Singa yang Doanya Mustajab
Dengan menjaga perintah Allah SWT dan menjalankan sunah Rasulullah SAW, doa-doanya selalu mustajab.
Tarim,
Hadramaut, Yaman, terkenal sebagai “gudang” para ulama besar dan
waliullah. Salah seorang di antaranya ialah Habib Abdurrahman bin
Muhammad Al-Jufri, dari taris sebuah desa di hadhramaut juga tempat para
ajdaduna qobilah al jufri/jufrati/abujaffar, waliullah yang termasyhur
memiliki beberapa karamah luar biasa.
Suatu
hari ia berkunjung ke sebuah lembah yang dihuni penduduk yang kekurangan
air. Penduduk minta ia berdoa agar sumur-sumur mereka terisi air. Maka
Habib Abdurrahman pun berdoa dengan khusyuk. Dan seketika itu juga
keluarlah air dari semua sumur. Tak lama kemudian kawasan tersebut
menjadi subur.
Ulama ini lebih dikenal dengan
nama Habib Abdurrahman Maulana Arsyeh. Sejak kecil ia belajar langsung
dari ayahandanya, dan sejak remaja telah menghafal Al-Quran. Seperti
para ulama yang lain, ia juga banyak menimba ilmu dari para ulama besar
di Hadramaut, kemudian melanjutkan pengembaraan ke beberapa kota, sampai
akhirnya mengaji di Mekah dan Medinah.Ketika berada di Inat, Hadramaut,
ia menjadi murid kesayangan seorang ulama dan Awliya besar, Habib
Syaikh Abubakar bin Salim.
Bahkan dalam sebuah kesempatan Habib Abubakar menyatakan,
”Abdurrahman adalah anakku. Aku telah memperhatikannya sejak ia masih dalam kandungan ibunya. Kelak, bila ia telah lahir, aku akan berikan setengah dari maqam-ku, sementara ucapannya adalah rohku, roh Abdurrahman al-Jufri.”
Keluarga Syekh Abu
Bakar bin Salim juga menghormati dan menyayanginya. Mereka bahkan
mengibaratkan Habib Abdurrahman sebagai “singa yang gagah, giginya kuat,
doanya mustajab dan karamahnya banyak”.
Salah
satu karamah Habib Abdurahman ialah cintanya yang begitu besar kepada
para gurunya. Ibaratnya, ia akan merasa sakit apabila gurunya sakit.
Ketika sedang terbaring sakit, Syekh Abu Bakar bin Salim bertanya kepada
beberapa muridnya yang duduk di sekitar pembaringan,
“Di mana Habib Abdurahman berada?”
Saat
itu, Habib Abdurahman masuk ke dalam kamarnya, dan Habib Syaih Abu
Bakar bin Salim meneteskan air mata. Ia lalu menyerahkan sebuah mushaf
Al-Quran, baju gamis, dan tongkat kesayangannya, sambil mengusap-usap
kepala dan dada Habib Abdurrahman al-Jufri, Sangat Prihatin, Kemudian ia berdoa supaya Habib Abdurrahman mendapat berkah dari Allah SWT,
“Semoga Allah SWT mengakhirimu dan keturunanmu dengan sa’adah, kebahagiaan. Wahai Abdurrahman, aku tidak akan melupakanmu, dan telah membagikan kepadamu rahasia ilmu; juga kepada keturunanmu, dengan sepenuh barakah kepada keluarga dan keturunanmu.”
Demikian terungkap dalam kitab Masyarur Rawi fi Manakib Al-Ba’alawi.
Habib
Abdurrahman juga dikenal sebagai mubalig yang berani. Selain itu, dia
juga gemar beramal saleh kepada semua golongan. Para tamu yang datang ke
rumanya, siapa pun dia, selalu dijamu dengan hidangan yang enak.
Barangkali itu sebabnya banyak tamu yang datang dari berbagai penjuru.
Terutama karena, ketika mereka minta didoakan, doanya selalu makbul.
Salah
satu peninggalannya yang sampai sekarang selalu diziarahi ialah sebuah
masjid yang terletak di samping kubah makamnya di Tarim. Suasana masjid
itu sangat memesona dan berwibawa, mampu menggetarkan hati para jemaah
yang salat di dalamnya. Di masjid yang kini mulai dibangun kembali itu,
banyak ulama biasa beriktikaf.
Usai
menunaikan ibadah haji, ia lalu mengaji di Medinah selama tujuh tahun
bersama Habib Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi. Ketika belajar, mereka hidup
sangat prihatin. Setiap hari mereka mengumpulkan kayu bakar dan
menjualnya.
Atas ketekunan dan ketabahan mereka, konon Nabi Khidlir datang menemui mereka. Dalam penampakan itu, Nabi Khidlir berkata,
“Kalian jangan tinggal lagi di Medinah, karena sudah tampak pada kalian cahaya pemimpin Mekah. Ia mempunyai anak perempuan yang tidak bisa berdiri atau berjalan, kecuali duduk di tempat tidurnya. Mereka akan berobat kepada kalian.”
Setelah
Nabi Khidlir berlalu, datanglah seorang pemimpin Mekah bersama anak
perempuannya kepada Habib Abdurrahman, yang kemudian memberinya pakaian
sambil berkata, ”Pakailah pakaian ini, mudah-mudahan Allah SWT memberi kesembuhan kepada anak perempuanmu.” Setelah
memakai baju tersebut, tak lama kemudian anak perempuan itu sembuh dan
dapat berdiri, dapat berjalan seperti layaknya orang sehat.
Mengenai karamah-karamahnya, ia menyatakan, karamah yang paling besar ialah istiqamah dalam beribadah kepada Allah SWT. “Jangan
heran pada orang yang bisa berjalan sangat cepat di bumi, atau bisa
terbang di udara, atau berjalan di atas air. Karena, sesungguhnya setan
juga bisa melakukannya,” katanya.
Setiap
kali Habib Abdurrahman mendoakan seorang pasien, atas izin Allah SWT
sang pasien segera tidak merasakan sakit. Bahkan gurunya, Syekh Abu
Bakar bin Salim, memerlukan datang kepadanya untuk berobat. Karamah yang
luar biasa itu juga tampak dari ketekunan Habib Abdurrahman ketika
mempelajari tiga buah kitab karangan gurunya, Syekh Abu Bakar bin Salim.
Suatu malam, datanglah beberapa ekor tikus menggondol kitab-kitab
tersebut. Ia langsung berdoa, dan seketika itu juga berjatuhanlah
tikus-tikus itu, mati. Setelah itu tidak ada lagi seekor tikus pun di
rumahnya.
Demikian
juga ketika muncul wabah belalang yang menyerang tanaman di sebuah
desa. Untuk membantu para petani, ia berdoa mengusir belalang tersebut.
Dan sejak itu tak ada lagi belalang yang mengganggu para petani.
Kisah
lainnya adalah tentang seorang musafir menderita suatu penyakit yng
membuat para dokter berputus asa mengobatinya. Seorang lelaki saleh
beserta kepadanya “Penyakitmu ini tidak akan sembuh, kecuali dengan makanan yang benar – benar halal.”
Ia lalu bertanya kepada orang saleh tadi di mana makanan yang benar – benar halal tersebut dapat ia temukan. “Di Hadhramaut” Jawabnya
Lelaki
itu kemudian pergi ke Hadramaut. Ia mulai bertanya – tanya siapa orang
saleh yang terkenal saat itu. Akhirnya ia memperoleh jawaban , bahwa
orang itu adalah Syeikh Abu Bakar bin Salim yang tinggal di kota Inat.
Ia lalu pergi ke Inat menemui Syeikh Abu Bakar bin Salim. Namun, Syeikh
Abu Bakar bin Salim menyuruhnya untuk menemui murid beiau yang bernama
Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Jufri di kota Taris.
Ia
segera pergi ke Taris. Sesampainya disana, ia bertemu dengan seorang
petani yang lagi bekerja di ladang. Lelaki itu mengira bahwa yang
dilihatnya adalah pembantu Habib Abdurrahman. Ia lalu duduk didekatnya.
Ketika masuk waktu shalat, lelaki itu bangun untuk shalat, sedangkan si
petani tetap menggarap kebunnya hingga waktu shalat hampir habis. Lelaki
itu mengamati gerak – gerik si petani. Mengetahui dirinya diperhatikan
si-petani berkata, “Apa yang kau inginkan dari Abdurrahman al – Jufri.”
Lelaki
itu lalu menceritakan maksud kedatangannya, dan juga menjelaskan bahwa
kedatangannya ini atas anjuran Syeikh Abu Bakar bin Salim. Petani itu
lalu berkata, “ Aku adalah Abdurrahman al – Jufri. Perintah syeikhku
kuterima . Ambillah daun qadhb ini ( Sebagian orang menamakan daun ini
barsim ) makanlah hingga kenyang. Insya Allah daun – daun itu dapat
menyembuhkanmu”.
Ia kemudian memakan
daun itu hingga kenyang. Habib Abdurrahman lalu menyuruhnya berjalan –
jalan. Setelah lelaki itu melaksanakan perintah Habib Abdurrahman
perutnya terasa mules, lalu buang air, keluarlah semua penyakitnya.
Ia
kemudian menemui Habib Abdurrahman, berterima kasih kepadanya dan
bersyukur kepada Allah atas kesembuhannya. Habib Abdurrahman lalu
mempersilahkannya masuk kedalam rumah. Beliau menjamu dan memuliakan
tamunya. Sewaktu hendak berpamitan, lelaki itu memberi Habib Abdurrahman
beberapa dinar sebagai hadiah.
“ Kau lebih memerlukannya.”
Kata Habib Abdurrahman menolak pemberian itu. Namun si lelaki tetap
memaksa beliau untuk menerimanya. Habib Abdurrahman lalu mengusap kedua
mata lelaki itu dengan tangannya, tiba – tiba gunung yang berada di
hadapan lelaki itu berubah menjadi emas merah.
“ Apa yang kau lihat?” tanya Habib Abdurrahman.
Lelaki itu mengatakan apa yang dilihatnya.
“ Alhamdulillah”, aku hidup berkecukupan. Aku berkebun tidak lain untuk menutupi keadaanku dan mencari yang halal.”
“Aku bertanya – tanya dalam hatiku, mengapa ketika shalat hampir berlalu kau tetap Berkebun.” Tanya lelaki itu.
Habib
Abdurrahman tersenyum lalu mengajaknya masuk ke 9 tempat khalwat
beliau. Di setiap tempat khalwat , lelaki itu melihat Habib Abdurrahman
sedang Shalat, membaca Qur'an, Dzikir, Shalawat dsb. Lelaki itu lalu
minta maaf dan berterimakasih atas kebaikan beliau kepadanya. Ia
kemudian pulang ke negaranya dalam keadaan sehat
Kisah
lainnya adalah beberapa pemimpin (sultan/raja) di zaman itu menginginkan fatwa dari
ulama, dimana fatwa tersebut tidak ada dalam syariat yang mu'tamad
(kuat) tetapi ada di dalam fatwa yang minoritas (sedikit).Para Ulama
yang bersifat wara' menolak untuk memfatwakan bagi pemimpin tersebut.
Kemudian para ulama tersebut menyarankan untuk memintakan fatwa kepada
Pemimpin para ulama di zaman itu yaitu Al Imam Abdurrahman bin Muhammad
Al Jufri, kalau beliau izinkan kami para ulama ikut beliau.
Dan datanglah 'pemimpin' itu kepada Al Imam Abdurrahman Al Jufri yang kebetulan juga masih ada hubungan kekerabatan keluarga dengan pemimpin itu (Putri pemimpin itu istri beliau).
Ketika itu Al Imam Abdurrahman Al Jufri sedang berada di majelisnya disitu ada kaum wanita dibalik satir (penghalang) dan di depan banyak kaum laki-laki yang banyak hadir majelisnya beliau.
Lalu pemimpin itu mengadukan sebuah permasalahan dan permohonan fatwa.
Maka Al Imam Abdurrahman Al Jufri menjawab dengan tegas bahwa beliau tidak akan mengeluarkan fatwa kecuali dengan pendapat fatwa yang terkuat (mu'tamad) di dalam madzhab ini, tidak bisa beliau memberikan fatwa yang lain.
Kemudian pemimpin itu mengancam, "Seandainya kamu tidak memfatwakan hal ini untuk saya, maka putriku yang merupakan istrimu akan saya ambil".
Maka Al Imam Abdurrahman Al Jufri berkata, "Silahkan kamu lakukan apa saja terserah kamu, karena agama tidak bisa dikorbankan untuk hal-hal semacam ini".
Pemimpin itu melanjutkan, "Kalau begitu aku ambil anakku dari engkau."
Al Imam Abdurrahman Al Jufri berkata lagi, "Kalau kamu mau ambil anakmu silahkan, tapi ketahuilah bahwa anakmu (istri beliau) itu sedang hamil, namun saya juga punya istri yang lain, Dengan izin Allah hamilnya anakmu itu akan berpindah ke istriku yang lain".
Maka istri pertama dari beliau itu mendengar perkataan itu, istri pertama merasakan ada janin yang tumbuh di perutnya.Dan hamilnya anak dari pemimpin seketika itu juga hilang dan berpindah ke istri pertama Al Imam Abdurrahman Al Jufri.
Bersama ketegasan Al Imam Abdurrahman Al Jufri dalam menegakkan agama ini, tidak seharipun beliau berdiri mencaci-maki pemimpin itu. ataupun mengumpulkan massa untuk menentang kepada pemimpin itu.
Mengapa bisa seperti itu ?
Sebab mereka para ulama merupakan pengampu amanat, yang membawa agama yang agung, mereka tidak mengikuti hawa nafsu, dan mereka tidak melakukan hal-hal yang dapat membahayakan umat, dan mereka tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan kerusakan diatas kerusakan, karena mereka adalah kaum yang telah mendapat Hidayah dari Allah, mendapatkan anugerah dari Allah menjadi orang yang beruntung, mereka tidak punya tujuan lain selain dari Allah Subhanahuwata'ala, dan mereka senantiasa berjalan seiring dengan Al Qur'an.
abdkadiralhamid@2017
Dan datanglah 'pemimpin' itu kepada Al Imam Abdurrahman Al Jufri yang kebetulan juga masih ada hubungan kekerabatan keluarga dengan pemimpin itu (Putri pemimpin itu istri beliau).
Ketika itu Al Imam Abdurrahman Al Jufri sedang berada di majelisnya disitu ada kaum wanita dibalik satir (penghalang) dan di depan banyak kaum laki-laki yang banyak hadir majelisnya beliau.
Lalu pemimpin itu mengadukan sebuah permasalahan dan permohonan fatwa.
Maka Al Imam Abdurrahman Al Jufri menjawab dengan tegas bahwa beliau tidak akan mengeluarkan fatwa kecuali dengan pendapat fatwa yang terkuat (mu'tamad) di dalam madzhab ini, tidak bisa beliau memberikan fatwa yang lain.
Kemudian pemimpin itu mengancam, "Seandainya kamu tidak memfatwakan hal ini untuk saya, maka putriku yang merupakan istrimu akan saya ambil".
Maka Al Imam Abdurrahman Al Jufri berkata, "Silahkan kamu lakukan apa saja terserah kamu, karena agama tidak bisa dikorbankan untuk hal-hal semacam ini".
Pemimpin itu melanjutkan, "Kalau begitu aku ambil anakku dari engkau."
Al Imam Abdurrahman Al Jufri berkata lagi, "Kalau kamu mau ambil anakmu silahkan, tapi ketahuilah bahwa anakmu (istri beliau) itu sedang hamil, namun saya juga punya istri yang lain, Dengan izin Allah hamilnya anakmu itu akan berpindah ke istriku yang lain".
Maka istri pertama dari beliau itu mendengar perkataan itu, istri pertama merasakan ada janin yang tumbuh di perutnya.Dan hamilnya anak dari pemimpin seketika itu juga hilang dan berpindah ke istri pertama Al Imam Abdurrahman Al Jufri.
Bersama ketegasan Al Imam Abdurrahman Al Jufri dalam menegakkan agama ini, tidak seharipun beliau berdiri mencaci-maki pemimpin itu. ataupun mengumpulkan massa untuk menentang kepada pemimpin itu.
Mengapa bisa seperti itu ?
Sebab mereka para ulama merupakan pengampu amanat, yang membawa agama yang agung, mereka tidak mengikuti hawa nafsu, dan mereka tidak melakukan hal-hal yang dapat membahayakan umat, dan mereka tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan kerusakan diatas kerusakan, karena mereka adalah kaum yang telah mendapat Hidayah dari Allah, mendapatkan anugerah dari Allah menjadi orang yang beruntung, mereka tidak punya tujuan lain selain dari Allah Subhanahuwata'ala, dan mereka senantiasa berjalan seiring dengan Al Qur'an.
abdkadiralhamid@2017
0 Response to "Al Imam Abdurrahman bin Muhammad al-Jufri Maula 'Arsyeh"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip