//

Konsep Ajaran Abu Mansur al-Hallaj

Konsep Ajaran Abu Mansur al-Hallaj


1. Sekilas Tentang Abu Mansur al-Halllaj 


Nama lengkapnya adalah Abu al-Mughist al-Hasan bin Mansur bin Muhammad al-Baidhawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia pada tahun 244 H (857-858 M), ia tumbuh dewasa di kota Wasith, dekat Baghdad. Al-Hallaj bukan orang Arab melainkan keturunan Persia. Kakeknya bernama Muhammad, seorang majuzi taat. Namun ayahnya yang kemudian berpindah menjadi pemeluk agama Islam. Pada usia 16 tahun, ia belajar pada seorang yang terkenal pada saat itu, yaitu Sahl bin Abdullah at-Tusturi di Ahwas. Dua tahun kemudian ia pergi ke Basrah dan berguru pada Amr al-Makki yang juga seorang sufi, dan pada tahun 878 M, ia memasuki kota Baghdad dan belajar kepada Junaid. Setelah itu, ia pergi mengembara dari satu negeri ke negeri yang lain, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf. Al-Hallaj selalu berpindah-pindah dalam pengembaraan yang panjang. Selama dalam pengembaraannya ia telah menunaikan ibadah haji tiga kali, dan kemudian menetap di Baghdad dan mengajarkan ajaran-ajaran tasawuf yang berbeda dengan tasawuf sebelum dan sezamannya. Ungkapan ana al-Haqq adalah ungkapan al-Hallaj yang tidak dapat dimaafkan oleh ulama fiqh karena dianggap murtad. Dan itulah yang menjadi alasan untuk mengajarkannya. Setahun kemudian ia meloloskan diri dari penjara, tetapi empat tahun kemudian ia tertangkap lagi. Delapan tahun dalam penjara tidak melunturkan pendiriannya akhirnya pada tahun 921 M, ia divonis hukuman mati dengan mula-mula dipukuli, dicambuk, dengan cemeti, lalu disalib. Kedua kaki dan tangannya dipotong dan lehernya dipenggal. Setelah itu tubuhnya dibiarkan tergantung di pintu gerbang kota Baghdad. Dalam suatu riwayat yang lain disebutkan bahwa, setelah dipenjara delapan tahun, al-Hallaj dihukum gantung, ia dicambuk seribu kali tanpa mengadu kesakitan lalu dipenggal kepalanya. Namun, sebelum dipancung, ia meminta shalat dua rakaat. Setelah itu, kaki dan tangannya dipotong, lalu badannya digulung dalam tikar bambu lalu dibakar dan abunya dibuang ke sungai, sedangkan kepalanya dibawa ke Khurasan untuk dipertontonkan. 

2. Ajaran al-Hulul Abu Mansur al-Hallaj 

Hulul berarti penempatan, penyinaran, dan penurunan. Sedangkan menurut istilah Hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan. Ia menakwilkan QS. al-Baqarah:34: Terjemahnya:

“Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada malaikat, “sujudlah kamu kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Ia enggan dan takabbur dan ia termasuk golongan kafir”

Bahwa Allah memberi perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam. Karena yang berhak untuk diberi sujud hanyalah Allah, maka al-Hallaj memahami bahwa dalam diri Adam ada unsur ketuhanan. Jika Nasut Allah mengandung tabiat seperti manusia, yang terdiri atas roh dan jasad, lahut itu dapat bersatu dengan manusia dengan cara menempati tubuh setelah sifat-sifat kemanusiaannya hilang. Al-Hallaj mengajarkan bahwa Tuhan memiliki sifat lahut (keilahian) dan nasut (kemanusiaan), demikian pula manusia melalui maqamat, manusia mampu ketingkat fana’ dimana manusia telah menghilangkan nasutnya dan meningkatlah lahut yang mengontrol dan menjadi inti kehidupan. Yang demikian itu memungkinkan untuk hululnya Tuhan dalam dirinya, atau Tuhan menitis kepada yang dipilih-Nya melalui titik sentral manusia yaitu roh. Al-Hallaj mengatakan dalam syairnya “Jiwa disatukan dengan jiwaku sebagaimana anggur disatukan dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yang menyentuh engkau, ia pun menyentuhku. Dan ketika itu dalam tiap hal engkau adalah aku. Aku adalah ia yang kucintai, dan ia yang kucintai adalah aku. Kami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh. Jika engkau lihat, engkau lihat ia. Dan jika engkau lihat ia,engkau lihat kami” Dan al-Hallaj pun mengatakan bahwa:

“Bila engkau tidak mengenal Allah setidaknya engkau mengetahui tanda-tandanya. Akulah tanda-tanda itu, Akulah kebenaran sejati (ana al-Haq), Sahabat-sahabat dan guru-guru adalah iblis dan fir’aun, Iblis telah diancam dengan kesalahannya, Fir’aun telah ditengelamkan ke dasar laut, Tapi tidak mau mengakui kekafirannya, Dan aku mesti dibunuh dan disalib, Dan meski kaki dan tanganku dipatahkan, Aku tidak akan mengaku salah.”

Menurut al-Hallaj, apabila jiwa seseorang telah suci dalam menempuh hidup kerohanian, akan naiklah tingkat hidupannya dari satu maqam ke maqam yang lain. Setelah sampai pada tingkatan yang paling tinggi, maka Tuhan akan menjelma dalam dirinya, sehingga apa yang dilakukannya merupakan perbuatan Tuhan. Ungkapan ana al-haqq bukanlah bermakna tekstual. Namun pada hakekatnya kata-kata tersebut adalah yang ia ucapkan melalui lidahnya.



abdkadiralhamid@2012

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Konsep Ajaran Abu Mansur al-Hallaj"

  1. Setinggi apapun maqam kita,kita tidak akan pernah menyatu secara utuh dgn Allah. Tidak ada 1 mediapun termasuk roh sanggup secara utuh menerima kehadiran Allah. Dia terlalu besar untuk ada dalam suatu benda.

    ReplyDelete

Silahkan komentar yg positip