu a’lam.

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Seri Kajian Kitab Kuning “Fathul Mu’in” – Bagian 2 – Bab Sholat"

  1. Bergabunglah dengan kami
    http://membaca-kitab-kuning.blogspot.com/

    ReplyDelete

Silahkan komentar yg positip