Hubungan Ikhtiar, Qadha dan Qadar
Kalau segala sesuatu telah dikuasai oleh takdir Tuhan, maka di manakah lagi tempat ikhtiar atau usaha manusia?. Padahal seperti diketahui bahwa manusia juga disuruh oleh Tuhan untuk berikhtiar ?
Banyak pendapat berkaitan dengan keterlibatan usaha manusia dalam
mewarnai takdir. Di antaranya adalah al-Jubbai, menerangkan bahwa
manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya, manusia berbuat baik
dan buruk, patuh dan tidak patuh kepada atas kehendak dan kemauannya
sendiri. Adapun daya (istitha’ah) untuk mewujudkan kehendak itu telah
terdapat dalam diri manunsia sebelum adanya perbuatan.
Doktrin Qadariyah berdasar atas suatu premis bahwa manusia dengan
kreasinya karena Allah, telah dianugerahi kapasitas atau kehendak. Oleh
karena itu istilah qadar (kekuasaan) menghasilkan perbuatan-perbuatannya
sendiri dan karena itu harus tetap bertanggungjawab atasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Abdul Jabbar bahwa perbuatan manusia
bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manunsia sendirilah
yang mewujudkan perbuatan. Manusia adalah adalah makhluk yang dapat
memilih. Artinya kehendak untuk berbuat adalah kehendak manusia. Tetapi
selanjutnya tidak jelas apakah daya yang dipakai untuk mewujudkan
perbuatan itu adalah pula daya manusia sendiri.
Berbeda dengan pendapat tersebut, manusia tidak memiliki kemampuan untuk
memilih, segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada
hakikatnya adalah dari Allah semata. Manusia menurut mereka sama dengan
wayang yang digerakkan oleh ki dalang, karena itu manusia tidak
mempunyai bagian sama sekali dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Pendapat inilah yang terkenal dengan Jabariyah yang dipelopori oleh Jahm
bin Shafwan.
Doktrin Jabariyah berdasar asumsi bahwa manusia dan
perbuatan-perbuatannya diciptakan oleh Allah, dan oleh karena itu,
persoalan tentang pertanggungjawaban manusia tidaklah relevan.
Asy’ari lebih memandang bahwa manusia adalah lemah, karena manusia
bergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan. Akan tetaapi manusia
mempunyai peluang untuk bergerak/ berusaha memilih.
Dengan demikian maksud dari Tuhan menciptakan perbuatan-perbuatan
manusia adalah Tuhanlah yang menjadi pembuat sebenarnya dari manusia
dengan perantaraan daya yang diciptakan, sehingga manusia merupakan
tempat bagi perbuatan-perbuatan Tuhan.
Demikian persoalan yang timbul berkenaan dengan ajaran qadha dan qadar
Allah. Lebih dari itu timbul pertanyaan pula dengan adanya takdir Tuhan,
apa tidak berarti bahwa manusia itu serba terpaksa dalam
perbuatan-perbuatannya, sehingga manusia tidak lagi merdeka dalam
berbuat.
Persoalan tersebut dapat dijawab bahwa kebebasan bagi manusia, jelas
memang ada, sebab perbuatan-perbuatan manusia ditentukan dan dilakukan
atas dasar kehendak atau kemauannya sendiri. Inilah kenyataaannya,
tetapi di samping itu harus diakui pula kenyataan yang lain, bahwa tidak
jarang pula manusia gagal dalam berbagai usahanya, sekalipun telah
dikerjakan dengan sekuat tenaga. Ini semua membuktikan bahwa manusia
memang mempunyai kebebasan/ kemerdekaan dalam perbuatan-perbuatannya,
akan tetapi kebebasan itu ialah kebebasan yang terbatas. Jadi kebebasan
manusia ialah kebebasan yang tidak mutlak.
Keterbatasan kebebasan manusia itu ialah disebabkan karena kebebasan
manusia sebenarnya hanyalah dalam lingkungan kodrat dan irodatnya Tuhan.
Karena itu suatu usaha yang direncanakan manunsia dapat berhasil, hanya
kalau hal itu bersesuaian dengan rencana yang lebih tinggi kedudukan
dan kekuatannya, yaitu rencana Tuhan.
Ikhtiar atau usaha manusia, tidak musti secara mutlak berhasil. Namun
hal itu perlu dan wajib dilakukan. Dan sesudah berikhtiar, hendaknya
orang juga berdoa dan bertawakal secara ikhlas kepada Tuhan. Kalau
ikhtiar berhasil, Allah yang punya karunia, kalau tidak berhasil, Allah
yang punya kuasa.
Walaupun demikian, penempatan tawakal tidak boleh keliru. Tawakal
letaknya ialah sesudah ikhtiar. Orang tidak dapat disebut tawakal jika
belum ikhtiar lebih dulu.
Adapun hikmah ajaran qadha dan qadar adalah kadang-kadang orang salah
tafsir dalam mempercayai qadha dan qadar, sehingga pengaruh yang timbul
karenanya sangatlah negatif. Sejarah Islam telah mencatat bahwa
kemunduran dan kejatuhan umat Islam di dunia, terutama juga disebabkan
karena kesalahan mereka dalam mempercayai qadha dan qadar.
Kepercayaan yang salah kepada qadha dan qadar menyebabkan terbunuhnya
ikhtiar. Tidak lagi orang mau bekerja, tetapi hanya berpangku tangan
mengharapkan jatuhnya sesuatu dari langit. Segala sesuatu digantungkan
kepada takdir, tanpa ada usaha. Akan tetapi sebaliknya apabila ajaran
qadha dan qadar dipercayai sebagaimana mestinya, tentulah ia menjadi
sumber bagi bangkitnya amal-amal ikhtiar manusia, bahkan tentu menjadi
sumber militansi yang tidak kenal menyerah.
Oleh karenanya ikhtiar dan usaha membuat diri bertambah dekat kepada
Tuhan, mengasah budi pekerti dan akal, sehingga menjadi manusia yang
mencapai derajat yang sempurna dengan mengedepankan nilai-nilai
kemanusiaan.
Manusia tidak perlu ragu-ragu dan bimbang dalam mengerjakan suatu amal
yang baik, karena Tuhan telah menjanjikan kepada hamba-Nya yang saleh
akan dimasukkan ke dalam surga dan yang durhaka akan dimasukkan ke dalam
neraka. Walaupun demikian manusia harus berusaha membersihkan jiwa
sehingga harapan hidup melebihi harapannya terhadap surga atau takut
neraka. Karena yang terpenting adalah bagaimana hati tidak jauh dari
Tuhan, bukankah Tuhan sendiri mengatakan bahwa puncak segala nikmat di
dunia adalah mengenal Tuhan ?.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa kepercayaan kepada takdir atau qadha
dan qadar adalah salah satu dari enam pokok rukun iman. Menurut
penyelidikan para ahli sejarah dan sosiologi menyatakan bahwa tersiarnya
agama Islam, yaitu hanya setengah abad serta berhasil meruntuhkan
kerajaan raksasa pada waktu itu, yaitu Romawi dan Persia adalah lantaran
kepercayaan kepada takdir.
Bangsa Arab yang dulunya tidak mengenal jiwa persatuan politik,
perjuangan antar bangsa dalam waktu sekejap telah berubah jalan
sejarahnya. Sehingga sejarawan Inggris Arnold Toynbee sebagaimana yang
dikutip Hamka dalam bukunya Pelajaran Agama Islam menyatakan bahwa
kedahsyatan sejarah yang terjadi di dunia ini baru tertuliskan tiga
kali, yaitu; pertama, ketika Roma telah menerima agama Kristen yang
berhasil menancapkan kekuasaan di daratan Eropa, kedua kebangkitan agama
Islam di bawah pimpinan Nabi Muhammad, ketiga terbukanya era baru dan
jaman modern yang ditandai dengan kebebasan berpendapat.
Kebangkitan Islam sebagian besar adalah karena kepercayaan akan takdir.
Umat Islam yang telah mendapatkan siraman rohani ajaran Islam dengan
sendirinya percaya akan adanya takdir. Percaya kepada takdir menjadikan
pendorong atau semangat. Manusia ditakdirkan hidup hanya satu kali,
sehingga hendaknya dipergunakan sebaik-baiknya. Oleh karenanya nasib
kaum muslimin terletak di bawah kilatan pedangnya, sehingga harus
berjihad. Agama tanpa jihad adalah agama yang mati. Umat Islam menyerbu
ke tengah-tengah musuh dengan gagah perkasa. Mereka tidak takut mati,
karena mati di tangan Tuhan. Kalau Tuhan tidak mentakdirkan celaka,
tidaklah ada suatu kecelakaan akan menimpa diri.
Hal tersebut bukan berarti manusia langsung menyerahkan diri semuanya
kepada Allah (tawakal). Karena tawakal kepada Allah bukan berarti
menghilangkan dan meninggalkan sarana dan usaha. Bahkan tawakal tidak
sah manakala tidak disertai dengan upaya untuk mencapai apa yang
dibutuhkan umat manusia. Sarana-sarana yang ada dengan disertai uapaya
merupakan perantara tawakal yang sebenarnya. Hal tersebut disebabkan
karena Allah mengikat sesuatu dengan sebab akibat. Ini artinya usaha dan
sarana adalah modal utama, setelah hal tersebut dilakukan baru tawakal
dikerjakan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Majid Khadduri, Teologi Keadilan Perspektif Islam, terj. Mochtar Zoerni & Joko S. Kahhar, (Risalah Gusti, Surabaya, 1999). Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan, (Jakarta, UI Press, 1986). Hamka, Pelajaran Agama Islam, (Bulan Bintang, Jakarta, 1982). Sayid Sabiq, Islamuna, (Nilai-Nilai Islami), terj. HMS. Prodjodikoro, dkk., (Sumbangsih Offset, Yogyakarta, 1988).
2013@abdkadiralhamid
2013@abdkadiralhamid
0 Response to "Hubungan Ikhtiar, Qadha dan Qadar"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip