Ziarah Kubur oleh Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumaith
Tanya Jawab seputar Aqidah: bersama Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumaith Umat sepakat, ziarah kubur merupakan ritus yang dianjurkan untuk mendapatkan penyadaran dan pelajaran. Ziarah kubur tetap merupakan ketentuan yang dianjurkan di berbagai wilayah dan negeri. Apa hukum ziarah kubur? Ziarah kubur bagi laki-laki adalah sunnah yang dianjurkan. Ziarah kubur pernah dilarang di masa permulaan Islam, tapi kemudian larangan ini dihapus berdasarkan sabda Rasulullah SAW dan perbuatan beliau. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, (sekarang) hendaknya kalian berziarah kubur.” – Disampaikan oleh Muslim (977) dan lainnya. Pada satu riwayat terdapat tambahan redaksi, “Sesungguhnya ziarah kubur memperlembut hati, membuat air mata bercucuran, dan mengingatkan pada akhirat.” – Tambahan ini disampaikan oleh Ahmad (3: 237), Abu Ya’la (6: 371), Al-Hakim (2: 532), dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (4: 77) dan Asy-Syu’ab (7: 15). Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW keluar menuju Pemakaman Baqi’. Di sana beliau mengucapkan, “Keselamatan bagimu di persemayaman kaum mukminin. Sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah, ampunilah penghuni Baqi’ Al-Gharqad.” – Disampaikan oleh Muslim (974). Para ulama, semoga Allah merahmati mereka, mengatakan, ziarah kubur merupakan kebiasaan Nabi SAW, dan sahabat-sahabat beliau pun melakukan ziarah kubur saat beliau masih hidup. Nabi SAW juga mengajari mereka tata cara ziarah kubur. Umat sepakat, ziarah kubur merupakan ritus yang dianjurkan untuk mendapatkan penyadaran dan pelajaran. Ziarah kubur tetap merupakan ketentuan yang dianjurkan di berbagai wilayah dan negeri. Apa hukum ziarah kubur bagi kaum wanita?Ulama menyatakan, ziarah kubur bagi kaum wanita hukumnya makruh, karena dikhawatirkan akan mengalami trauma, lantaran kaum wanita sering merasa sedih dan kurang tabah dalam menghadapi berbagai musibah.Namun ada pengecualian pada kubur para nabi, orang shalih, dan ulama. Kaum wanita dianjurkan berziarah di kubur mereka untuk bertabarruk. Meskipun demikian, di antara ulama ada yang memberi keringanan bagi kaum wanita untuk berziarah kubur secara mutlak. Ini berdasarkan hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW melihat seorang wanita di pemakaman sambil menangis di atas kubur anaknya. Beliau bersabda kepada wanita itu, “Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah.” – Disampaikan oleh Al-Bukhari (1194) dan Muslim (926) dari hadits Anas RA. Beliau menyuruhnya bersabar dan tidak memungkiri keberadaannya di pemakaman. Ini juga dapat dikaitkan dengan makna hadits “Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) hendaknya kalian berziarah kubur,” dengan ketentuan: maknanya berlaku umum bagi kaum pria maupun kaum wanita. Dalam hadits juga dinyatakan, Nabi SAW mengajari Aisyah RA doa saat berziarah kubur. Beliau bersabda kepadanya, “Ucapkanlah, ‘Keselamatan bagi kalian, wahai penghuni pemakaman kaum mukminin dan muslimin, dan semoga Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian di antara kita, dan sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian’.” – Disampaikan oleh Muslim (973). Seandainya ziarah kubur tidak dianjurkan kepada Aisyah RA, niscaya beliau tidak mengajarinya doa ziarah kubur. Dalam Al-Mushannaf, karya Abdurrazzaq Ash-Shan’ani, dinyatakan, Fathimah Az-Zahra RA berziarah ke makam pamannya, Hamzah, di Uhud pada setiap Jum’at. Disampaikan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf (6713) dari Sufyan bin Uyainah, dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya RA. Bagaimana kita memahami sabda Rasulullah SAW, “Allah melaknat wanita-wanita peziarah kubur.”? – Disampaikan oleh At-Tirmidzi (1056), Ibnu Majah (1576), Ahmad (2: 337) dan lainnya dari hadits Abu Hurairah RA. Disampaikan pula oleh Ibnu Majah (1575) dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (4: 78) dari hadits Ibnu Abbas RA. Juga disampaikan oleh Ibnu Majah (1574) dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (4: 42) dari hadits Hassan bin Tsabit RA. Maksud hadits tersebut, menurut ulama ahli tahqiq, jika ziarah mereka untuk menyebut-nyebut keutamaan mayit, menangis, dan meratapinya sebagaimana tradisi yang mereka lakukan pada masa Jahiliyyah, ziarah kubur seperti itu dilarang, sesuai kesepakatan ulama. Adapun jika ziarah kubur mereka tidak mengandung perkara-perkara tersebut, tidak dilarang, dan tidak termasuk dalam ancaman laknat dalam hadits di atas. Sebagian ulama menafsirkan bahwa hadits tersebut disampaikan sebelum ada keringanan. Apa hukum wisata untuk ziarah ke kubur Nabi SAW, serta kepada para nabi dan wali?Menziarahi Nabi SAW termasuk ibadah yang paling agung, demikian pula dengan wisata untuk berziarah ke kubur beliau, merupakan ibadah yang dianjurkan, sebagaimana dianjurkan pula berziarah ke kubur para nabi, wali, dan orang yang mati syahid, untuk bertabaruk dan menggapai hikmah.Ziarah kubur ini juga mengandung berbagai kebaikan, keberkahan, dan anugerah yang sangat melimpah, sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT. Dengan demikian berwisata untuk tujuan ziarah ini mengandung faidah yang sangat berharga. Maka, sudah selayaknya ziarah ini mendapat perhatian yang semestinya dengan tetap menerapkan adab-adabnya dan tidak boleh dibiarkan adanya ziarah ke kubur mereka dengan tujuan untuk mendapatkan suatu perkara bid’ah, karena manusia dianjurkan untuk berziarah tapi mengingkari bid’ah serta menghilangkannya. Apa dalil dianjurkannya wisata untuk ziarah kubur?Dalilnya adalah firman Allah SWT, “Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzhalimi diri mereka sendiri datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” – QS An-Nisa’ (4): 64.Dalam hadits dinyatakan, Nabi SAW hidup di kubur beliau. Dengan demikian, mendatangi kubur beliau setelah beliau wafat seperti mendatangi beliau saat beliau masih hidup. Di antara dalil-dalilnya, sabda Nabi SAW, “Siapa yang menunaikan ibadah haji lantas berziarah ke kuburku setelah wafatku, ia bagai menziarahiku saat hidupku.” Dan sabda Nabi SAW, “Siapa yang menunaikan ibadah haji dan tidak menziarahiku, sesungguhnya dia telah mengabaikanku.” – Hadits pertama disampaikan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (12: 406) dan Al-Awsath (3: 351), Ad-Daraquthni (2: 278), Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (5: 246) dan Asy-Syu’ab (3: 488) dari hadits Ibnu Umar RA. Hadits kedua disampaikan oleh Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin (3: 73). Apa makna sabda Nabi SAW, “Tidak ditekankan bepergian kecuali ke tiga masjid”? – Disampaikan oleh Al-Bukhari (1132) dan Muslim (1397) dari hadits Abu Hurairah RA. Maksud hadits ini bukan sebagai pelarangan terhadap penekanan bepergian secara mutlak kecuali ke masjid-masjid yang dimaksud. Sebab, jika demikian, konsekuensinya tidak ditekankan pula bepergian ke Arafah, Mina, mengunjungi kedua orangtua, mencari ilmu, jihad, dan berdagang, misalnya. Makna ini tidak disampaikan oleh seorang pun. Tapi, makna hadits tersebut adalah: tidak layak menekankan bepergian ke masjid-masjid lantaran keutamaannya, karena masjid-masjid itu semuanya sama terkait keutamaannya, kecuali tiga masjid (Masjidil Aqsha, Masjidil Haram, Masjid Nabawi), yang pahala shalat di dalamnya dilipatgandakan.
Lebih lanjut klik :
abdkadiralhamid@2013 |
0 Response to "Ziarah Kubur oleh Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumaith"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip