Tarekat Bani Alawi adalah Thoriqoh Kaum Sufi
Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba Alawi (penulis buku Ar-Rosyafât) pernah ditanya, "Apa dan bagaimana thoriqoh Bani Alawi (Sâdah Âl Abiy 'Alawiy) itu? Apakah cukup didefinisikan dengan ittibâ' (mengikuti) Quran dan sunah? Apakah di antara mereka terdapat perbedaan pendapat? Apakah thoriqoh mereka bertentangan dengan thoriqoh- thoriqoh yang lain?"
Beliau menjawab, "Ketahuilah, sesungguhnya thoriqoh Bani Alawi merupakan salah satu thoriqoh kaum sufi yang asasnya adalah ittibâ' (mengikuti) Quran dan sunah, puncaknya (ro'suhâ/intinya) adalah sidqul iftiqôr (benar-benar merasa butuh kepada Allah) dan syuhûdul minnah (bersaksi bahwa semuanya merupakan karunia Allah). Thoriqoh ini mengikuti (ittibâ') manshûsh [1] dengan cara khusus dan menyempurnakan semua dasar (ushûl) untuk menyegerakan wushûl.
Jadi thoriqoh Bani Alawi lebih dari sekedar mengikuti Quran dan Sunah secara umum dengan mempelajari hukum-hukum zhohir. Pokok bahasan ilmu ini sifatnya umum dan universal, sebab tujuannya adalah untuk menyusun aturan yang juga mengikat orang-orang bodoh dan kaum awam lainnya. Tidak diragukan, bahwa kedudukan manusia dalam agama berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan ilmu khusus untuk orang-orang khusus, yakni ilmu yang menjadi pusat perhatian kaum khowwash: ilmu yang membahas hakikat takwa dan perwujudan ikhlas. Demikian itulah jalan lurus (shirôthol mustaqîm) yang lebih tipis dari sehelai rambut.
Sesungguhnya ilmu tasawuf tidak cukup disampaikan secara umum, bahkan setiap bagian darinya perlu didefinisikan secara khusus. Demikian itulah ilmu tasawuf, ilmu yang oleh kaum sufi digunakan sebagai kendaraan untuk menghampiri Allah Ta'âlâ. Zhohir jalan kaum sufi adalah ilmu dan amal, sedangkan batinnya adalah kesungguhan (sidq) dalam ber-tawajjuh kepada Allah Ta'âlâ dengan mengamalkan segala perbuatan yang diridhoi-Nya dengan cara yang diridhoi-Nya.
[1] Manshûsh adalah semua yang disyariatkan.
Jalan ini menghimpun semua akhlak luhur dan mulia, menyingkirkan sifat-sifat hina dan tercela. Puncak tujuannya adalah untuk meraih kedekatan dengan Allah dan fath. Jalan ini mengajarkan seseorang untuk menyandang sifat-sifat mulia dan beramal saleh, serta mewujudkan (tahqîq) asrôr, maqômât dan ahwâl. Thoriqoh ini diwariskan oleh kaum sholihin kepada orang-orang saleh dengan pengamalan, dzauq dan tindak-tanduk, sesuai fath, kemurahan dan karunia yang diberikan Allah sebagaimana syairku dalam Ar-Rasyafât:
Orang yang menguasai semua ilmu syariat
namun tidak merasakan manisnya makrifat
maka dia lalai dan lelap dalam tidurnya
Takutlah kepadanya, seperti takutnya orang
yang kebingungan
ketika menghadapi ancaman maut dan segala yang menakutkan
Makrifat diraih berkat curahan karunia Ilahi
atau fath
setelah usaha sungguh-sungguh,
bukan dari riwayat yang disampaikan makhluk
dan buku, juga bukan dari tutur kata manusia.
Sungguh beruntung orang yang baik persiapannya
dan hatinya bebas dari perbudakan makhluk-Nya
Petunjuk akan menetap di benaknya Ia pun merasakan sepercik makrifat di hatinya
Sungguh sepercik (makrifat) dari gelas yang disegel
telah memenuhi hati dengan berbagai ilmu,
melindungi pemahaman dari keraguan dan membebaskan akal dari segala belenggu
Ketahuilah, thoriqoh Bani Alawi ini: zhohir-nya adalah ilmu-ilmu agama dan amal, sedangkan batinnya adalah men-tahqîq berbagai maqôm dan ahwâl. Adab thoriqoh ini adalah menjaga asrôr, dan timbul ghirah jika asrôr tadi diungkapkan. Jadi, zhohir thoriqoh Bani Alawi adalah ilmu dan amal di atas jalan lurus sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghozali. Dan bathin thoriqohnya adalah tahqîqul haqîqoh dan tajrîdut tauhîd sebagaimana dijelaskan dalam thoriqoh Syadziliyah.
Ilmu Bani Alawi adalah ilmunya kaum (sufi) dan rusûm mereka menghapus rusûm. Mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan semua amal. Mereka juga mengikat perjanjian ('ahd), mengucapkan talqîn, mengenakan khirqoh, menjalani kholwat, riyâdhoh, mujâhadah, dan mengikat tali persaudaraan. Mujâhadah terbesar mereka adalah penyucian hati, persiapan untuk menghadang karunia-karunia Ilahi dengan menempuh jalan nan lurus, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta'âlâ dengan menjalin persahabatan dengan orang-orang yang memiliki petunjuk (ahlil irsyâd).
Dengan tawajuh yang sidq, Allah pasti akan memberikan karunia-Nya. Dan dengan perjuangan yang sungguh-sungguh Allah pasti akan memberikan fath. Allah berfirman:
"Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami, pasti akan Kami tunjukkan (kepada mereka) jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang suka berbuat baik." (QS Al-Ankabut, 29:69)
Sumber thoriqoh Bani Alawi adalah thoriqoh Madîniyyah, yakni thoriqoh Syeikh Abu Madyan Syu'aib Al-Maghrobi. Sedangkan pusat dan sumber hakikat thoriqoh Bani Alawi adalah Al-Fardu Al-Ghauts Syeikh Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba Alawi Al-Huseini Al-Hadhromi.
Thoriqoh ini diturunkan oleh orang-orang saleh yang memiliki maqômât dan ahwâl, dan merupakan thoriqoh tahqîq (pengamalan dan pembuktian), dzauq dan asrôr. Oleh karena itu, mereka memilih bersikap khumûl, menyembunyikan diri, dan tidak meninggalkan tulisan tentang thoriqoh ini. Mereka mengambil sikap demikian sampai zaman Alaydrus (Habib Abdullah Alaydrus bin Abubakar As-Sakran) dan adik beliau Syeikh Ali (bin Abubakar As-Sakran).
Setelah banyak yang melakukan perjalanan, maka ruang gerak (Alawiyin) semakin luas. Yang dekat dapat saling berhubungan, tapi tidak demikian halnya dengan yang jauh. Karena itu dibutuhkan usaha untuk menyusun buku dan memberikan penjelasan. Alhamdulillâh, muncullah beberapa karya yang melapangkan dada dan menyenangkan hati, seperti: Al-Kibrîtul Ahmar, Al-Juz-ul lathîf, Al-Ma'ârij, Al-Barqoh, dan karya-karya lain yang cukup banyak dan masyhur.
Dikutip Putera Riyadi dari:
Al-'Uqûdul Lu`lu`iyyah fî Bayâni Thorîqotis Sâdatil 'Alawiyyah
Habib Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Syeikh Al-Habsyi
abdkadiralhamid@2013
0 Response to "Tarekat Bani Alawi adalah Thoriqoh Kaum Sufi"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip