Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq
Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq - Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin - Husain - Fatimah Az-Zahro - Muhammad SAW
Ja'far ash-Shadiq
(Bahasa Arab: جعفر الصادق)
Nama lengkapnya adalah Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib. Ia lahir di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah / 20 April 702 Masehi (M), dan meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah / 13 Desember 765 M. Ja'far yang juga dikenal dengan julukan Abu Abdillah dimakamkan di Pekuburan Baqi', Madinah. Ia merupakan ahli ilmu agama dan ahli hukum Islam (fiqih). Aturan-aturan yang dikeluarkannya menjadi dasar utama bagi mazhab Ja'fari atau Dua Belas Imam; ia pun dihormati dan menjadi guru bagi kalangan Sunni karena riwayat yang menyatakan bahwa ia menjadi guru bagi Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi) dan Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki).
(Bahasa Arab: جعفر الصادق)
Nama lengkapnya adalah Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib. Ia lahir di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah / 20 April 702 Masehi (M), dan meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah / 13 Desember 765 M. Ja'far yang juga dikenal dengan julukan Abu Abdillah dimakamkan di Pekuburan Baqi', Madinah. Ia merupakan ahli ilmu agama dan ahli hukum Islam (fiqih). Aturan-aturan yang dikeluarkannya menjadi dasar utama bagi mazhab Ja'fari atau Dua Belas Imam; ia pun dihormati dan menjadi guru bagi kalangan Sunni karena riwayat yang menyatakan bahwa ia menjadi guru bagi Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi) dan Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki).
Kelahiran
Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq dilahirkan di kota Madinah pada hari Senin,
malam ke 13 dari Rabi’ul Awal, tahun 80 H (ada yang menyebutkan tahun
83 H) atau kurang lebih pada tanggal 20 April 702 Masehi. Ia merupakan
anak sulung dari Muhammad al-Baqir, sedangkan ibunya bernama Fatimah
(beberapa riwayat menyatakan Ummu Farwah) binti al-Qasim bin Muhammad
bin Abu Bakar. Melalui garis ibu, ia dua kali merupakan keturunan Abu
Bakar, karena al-Qasim menikahi putri pamannya (Asma’), Abdurrahman bin
Abu Bakar. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Abdul-Malik bin Marwan,
dari Bani Umayyah.
Beliau adalah Al-Imam Ja’far bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal
Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka
semua). Beliau terkenal dengan julukan Ash-Shodiq (orang yang jujur).
Beliau biasa dipanggil dengan panggilan Abu Abdullah dan juga dengan
panggilan Abu Ismail. Ibu beliau adalah Farwah bintu Qasim bin Muhammad
bin Abubakar Ash-Shiddiq. Sedangkan ibu dari Farwah adalah Asma bintu
Abdurrahman bin Abubakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, beliau (Al-Imam
Ja’far Ash-Shodiq) pernah berkata, “Abubakar (Ash-Shiddiq) telah melahirkanku dua kali.”
Banyak para imam besar (semoga Allah meridhoi mereka) yang mengambil
ilmu dari beliau, diantaranya Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraid, Imam Malik,
Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Hanifah, Su’bah dan Ayyub.
Banyak ilmu dan pengetahuan yang diturunkan dari beliau, sehingga nama
beliau tersohor luas seantero negeri. Umar bin Miqdam berkata, “Jika aku
melihat kepada Ja’far bin Muhammad, aku yakin bahwa beliau adalah
keturunan nabi.”
Asy-Syarif Ahmad bin Muhammad Sholih al-Baradighi mengatakan
bahwa nasab para sayyid/syarif di Hadramaut berpangkal pada nasab
Imam Ja'far al-Shadiq melalui Muhammad bin Ali Uraidhi. Ia diberi
gelar gelar 'al-Shadiq' karena kebenarannya dalam kata-katanya. Ia
juga diberi nama ' Amudusy-Syaraf ' (tiang kemuliaan).
Ibundanya ialah Farwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar
al-Shiddiq. Sedangkan ibunda Farwah ialah Asma binti Abdurahman bin
Abu Bakar al-Shiddiq. Ia pernah berkata: “Aku dilahirkan al-Shiddiq dua kali!” (Keturunan Sayyidana Abu Bakar ash-Shiddiq.ra).
Imam Ja'far al-Shaddiq mempunyai anak:
Anak laki-laki :
1. Abdullah
2. Abbas
3. Yahya
4. Muhsin
5. Ja'far
6. Hasan
7. Muhammad al-Ashgor
(mereka tsb di atas tak memiliki keturunan)
Sedangkan yang memberi keturunan:
1. Ismail
2. Muhammad al-Akbar (gelarnya al-Dibaj)
3. Ishaq (gelarnya al-Mu'taman)
4. Musa al-Kadzim
5. Ali (gelarnya al-Uraidhi)
Anak perempuan :
1. Fatimah binti Ja'far
2. Asma binti Ja'far
3. Ummu Farwah binti Ja'far
Keluarga
Ia memiliki saudara satu ibu yang bernama Abdullah bin Muhammad.
Sedangkan saudara lainnya yang berlainan ibu adalah Ibrahim dan
Ubaydullah yang beribukan Umm Hakim binti Asid bin al-Mughirah. Ali dan
Zaynab beribukan wanita hamba sahaya, dan Umm Salamah yang beribukan
wanita hamba pula.
Kehidupan awal
Sejak kecil hingga berusia sembilan belas tahun, ia dididik langsung
oleh ayahnya. Setelah kepergian ayahnya yang syahid pada tahun 114 H, ia
menggantikan posisi ayahnya sebagai Imam bagi kalangan Muslim.
Pada masa remajanya, Ja'far ash-Shadiq, turut menyaksikan kejahatan
dinasti Bani Umayyah seperti Al-Walid I (86-89 H) dan Sulaiman (96-99
H). Kedua-dua bersaudara inilah yang terlibat dalam konspirasi untuk
meracuni Ali Zainal Abidin, pada tahun 95 Hijriyah. Saat itu Ja'far
ash-Shadiq baru berusia kira-kira 12 tahun. Ia juga dapat menyaksikan
keadilan Umar II bin Abdul Aziz (99-101 H). Pada masa remajanya Ja'far
ash-Shadiq menyaksikan puncak kekuasaan dan kejatuhan dari Bani Umayyah.
Meninggalnya
Ia meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah atau kurang lebih
pada tanggal 4 Desember 765 Masehi di Madinah, menurut riwayat, dengan
diracun atas perintah Khalifah Mansur al-Dawaliki dari Bani Abbasiyah.
Mendengar berita meninggalnya Ja'far ash-Shadiq, Al-Mansur menulis
surat kepada gubernur Madinah, memerintahkannya untuk pergi ke rumah
Imam dengan dalih menyatakan belasungkawa kepada keluarganya, meminta
pesan-pesan Imam dan wasiatnya serta membacanya. Siapapun yang dipilih
oleh Imam sebagai pewaris dan penerus harus dipenggal kepalanya
seketika. Tentunya tujuan Al-Mansur adalah untuk mengakhiri seluruh
masalah keimaman dan aspirasi kaum Syi'ah. Ketika gubernur Madinah
melaksanakan perintah tersebut dan membacakan pesan terakhir dan
wasiatnya, ia mengetahui bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan
satu orang untuk melaksanakan amanat dan wasiatnya yang terakhir; yaitu
khalifah sendiri, gubernur Madinah, Abdullah Aftah putranya yang sulung,
dan Musa al-Kadzim putranya yang bungsu. Dengan demikian rencana
Al-Mansur menjadi gagal.
Ia dimakamkan di pekuburan Baqi', Madinah, berdekatan dengan datuknya
Hasan bin Ali, kakeknya Ali Zainal Abidin, dan ayahnya Muhammad
al-Baqir.
Masa keimaman
Situasi politik di zaman itu sangat menguntungkannya, sebab di saat
itu terjadi pergolakan politik di antara dua kelompok yaitu Bani Umayyah
dan Bani Abbasiyah yang saling berebut kekuasaan. Dalam situasi politik
yang labil inilah Ja'far ash-Shadiq mampu menyebarkan dakwah Islam
dengan lebih leluasa. Dakwah yang dilakukannya meluas ke segenap
penjuru, sehingga digambarkan muridnya berjumlah empat ribu orang, yang
terdiri dari para ulama, para ahli hukum dan bidang lainnya seperti, Abu
Musa Jabir Ibn Hayyan, di Eropa dikenal dengan nama Geber,
seorang ahli matematika dan kimia, Hisyam bin al-Hakam, Mu'min Thaq
seorang ulama yang disegani, serta berbagai ulama Sunni seperti Sofyan
ats-Tsauri, Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi), al-Qodi As-Sukuni,
Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki) dan lain-lain.
Di zaman Imam Ja'far, terjadi pergolakan politik dimana rakyat sudah
jenuh berada di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan muak melihat kekejaman
dan penindasan yang mereka lakukan selama ini. Situasi yang kacau dan
pemerintahan yang mulai goyah dimanfaatkan oleh Bani Abbasiyah yang juga
berambisi kepada kekuasaan. Kemudian mereka berkampanye dengan berkedok
sebagai "para penuntut balas dari Bani Hasyim".
Bani Umayyah akhirnya tumbang dan Bani Abbasiyah mulai membuka
kedoknya serta merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Kejatuhan Bani
Umayyah serta munculnya Bani Abbasiyah membawa babak baru dalam sejarah.
Selang beberapa waktu, ternyata Bani Abbasiyah memusuhi Ahlul Bait dan
membunuh pengikutnya. Imam Ja'far juga tidak luput dari sasaran
pembunuhan. Pada 25 Syawal 148 H, Al-Mansur membuat Imam syahid dengan
meracunnya.
"Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam kelima, lahir pada tahun 83
H/702 M. Dia wafat pada tahun 148 H/757 M, dan menurut riwayat kalangan
Syi'ah diracun dan dibunuh karena intrik Al-Mansur, khalifah Bani
Abbasiyah. Setelah ayahnya wafat dia menjadi Imam keenam atas titah
Illahi dan fatwa para pendahulunya." [1]
Murid-murid Ja'far ash-Shadiq
Imam telah memanfaatkan kesempatan ini untuk mengembangkan berbagai
pengetahuan keagamaan sampai saat terakhir dari keimamannya yang
bersamaan dengan akhir Bani Umayyah dan awal dari kekhalifahan Bani
Abbasiyah. Ia mendidik banyak sarjana dalam berbagai lapangan ilmu
pengetahuan aqliah (intelektual) dan naqliah (agama) seperti:
Zararah,
Muhammad bin Muslim,
Mukmin Thaq,
Hisyam bin Hakam,
Aban bin Taghlib,
Hisyam bin Salim,
Huraiz,
Hisyam Kaibi Nassabah, dan
Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, ahli kimia. (di Eropa dikenal dengan nama Geber)
Bahkan beberapa sarjana terkemuka Sunni seperti:
Sofyan ats-Tsauri,
Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi),
Qadhi Sukuni,
Qodhi Abu Bakhtari,
Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki)
Mereka beroleh kehormatan menjadi murid-muridnya. Disebutkan bahwa
kelas-kelas dan majelis-majelis pengajaranya menghasilkan empat ribu
sarjana hadist dan ilmu pengetahuan lain. Jumlah hadist yang terkumpul
dari Imam Muhammad al-Baqir dan Imam Ja’far as-Shadiq, lebih banyak dari
seluruh hadits yang pernah dicatat dari Imam Hadist lainnya.
Sasaran dari khalifah yang berkuasa
Tetapi menjelang akhir hayatnya, ia menjadi sasaran
pembatasan-pembatasan yang dibuat atas dirinya oleh Al-Mansur, khalifah
Bani Abbasiyah, yang memerintahkan penyiksaan dan pembunuhan yang kejam
terhadap keturunan Nabi, yang merupakan kaum Syi'ah, hingga
tindakan-tindakannya bahkan melampaui kekejaman Bani Umayyah. Atas
perintahnya mereka ditangkap dalam kelompok-kelompok, beberapa dan
mereka dibuang dalam penjara yang gelap dan disiksa sampai mati,
sedangkan yang lain dipancung atau dikubur hidup-hidup atau ditempatkan
di bawah atau di antara dinding-dinding yang dibangun di atas mereka.
Penangkapannya
Hisyam, khalifah Bani Umayyah, telah memerintahkan untuk menangkap
Imam Ja’far Shadiq dan dibawa ke Damaskus. Belakangan, Imam ditangkap
oleh As-Saffah, khalifah Bani Abbasiyah dan dibawa ke Iraq. Akhirnya
Al-Mansur menangkapnya lagi dan dibawa ke Samarra, Iraq untuk diawasi
dan dengan segala cara mereka melakukan tindakan lalim dan kurang hormat
dan berkali-kali merencanakan untuk membunuhnya. Kemudian Imam
diizinkan kembali ke Madinah, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya di
Madinah, sampai dia diracun dan dibunuh melalui upaya rahasia Al-Mansur.
Riwayat mengenai Ja'far ash-Shadiq
Dari al- Imam Malik bin Anas
Imam Malik menceritakan pribadi Imam Ja'far ash-Shadiq dalam kitab Tahdhib al-Tahdhib, Jilid 2, hlm. 104:
"Aku sering mengunjungi ash-Shadiq. Aku tidak pernah menemui beliau kecuali dalam salah satu daripada keadaan-keadaan ini:
1. beliau sedang shalat,
2. beliau sedang berpuasa,
3. beliau sedang membaca kitab suci al-Qur'an.
Aku tidak pernah melihat beliau meriwayatkan sebuah hadits dari
Nabi SAW tanpa taharah(bersuci-wudhu). Beliau seorang yang paling
bertaqwa, warak, dan amat terpelajar selepas zaman Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada mata yang pernah, tidak ada telinga yang pernah mendengar dan
hati ini tidak pernah terlintas akan seseorang yang lebih utama (afdhal)
melebihi Ja'far bin Muhammad dalam ibadah, kewarakan dan ilmu
pengetahuannya."
Dari al-Imam Abu Hanifah
Pada suatu ketika khalifah Al-Mansur dari Bani Abbasiyah ingin
mengadakan perdebatan antara Abu Hanifah dengan Imam Ja'far ash-Shadiq
AS. Khalifah bertujuan untuk menunjukkan kepada Abu Hanifah bahwa banyak
orang sangat tertarik kepada Imam Ja'far bin Muhammad karena ilmu
pengetahuannya yang luas itu. Khalifah Al-Mansur meminta Abu Hanifah
menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk diajukan kepada Imam
Ja'afar bin Muhammad AS di dalam perdebatan itu nanti. Sebenarnya
Al-Mansur telah merencanakan untuk mengalahkan Imam Ja'far bin Muhammad,
dengan cara itu dan membuktikan kepada orang banyak bahwa Ja'far bin
Muhammad tidaklah luas ilmunya.
Menurut Abu Hanifah,
"Al-Mansur meminta aku datang ke istananya ketika aku tidak
berada di Hirah. Ketika aku masuk ke istananya, aku melihat Ja'far bin
Muhammad duduk di sisi Al-Mansur. Ketika aku memandang Ja'far bin
Muhammad, jantungku bergoncang kuat, rasa getar dan takut menyelubungi
diriku terhadap Ja'far bin Muhammad lebih daripada Al-Mansur. Setelah
memberikan salam, Al-Mansur memintaku duduk dan beliau memperkenalkanku
kepada Ja'far bin Muhammad. Kemudian Al-Mansur memintaku mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan kepada Ja'far bin Muhammad. Aku pun mengemukakan
pertanyaan demi pertanyaan dan beliau menjawabnya satu persatu,
mengeluarkan bukan saja pendapat ahli-ahli fiqih Iraq dan Madinah tetapi
juga mengemukakan pandangannya sendiri, baik beliau menerima atau
menolak pendapat-pendapat orang lain itu sehingga beliau selesai
menjawab semua empat puluh pertanyaan sulit yang telah aku sediakan
untuknya."
Abu Hanifah berkata lagi,
"Tidakkah telah aku katakan bahwa dalam soal keilmuan, orang yang
paling alim dan mengetahui adalah orang yang mengetahui
pendapat-pendapat orang lain?"
Lantaran pengalaman itu, Abu Hanifah berkata,
"Aku tidak pernah melihat seorang ahli fiqih yang paling alim selain Ja'far bin Muhammad."
Imam Ja'far ash-Shadiq sering berkata
"Hadist-hadist yang aku keluarkan adalah hadits-hadits dari bapakku.
Hadist-hadist dari bapakku adalah dari kakekku. Hadist-hadist dari
kakekku adalah dari Ali bin Abi Thalib, Amirul Mu'minin. Hadist-hadist
dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib adalah hadist-hadist dari
Rasulullah SAW dan hadist-hadist dari Rasulullah SAW adalah wahyu Allah
Azza Wa Jalla."
Beliau adalah salah seorang tokoh Imam Mazhab dalam Islam. Beliau
dikenal sebagai seorang yang mustajab doanya. Bila menginginkan sesuatu
beliau hanya cukup berdoa: "Ya Allah, aku ingin ini dan itu". Dengan
sekejap mata saja apa yang diinginkan itu terkabul di hadapannya.
Diceritakan pula bahawa beliau pernah digiring ke hadapan Khalifah
Mansur Al-Abbasi dengan tuduhan palsu dan disaksikan oleh seorang. Saksi
itu berkata: "Aku bersumpah bahwa Ja'far melakukan begini dan begitu".
Belum selesai saksi itu berkata tiba-tiba ia tersungkur mati di hadapan
beliau.
Imam As-Syibli berkata: "Setengah dari karamahnya ialah ketika Bani
Hasyim hendak membaiat Muhammad dan Ibrahim bin Abdullah bin Hassan bin
Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah di saat mendekatnya keruntuhan
Daulat Bani Umayyah mereka meminta pendapat dari Imam Ja'afar As-Shadiq.
Setelah berada di hadapan Imam Ja'far mereka berkata: "Kami berkumpul
di sini hendak membaiat engkau jadi khalifah". Jawab Imam Ja'far
As-Shadiq: "Sebenarnya kekhalifahan ini tidak akan diperoleh olehku dan
tidak pula untuk kedua orang itu (Muhammad dan Ibrahim bin Abdullah).
Sesungguhnya kekhalifahan akan diperoleh oleh yang memakai jubah kuning
itu. Demi Allah, mereka akan dipermainkan oleh budak-budak mereka
sendiri". Kemudian Imam Ja'far pergi meninggalkan majlis itu".
Memang waktu itu Al-Mansur sedang hadir di majlis itu dan ia sedang
memakai jubah bewarna kuning. Ucapan beliau itu selalu dipeganginya
sampai ia diangkat jadi khalifah daulat Banil Abbas.
Imam Al-Laitsi ibnu Sa'ad pemah bercerita: "Di tahun 113 H aku pergi
haji. Setelah bersembahyang Asar waktu aku naik ke bukit Jabal Aba
Qubais tiba-tiba aku lihat ada seorang duduk sedang berdoa: "Ya Allah,
ya Allah, ya Hayu, ya Hayu dengan penuh tawadhuk. Kemudian orang itu
berdoa lagi: "Ya Allah, sesungguhnya aku ingin buah anggur, kumohon
kurniakanlah padaku, Ya Allah sesungguhnya kain bajuku koyak-koyak aku
mohon berikan padaku kain baju".
Aku dibuatnya terperanjat sebelum ia menyelesaikan doanya tiba-tiba
muncul sekeranjang buah anggur penuh yang waktu itu bukan musimnya, dan
kulihat pula ada dua kain yang serba mahal yang belum pemah kulihat ada
kain baju sebagus itu. Waktu itu akan makan buah anggur itu aku katakan
padanya: "Aku juga ikut ada dalam buah anggur itu, kerana waktu engkau
berdoa aku membaca Amin". Jawab orang itu: "Datanglah kemari". Kemudian
ia memberikan sebahagian buah anggur itu dan kumakan segera. Rasanya
belum pernah aku makan buah anggur selazat buah itu. Dan iapun
melarangku untuk menyimpan sisanya. Anehnya isi keranjang itu sedikitpun
tidak berkurang.
Kemudian orang itu memberikan padaku sepotong dari dua kain baju itu
sedang yang sepotong dipakai olehnya. Namun waktu kutolak kain itu ia
menggunakannya kedua potong kain tersebut. Yang sepotong dipakai buat
baju sedangkan yang sepotong disarungkan dibawahnya. Selanjurnya ketika
ia berjalan di tempat bersa'ie di antara Safa dan Marwa ia bertemu
dengan seorang miskin yang berkata: "Wahai cucu Rasulullah berikanlah
padaku pakaian". Orang itu tidak pikir-pikir lagi untuk memberikan dua
potong kain yang baru ditempahnya itu kepada si fakir tersebut. Waktu
kutanyakan kepada si fakir, siapakah orang yang memberinya dua potong
kain itu? Jawab si fakir: "la adalah Ja'far bin Muhammad Al Baqir".
Sebagian dari mutiara kalam beliau (Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq) adalah :
“Tiada bekal yang lebih utama daripada takwa. Tiada sesuatu yang
lebih baik daripada diam. Tiada musuh yang lebih berbahaya daripada
kebodohan. Tiada penyakit yang lebih parah daripada berbohong.”
“Jika engkau mendengar suatu kalimat dari seorang muslim, maka
bawalah kalimat itu pada sebaik-baiknya tempat yang engkau temui. Jika
engkau tak mampu untuk mendapatkan wadah tempat kalimat tersebut, maka
celalah dirimu sendiri.”
“Jika engkau berbuat dosa, maka memohon ampunlah, karena sesungguhnya
dosa-dosa itu telah dibebankan di leher-leher manusia sebelum ia
diciptakan. Dan sesungguhnya kebinasaan yang dahsyat itu adalah terletak
pada melakukan dosa secara terus-menerus.”
“Barangsiapa yang rizkinya lambat, maka perbanyaklah istighfar.
Barangsiapa yang dibuat kagum oleh sesuatu dan menginginkannya demikian
terus, maka perbanyaklah ucapan maa syaa-allah laa quwwata illa billah.”
“Allah telah memerintahkan kepada dunia, ‘Berkhidmatlah kepada orang
yang berkhidmat kepadaku, dan buatlah payah orang yang berkhidmat
kepadamu.’ “
“Fugaha itu orang yang memegang amanah para rasul, selama tidak masuk ke dalam pintu-pintu penguasa.”
“Jika engkau menjumpai sesuatu yang tidak engkau sukai dari perbuatan
saudaramu, maka carilah satu, atau bahkan sampai tujuh puluh alasan,
untuk membenarkan perbuatan saudaramu itu. Jika engkau masih belum
mendapatkannya, maka katakanlah, ‘Semoga ia mempunyai alasan tertentu
(kenapa berbuat demikian) yang aku tidak mengetahuinya.’ “
“Empat hal yang tidak seharusnya bagi seorang yang mulia untuk
memandang rendah : bangunnya dia dari tempat duduknya untuk menemui
ayahnya, berkhidmatnya dia kepada tamunya, bangunnya dia dari atas
binatang tunggangannya, dan berkhidmatnya dia kepada seorang yang
menuntut ilmu kepadanya.”
“Tidaklah kebaikan itu sempurna kecuali dengan tiga hal :
menganggapnya rendah (tidak berarti apa-apa), menutupinya dan
mempercepatnya. Sesungguhnya jika engkau merendahkannya, ia akan menjadi
agung. Jika engkau menutupinya, engkau telah menyempurnakannya. Jika
engkau mempercepatnya, engkau akan dibahagiakannya.”
Dari sebagian wasiat-wasiat beliau kepada putranya, Musa :
“Wahai putraku, barangsiapa yang menerima dengan ikhlas apa-apa yang
telah dibagikan oleh Allah daripada rizki, maka ia akan merasa
berkecukupan. Barangsiapa yang membentangkan matanya untuk melihat
apa-apa yang ada di tangannya selainnya, maka ia akan mati miskin.
Barangsiapa yang tidak rela dengan apa-apa yang telah dibagikan oleh
Allah daripada rizki, maka berarti ia telah menuduh Allah di dalam
qadha’-Nya.”
“Barangsiapa yang memandang rendah kesalahannya sendiri, maka ia akan
membesar-besarkan kesalahan orang lain. Barangsiapa yang memandang
kecil kesalahan orang lain, maka ia akan memandang besar kesalahannya
sendiri.”
“Wahai anakku, barangsiapa yang membuka kesalahan orang lain, maka
akan dibukakanlah kesalahan-kesalahan keturunannya. Barangsiapa yang
menghunuskan pedang kezaliman, maka ia akan terbunuh dengannya.
Barangsiapa yang menggali sumur agar saudaranya masuk ke dalamnya, maka
ia sendirilah yang nanti akan jatuh ke dalamnya.”
“Barangsiapa yang masuk ke dalam tempat-tempat orang-orang bodoh,
maka ia akan dipandang rendah. Barangsiapa yang bergaul dengan ulama, ia
akan dipandang mulia. Barangsiapa yang masuk ke dalam tempat-tempat
kejelekan, maka ia akan dituduh melakukan kejelekan itu.”
“Wahai putraku, janganlah engkau masuk di dalam sesuatu yang tidak
membawa manfaat apa-apa kepadamu, supaya engkau tidak menjadi hina.”
“Wahai putraku, katakanlah yang benar, walaupun berdampak baik kepadamu ataupun berdampak buruk.”
“Wahai putraku, jadikan dirimu memerintahkan kebaikan, melarang
kemungkaran, menyambung tali silaturrahmi kepada seorang yang memutuskan
hubungan denganmu, menyapa kepada seorang yang bersikap diam kepadamu,
dan memberi kepada seorang yang meminta darimu. Jauhilah daripada
perbuatan mengadu domba, karena hal itu akan menanamkan kedengkian di
hati manusia. Jauhilah daripada perbuatan membuka aib-aib manusia.”
“Wahai putraku, jika engkau berkunjung, maka kunjungilah orang-orang yang baik, dan janganlah mengunjungi orang-orang pendusta.”
Beliau (Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq) meninggal di kota Madinah pada
malam Senin, pertengahan bulan Rajab, tahun 148 H dan disemayamkan di
pekuburan Baqi’ di dalam qubah Al-Abbas, dekat dengan makam ayahnya,
kakeknya dan paman kakeknya Hasan bin Ali.
Radhiyallohu anhu wa ardhah…
abdkadiralhamid@2012
abdkadiralhamid@2012
0 Response to "Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq "
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip