KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII
FIKIH SHALAT
Terdapat lima waktu yang diharamkan shalat di dalamnya dan jika tetap dilakukan maka tidak sah shalat tersebut. Tiga diantaranya berkaitan dengan waktu pelaksanaan dan dua lainnya berkaitan dengan perbuatan shalat itu sendiri. Tiga hal yang berkaitan dengan waktu adalah:
1. Sejak terbit matahari hingga meninggi satu tombak (kurang lebih 16 menit).
2. Ketika matahari tepat di atas langit. Waktunya sangat singkat.
3. Jika sinar matahari menguning hingga terbenam matahari.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir RA, ia berkata: “Tiga waktu yang Rasulullah SAW melarang kami untuk melaksanakan shalat dan menguburkan jenazah: ketika terbit matahari hingga meninggi, ketika tengah hari hingga tergelincir matahari, dan ketika matahari condong untuk tenggelam hingga benar-benar tenggelam.” (HR. Muslim).
Adapun yang berkaitan dengan perbuatan shalat adalah:
1. Setelah shalat Shubuh hingga terbit matahari.
2. Setelah shalat Ashar hingga terbenam matahari.
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri RA, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Shalat yang diharamkan terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Shalat sunah yang memiliki sebab belakangan. Shalat sunah ini ada enam, yaitu shalat sunah ihram, shalat sunah safar, shalat sunah istikharah (memohon pertimbangan), shalat sunah qatl (dijatuhi hukuman mati), shalat sunah keluar dari rumah, dan shalat sunah hajat.
2. Shalat sunah mutlak. Yaitu shalat sunah yang tidak memiliki sebab atau waktu. Termasuk dalam jenis ini shalat sunah Tasbih dan sejenisnya yang tidak memiliki sebab atau waktu tertentu.
Adapun shalat-shalat lain maka dibolehkan dilaksanakan pada waktu-waktu tersebut –kecuali jika disengaja dilakukan di waktu tersebut maka haram–, yaitu:
1. Shalat qadha, baik shalat wajib atau sunah.
2. Shalat sunah yang memiliki sebab di permulaan, seperti shalat Tahiyatul Masjid.
3. Shalat sunah yang memiliki sebab di pertengahan (bersamaan dengan pelaksanaan shalat), seperti shalat Kusuf (gerhana matahari), Khusuf (gerhana bulan), shalat Istisqa` (minta hujan), dan shalat Jenazah.
Dikecualikan dari keharaman ini dua hal, yaitu:
1. Dibolehkan melaksanakan shalat pada waktu-waktu diatas di seluruh wilayah tanah suci Mekah. Ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Jubair bin Muth’im RA, bahwa Nabi SAW bersabda:
2. Dibolehkan melaksanakan shalat ketika matahari tepat di atas kepala pada hari Jum’at.
Catatan:
1. Jika khatib telah menaiki mimbar maka tidak boleh melaksanakan shalat apapun berdasarkan ijmak (kesepakatan) seluruh ulama, kecuali shalat Tahiyatul Masjid. Shalat ini harus dilaksanakan secara ringkas dan tidak boleh lebih dari dua rakaat.
2. Hukumnya makruh melaksanakan shalat jika telah dikumandangkan iqamat atau shalat jamaah sudah dilakukan. Rasulullah SAW bersabda:
WALLAHU A’LAM
Sumber : http://ahmadghozali.com
abdkadiralhamid@2016
FIKIH SHALAT
WAKTU SHALAT
C. Waktu yang Diharamkan Shalat Terdapat lima waktu yang diharamkan shalat di dalamnya dan jika tetap dilakukan maka tidak sah shalat tersebut. Tiga diantaranya berkaitan dengan waktu pelaksanaan dan dua lainnya berkaitan dengan perbuatan shalat itu sendiri. Tiga hal yang berkaitan dengan waktu adalah:
1. Sejak terbit matahari hingga meninggi satu tombak (kurang lebih 16 menit).
2. Ketika matahari tepat di atas langit. Waktunya sangat singkat.
3. Jika sinar matahari menguning hingga terbenam matahari.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir RA, ia berkata: “Tiga waktu yang Rasulullah SAW melarang kami untuk melaksanakan shalat dan menguburkan jenazah: ketika terbit matahari hingga meninggi, ketika tengah hari hingga tergelincir matahari, dan ketika matahari condong untuk tenggelam hingga benar-benar tenggelam.” (HR. Muslim).
Adapun yang berkaitan dengan perbuatan shalat adalah:
1. Setelah shalat Shubuh hingga terbit matahari.
2. Setelah shalat Ashar hingga terbenam matahari.
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri RA, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ العَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ
“Tidak sah shalat setelah Shubuh hingga matahari meninggi, dan tidak
sah shalat setelah Ashar hingga matahari tenggelam.” (HR. Bukhari dan
Muslim).Shalat yang diharamkan terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Shalat sunah yang memiliki sebab belakangan. Shalat sunah ini ada enam, yaitu shalat sunah ihram, shalat sunah safar, shalat sunah istikharah (memohon pertimbangan), shalat sunah qatl (dijatuhi hukuman mati), shalat sunah keluar dari rumah, dan shalat sunah hajat.
2. Shalat sunah mutlak. Yaitu shalat sunah yang tidak memiliki sebab atau waktu. Termasuk dalam jenis ini shalat sunah Tasbih dan sejenisnya yang tidak memiliki sebab atau waktu tertentu.
Adapun shalat-shalat lain maka dibolehkan dilaksanakan pada waktu-waktu tersebut –kecuali jika disengaja dilakukan di waktu tersebut maka haram–, yaitu:
1. Shalat qadha, baik shalat wajib atau sunah.
2. Shalat sunah yang memiliki sebab di permulaan, seperti shalat Tahiyatul Masjid.
3. Shalat sunah yang memiliki sebab di pertengahan (bersamaan dengan pelaksanaan shalat), seperti shalat Kusuf (gerhana matahari), Khusuf (gerhana bulan), shalat Istisqa` (minta hujan), dan shalat Jenazah.
Dikecualikan dari keharaman ini dua hal, yaitu:
1. Dibolehkan melaksanakan shalat pada waktu-waktu diatas di seluruh wilayah tanah suci Mekah. Ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Jubair bin Muth’im RA, bahwa Nabi SAW bersabda:
يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ، لاَ تَمْنَعُوا
أَحَداً طَافَ بِهَذَا الْبَيْتِ، وَصَلَّى أَيَّةَ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ
لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ
“Wahai anak keturunan Abdi Manaf, janganlah kalian melarang seseorang
untuk melaksanakan thawaf di rumah ini, dan melaksanakan shalat di
waktu apapun yang ia kehendaki baik malam ataupun siang.” (HR. Tirmidzi,
Abu Daud, Nasa`i, dan Ibnu Majah).2. Dibolehkan melaksanakan shalat ketika matahari tepat di atas kepala pada hari Jum’at.
Catatan:
1. Jika khatib telah menaiki mimbar maka tidak boleh melaksanakan shalat apapun berdasarkan ijmak (kesepakatan) seluruh ulama, kecuali shalat Tahiyatul Masjid. Shalat ini harus dilaksanakan secara ringkas dan tidak boleh lebih dari dua rakaat.
2. Hukumnya makruh melaksanakan shalat jika telah dikumandangkan iqamat atau shalat jamaah sudah dilakukan. Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ
“Jika sudah dikumandangkan iqamat maka tidak ada shalat kecuali shalat wajib.” (HR. Muslim).WALLAHU A’LAM
Sumber : http://ahmadghozali.com
abdkadiralhamid@2016
0 Response to "WAKTU LARANGAN SHALAT, KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip