Keadaan dan Aktifitas Ruh di Alam Kubur
Ada beberapa kitab yang menjelaskan
tentang keadaan di alam kubur dan aktifitas yang dilakukan oleh orang
yang sudah meninggal di dalamnya, di antaranya adalah kitab "Maroqissu’udiyyah" dan kitab "Syarhussudur bisyarhi halil mauta wal qubur" karangan al-Imam al-Suyuthi.
Dalam kitab tersebut dijelaskan tentang
rangkaian perjalanan kita mulai dari alam ruh sampai ke alam akhirat.
Meskipun sebagian alam belum kita alami, tapi kita harus mempercayai
akan kebenarannya. Penjelasan di dalam kitab-kitab tersebut berdasarkan
al-Qur’an dan apa yang disampaikan dan dijelaskan Rasulullah di dalam
haditsnya.
Orang yang sudah meninggal, hakikatnya
dia hanya berpindah alam dari alam dunia menuju alam barzakh (kubur),
jadi sesudah meninggal bukan berarti urusannya sudah selesai dan tidak
ada kelanjutannya, Allah SWT berfirman:
{وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتاً بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ} [آل عمران: 169]
Artinya:
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki (QS. Ali Imran: 169).
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki (QS. Ali Imran: 169).
Orang yang sudah meninggal masih bisa
beraktifitas di alam kubur, dia hanya beristirahat di dalamnya, menurut
para ahli tafsir, firman Allah yang menyatakan bahwa orang-orang yang
gugur di jalan Allah mendapat rizki dari Allah itu menandakan bahwa
mereka masih hidup di alam berikutnya, namun bagaimana bentuk jasad
mereka di alam selanjutnya, itu yang tidak bisa dijangkau oleh akal dan
mata manusia.
Alam barzakh adalah sebagai batu
loncatan untuk menuju alam yang lebih kekal yaitu akhirat, dan merupakan
ujian pertama yang harus dijalani setiap orang, jika di sini sukses
maka di akhirat juga akan sukses, namun kesuksesan di sini tergantung
keadaan dia pada waktu di dunia, atau jika ada yang membantunya dari
dunia.
Mengenai keadaan di alam barzakh dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ubaidah dari Jabir bahwa suatu
ketika Rasulullah SAW sedang berjalan bersama seorang sahabat dan
melewati dua buah makam, kemudian Beliau berhenti sejenak dan mengatakan
bahwa kedua penghuni makam tersebut sedang disiksa, salah satunya
karena perbuatan adu domba, dan yang lainnya karena pada waktu buang air
kecil tidak sempurna dalam membersihkannya, dalam riwayat lain
disebutkan karena tidak memakai penutup pada waktu buang air kecil.
Hadits di atas menjelaskan bahwa dalam
alam kubur ada siksaan, maka dari itu mereka memerlukan bantuan, karena
mereka tidak bisa melakukan sesuatu untuk menambah amalannya, namun
tambahan amalannya bisa bertambah dengan dipasok dan dikirim dari orang
yang masih hidup atau dari amalannya ketika masih hidup, hal ini sesuai
dengan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim bahwa
ketika manusia sudah meninggal maka terputuslah amalannya, kecuali tiga
hal, yaitu:
1. Shodaqoh jariyyah
2. Ilmu yang bermanfaat
3. Anak sholeh yang mendo’akannya
Tentang
aktifitas ruh dari mayit yang mengharapkan kiriman amal dari keluarganya
memang benar, banyak hadits yang menjelaskan tentang hal tersebut, di
antaranya adalah sabda Rasulullah SAW:
«تُعْرَضُ
الْأَعْمَالُ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ وَالخَمِيْسِ عَلَى اللهِ وَتُعْرَضُ
عَلَى الْأَنْبِيَاءِ وَعَلَى الْآبَاءِ وَالْأُمَّهَاتِ يَوْمَ الجُمُعَةِ
فَيَفْرَحُوْنَ بِحَسَنَاتِهِمْ وَتَزْدَادُ وُجُوْهُهُمْ بَيَاضًا
وَإِشْرَاقًا فَاتَّقُوا اللهَ وَلَا تُؤْذُوْا مَوْتَاكُمْ» (رواه الحكيم(.
Artinya:
Amal-amal perbuatan (para hamba) akan dilaporkan kepada Allah pada hari Senin dan Kamis, dan akan dilaporkan kepada para nabi, ayah-ayah, dan ibu-ibu mereka pada hari Jum’at. Mereka akan merasa gembira dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukan hamba tersebut, dan wajah-wajah mereka pun semakin berseri-seri. Maka bertakwalah kepada Allah dan jangan kalian sakiti keluarga kalian yang sudah meninggal (dengan perbuatan-perbuatan kalian yang buruk). (HR. Hakim)
Amal-amal perbuatan (para hamba) akan dilaporkan kepada Allah pada hari Senin dan Kamis, dan akan dilaporkan kepada para nabi, ayah-ayah, dan ibu-ibu mereka pada hari Jum’at. Mereka akan merasa gembira dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukan hamba tersebut, dan wajah-wajah mereka pun semakin berseri-seri. Maka bertakwalah kepada Allah dan jangan kalian sakiti keluarga kalian yang sudah meninggal (dengan perbuatan-perbuatan kalian yang buruk). (HR. Hakim)
Hadits di atas menjelaskan bahwa setiap
hari Senin dan Kamis amal kita diangkat dan dilaporkan kepada Allah,
oleh karena itu Rasulullah suka berpuasa pada hari Senin dan Kamis serta
menganjurkan umatnya untuk berpuasa pada hari itu, karena Beliau ingin
agar ketika amalnya diangkat dan dilaporkan kepada Allah, Beliau dan
umatnya dalam keadaan yang baik dan sedang berpuasa.
Adapun kalau hari Jum’at, amal-amal
tersebut akan diperlihatkan kepada para nabi, dan orang tua mereka, jika
amalnya baik, maka akan membuat mereka senang, tapi sebaliknya jika
amalnya jelek, maka mereka akan merasa sedih.
Dalam sebuah riwayat yang disebutkan
oleh Ibnul Mubarok dari Utsman bin Abdullah bin Aus, bahwa pada suatu
saat sahabat Sa’id bin Jubair bertanya kepada keponakannya yang
merupakan istri dari Utsman, “Bagaimana perlakuan suamimu kepadamu?”,
kemudian dia menjawab, “Sesungguhnya dia berusaha semampunya untuk
memperlakukanku dengan baik”. Kemudian Sa’id bin Jubair mendatangi
Utsman dan berkata kepadanya, “ Wahai Utsman, berbuat baiklah kepada
istrimu, karena tidaklah kamu berbuat sesuatu kecuali akan datang Amar
bin Aus (yang sudah meninggal) untuk melihat apa yang kamu lakukan”.
Kemudian saya bertanya, “Apakah berita tentang orang yang masih hidup
bisa sampai kepada orang yang sudah meninggal?”, kemudian Sa’id
menjawab, “Ya, tidaklah seseorang yang mempunyai saudara kecuali akan
sampai kabar saudara tersebut kepadanya, jika kabarnya baik, maka dia
akan merasa senang karenanya, dan jika jelek, maka dia akan merasa sedih
dan sakit hati”.
Oleh karena itu kita berusaha bagaimana
kita menjadi orang yang membahagiakan keluarga kita yang sudah meninggal
dengan melakukan perbuatan yang baik, khususnya pada malam Jum’at.
Dalam akidah al-Imam Ahmad bin Hanbal,
dijelaskan bahwa seseorang yang sudah meninggal dunia akan sangat senang
jika pada malam Jum’at keluarganya mendo’akannya, dan membacakan
al-Qur’an untuknya. Beliau menyebutkan sebuah riwayat mengisahkan bahwa
Malik bin Dinar RA bertemu dengan seseorang kemudian malamnya bermimpi
bertemu dengan temannya yang sudah meninggal, kemudian temannya tadi
berkata kepada Malik bin Dinar dalam mimpinya, “Saya akan merasa senang
jika ada seorang teman yang membaca al-Qur’an atau dzikir kemudian
pahalanya dihadiahkan kepadaku”. Kemudian dia terbangun, setelah itu
pada malam Jum’at dia membaca al-Qur’an dan dzikir yang pahalanya
dihadiahkan kepada temannya yang sudah meninggal. Setelah itu dia
bermimpi kembali, dan dalam mimpinya dia mendengar sebuah hatif
(suara tanpa rupa) yang mengatakan, “Kamu memiliki cahaya yang sinarnya
sangat kuat dan tidak bisa dijangkau oleh siapapun”, Malik bin Dinar
bertanya, “Kenapa bisa begitu?”. Suara tadi menjawab, “Karena kamu telah
membaca al-Qur’an dan dzikir yang pahalanya kau hadiahkan kepada orang
yang sedang membutuhkannya, dan kamu juga dibangunkan di surga sebuah
rumah dari cahaya”. Kemudian Malik bin Dinar terbangun dan bersyukur
bahwa apa yang sudah dilakukan untuk temannya diterima oleh Allah SWT.
Hari Jum’at adalah merupakan hari yang istimewa bagi kita, dan merupakan hari ‘ied bagi umat muslim, dalam hadits disebutkan:
«وَسَيِّدُ الْأَيَّامِ يَوْمَ الجُمُعَةِ» (رواه الطبراني)
Artinya:
Dan pimpinannya hari adalah hari Jum’at. (HR. Thabrani)
Jadi dari hadits dan kisah di atas bisa
kita ketahui bahwa orang yang sudah meninggal sangat membutuhkan suplai
dari kita, baik berupa bacaan al-Qur’an, dzikir, do’a, dan lain
sebagainya, khususnya pada hari Jum’at. Bahkan dikatakan oleh orang
soleh bahwa kalau kita bermimpi bertemu orang yang sudah meninggal
dunia, menandakan bahwa orang tersebut sedang membutuhkan kiriman amal
dari kita.
Sebagaimana yang dijelaskan di atas
bahwa orang yang sudah meninggal buku amalnya sudah ditutup, dan dia
tidak bisa berbuat apa-apa untuk menambah amalnya, tapi bisa dibantu
dari faktor lain sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas, dan
kita sebagai umat yang berfaham ahlissunnah wal jama’ah harus meyakini
adanya syafa’at yang bisa menolong mayit, baik syafa’at dari Rasulullah
atau yang lainnya, seperti guru, teman, dan lain-lain yang tentunya atas
izin Allah.
Dalam sebuah hadits juga disebutkan
bahwa suatu saat Rasulullah menancapkan pelepah kurma di atas sebuah
kuburan dengan tujuan untuk meringankan siksa yang sedang dialami oleh
penghuni kuburan itu. Ini merupakan salah satu bukti bahwa syafa’at atau
pertolongan untuk mayit itu ada bahkan pada waktu masih di dunia.
Wallahu a’lam bisshowab
2014@abdkadiralhamid
Ya alloh
ReplyDeleteTakbir
ReplyDelete