Syarat adalah apa yang tergantung padanya keberadaan sesuatu, tapi ia
bukan bagian dari sesuatu itu. Syarat shalat ada dua macam, yaitu
syarat wajib dan syarat sah shalat.
Masjid al-Muhdhar Hadramaut Yaman
A. SYARAT WAJIB SHALAT Yang dimaksud dengan syarat wajib shalat adalah hal-hal yang jika
terpenuhi pada diri seseorang maka ia wajib melaksanakan shalat. Dengan
demikian, syarat-syarat ini berkaitan dengan pelaku shalat (manusia)
bukan shalat yang dilakukan (perbuatan). Syarat wajib shalat ada enam, yaitu islam, balig, berakal, suci dari
haida dan nifas, sampai kepadanya dakwah Islam, dan sehat indera.
1. Islam Orang kafir asli tidak wajib melaksanakan shalat dan tidak pula wajib
mengqadha shalat selama masa kekafirannya jika ia masuk Islam. Allah
SWT berfirman:
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti
(dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang
dosa-dosa mereka yang sudah lalu.”
Diriwayatkan dari Abu Thawil Syathab al-Mamdud, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
اَلْإِسْلاَمُ يَجُبُّ مَا قَبْلَهُ
“Islam memutus (menutup) apa yang telah lalu.” (HR. Thabrani).
Adapun orang murtad maka wajib mengqadha shalat yang ia tinggalkan
selama masa murtad hingga kembali kepada Islam memperberat hukuman
atasnya. Adapun shalat yang ia lakukan sebelum murtad maka tidak perlu
diqadha karena ibadah tersebut tidak batal dengan kemurtadan kecuali
jika mati dalam keadaan murtad. Allah berfirman
“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya.”
(Al-Baqarah: 217).
2. Balig. Shalat tidak wajib bagi anak kecil meskipun telah mumayiz (mampu
membedakan baik dan buruk), yaitu berusia kurang lebih 7 tahun.
Rasulullah SAW bersabda:
“Kewajiban diangkat (tidak berlaku) bagi tiga: orang yang tidur
hingga terbangun, anak kecil hingga balig, dan orang gila hingga sadar.”
(HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).
Seseorang dianggap telah balig jika ditemukan salah satu tanda berikut pada dirinya, yaitu:
Mencapai usia 15 tahun dengan perhitungan kalender qamariah (bulan Hijriah) baik laki-laki maupun perempuan.
Mimpi basah, baik bagi laki-laki maupun perempuan dalam usia minimal 9 tahun qamariah.
Haid bagi perempuan dalam usia minimal 9 tahun qamariah.
Namun demikian, meskipun seorang anak belum balig tapi kedua orang
tuanya harus memerintahkannya untuk melaksanakan shalat jika ia telah
berumur 7 tahun. Mereka juga boleh dipukul jika telah berusia 10 tahun.
Rasulullah SAW bersabda:
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika
berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka karenanya ketika berusia
sepuluh tahun.” (HR. Ahmad).
3. Berakal. Shalat tidak wajib bagi orang gila, anak kecil yang belum mumayiz dan
orang pingsan. Mereka juga tidak wajib mengqadhanya. Ini berdasarkan
penjelasan Nabi SAW mengenai orang yang tidak dikenai kewajiban syariat
yang diantaranya adalah:
وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Dan orang gila hingga sadar.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).
4. Suci dari haid dan nifas. Perempuan yang kedatangan haid maupun nifas tidak boleh melaksanakan
shalat bahkan dianggap berdosa jika tetap melakukannya sementara ia tahu
larangan tersebut. Tapi ia tidak perlu mengqadhanya jika telah suci.
Aisyah RA pernah ditanya mengapa perempuan haid mengqadha puasa tapi
tidak mengqadha shalat. Ia menjawab: “Kami mendapati hal itu bersama
Rasulullah SAW maka kami diperintahkan mengqadha puasa tapi tidak
diperintahkan mengqadha shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
5. Sampai kepadanya dakwah Islam. Jika seseorang hidup di suatu tempat yang terpencil sekali sehingga
tidak pernah sampai kepadanya dakwah Islam atau apapun tentang syariat
Islam maka ia tidak wajib shalat dan tidak pula mengqadhanya. Allah SWT
berfirman:
“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (Al-Isrâ`: 15).
6. Sehat indera. Seseorang yang dilahirkan dalam keadaan buta dan tuli, atau kedua
cacat tersebut terjadi sebelum balig, maka ia tidak wajib melaksanakan
shalat meskipun dapat berbicara. Ia juga tidak wajib mengqadhanya jika
kecacatan itu hilang darinya.
Karena informasi tentang kewajiban ibadah dan tatacaranya hanya dapat
diketahui melalui indera mata dan telinga. Sehingga jika keduanya tidak
berfungsi maka mustahil seorang dapat melakukan sebuah perintah atau
meninggalkan sebuah larangan syariat. wallahu a’lam Sumber : http://ahmadghozali.com abdkadiralhamid@2016
0 Response to "SYARAT WAJIB SHALAT, KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip