Pepatah bahasa Arab: Musuh yang pandai, lebih baik daripada teman yang bodoh,
Kaum Al-Ba’alawi saat ini dapat ujian dan cobaan sebenarnya sumbernya terbesarnya bukan dari eksternalnya tapi justru dipicu dari internalnya sendiri, beberapa tahun terakhir ini mereka jadi bulan-bulanan karena ulah beberapa gelintir penceramah bodoh dari Al-Baalawi sendiri maka seluruhnya dipaksa ikut bertanggung jawab, memang ini sebuah ketidak adilan yang istilah Pramudya tidak adil sejak dari dalam fikiran, tapi namanya juga orang membeci itu tanpa ada syarat dan tanpa pemantik apapun, anda benarpun akan dicarikan sisi lain dari kesalahan anda, apalagi ada celah kesalahan, dan kalaupun tidak dapat kesalahan anda maka akan dihadirkan orang lain yg semisal anda yang melakukan kesalahan dan anda akan disamakan atau setidaknya harus ikut bertanggung jawab juga, inilah yang terjadi pada keluarga besar dari klan bani Alawi, mau marah, tersinggung..? inginnya sih begitu tapi pengalaman hidup kami selama sekian abad mengajarkan untuk kami harus sabar dalam kondisi apapun, hal-hal macam itu sudah sering kita lalui dan itu lebih dari seribu tahun yg lalu, kalau saat ini kan hanya kerikil kecil saja yg perlu kewaspadaan untuk ke depannya.
Setelah Bahar Smith yang beraksi seakan-akan seorang ulama’ tapi berprilaku bak gangster Cecilia Italy dengan adegan cium kaki segala, dilanjutkan beberapa hari lalu muncul seorang yang lebih mirip preman terminal dari kalangan Al-Baalawi yang bernama Faizal Assegaff mencoba menyalahkan Gus Baha dan sebelumnya orang NU disalahkan, entah si Faizal ini pernah belajar agama secara mendalam atau tidak tidak yang jelas Gus Baha jauh diatas guru si Faizal sekalipun, dan itupun kalaupun seandainya dia pernah belajar agama. Dari namanya dengan last name Assegaff saya khusnudhon dia Al-Baalawi konon katanya dari Maluku. Akhlaq-akhlaq yang diperagakan beberapa gelintir kaum Ba’alawi ini bisa menyeret kelompoknya kedalam lembah permusuhan yang tak bertepi.
Belum lagi dongeng-dongeng khurafat dan bohong tentang kehebatan kakek moyang Al-Ba’alawi yg konon katanya bisa bangkit dari kubur untuk bersalaman, mampu bermi’raj ria, mampu konsultasi dengan nabi Muhammad secara langsung bukan dalam mimpi tapi ketemu secara fisik (ya qodhoh) dan macam-macam, mendengarnya saja saya mau lari saking malunya, tapi ini mereka ceritakan serius didepan publik seolah benar. Ini adalah catatan buruk lain yang memperkeruh suasana, saat ini anda sedang bercerita terhadap manusia yang hidup di abad modern, kalaupun mereka manggut-manggut seolah percaya namun dibelakang anda akan dibuat bahan pergunjingan. lawak dan bulan-bulanan.
Katanya ini untuk menyaingi cerita-cerita khurafat yang ada di masyarakat, sebenarnya ini bukan menyaingi tapi meramaikan pasar khurafat dan takhayyul yang sudah ada yg bertentangan dengan aqidah kita. Bercerita dengan mencatut nama nabi Muhammad itu ada pasalnya sendiri tidak main-main, dalam sebuah hadits rasul saw bersabda “Barang siapa berbohong atas namaku maka bersiaplah tempatnya di neraka” (hadits Mutawattir). Apabila para santri suka menceritakan kehebatan kiayinya mampu sholat jum’at di dua tempat sekaligus dalam waktu sama, kalian jangan ikut-ikut berbohong dengan mengatakan bahwa kakek kalian juga bisa bahkan bisa lebih hebat lagi mampu mi’raj dll, stop-stop, dakwah ya dakwah saja sampaikan ilmu agama kalau tidak punya ya masuk pasar saja jual kain atau mebel selesai, jangan jual dongeng dan nasab untuk membodohi ummat.
Ketika seorang berada diatas panggung maka audience sangat mempengaruhi emosi si pencearamah, maka si penceramah sangat rawan tergelincir dalam kesalah karena faktor ini, yang terbaik adalah model Gus Baha’ atau Gus Kautsar yaitu dengan membawa kitab-kitab standard ahlu sunnah waljamaah yang sudah sama-sama disepakati untuk dibacakan, artikan dan dijelaskan maksudnya, ini sekaligus sebagai filter apakah si penceramah ini mampu membaca kitab Arab gundul (kitab kuning) atau tidak, akan ketahuan.
Memang organisasi induknya Rabithatul Alawiyah (RA) tidak akan cawe-cawe kalau masalah beginian, tapi kalau dirasa membahayakan ummat, alangkah lebih baik kalau RA perlu cawe-cawe juga. Namun kalau dilihat rekam jejak ketua RA sendiri sering tidak sependapat dengan PBNU dan pemerintah bahkan dengan Banser, saya kok pessimistic mereka akan menegur maneuver-maneuver berbahaya dari membersnya ini, saya tidak perlu lagi mengingatkan track record kelakuan ketua RA yang sekarang dipegang Habib Taufik Assegaff terhadap Banser dan NU beberapa waktu lalu, sebab saat itu dia masih belum menjabat sebagai ketua RA, semoga saat ini lebih hati-hati dalam bersikap dan tidak asal njeblak lagi seperti dulu, sebab sekarang dia membawahi “gerbong” sebuah organisasi dan disorot publik.
Di luar itu semua para muhibbin hendaklah lebih arif dalam memilih habib mana yang bisa jadi panutan dan habib mana yang tidak perlu ditiru tingkah lakunya, bagaimanpun juga mereka itu manusia seperti anda juga, dengan banyak godaan dunia dan dikejar kebutuhan sebagai dampak dari tuntutan hidupnya yang saat ini semua serba mahal, kalau seandainya mereka salah ya datangi lah, beritahu secara pribadi dan baik-baik tidak perlu pula anda bela mati-matian hanya karena dia seorang habib, dan tidak pula anda roasting untuk jadi konten youtube yang mendatangkan uang buat anda pribadi, itu namanya anda mencari nafkah dari hasil kesalahan orang, kemudian anda ghibah orang plus menabur permusuhan dan kebencian dosanya double, stop hal-hal begini. Bermula dari ketidak percayaan menjadi kebencian itu hanya masalah waktu saja.
Syukurlah api kebencian dan rasisme yang berpotensi besar secara perlahan mulai meredup, sebab sebagian besar kaum nahdliyyin (NU) sebagai basis kekuatan penyeimbang di Indonesia kurang tertarik dengan issue rasial yang akan memperlemah mereka sendiri ini. Jadi tidak lama lagi issue ini juga akan padam, tapi tetap harus diwaspadai sebab suatu saat jika ada pemicu lain akan muncul lagi.
Orang awam itu tidak lagi melihat apakah itu habib benar atau tidak asalkan keturunan Arab dianggap habib, padahal habaib atau Al- Baalawi sendiri itu minoritas diketurunan Arab secara keseluruhan, seringkali orang Arab yang anti habib seperti Haikal Hasan Baras, Yusuf Martak dkk yang semi wahabi, juga ikut mendompleng daya tarik habib dan pura-pura suka habaib demi kepentingan politiknya, akhirnya habaib ditunggangi untuk kepentingan politik mereka tanpa sadar. Ketika sadar sudah terlambat, massa didepan mereka yang mereka anggap baik-baik saja saat itu sudah berubah, kaum religious yang tadinya berada di sekitarnya juga perlahan meninggalkan habaib karena tergoga dengan jabatan baru, karena perkawananya hanya sebatas kepentingan politik, mereka (habaib) tinggal juga untuk kepentingan politik.
Untuk ke depannya habaib/ Al-Baalawi harus tetap waspada terhadap potensi perbecahan ini, saran untuk RA para penceramah dari kalangan Al-Baalawi sendiri yg berpotensi membahayakan komunitinya, dan bicara ngawur diatas mimbar harus ditegur dengan cara diberatahu secara pribadi kalau masih terus begitu, dipublish bahwa itu tidak mewakili kelompoknya.
Dengan demikian keharmonisan dengan semua pihak tetap terjaga secara natural tidak dipaksakan.
ZEN ALJUFRI
Aktifis NU Amerika Kanada
(Mantan ketua Tanfidziyah PCI-NU Amerika - Kanada)
0 Response to " POLEMIK BA'ALAWI "
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip