Tanya Jawab Seputar Ahlu Bait Rasulullah SAW.
Oleh :
Al Alim Al Allamah Al Arifbillah Murrobiruhina Al Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith,Mufti Medinah
Ulama mengatakan, firman-Nya “Ahli Bayt” mencakup tempat tinggal dan nasab. Dengan demikian, istri-istri beliau SAW adalah Ahli Bayt tempat tinggal, dan kerabat beliau adalah Ahli Bayt nasab.
Terdapat beberapa hadits yang menunjukkan hal ini, di antaranya hadits yang disampaikan Ath-Thabarani (Al-Kabir 3/56) dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, ia mengatakan, “Ayat ini turun terkait Nabi SAW, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, semoga Allah meridhai mereka semua.”
Dalam sebuah hadits shahih dinyatakan, Nabi SAW memberikan pakaian kepada mereka dan berdoa,
Al-Kazhim menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ‘Dan kepada sebagian dari keturunannya (Ibrahim), yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, serta Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas’ – QS Al-An’am (6): 84-85. Isa tidak memiliki bapak, tetapi dia digabungkan dalam keturunan para nabi dari pihak ibunya. Demikian pula kami digabungkan dalam keturunan nabi kita, Muhammad SAW, dari pihak ibu kami, Fathimah RA. Lebih dari itu, wahai Amirul Mu’minin, saat turunnya ayat mubahalah, tidaklah Nabi SAW memanggil kecuali kepada Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain RA.”
Demikianlah kisah ini sebagaimana disebutkan Allamah Syamsuddin Al-Wasithi dalam Majma’ al-Ahbab.
Adapun hadits-hadits yang terkait keutamaan dan keistimewaan keluarga Nabi SAW cukup banyak, dan dalam hal ini para imam menyusun berbagai karya tulis tersendiri.
Di antara hadits-hadts tersebut adalah yang diriwayatkan Zaid bin Arqam RA, “Suatu hari Rasulullah SAW berdiri di antara kami untuk menyampaikan ceramah di tempat air yang disebut Khumm, antara Makkah dan Madinah.
Beliau memuji dan menyanjung Allah SWT, menyampaikan nasihat dan peringatan, kemudian mengatakan, ‘Ketahuilah, wahai manusia, sesungguhnya aku hanyalah manusia yang tidak lama lagi akan kedatangan utusan Tuhanku lantas aku memperkenankan dan aku meninggalkan di antara kalian dua peninggalan berharga. Yang pertama, Kitabullah. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Terapkanlah Kitab Allah dan berpegang teguhlah padanya.’ Beliau menganjurkan penerapan Kitab Allah dan menekankannya.
Kemudian beliau bersabda, ‘Dan keluargaku. Aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku, aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku, aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku’.”
Hushain bertanya kepada Zaid, “Siapa saja keluarga beliau, hai Zaid? Bukankah istri-istri beliau termasuk keluarga beliau?”
Zaid menjawab, “Istri-istri beliau termasuk keluarga beliau, tetapi keluarga beliau sesungguhnya adalah mereka yang tidak diperkenankan menerima sedekah sepeninggal beliau.”
“Siapa saja mereka?” tanya Hushain lagi.
Zaid menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.”
Hushain bertanya, “Mereka semua tidak diperkenankan menerima sedekah?”
“Ya,” jawabnya (Disampaikan oleh Muslim No. 4425 dari hadits Zaid bin Arqam RA).
Pada redaksi lain (terkait yang dikatakan Nabi SAW di Khumm), “Sesungguhnya aku meninggalkan di antara kalian dua perkara yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Salah satu dari keduanya lebih besar dari yang lain. Yaitu (pertama), Kitab Allah SWT, tali yang menjulur dari langit ke bumi, dan (kedua) keturunanku, keluargaku. Tidaklah keduanya berpisah hingga menemuiku di telaga surga. Maka, perhatikanlah bagaimana kalian sepeninggalku dalam mencintai keduanya.” (Disampaikan oleh At-Tirmidzi No. 3788 dan lainnya, juga dari hadits riwayat Zaid bin Arqam).
Dalam salah satu syairnya, Imam Syafi’i RA mengatakan:
Seorang pentahqiq (seseorang yang meneliti nash-nash secara mendalam), semoga Allah melimpahkan manfaat melalui mereka, mengatakan, “Siapa yang mencermati realita dan fakta, dia akan menemukan bahwa keluarga Nabi SAW – secara umum, kecuali sedikit sekali – adalah yang melaksanakan tugas-tugas agama, menyeru kepada syari’at pemimpin para rasul, bertaqwa kepada Tuhan mereka, kalangan terpilih lantaran kesungguhan mereka, menjalin persatuan yang kukuh.
(Sebuah maqalah mengatakan) ‘Siapa yang menyerupai bapaknya, dia bukan seorang yang aniaya.’
Ulama mereka adalah para pemimpin umat dan tokoh terkemuka yang menyingkirkan tindak kezhaliman. Mereka adalah keberkahan bagi umat ini. Mereka menyingkap berbagai kesuraman yang menyelimuti alam. Maka, harus ada di setiap masa dari kalangan mereka yang, lantaran mereka itu, Allah menghindarkan malapetaka dari manusia. Karena, mereka adalah keamanan bagi penduduk bumi, sebagaimana bintang-bintang adalah keamanan bagi penduduk langit.”
Apakah penisbahan kepada beliau SAW bermanfaat, baik di dunia maupun akhirat? Lalu, adakah dalilnya?
Ya, nisbah nasab kepada beliau SAW berguna, di dunia dan akhirat. Dalil yang melandasi hal ini cukup banyak, di antaranya sabda Nabi SAW, “Setiap hubungan nasab dan sabab (hubungan kekeluargaan lantaran pernikahan) terputus pada hari Kiamat kecuali nasabku dan sababku.” – Disampaikan oleh Ibnu Asakir dalam bukunya At-Târîkh (21: 67) dari hadits Ibnu Umar RA. Hadis ini menunjukkan besarnya manfaat penisbahan kepada beliau SAW.
Dalil lainnya adalah hadits yang disampaikan Ath-Thabarani dan lainnya, (dikutip) dari sebuah hadits yang cukup panjang, “Setiap sabab dan nasab terputus pada hari Kiamat, kecuali sababku dan nasabku.” (Disampaikan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 3/44 dan 11/343 dan Al-Ausath 6/357).
Dan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud RA, ia mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda di atas mimbar, ‘Ada apa dengan orang-orang yang mengatakan bahwa keterkaitan nasab dengan Rasulullah SAW tidak berguna bagi kaum beliau di hari Kiamat kelak? Tentu, demi Allah, sesungguhnya keluargaku terjalin di dunia dan akhirat, dan sesungguhnya aku, wahai manusia, adalah yang mendahului kalian ke telaga surga’.” (Disampaikan oleh Ahmad 3/18 dan lainnya dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri RA).
abdkadiralhamid@2015
Oleh :
Al Alim Al Allamah Al Arifbillah Murrobiruhina Al Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith,Mufti Medinah
Apa di balik keterkaitan nasab dengan Rasulullah SAW?
Keterkaitan nasab dengan Rasulullah SAW merupakan kebanggaan terbesar dan termulia di sisi orang-orang pandai dan bijak. Keluarga inti beliau dan cabang-cabangnya adalah keluarga dan cabang keluarga termulia, lantaran nasab mereka terhubung dengan nasab beliau dan keterkaitan kedudukan mereka dengan kedudukan beliau.
Ulama, semoga Allah merahmati mereka, bersepakat, pemimpin-pemimpin dari keluarga beliau yang mulia adalah manusia terbaik dari sisi dzatiyah (materi fisik dan psikis)-nya pihak bapak dan kakek, dan bahwasanya mereka sama dengan selain mereka terkait hukum-hukum syari’at dan sanksi hukum.
Adakah dalil-dalil, Al-Qur’an dan hadits, yang terkait dengan masalah itu!
Ada, di antaranya firman Allah SWT,
Keterkaitan nasab dengan Rasulullah SAW merupakan kebanggaan terbesar dan termulia di sisi orang-orang pandai dan bijak. Keluarga inti beliau dan cabang-cabangnya adalah keluarga dan cabang keluarga termulia, lantaran nasab mereka terhubung dengan nasab beliau dan keterkaitan kedudukan mereka dengan kedudukan beliau.
Ulama, semoga Allah merahmati mereka, bersepakat, pemimpin-pemimpin dari keluarga beliau yang mulia adalah manusia terbaik dari sisi dzatiyah (materi fisik dan psikis)-nya pihak bapak dan kakek, dan bahwasanya mereka sama dengan selain mereka terkait hukum-hukum syari’at dan sanksi hukum.
Adakah dalil-dalil, Al-Qur’an dan hadits, yang terkait dengan masalah itu!
Ada, di antaranya firman Allah SWT,
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahli Bayt, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” – QS Al-Ahzâb (33): 33.
Ulama mengatakan, firman-Nya “Ahli Bayt” mencakup tempat tinggal dan nasab. Dengan demikian, istri-istri beliau SAW adalah Ahli Bayt tempat tinggal, dan kerabat beliau adalah Ahli Bayt nasab.
Terdapat beberapa hadits yang menunjukkan hal ini, di antaranya hadits yang disampaikan Ath-Thabarani (Al-Kabir 3/56) dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, ia mengatakan, “Ayat ini turun terkait Nabi SAW, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, semoga Allah meridhai mereka semua.”
Dalam sebuah hadits shahih dinyatakan, Nabi SAW memberikan pakaian kepada mereka dan berdoa,
“Ya Allah, mereka adalah keluargaku dan orang-orang khusus bagiku, hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya.”
(Disampaikan oleh At-Tirmidzi No. 3871 dan Ahmad No. 6/292 dari hadits Ummu Salamah RA. At-Tirmidzi mengatakan, ”Ini hadits hasan dan merupakan hadits terbaik yang diriwayatkan dalam hal ini. Menurut Allamah Arnauth dalam penjelasannya terhadap Al-Musnad, “Hadits ini shahih.”).
Dalam riwayat lain dinyatakan, Nabi SAW mengenakan pakaian pada mereka dan meletakkan tangan beliau pada mereka serta berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah keluarga Muhammad, maka jadikanlah shawalat dan keberkahan-Mu kepada keluarga Muhammad, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaperkasa.” (Disampaikan oleh Ahmad 3/323, Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 3/53, dan Abu Ya’la dalam Al-Musnad 12/344 dari hadits Ummu Salamah RA).
Di antara ayat-ayat yang menunjukkan keutamaan mereka adalah firman Allah SWT, “Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), ‘Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta’.” – QS Ali ‘Imran (3): 61.
Para ahli tafsir mengatakan, ketika ayat ini turun, Rasulullah SAW memanggil Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, semoga Allah meridhai mereka. Lalu beliau memangku Husain dan menggandeng tangan Hasan, sementara Fathimah berjalan di belakang beliau dan Ali di belakang keduanya, lalu beliau berdoa, “Ya Allah, mereka itu adalah keluargaku.”
Dalam ayat ini terdapat dalil yang jelas bahwa anak-anak Fathimah dan keturunan mereka disebut anak-anak beliau SAW, dan nasab mereka dinisbahkan kepada beliau dengan penisbahan yang shahih dan berguna di dunia dan akhirat.
Dikisahkan, Harun Ar-Rasyid bertanya kepada Musa Al-Kazhim RA,
Dalam riwayat lain dinyatakan, Nabi SAW mengenakan pakaian pada mereka dan meletakkan tangan beliau pada mereka serta berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah keluarga Muhammad, maka jadikanlah shawalat dan keberkahan-Mu kepada keluarga Muhammad, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaperkasa.” (Disampaikan oleh Ahmad 3/323, Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 3/53, dan Abu Ya’la dalam Al-Musnad 12/344 dari hadits Ummu Salamah RA).
Di antara ayat-ayat yang menunjukkan keutamaan mereka adalah firman Allah SWT, “Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), ‘Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta’.” – QS Ali ‘Imran (3): 61.
Para ahli tafsir mengatakan, ketika ayat ini turun, Rasulullah SAW memanggil Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, semoga Allah meridhai mereka. Lalu beliau memangku Husain dan menggandeng tangan Hasan, sementara Fathimah berjalan di belakang beliau dan Ali di belakang keduanya, lalu beliau berdoa, “Ya Allah, mereka itu adalah keluargaku.”
Dalam ayat ini terdapat dalil yang jelas bahwa anak-anak Fathimah dan keturunan mereka disebut anak-anak beliau SAW, dan nasab mereka dinisbahkan kepada beliau dengan penisbahan yang shahih dan berguna di dunia dan akhirat.
Dikisahkan, Harun Ar-Rasyid bertanya kepada Musa Al-Kazhim RA,
“Bagaimana kalian mengatakan bahwa kalian adalah anak-cucu Rasulullah SAW padahal kalian adalah keturunan Ali? Padahal, seseorang hanya dinisbahkan nasabnya kepada kakek dari pihak bapaknya, bukan kakeknya dari pihak ibu.”
Al-Kazhim menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ‘Dan kepada sebagian dari keturunannya (Ibrahim), yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, serta Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas’ – QS Al-An’am (6): 84-85. Isa tidak memiliki bapak, tetapi dia digabungkan dalam keturunan para nabi dari pihak ibunya. Demikian pula kami digabungkan dalam keturunan nabi kita, Muhammad SAW, dari pihak ibu kami, Fathimah RA. Lebih dari itu, wahai Amirul Mu’minin, saat turunnya ayat mubahalah, tidaklah Nabi SAW memanggil kecuali kepada Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain RA.”
Demikianlah kisah ini sebagaimana disebutkan Allamah Syamsuddin Al-Wasithi dalam Majma’ al-Ahbab.
Adapun hadits-hadits yang terkait keutamaan dan keistimewaan keluarga Nabi SAW cukup banyak, dan dalam hal ini para imam menyusun berbagai karya tulis tersendiri.
Di antara hadits-hadts tersebut adalah yang diriwayatkan Zaid bin Arqam RA, “Suatu hari Rasulullah SAW berdiri di antara kami untuk menyampaikan ceramah di tempat air yang disebut Khumm, antara Makkah dan Madinah.
Beliau memuji dan menyanjung Allah SWT, menyampaikan nasihat dan peringatan, kemudian mengatakan, ‘Ketahuilah, wahai manusia, sesungguhnya aku hanyalah manusia yang tidak lama lagi akan kedatangan utusan Tuhanku lantas aku memperkenankan dan aku meninggalkan di antara kalian dua peninggalan berharga. Yang pertama, Kitabullah. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Terapkanlah Kitab Allah dan berpegang teguhlah padanya.’ Beliau menganjurkan penerapan Kitab Allah dan menekankannya.
Kemudian beliau bersabda, ‘Dan keluargaku. Aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku, aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku, aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku’.”
Hushain bertanya kepada Zaid, “Siapa saja keluarga beliau, hai Zaid? Bukankah istri-istri beliau termasuk keluarga beliau?”
Zaid menjawab, “Istri-istri beliau termasuk keluarga beliau, tetapi keluarga beliau sesungguhnya adalah mereka yang tidak diperkenankan menerima sedekah sepeninggal beliau.”
“Siapa saja mereka?” tanya Hushain lagi.
Zaid menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.”
Hushain bertanya, “Mereka semua tidak diperkenankan menerima sedekah?”
“Ya,” jawabnya (Disampaikan oleh Muslim No. 4425 dari hadits Zaid bin Arqam RA).
Pada redaksi lain (terkait yang dikatakan Nabi SAW di Khumm), “Sesungguhnya aku meninggalkan di antara kalian dua perkara yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Salah satu dari keduanya lebih besar dari yang lain. Yaitu (pertama), Kitab Allah SWT, tali yang menjulur dari langit ke bumi, dan (kedua) keturunanku, keluargaku. Tidaklah keduanya berpisah hingga menemuiku di telaga surga. Maka, perhatikanlah bagaimana kalian sepeninggalku dalam mencintai keduanya.” (Disampaikan oleh At-Tirmidzi No. 3788 dan lainnya, juga dari hadits riwayat Zaid bin Arqam).
Dalam salah satu syairnya, Imam Syafi’i RA mengatakan:
Wahai keluarga Rasulullahcinta kepada kalian semuaadalah kewajiban dari Allah dalam Al-Qur’an yang diturunkan-NyaCukuplah keagungan kedudukan kalianbahwa kalian semuasiapa yang tidak bershalawat kepada kalian tidak sah shalat baginya
Seorang pentahqiq (seseorang yang meneliti nash-nash secara mendalam), semoga Allah melimpahkan manfaat melalui mereka, mengatakan, “Siapa yang mencermati realita dan fakta, dia akan menemukan bahwa keluarga Nabi SAW – secara umum, kecuali sedikit sekali – adalah yang melaksanakan tugas-tugas agama, menyeru kepada syari’at pemimpin para rasul, bertaqwa kepada Tuhan mereka, kalangan terpilih lantaran kesungguhan mereka, menjalin persatuan yang kukuh.
(Sebuah maqalah mengatakan) ‘Siapa yang menyerupai bapaknya, dia bukan seorang yang aniaya.’
Ulama mereka adalah para pemimpin umat dan tokoh terkemuka yang menyingkirkan tindak kezhaliman. Mereka adalah keberkahan bagi umat ini. Mereka menyingkap berbagai kesuraman yang menyelimuti alam. Maka, harus ada di setiap masa dari kalangan mereka yang, lantaran mereka itu, Allah menghindarkan malapetaka dari manusia. Karena, mereka adalah keamanan bagi penduduk bumi, sebagaimana bintang-bintang adalah keamanan bagi penduduk langit.”
Apakah penisbahan kepada beliau SAW bermanfaat, baik di dunia maupun akhirat? Lalu, adakah dalilnya?
Ya, nisbah nasab kepada beliau SAW berguna, di dunia dan akhirat. Dalil yang melandasi hal ini cukup banyak, di antaranya sabda Nabi SAW, “Setiap hubungan nasab dan sabab (hubungan kekeluargaan lantaran pernikahan) terputus pada hari Kiamat kecuali nasabku dan sababku.” – Disampaikan oleh Ibnu Asakir dalam bukunya At-Târîkh (21: 67) dari hadits Ibnu Umar RA. Hadis ini menunjukkan besarnya manfaat penisbahan kepada beliau SAW.
Dalil lainnya adalah hadits yang disampaikan Ath-Thabarani dan lainnya, (dikutip) dari sebuah hadits yang cukup panjang, “Setiap sabab dan nasab terputus pada hari Kiamat, kecuali sababku dan nasabku.” (Disampaikan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 3/44 dan 11/343 dan Al-Ausath 6/357).
Dan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud RA, ia mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda di atas mimbar, ‘Ada apa dengan orang-orang yang mengatakan bahwa keterkaitan nasab dengan Rasulullah SAW tidak berguna bagi kaum beliau di hari Kiamat kelak? Tentu, demi Allah, sesungguhnya keluargaku terjalin di dunia dan akhirat, dan sesungguhnya aku, wahai manusia, adalah yang mendahului kalian ke telaga surga’.” (Disampaikan oleh Ahmad 3/18 dan lainnya dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri RA).
abdkadiralhamid@2015
Sayang kli bisa marjak pake bahasa arab dulu baru di terjemahkan
ReplyDeleteIzinkanlah saya menulis / menebar sejumlah doa, semoga Allaah SWT mengabulkan. Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘alamiin.
ReplyDeleteLebih dan kurang saya mohon maaf. Semoga Allaah SWT selalu mencurahkan kasih sayang kepada KAUM MUSLIM : yang hidup maupun yang mati, di dunia maupun di akhirat ). Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.
Asyhaduu anlaa ilaaha illallaah wa asyhaduu anna muhammadarrasuulullaah
A’uudzubillaahiminasysyaithaanirrajiim
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin,
Arrahmaanirrahiim
Maaliki yaumiddiin,
Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin,
Ihdinashirratal mustaqiim,
Shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghduubi ‘alaihim waladhaaliin
Aamiin
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin, hamdan yuwaafi ni’amahu, wa yukafi mazidahu, ya rabbana lakal hamdu. Kama yanbaghi lii jalaali wajhika, wa ‘azhiimi sulthaanika.
Allaahumma shalli wa sallim wa baarik, ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa wa Maulaanaa Muhammadin wa ikhwaanihii minal anbiyaa-i wal mursaliin, wa azwaajihim wa aalihim wa dzurriyyaatihim wa ash-haabihim wa ummatihim ajma’iin.
ALLAAHUMMAFTAHLII HIKMATAKA WANSYUR ‘ALAYYA MIN KHAZAA INI RAHMATIKA YAA ARHAMAR-RAAHIMIIN.
RABBI INNII LIMAA ANZALTA ILAYYA MIN KHAIRIN FAQIIR.
Rabbana hablana min azwaajina, wa dzurriyyatina qurrata a’yuniw, waj’alna lil muttaqiina imaamaa.
Allaahummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa.
Ya Allaah, tetapkanlah kami selamanya menjadi Muslim, tetapkanlah kami selamanya dalam agama yang kau ridhai – Islam, tetapkanlah kami selamanya menjadi umat dari manusia yang paling engkau muliakan – Sayyidina wa Nabiyyina wa Maulaanaa Muhammad Shallallaahu’alaihi wa aalihi wa shahbihi wa ummatihi, wa baraka wassallam.
Ya Allaah, percepatlah kebangkitan KAUM MUSLIM. Pulihkanlah kejayaan KAUM MUSLIM, Lindungilah KAUM MUSLIM dari kesesatan dan berilah KAUM MUSLIM tempat mulia di akhirat.
Allaahumma innaa nas’aluka salaamatan fiddiini waddun-yaa wal akhirati wa ’aafiyatan fil jasadi wa ziyaadatan fil ‘ilmi wabarakatan firrizqi wa taubatan qablal mauti, wa rahmatan ‘indal mauti, wa maghfiratan ba’dal maut. Allahuma hawwin ‘alainaa fii sakaraatil mauti, wannajaata minannaari wal ‘afwa ‘indal hisaab.
Allaahumma inna nas aluka husnul khaatimah wa na’uudzubika min suu ul khaatimah.
Allaahuma inna nas’aluka ridhaka waljannata wana’uudzubika min shakhkhatika wannaar.
Allaahumma ashlih lanaa diinanal ladzii huwa ‘ishmatu amrina Wa ashlih lanaa dun-yaanal latii fii haa ma’asyunaa. Wa ashlih lanaa aakhiratanal latii ilaihaa ma’aadunaa. Waj’alil hayaata ziyadatan lanaa fii kulli khairin. Waj’alil mauta raahatan lanaa min kulli syarrin
YA ALLAAH, IZINKANLAH SEGALA NAMA DAN GELAR SAYYIDINA WA NABIYYINA WA MAULAANAA MUHAMMAD SHALLALLAAHU’ALAIHI WA AALIHI WA SHABIHI WA UMMATIHI WA BARAKA WAS SALLAM MEWUJUDKAN BERKAH KE SEANTERO SEMESTA – KHUSUSNYA BAGI KAMI, KELUARGA KAMI DAN KAUM MUSLIM.
—— doa khusus untuk PARA NABI, PARA KELUARGANYA, PARA SAHABATNYA, SEMUA YANG BERJASA PADA (PARA) NABI, PARA SALAF AL-SHAALIH, PARA SYUHADA, PARA WALI, PARA HABAIB, PARA IMAM, PARA ULAMA DAN SEMUA YANG BERJASA PADA ISLAM, SERTA SEMUA MUSLIM SALEH YANG (TELAH) WAFAT. Semoga Allaah selalu mencurahkan kasih sayang kepada mereka.
ALLAAHUMMAGHFIRLAHUM WARHAMHUM WA’AAFIHIM WA’FU ‘ANHUM
ALLAAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRAHUM WA LAA TAFTINNAA BA’DAHUM WAGHFIRLANAA WALAHUM
———————
Rabbanaa aatinaa fiddun-yaa hasanataw wa fil aakhirati hasanataw wa qinaa ‘adzaabannaar wa adkhilnal jannata ma’al abraar.
Rabbanaa taqabbal minna innaka antassamii’ul aliimu wa tub’alainaa innaka antattawwaaburrahiim. Washshalallaahu ‘alaa sayyidinaa wa nabiyyinaa wa maulaanaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi wa baraka wassallam.
HASBUNALLAAH WANI’MAL WAKIIL NI’MAL MAULA WANI’MAN NASHIIR.
Subhana rabbika rabbil ‘izzati, ‘amma yasifuuna wa salamun ‘alal anbiyaa-i wal mursaliin, walhamdulillahirabbil ‘aalamiin.
Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.
Ganie, Indra – Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia