"Ketika berdiri di Maqam Ibrahim, adakah anda mengukuhkan niat untuk
tetap berdiri di atas jalan ketaatan kepada Allah dan meninggalkan
jauh-jauh segala maksiat … ?"
"Tidak …”
“Dan ketika shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim adakah anda berniat mengikuti jejak Nabi Ibrahim as. dalam shalat beliau, serta menentang segala bisikan syaitan …?”
“Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak berjabat tangan dengan Hajar Aswad, tidak berdiri di Maqam Ibrahim, dan tidak pula shalat dua rakaat di dalamnya …"
Dan beliau melanjutkan lagi :
"Apakah anda telah mendatangi dan memandangi telaga Zamzam dan minum airnya … ?"
"Ya …"
"Apakah anda, pada saat memandangnya berniat menujukan pandangan anda kepada semua bentuk kepatuhan kepada Allah, serta memejamkan mata terhadap setiap maksiat kepada-Nya … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak memandanginya dan tidak pula minum airnya … !"
Selaujutnya beliau bertanya lagi :
"Apakah anda telah mengerjakan Sa’i antara Shafa dan Marwah, dan berjalan pulang pergi antara kedua bukit itu … ?"
"Ya ... benar …"
"Dan pada saat-saat itu, anda menempatkan diri anda di antara harapan akan rahmat Allah dan ketakutan menghadapi azabNya … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak mengerjakan Sa’i dan tidak berjalan pulang-pergi antara keduanya … !"
Lalu beliau bertanya :
"Anda telah pergi ke Mina … ?"
"Ya …"
"Ketika itu, adakah anda menguatkan niat akan berusaha sungguh-sungguh agar semua orang selalu merasa aman dari gangguan lidah, hati, serta tangan anda sendiri … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda belum pergi ke Mina …! Dan anda telah berwuquf di Arafat …? Mendaki Jabal Rahmah, mengunjungi Wadi Namirah, serta menghadapkan doa-doa kepada Allah swt. di bukit-bukit as-Shakharaat … ?"
"Ya ... benar …"
"Ketika berdiri wuquf di Arafat, adakah anda dalam kesempatan itu, benar-benar menghayati ma’rifat akan kebesaran Allah swt. serta mendalami pengetahuan tentang hakikat ilmu yang akan menghantarkanmu kepadaNya … ? Dan apakah ketika itu anda menyadari benar-benar betapa Allah Yang Maha Mengetahui meliputi segala perbuatan, perasaan, serta kata-kata hati sanubari anda … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika mendaki Jabal Rahmah, adakah anda sepenuhnya mendambakan rahmah Allah bagi setiap orang mukmin, serta mengharapkan bimbingan-Nya atas setiap orang muslim … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika berada di Wadi Namirah, adakah anda berketetapan hati untuk tidak mengamarkan (memerintahkan) sesuatu yang ma’ruf, sebelum anda mengamarkannya pada diri anda sendiri …? Dan tidak melarang seseorang melakukan sesuatu, sebelum anda melarang diri sendiri … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika berdiri di bukit-bukit di sana, adakah anda menyadarkan diri bahwa tempat itu menjadi saksi atas segala kepatuhan pada Allah, dan mencatatnya bersama-sama para Malaikat pencatat, atas perintah Allah, Tuhan sekalian langit … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu anda tidak berwuquf di Arafat, tidak mendaki Jabal Rahmah, tidak mengenal Wadi Namirah, dan tak pula berdoa di tempat-tempat itu … !"
Dan Ali Zainal Abidin bertanya lagi :
"Apakah anda telah melewati kedua bukit al-Alamain, dan mengerjakan dua rakaat shalat sebelumnya, dan setelah itu meneruskan perjalanan ke Muzdalifah; memungut batu-batu di sana, kemudian melewati Masy’arul’Haram … ?"
"Ya …"
"Dan ketika shalat dua rakaat, adakah anda meniatkannya sebagai shalat syukur, pada malam menjelang tanggal sepuluh Dzul-Hijjah, dengan mengharapkan tersingkirnya segala kesulitan serta datangnya segala kemudahan … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika lewat di antara kedua bukit itu dengan sikap lurus tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri, adakah anda saat itu meneguhkan niat untuk tidak bergeser (menyeleweng) dari Agama Islam, agama yang haq, baik ke arah kanan atau pun kiri, tidak dengan hatimu, tidak pula dengan lidahmu, atau pun dengan semua gerak-gerik anggota tubuhmu yang lain … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika menuju Muzdalifah, dan memungut batu-batu di sana, adakah anda berniat membuang jauh-jauh dari dirimu segala macam maksiat dan kejahilan terhadap Allah swt, dan sekaligus menguatkan hatimu untuk tetap mengejar ilmu dan amal yang diridhai Allah … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika melewati al-Masy’arul-Haram, adakah anda mengisyaratkan kepada diri anda sendiri, agar bersyi’ar seperti orang-orang yang penuh takwa dan takut kepada Allah Azza wa Jalla … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak melewati ‘Alamain, tidak shalat dua rakaat, tidak berjalan ke Muzdalifah, tidak memungut batu-batu di sana, dan tidak pula lewat di Masy’ar-ul-Haram … !"
Dan beliau melanjutkan :
"Wahai Syibli, apakah anda telah mencapai Mina, melempar Jumrah, mencukur rambut, menyembelih kurban, bershalat di masjid Khaif; kemudian kembali ke Makkah dan mengerjakan tawaf Ifadhah (Ifadhah adalah berangkat dan betemu kembali dari sesuatu tempat ke tempat lainnya. Yang dimaksudkan di sini ialah thawaf yang dikerjakan setelah berangkat dan pulang dari ‘Arafat) … ?"
"Ya ... benar …"
"Ketika sampai di Mina, dan melempar Jumrah, adakah anda berketetapan hati bahwa anda kini telah sampai ke tujuan, dan bahwa Tuhanmu telah memenuhi untukmu segala hajatmu … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat melempar Jumrah, adakah anda meniatkan dalam hati, bahwa dengan itu anda melempar musuh yang ramai , yaitu Iblis, serta memeranginya dengan disempurnakannya ibadah hajimu yang amat mulia itu … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat mencukur rambut, adakah anda berketetapan hati bahwa dengan itu anda telah mencukur dari dirimu segala kenistaan, dan bahwa anda telah keluar dari segala dosa-dosa seperti ketika baru lahir dari perut ibumu … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika shalat di masjid Khaif, adakah anda berniat untuk tidak memiliki perasaan khauf (takut) kecuali kepada Allah swt. serta dosa-dosamu sendiri …? Dan bahwa anda tiada mengharapkan sesuatu kecuali rahmat Allah … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat memotong hewan kurban, adakah anda berniat memotong urat ketamakan dan kerakusan, dan berpegang pada sifat wara’ yang sesungguhnya … ? Dan bahwa anda mengikuti jejak Nabi Ibrahim as. yang rela memotong leher putra kecintaannya, buah-hatinya dan penyegar jiwanya, agar menjadi teladan bagi manusia sesudahnya, semata-mata demi mengikuti perintah Allah swt … ?"
"Tidak…"
"Dan ketika kembali ke Makkah, dan mengerjakan tawaf Ifadhah, adakah anda meniatkan berifadhah dari pusat rahmat Allah, kembali kepada kepatuhan terhadapNya, berpegang teguh pada kecintaan kepadaNya, menunaikan segala perintahNya, serta bertaqarrub selalu kepada-Nya … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak mencapai Mina, tidak melempar Jumrah, tidak mencukur rambut, tidak menyembelih kurban, tidak mengerjakan manasik, tidak bershalat di masjid Khaif, tidak bertawaf thawaful-Ifadhah, dan tidak pula mendekat kepada Tuhanmu … Kembalilah … Kembalilah … Sebab Anda sesungguhnya belum menunaikan haji Anda … !!"
"Tidak …”
“Dan ketika shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim adakah anda berniat mengikuti jejak Nabi Ibrahim as. dalam shalat beliau, serta menentang segala bisikan syaitan …?”
“Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak berjabat tangan dengan Hajar Aswad, tidak berdiri di Maqam Ibrahim, dan tidak pula shalat dua rakaat di dalamnya …"
Dan beliau melanjutkan lagi :
"Apakah anda telah mendatangi dan memandangi telaga Zamzam dan minum airnya … ?"
"Ya …"
"Apakah anda, pada saat memandangnya berniat menujukan pandangan anda kepada semua bentuk kepatuhan kepada Allah, serta memejamkan mata terhadap setiap maksiat kepada-Nya … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak memandanginya dan tidak pula minum airnya … !"
Selaujutnya beliau bertanya lagi :
"Apakah anda telah mengerjakan Sa’i antara Shafa dan Marwah, dan berjalan pulang pergi antara kedua bukit itu … ?"
"Ya ... benar …"
"Dan pada saat-saat itu, anda menempatkan diri anda di antara harapan akan rahmat Allah dan ketakutan menghadapi azabNya … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak mengerjakan Sa’i dan tidak berjalan pulang-pergi antara keduanya … !"
Lalu beliau bertanya :
"Anda telah pergi ke Mina … ?"
"Ya …"
"Ketika itu, adakah anda menguatkan niat akan berusaha sungguh-sungguh agar semua orang selalu merasa aman dari gangguan lidah, hati, serta tangan anda sendiri … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda belum pergi ke Mina …! Dan anda telah berwuquf di Arafat …? Mendaki Jabal Rahmah, mengunjungi Wadi Namirah, serta menghadapkan doa-doa kepada Allah swt. di bukit-bukit as-Shakharaat … ?"
"Ya ... benar …"
"Ketika berdiri wuquf di Arafat, adakah anda dalam kesempatan itu, benar-benar menghayati ma’rifat akan kebesaran Allah swt. serta mendalami pengetahuan tentang hakikat ilmu yang akan menghantarkanmu kepadaNya … ? Dan apakah ketika itu anda menyadari benar-benar betapa Allah Yang Maha Mengetahui meliputi segala perbuatan, perasaan, serta kata-kata hati sanubari anda … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika mendaki Jabal Rahmah, adakah anda sepenuhnya mendambakan rahmah Allah bagi setiap orang mukmin, serta mengharapkan bimbingan-Nya atas setiap orang muslim … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika berada di Wadi Namirah, adakah anda berketetapan hati untuk tidak mengamarkan (memerintahkan) sesuatu yang ma’ruf, sebelum anda mengamarkannya pada diri anda sendiri …? Dan tidak melarang seseorang melakukan sesuatu, sebelum anda melarang diri sendiri … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika berdiri di bukit-bukit di sana, adakah anda menyadarkan diri bahwa tempat itu menjadi saksi atas segala kepatuhan pada Allah, dan mencatatnya bersama-sama para Malaikat pencatat, atas perintah Allah, Tuhan sekalian langit … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu anda tidak berwuquf di Arafat, tidak mendaki Jabal Rahmah, tidak mengenal Wadi Namirah, dan tak pula berdoa di tempat-tempat itu … !"
Dan Ali Zainal Abidin bertanya lagi :
"Apakah anda telah melewati kedua bukit al-Alamain, dan mengerjakan dua rakaat shalat sebelumnya, dan setelah itu meneruskan perjalanan ke Muzdalifah; memungut batu-batu di sana, kemudian melewati Masy’arul’Haram … ?"
"Ya …"
"Dan ketika shalat dua rakaat, adakah anda meniatkannya sebagai shalat syukur, pada malam menjelang tanggal sepuluh Dzul-Hijjah, dengan mengharapkan tersingkirnya segala kesulitan serta datangnya segala kemudahan … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika lewat di antara kedua bukit itu dengan sikap lurus tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri, adakah anda saat itu meneguhkan niat untuk tidak bergeser (menyeleweng) dari Agama Islam, agama yang haq, baik ke arah kanan atau pun kiri, tidak dengan hatimu, tidak pula dengan lidahmu, atau pun dengan semua gerak-gerik anggota tubuhmu yang lain … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika menuju Muzdalifah, dan memungut batu-batu di sana, adakah anda berniat membuang jauh-jauh dari dirimu segala macam maksiat dan kejahilan terhadap Allah swt, dan sekaligus menguatkan hatimu untuk tetap mengejar ilmu dan amal yang diridhai Allah … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika melewati al-Masy’arul-Haram, adakah anda mengisyaratkan kepada diri anda sendiri, agar bersyi’ar seperti orang-orang yang penuh takwa dan takut kepada Allah Azza wa Jalla … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak melewati ‘Alamain, tidak shalat dua rakaat, tidak berjalan ke Muzdalifah, tidak memungut batu-batu di sana, dan tidak pula lewat di Masy’ar-ul-Haram … !"
Dan beliau melanjutkan :
"Wahai Syibli, apakah anda telah mencapai Mina, melempar Jumrah, mencukur rambut, menyembelih kurban, bershalat di masjid Khaif; kemudian kembali ke Makkah dan mengerjakan tawaf Ifadhah (Ifadhah adalah berangkat dan betemu kembali dari sesuatu tempat ke tempat lainnya. Yang dimaksudkan di sini ialah thawaf yang dikerjakan setelah berangkat dan pulang dari ‘Arafat) … ?"
"Ya ... benar …"
"Ketika sampai di Mina, dan melempar Jumrah, adakah anda berketetapan hati bahwa anda kini telah sampai ke tujuan, dan bahwa Tuhanmu telah memenuhi untukmu segala hajatmu … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat melempar Jumrah, adakah anda meniatkan dalam hati, bahwa dengan itu anda melempar musuh yang ramai , yaitu Iblis, serta memeranginya dengan disempurnakannya ibadah hajimu yang amat mulia itu … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat mencukur rambut, adakah anda berketetapan hati bahwa dengan itu anda telah mencukur dari dirimu segala kenistaan, dan bahwa anda telah keluar dari segala dosa-dosa seperti ketika baru lahir dari perut ibumu … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika shalat di masjid Khaif, adakah anda berniat untuk tidak memiliki perasaan khauf (takut) kecuali kepada Allah swt. serta dosa-dosamu sendiri …? Dan bahwa anda tiada mengharapkan sesuatu kecuali rahmat Allah … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat memotong hewan kurban, adakah anda berniat memotong urat ketamakan dan kerakusan, dan berpegang pada sifat wara’ yang sesungguhnya … ? Dan bahwa anda mengikuti jejak Nabi Ibrahim as. yang rela memotong leher putra kecintaannya, buah-hatinya dan penyegar jiwanya, agar menjadi teladan bagi manusia sesudahnya, semata-mata demi mengikuti perintah Allah swt … ?"
"Tidak…"
"Dan ketika kembali ke Makkah, dan mengerjakan tawaf Ifadhah, adakah anda meniatkan berifadhah dari pusat rahmat Allah, kembali kepada kepatuhan terhadapNya, berpegang teguh pada kecintaan kepadaNya, menunaikan segala perintahNya, serta bertaqarrub selalu kepada-Nya … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak mencapai Mina, tidak melempar Jumrah, tidak mencukur rambut, tidak menyembelih kurban, tidak mengerjakan manasik, tidak bershalat di masjid Khaif, tidak bertawaf thawaful-Ifadhah, dan tidak pula mendekat kepada Tuhanmu … Kembalilah … Kembalilah … Sebab Anda sesungguhnya belum menunaikan haji Anda … !!"
0 Response to "Hikmah Ibadah Haji (Sayyidina Ali Zainal Abidin r.a.)"
Posting Komentar
Silahkan komentar yg positip