Oleh Muhammad Al-Muthohhar
PERTANYAAN:
Habsyie Hareem Hally
Assalamu'alaikum
ustadz apa hukumnya syarifah yang menikah bukan dengan dari golongan sayyid..??
JAWABAN:
Wa'alaikum salam.
KAFA’AH (kesepadanan)
Definisi secara syari’at:
perkara yang mana seandainya tanpanya akan menyebabkan kecacatan atau ‘aib.
Apa alasan harusnya mempertimbangkan kesepadanan dalam nikah..??
Jawaban:
Ulama’ berkata: sebab / alasan harusnya mempertimbangkan kesepadanan dalam nikah yaitu adalah untuk menolak cela / noda / ‘aib yang mana mengotori kepada tujuan-tujuan syari’at (yang ada lima) yang mana diwajibkan bagi kita untuk selalu menjaganya (secara ijma’ / kesepakatan ulama’), yaitu (tujuan syari’at yang ada 5) agama, jiwa, harga diri, harta, akal. Dan juga termasuk alasan mempertimbangkan kesepadanan dalam nikah dikarenakan tujuan-tujuan dalam nikah adalah untuk persahabatan yang erat, kasih sayang, membangun keluarga yang saling menyayangi, dan semua itu tidak akan terjadi kecuali dengan kesepadanan antara dua belah pihak.
Apa ada dalilnya keharusan mempertimbangkan kesepadanan dalam nikah...??
Jawaban:
Banyak sekali dalilnya, diantaranya Rosul bersabda:
“pilih-pilihlah hai kalian semua untuk bibit-bibit anak kalian, karena sesungguhnya nasab adalah penarik (ini adalah pribahasa arab, maksudnya keturunan sifat dan perilakunya tidak mungkin jauh dari sifat dan perilaku orang tuanya), maka nikahlah kalian kepada yang sepadan dengan kalian dan nikahkanlah mereka pula dengan yang sepadan”. Hadist riwayat Ibnu Majah & Hakim & Al Baihaqi.
Diantara dalilnya juga sabda Rosulullah Saw kepada Sayyidina Ali karromallahu wajhah
“3 perkara jangan kamu mengakhir-akhirkan nya, sholat jika telah datang waktunya, jenazah (artinya langsung dimandikan, dikafani, dll), dan wanita yang tak bersuami jika telah mendapati yang sepadan dengannya”. Hadist riwayat At Turmudzi.
Diantara dalilnya juga sabda Rosulullah Saw:
“sesungguhnya Allah memilih kinanah dari anak Nabi Isma’il, dan memilih quraish dari kinanah, dan memilih dari quraish bani hasyim, dan memilihku dari bani hasyim”. Hadist riwayat Muslim & At turmudzi & selain keduanya.
Ulama’ berkata: dan hadist-hadist diatas menjadi dalil bahwa selain bangsa quraish arab bukanlah sepadan dengan mereka dalam pernikahan, dan selain bani hasyim sepadan dengan mereka, dan ketika ayat-ayat & hadist-hadist menunjukkan secara pasti bahwa keturunan Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain semjuanya dinisbatkan kepada Rosulullah Saw dengan nisbat yang sah yang mana tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama’ dalam masalah ini, dan benar-benar sepakat para ulama’ atas permasalahan ini, yang mana mereka (keturunan Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain) paling bagusnya manusia dalam kemuliaan dan nasab, dan sesungguhnya tidak ada yang sepadan terhadap mereka (keturunan Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain) kecuali dari golongan mereka sendiri.
Imam As Suyuthi berkata dalam kitabnya (Al Khosho’is): dan daripada kekhususan Rosulullah Saw adalah keturunan-keturunannya dari anak perempuannya yaitu Sayyidatuna Fatimah, dan keturunan Sayyidah Fatimah dinisbatkan/ bernasab kepada Rasulullah Saw, dan bahwasannya tidak ada yang sepadan dengan mereka (keturunan Sayyidatuna Fatimah), kecuali dari golongan mereka sendiri, dalilnya adalah hadist yang diriwayatkan Hakim dari Sayyidina Jabir beliau berkata: bahwa Rasulullah bersabda:
“setiap keturunan dari ayah memiliki ‘asobah, kecuali anak-anak Fatimah putriku, maka akulah wali mereka dan ‘asobah mereka”. Imam At Thobroni meriwayatkan hadist dari Sayyidatuna Fatimah “setiap keturunan perempuan maka mereka bernisbat kepada ‘asobah mereka (jalur ayah), kecuali anak cucu Fatimah maka sesungguhnya AKUlah (Rasulullah Saw) wali mereka dan ‘asobah mereka dan ayah-ayah bagi mereka”.
Imam At Thobroni dan Abul Khoir meriwayatkan hadist:
“sesungguhnya Allah menjadikan keturunan setiap Nabi ada di sulbinya (keturunan), Dan Allah menjadikan keturunanku ada pada sulbinya ‘Ali bin Abi Tholib”.
Dan ketahuilah bahwa Alqur’an dan hadist tidak pernah menjelaskan dengan tidak adanya pertimbangan pada kesepadanan nasab dalam pernikahan sama sekali, dan tidak pernah pula mentiadakan pertimbangan kesepadanan dalam hal agama. Iya memang betul keduanya (Alqur’an dan hadist) menjelaskan dalam KEUTAMAAN orang-orang yang bertaqwa daripada yang lainnya (yang tidak bertqwa), dan keduanya menjelaskan pula dengan keutamaan keturunan Rosulullah daripada yang lainnya, dan hadist menjelaskan dengan lebih utamanya orang arab daripada selain bangsa arab, dan lebih utamanya bangsa quraish daripada yang lainnya, dan lebih utamanya bani hasyim daripada yang bangsa quraish, dan lebih utama nya Nabi Muhammad dan keturunanNYA daripada bani hasyim, dan dari sini kebanyakan ulama’ berpendapat dengan adanya pertimbangan kesepadanan dalam nasab, dan sesungguhnya tidak ada yang sepadan dengan keturunan Nabi Muhammad kecuali dari golongan mereka sendiri.
Ulama’ berkata: dan tidak bisa (Salah besar) mengambil dalil atas tidak adanya pertimbangan nasab dalam kesepadanan dengan firman Allah ta’ala “hai para manusia AKU ALLAH telah menciptakan kalian laki-laki dan perempuan”, dan juga dengan sabda Nabi Muhammad “tidak ada keutamaan bagi orang arab atas yang lainnya, dan tidak ada keutamaan lebih antara bangsa selain arab dengan bangsa arab, kecuali hanya dengan ketaqwaan”, dan sabda Nabi yang lainnya “sesungguhnya keluarga bani fulan bukanlah yang memiliki kedekatan atau kekhususan bagiku, akan tetapi yang memiliki itu adalah orang-orang yang bertqwa”. Maka semua ayat dan hadist diatas adalah sebagai dalil tidak adanya kesepadanan dalam nasab, karena ayat dan hadist diatas datang dalam hal menjelaskan keutamaan orang yang bertaqwa, dan tidak ada keraguan bahwa yang mulia disisi Allah adalah orang yang bertaqwa, dan pembahasan kita bukan kearah kemuliaan orang yang bertaqwa, hanya saja pembahasan kita adalah bahwa nasab yang agung apakah bisa dibanggakan oleh orang-orang yang berakal di dunia atau tidak..?? jawabannya adalah iya, bisa dibanggakan, dan bahwasannya wali yang memaksa anaknya untuk menikahi yang tidak sepadan nasabnya yang mulia (keturunan Nabi Muhammad) dianggap melecehkan dan dianggap ‘aib, ini bukan dianggap membanggakan nasab..!! dan adapun larangan membangga-banggakan nasab adalah diarahkan kepada jika ia sombong dan melecehkan yang lainnya, maka jika hanya menyebutkan ni’mat yang agung (ditaqdirkan menjadi keturunan Nabi Muhammad) dan niat menjaga harga diri sebagai keturunan Rosul daripada terjadinya ‘aib (jika nikah pada selain keturunan Rosul) dan menjaga nasab Rosul agar terus bersambung jangan sampai terputus, maka hal ini tidaklah hal yang tercela, akantetapi diamalkan oleh para ulama’ dan sholihin, seperti sabda Rosul “aku pemimpin anak adam wala fakhr (maksudnya: aku mendapatkan ni’mat dan kemuliaan yang agung dari Allah, bukan dari diriku sendiri, maka aku tidak menyombongkannya), dan dalam hadist yang lain “aku adalah Nabi tanpa berbohong, aku adalah keturunan Abdul Muttholib”.
Ulama’ berkata: adapun sabda Nabi
“jikadatang kepada kalian orang yang kalian ridho’i agama dan akhlaqnya, maka kawinkanlah ia, jika tidak kamu lakukan maka ada fitnah dibumi ini dan kerusakan yang besar”.
Maka tidak ada dalam hadist ini pembahasan yang menunjukkan kepada tidak ada pertimbangan dalam kesepadanan nasab, karena maksud hadist itu begini: jika kamu tidak suka kepada orang yang beragama dan memiliki akhlaq yang diridho’i yang mana keduanya menyebabkan kesholehan dan ke istiqomahan, dan suka nya kalian hanya dalam harta yang menarik kepada kesesatan dan yang menarik kepada adanya kerusakan yang mana akan menyebabkan fitnah (yang menjelaskan ma’na hadist ini adalah Assayyid Muhammad Al Murtadho Az Zabidi dalam syarah ihya’ nya.
Maka jika dikatakan kepadamu: Nabi Muhammad kan menikahkan Zainab bintu Jahsy yang berbangsa quraish dari kepada budaknya Zaid bin haritsah, dan Nabi Muhammad menikahkan Fatimah bintu qois berbangsa fihriyyah kepada Usamah bin Zaid, para Ulama’ berkata dalam masalah ini: hal itu karena daripada kekhususan Nabi Muhammad menikahkan kepada sesuka beliau walaupun tanpa ridho mereka dan ridho wali mereka, karena firman Allah “Nabi Muhammad adalah lebih utama/didahulukan oleh orang yang beriman daripada kepada diri mereka sendiri”, dan sabda Nabi Muhammad Saw “aku wali setiap orang yang beriman”. Maka tidak bisa diqiyaskan seseorangpun dengan perbuatan Nabi dalam hal tersebut.
dan didalam suatu kisah “bahwa Nabi Muhammad Saw ketika melamar Zainab untuk budakNya Zaid bin haristah, Si Zainab menolak dan saudaranya pun menolak, dan Nabi muhammad pun tetap mendesak kepada Zainab dan si Zainab tetap enggan, hingga turun firman Allah “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. Maka ketika itu berkata si Zainab “engkau meridho’i aku dengan si Zaid wahai Rosul..?? Rosul menjawab “aku ridho”, maka kemudian mereka dikawinkan.
Ulama’ berkata: sesungguhnya Zainab enggan terhadap si Zaid, hanya saja karena si Zainab memandang bahwa si Zaid tidaklah sepadan dengannya dari segi nasab, akan tetapi ketika Rosul memerintahkan, maka wajib baginya untuk mematuhi.
Begitu juga Fatimah bintu qois, sesungguhnya ia awal kali enggan dengan si Usamah bin Zaid sehingga Rosul berkata kepada si Fatimah “ta’at kepada Allah dan ta’at kepada Rosul lebih baik atasmu”, hingga si Fatimah ridho ketika itu.
Maka seandainya kesepadanan dalam nasab tidak harus dipertimbangkan, akan tetapi hanya kesepadanan dalam agama/ketaqwaan saja, kenapa si Zainab dan Fatimah enggan kepada si Zaid dan Usamah, padahal mereka kedua adalah termasuk pembesar-pembesar sahabat Nabi Muhammad Saw dan termasuk yang paling dicintai Nabi Muhammad Saw.
Apa hukum kesepadanan dalam nikah dari segi nasab menurut imam 4 madzhab...???
Jawaban:
Sepakat imam 3, As Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad bin hanbal dan kebanyakan ummat, bahwa kesepadanan dalam pernikahan dalam segi agama dan nasab harus dipertimbangkan, kecuali menurut Imam Malik yang tidak mempertimbangkannya, dan mereka imam 4 madzhab juga berbeda pendapat dalam sifat-sifat kesepadanan yang harus dipertimbangkan.
Apa hukumnya jika wali dan si perempuan setuju / sepakat atas pernikahan kepada yang tidak sepadan terhadapnya...???
Jawaban:
Sah akadnya menurut imam 3, dan dalam riwayat Imam Ahmad bin hanbal beliau tidak mengesahkan pernikahan tersebut walaupun mereka (wali dan si wanita) menggugurkan haq kesepadanan. Ibnu Taimiyyah berkata dalam fatawa nya ketika pembahasan kesepadanan dalam nasab “adapun menurut Abi Hanifah dan As Syafi’i dan Ahmad bin hanbal dalam salah satu riwayatnya bahwa kesepadanan adalah haq dari wanita dan orang tuanya, maka jika mereka ridho dengan lelaki yang tidak sepadan, boleh hukumnya. Dan menurut imam Ahmad dalam riwayat yang lain bahwa kesepadanan adalah haq Allah. Maka tidak sah pernikahan wanita kepada lelaki yang tidak sepadan dengannya.
Ulama’ berkata: kesimpulannya bahwa madzhab imam Ahmad mengharuskan menggugurkan haq kesepadanan dari keridhoan si wanita dan seluruh walinya yang dekat maupun yang jauh, bahkan dalam riwayat imam Ahmad yang lainnya bahwa tidak sah sama sekali walaupun mereka semua (Wali yang dekat dan jauh & si wanita) ridho, karena kesepadanan adalah haq Allah, maka tidaklah bisa digugurkan.
Dan saadah Al ‘Alawiyyun (termasuk keturunan-keturunan Rosul yang sholeh, wali, qutb) telah memilih madzhab imam Ahmad bin hanbal dalam menikahkan anak perempuan mereka, yaitu harus dari semua kalangan, wali yang dekat ataupun yang jauh harus ridho semuanya (dari assegaf, maulad dawilah, alaydrus, aljufri, almuhdhor, alhamid, almuthohhar, madihij, fad’aq, ba’abud, almunawwar, albaiti, alhinduan, baraqbah, bilfaqih, bin sumaith, bin syaikh abi bakr bin salim, alhabsyi, bin jindan,alhasani, al jaelani, dan masih banyak yang lainnya), apakah sanggup untuk meminta izin kepada semuanya...????????, para saadah memilih pendapat ini karena untuk menjaga nasab suci Nabi Muhammad dan menghormati kepada Nabi Muhammad.
(disebutkan dalam kitab tarsyihul mustafidin, karangan Al ‘Allamah “alawi bin Ahmad Assegaf).
Maka jika dikatakan kepada anda: Sayyidina Ali karromallahu wajhah telah menikahkan anak-anak perempuannya yang mana ibu mereka adalah Sayyidatuna Fatimah bintu Muhammad shollollahu alaihi wa sallam kepada selain keturunan bani hasyim, maka jawabannya adalah: bahwa sesungguhnya diwaktu itu belum menyebar nasab suci ini, masih sedikit mereka, dan Sayyidina Ali meminta ridho kepada keluarga Nabi Muhammad meminta ridho mereka, dan Sayyidina Ali juga memilihkan yang terbaik bagi anak-anaknya untuk menjaga nasab suci ini. Berbeda dengan zaman ini, maka sangatlah sulit untuk mengumpulkan keluarga Nabi Muhammad yang telah menyebar didunia ini apalagi untuk meminta ridho mereka, sangatlah jauh dari kemungkinan.
Bahkan sebagian saadah berpegang pada riwayat imam Ahmad yang lainnya yaitu tidak sahnya nikah dengan yang tidak sepadan sama sekali, karena kesepadanan adalah haq Allah SWT.
Maka jika dikatakan kepada kamu: ulama’ para ahli fiqh menyebutkan bahwa jika si perempuan dan walinya menggugurkan kesepadanan, maka boleh menikahinya orang yang tidak sepadan dengannya, dan tidak boleh berkomentar wali yang jauh..??, jawabannya adalah: puncak dari apa yang disebutkan oleh ahli fiqh (Selain imam Ahmad bin hanbal) adalah sebagai keringanan saja, ada qo’idah fiqh “ar rukhos la tunathu bil ma’ashi (keringanan tidak bisa digantungkan dengan kema’siat an”), MAKA OLEH KARENA ITU MENJADI HARUS MENGARAHKAN PENDAPAT AHLI FIQH DALAM GUGURNYA KESEPADANAN DALAM NASAB JIKA SI WALI DAN WANITA MENGGUGURKANNYA ADALAH JIKA TIDAK TERDAPAT UNSUR MA’SIAT DAN DOSA, YANG PADAHAL JIKA KITA MENIKAHKAN SYARIFAH (WANITA CUCU ROSULULLAH SAW) DENGAN SELAIN LELAKI CUCU NABI MUHAMMAD ADALAH MENYAKITI HATI PARA CUCU NABI MUHAMMAD, YANG MANA JIKA MEREKA MENYAKITI HATI CUCU-CUCU NABI MUHAMMAD SAMA SAJA MENYAKITI HATI SAYYIDATUNA FATIMAH, JIKA MENYAKITI HATI SAYYIDATUNA FATIMAH BERARTI MENYAKITI HATI ROSULULLAH SAW, MENGHINA ROSULULLAH SAW, MAKA MA’SIAT APA YANG MELEBIHI DARI MENGHINA NABI MUHAMMAD SAW...????????, KARENA CUCU NABI ADALAH BAGIAN DARI SAYYIDATUNA FATIMAH, DAN SAYYIDATUNA FATIMAH ADALAH BAGIAN DARI NABI MUHAMMAD, “WAMA TSABATA LIL ASLI TSABATA LIL FAR’I (APA YANG TETAP PADA AYAH KAKEKNYA –ASHL- MAKA TETAP JUGA PADA ANAK TURUNYA –FAR’U-)”.
Imam Bukhori meriwayatkan hadist, Rosul bersabda “Fatimah adalah bagian dariku, maka barangsiapa yang membuatnya marah maka ia telah membuat aku marah juga”, dalam hadist yang lain rosul berkata kepada sayyidatuna Fatimah “wahai Fatimah sesungguhnya Allah marah dengan kemarahanmu, dan ridho dengan keridhoanmu”. MAKA BARANGSIAPA YANG MENYAKITI ANAK CUCU SAYYIDATUNA FATIMAH TELAH MENANTANG ALLAH / BAHAYA YANG BESAR INI.
Maka telah diketahui dari apa yang telah dijelaskan bahwasannya apa yang di fatwakan saadah bani ‘alawi yang mana mereka adalah keluarga Nabi Muhammad bahwa “TIDAK BOLEH SYARIFAH (WANITA CUCU NABI MUHAMMAD) MENIKAH KECUALI DENGAN SYARIF (LAKI-LAKI CUCU NABI MUHAMMAD) SEPAKAT 4 MADZHAB, DAN KITA TIDAK BOLEH MENENTANGNYA, KITA SEMUA HARUS MEMATUHINYA”.
#Saya menerjemahkan ini dari kitab AL-HABIB ZAIN BIN SUMAITH “AL AJWIBATU AL GHOLIYAH”,,, mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi saya dan semuanya... aaamiiiin...... ^_^
----------------------------------------------------
Kafaah menurut madzhab Syafi’i bukanlah syarat sahnya nikah akan tetapi menjadi hak dari seorang perempuan dan wali nikahnya. Sehingga jika salah satu dari wali atau si perempuan berniat menggugurkan kafaah dengan menginginkan orang yang tidak sekufu’ seperti seorang syarifah (perempuan keturunan dari syd Hasan atau syd Husein) menginginkan menikah dengan laki-laki pilihannya yang yang bukan seorang syarif, namun tidak mendapat restu dari walinya, maka pernikahannya tidak sah walaupun yang menikahkan adalah hakim. Namun jika ada keridhoan dari keduanya (si perempuan dan seluruh walinya sederajat) untuk menggugurkan hak kafaah, maka menurut kalangan fukoha’ pernikahannya sah.
Akan tetapi menurut pandangan dari para habaib khususnya ulama’ dari Hadramaut menyatakan bahwa hak kafaah yang berupa nasab khusus keturunan Nabi (keturunan syd Hasan dan syd Husein) dimiliki oleh seluruh wali baik yang dekat ataupun yang jauh.
Hal ini memberikan pengertian bahwa hak kafaahnya dimiliki oleh para syarif di seluruh penjuru dunia, karena mereka semua masih satu saudara yaitu dari syd Hasan dan syd Husein.
Berikut dalil dari kitab BUGHYATUL MUSTARSYIDIN karya Al-Habib Al-Allamah Abdurrahman al-Masyhur :
(مسألة):
شريفة علوية خطبها غير شريف فلا أرى جواز النكاح وإن رضيت ورضي وليها، لأن هذا
النسب الشريف الصحيح لا يسامى ولا يرام، ولكل من بني الزهراء فيه حق قريبهم
وبعيدهم، وأتى بجمعهم ورضاهم، وقد وقع أنه تزوّج بمكة المشرفة عربي بشريفة، فقام
عليه جميع السادة هناك وساعدهم العلماء على ذلك وهتكوه حتى إنهم أرادوا الفتك به
حتى فارقها، ووقع مثل ذلك في بلد أخرى، وقام الأشراف وصنفوا في عدم جواز ذلك حتى
نزعوها منه غيرة على هذا النسب أن يستخفّ به ويمتهن، وإن قال الفقهاء إنه يصح
برضاها ورضا وليها فلسلفنا رضوان الله عليهم اختيارات يعجز الفقيه عن إدراك
أسرارها، فسلَّم تسلم وتغنم، ولا تعترض فتخسر وتندم.
“ (Masalah) seorang wanita syarifah alawiyah dipinang oleh laki-laki yg bukan syarif. Beliau menjawab “ Aku berpendapat tidak boleh menikahinya walaupun si wanita itu rela dan si walinya juga rela. Karena nasab mulia dan sah ini tidak bisa dicari dan diminta. Dan bagi setiap keturunan Fathimah Az-Zahra memiliki haq sebagai kerabat baik yang dekat maupun yg jauh. Yaitu harus mendapat restu dari mereka semua.
Ini pernah terjadi bahwa ada seoarng arab dari Makkah menikah dengan seorang wanita syarifah, berita ini dio dengar oleh seorang saadah. Kemudian pernikahan ini dibubarkan setelah hamper saja penganten pria disergap masa. Akhirnya ia memilih untuk menceraikan istrinya.
Pernah juga terjadi di daerah lain, para saadah di sanapun bangkit menentang mereka menulis RISALAH mengenai “ tidak diperbolehkannya pernikahan semacam ini “ dan penganten wanita pun diambil paksa dari pangkuan penganten pria. Mereka melakukan ini semua karena semata-mata ingin membela nasab yang mulia jangan sampai dihinakan atau diremehkan oleh orang meskipun sebenarnya ulama fiqih menganggap sah pernikahan ini, asalkan calon penganten wanita dan walinya sama-sama ridho untuk melakukannya. Namun para pendahulu kita (ulama salaf) punya pendapat yang tidak bisa dipahami oleh ahli fiqih karena di sana ada rahasia-rahasia yang tidak bisa diungkapkan. Terima saja pendapat mereka, maka engkau akan selamat dan memperoleh keberuntungan. Dan jangan sekali-kali menentang, sebab engkau akan merugi dan menyesal !! “
Wa Allahu A'lam.
abdkadiralhamid@2015
Namun para pendahulu kita (ulama salaf) punya pendapat yang tidak bisa dipahami oleh ahli fiqih karena di sana ada rahasia-rahasia yang tidak bisa diungkapkan. Terima saja pendapat mereka, maka engkau akan selamat dan memperoleh keberuntungan. Dan jangan sekali-kali menentang, sebab engkau akan merugi dan menyesal !!
ReplyDeleteKalau ga punya jawabannya, ga usah ngancem gini dong... Islam agama yang sempurna, ga ada yang gantung kaya gini... kalau di Al-Quran udah jelas aturannya tidak usah lagi ditambah2-in... sampai kapan aturan seperti ini dipelihara... sampai kapan banyak syarifah yang dibuang begitu saja oleh keluarganya hanya karena dia mau menjalankan sunnah Rasulnya, kalau kalian saja tidak bisa bersatu, kalu kalian saja berselisih paham, kalau kalian saja yang merasa paling benar, kalau kalian sendiri membuat peraturan yang melebihi Al-Qur'an, maka pantaslah umat Islam saat ini terpecah belah, saling menjatuhkan, dan saling mengklaim bahwa hanya dialah yang masuk surga, lainnya penghuni neraka... terus mana sifat Nabi yang sangat bijaksana yang turun pada kalian?... maaf, baca postingan ini membuat saya sedih, membuat saya rindu era keemasan Islam yang satu, yang mampu merebut andalusia, yang mampu meruntuhkan tembok konstatinopel... hanya karena aturan yang sampai sekarang masih terus diperdebatkan ini... padahal kalau kalian para keturunan Nabi bisa merangkul semua kalangan, tidak serta merta membuang para syarifah yang menikah dengan yang bukan sayid (ingatlah keturunan yang dihasilkan oleh mereka juga manusia, dan InsyaAllah para keturunan itu juga mengucapkan 2 kalimat syahadat) - maka Insya Allah umat Islam akan bangkit lagi... kalianlah para pemimpinnya, beri contoh yang bijak pada kami...