//

Habib Ahmad bin Novel bin Jindan

Habib Ahmad bin Novel bin Jindan


Nama:
Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan

Nasab:
Ahmad bin Novel bin Salim bin Ahmad bin Husain bin soleh bin Abdullah bin jindan bin abdullah bin umar bin abdullah bin syaikhon bin Asy Syeikh Abi Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin Asy Syeikh Abdurahman As Seggaf bin Muhammad maula Ad Dawilah bin Ali Maul Ad Dark bin Alwi Al Ghuyyur bin al Ustadz Al A’dzom Al Faqih Al Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad sohib al Murbath bin Ali Khola’ Qosam bin Alwi bin Muhammad Maula Showma’ah bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa Ar Rumi bin Muhammad An Naqib bin Ali Al ‘Uraidhi bin Ja’far As Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al Husain bin Ali bin Abi tholib dan bin Fathimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam.


Tempat &Tanggal lahir:
Jakarta 16 januari 1982


Riwayat pendidikan:

1- SD islam Meranti
2- hingga kelas 2 MTs Darun Najah pertukangan
3- Darul Mushthofa Tarim Hadramaut



Nama guru-guru dan masyaikh:

1- Al Walid Al Habib Novel bin Salim bin Ahmad bin Jindan
2- Al Habib Muhammad bin Ali binAbdurahman Al Habsyi
3- Al Habib Ali Masyhur bin Muhammad bin Salim bin Hafidz
4- Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz
5- Al Habib Hasan bin Abdullah Asy Syatiry
6- Al Habib Salim bin Abdullah Asy Syatiry
7- Al Habib Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Syahab
8- Al Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith
9- As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki
10- Al Habib Syeikh bin Ahmad bin As Syeikh Abi Bakar bin Salim
11- yang mulia Ustadzah Nur Baiti dari jakarta
12- Al Habib Muhammad Saad bin Alwi Al Idrus
13- As Sayyid Muhammad Abduh Al ahdal dari Hudaidah
14- Mufti Huraidhoh Al Habib Ali bin Muhammad bin Salim Al attas
15- Mufti Dow’an Al Habib Abdullah bin Hamid bin Abdul Hadi Al Jailani
16- Mufti Syafiiyah di Makkah al Habib Umar bin Hamid bin Abdul Hadi Al Jailani
17- Al Habib Umar bin Abdullah Al Attas
18- Al Habib Abdullah Syami Al Attas
Dsb




Pekerjaan dan kegiatan dakwah:

1- Ketua pengajar Pondok Pesantren Al Fachriyah Al Habib Novel bin Salim bin Jindan
2- Khodim Majelis Rasulullah
3- Penasehat Majelis Silaturahmi Ulama dan Habaib kota Tangerang dskt
4- Anggota Majelis Al wafa bi Ahdillah
5- Kordinator beberapa program-program dakwah




Jadwal Majelis:

Jadwal Pengajian Rutin Habib Ahmad bin Novel bin Jindan :

1- Pengajian setiap selasa malam rabu jam 20.00-21.30 pembacaan kitab Risalah Al Mu’awanah di Yayasan Al Fachriyah ciledug untuk Laki dan Prempuan dan live audio streaming

2- pengajian setiap sabtu sore jam 16.30-17.30 pembacaan kitab Al Mukhtar minal Anwar di wakaf Al Habib Salim bin Ahmad bin Jindan Otista Raya JakTim khusus Laki2 dan live audio streaming

3- Madras Al Imamul Haddad setiap Senin Pagi jam 09.00-12.30 pembacaan macam-macam kitab salaf bersama para ustad, kiayi dan habaib di yayasan al fachriyah ciledug khusus para asatidz.

4- pengajian bulanan setiap Rabu Akhir bulan jam 19.00-20.30 pembacaan kitab Risalah Jamiah di Masjid As Sairiyah Pondok Aren untuk laki dan perempuan

5- Majelis Imamul Haddad pengajian bulanan setiap Sabtu pertama jam 18.00-19.30 pembacaan kitab Nashoih Diniyah di Masjid Maqom Kramat Habib Kuncung kali Bata untuk laki dan perempuan dan live audio streaming

6- majelis Silaturahmi para ulama dan Habaib setiap jumat akhir bulan jam 13.30-15.00 pembacaan kitab Tanbihul Mughtarrin bersama para astad, kiayi dan habaib di beberapa Masjid (pindah-pindah) sekitar ciledug khusus untuk laki-laki



Jadwal Pengajian Rutin yang Habib Ahmad bin Novel bin Jindan hadiri:

1- Majelis taklim Al Habib Ali bin Abdurahman Al Habsyi Kwitang setiap ahad pagi jam 08.30-10.30 di kwitang untuk Umum Laki dan Perempuan dan live audio streaming

2- Pengajian setiap Malam Jum’at Pimpnan Al Habib Jindan bin Novel bin Jindan jam 18.00-20.30 di Yayasan Al Fachriyah Ciledug untuk laki dan perempuan dan live audio streming



Jadwal Pengajian Rutin Majelis Rasulullah SAW :

1- Jalsatul Itsnain Majelis setiap Malam Selasa jam 20.00-22.15 pembacaan kitab risalah Al Jamiah di Masjid Al Munawar Pancoran untuk Laki dan perempuan dan live video, audio streaming

2- Majelis setiap Malam minggu jam 20.00-22.00 ceramah umum pindah-pindah untuk Laki dan perempuan dan live video, audio streaming


Karya:

1- Fiqih Zakat Fitrah
2- karunia agung
3- masjid istana orang beriman
٤- التحذير عن الدنيا الدنية بذكر أربعين الحديث النبوية
٥- التحذير عن الخوض في حديث الحوض
٦- حجة الله الظاهرة على من ادعى العلم و قد آثار الدنيا على الآخرة
٧- مختصر بداية الهداية
٨- مختصر صفة الجنة
٩- مختصر محاسبة النفس
١٠- مناقب الامام البخاري
١١- ريحان الجنان في مناقب الحبيب سالم بن أحمد بن جندان
١٢- هدية المؤمن
13- beberapa tulisan tentang kristologi
14- dsb



Diakui, tapi Tetap Rendah Hati


Agak sulit membedakan Habib Ahmad bin Novel bin Jindan dan kakaknya, Habib Jindan bin Novel bin Jindan. Apalagi kalau sudah memakai pakaian kebesaran habib, jubah dan serbannya yang khas.

 

Ketika Habib Ahmad tampil didaulat Habib Anis bin Alwi Alhabsyi untuk memberikan mauizah hasanah dalam acara Khataman Bukhari di Masjid Riyadh, Solo, Syakban 1426 lalu, banyak muhibin mengira, dia adalah Habib Jindan. Alkisah, yang karena duduk di belakang, terpengaruh dengan perkataan para muhibin sekitarnya, sehingga terkecoh dan menuliskan orang yang berdiri di hadapan para habib sepuh itu Habib Jindan. Namun, yang sebenarnya, dia adalah Habib Ahmad bin Novel bin Jindan.


Ketika Alkisah bertamu di Pondok Pesantren Al-Fachriyah, Jalan Prof. Hamka, Kampung Gaga, Masjid RT 001/04, Larangan Selatan, Kecamatan Ciledug, Tangerang, tempat mengajar sekaligus tempat tinggalnnya, baru jelas perbedaan itu. Apalagi ketika itu dia hanya memakai kopiah putih dan tanpa jubah, sehingga terlihat kemudaannya. Dia hanya tertawa lebar ketika Alkisah mengakui kesalahannya menulis di nomor sebelumnya.


“Tidak masalah, saya justru senang. Sebetulnya saya enggan tampil di muka umum sebelum mendapatkan izin dari kakak saya, Habib Jindan. Begitu juga, kalau Habib Jindan tidak mengizinkan saya diwawancarai Alkisah, saya tidak akan bersedia menerima Anda. Namun kalau Anda sekadar bersilaturahmi, pintu saya terbuka lebar,” katanya.

Begitulah hormatnya Habib Ahmad kepada kakaknya, Habibi Jindan. Boleh dikatakan, setelah ditinggal wafat Habib Novel bin Salim bin Jindan, posisi kepala keluarga Jindan jatuh kepada Habib Jindan. Karena itulah, dia yang menjadi pemimpin di PP Fachriyah, sekaligus juga pemimpin keluarga Jindan. Hal ini sebetulnya lumrah saja, sebab keluarga Jindan bertahun-tahun membawa nama baik keluarga, khususnya sebagai keluarga habib dan ulama yang menjunjung tingga akhlakul karimah dan sunah Rasulullah SAW, sehingga harus menerapkan kehidupan Islami itu sesuai dengan syariah.


Setelah Alkisah diterima di beranda muka rumahnya, sebentar saja suasana jadi cair. Habib Ahmad, yang sering memiliki roman muka serius, ternyata seoang teman bicara yang hangat, dan beberapa lelucon meluncur dari lidahnya yang terjaga dari fitnah. Pembicaraan semakin “jauh mengembara” karena kami ditemani suguhan kopi jahe serta kue-kue yang lezat. Dalam suasana hujan rintik sore itu, Habib Ahmad melayani wawancara Alkisah.


Habib Ahmad mendapat tugas dari kakaknya untuk menjadi ustaz di Pondok Pesantren Al-Fachriyah. Selain itu, dia juga membina beberapa majelis taklim di Tangerang. “Khususnya untuk membentengi iman mereka dari serangan atau godaan propaganda agama lain,” ujarnya.

 

Selama ini, putra keempat Habib Novel ini melihat, ghirah atau semangat beragama kaum muslimin di Tangerang cukup tinggi, dan sulit bagi mereka untuk berpindah agama meski diiming-imingi berbagai godaan materi. Namun yang dikhawatirkan adalah meluasnya kebodohan di kalangan generasi muda Islam akibat pengaruh narkoba, kemiskinan, maupun perbuatan maksiat lainnya. Karena itulah, penting dilakukan pembinaan terus-menerus di kalangan pemuda Islam.


Masyarakat Islam di seputar Jakarta cukup kuat imannya. Alhamdulillah, bentengnya cukup kuat, sehingga sulit rasanya kaum di luar Islam bisa mendirikan gereja di lingkungan kaum muslimin sesuai dengan SK Menteri. “Tapi entah kalau mereka bermain dengan orang dalam,” tuturnya.

Sekali lagi diingatkan oleh habib yang lahir 16 Januari 1982 ini bahwa yang lebih penting adalah memperingatkan umat dari bahaya maksiat, seperti perjudian, pelacuran, narkoba, minuman keras, serta perbuatan maksiat lainnya. Habib Ahmad setuju pada apa yang dilakukan oleh Habib Rizieq, yaitu mencegah kemaksiatan. “Bukan semata-mata aksi penutupan tempat-tempat maksiatnya, tetapi apa yang menjadi penyebab Habib Rizieq untuk melakukan aksi itu. Jadi jangan semata- mata dilihat aksinya,” ujarnya.

Sudah beberapa kali Habib Rizieq memberikan peringatan bahwa tempat-tempat maksiat tersebut terlarang oleh agama maupun pemerintah, tetapi para pemilik tempat maksiat itu tetap nekat. Maka sah bagi Habib Rizieq dan teman-temannya untuk memperingatkan tempat-tempat maksiat itu agar tutup.

Dalam taklimnya, Habib Ahmad selalu menyerukan untuk meningkatkan ghirah me- nambah pengetahuan agama. Dicontohkan, bulan Ramadan lalu, dia mengundang puluhan pengurus masjid yang sekaligus amil zakat fitrah se-Tangerang untuk diberi bekal, bagaimana memahami zakat fitrah secara sebenarnya. Habib Ahmad meluangkan waktunya untuk menulis risalah kecil yang berjudul Mutiara yang Indah dalam Fiqih Zakat Fitrah.


Menurut bapak dua anak ini, masih ada salah pengertian para amil zakat fitrah terhadap orang-orang yang wajib menerima zakat fitrah. Mereka adalah fakir, miskin, amil, mualaf, fir riqab (budak), gharim (orang yang banyak utang), fi sabilillah (orang yang berperang di jalan Allah), dan ibnu sabil (musafir).

 

Namun ada beberapa kesalahan dalam mengidentifikasi orang-orangyang menerima zakat fitrah. “Di Tangerang ini, banyak orang salah menafsirkan fi sabilillah dengan kiai atau guru. Sedang yang sebenarnya maksudnya adalah orang yang berperang di jalan Allah untuk melawan orang kafir tanpa digaji oleh pemerintah. Sekarang ini di Indonesia tidak ada peperangan demi agama, jadi golongan ini sementara ditiadakan,” katanya.


Konsekuensinya, kiai, ustaz, guru, masjid atau musala, pesantren, madrasah, dan semacamnya, bukanlah yang dimaksud dengan kata fi sabilillah sesuai dengan ayat tersebut. Sebab tidak ada seorang pun dari ahli tafsir yang menafsirkan kata fi sabilillah dengan ulama, kiai, ustaz, masjid, musala, dan semacamnya. Sebaliknya, para ahli tafsir itu menafsirkannya dengan orang yang berperang di jalan Allah. Bahkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Hakim yang juga disahihkan olehnya, Nakaum bi Muhammad SAW secara jelas menyebutkan bahwa fi sabilillah adalah orang yang berperang di jalan Allah. Dengan kata lain, tidak benar bagi kiai atau ustaz mengambil jatah zakat fitrah penduduk sekitarnya dengan alasan bahwa mereka termasuk golongan fi sabilillah.


Habib Ahmad juga menegaskan, zakat fitrah tidak boleh diwujudkan dalam bentuk uang, tetapi harus berupa makanan pokok setempat yang ukurannya sudah ditentukan. “Karena itu, amil zakat fitrah harus menyediakan beras kalau ada orang ingin berzakat fitrah dengan uang. Uang itu dibelikan beras yang sudah disediakan,” ujarnya.


Habib Ahmad lahir di Jakarta dan dididik dengan ketat di lingkungan agama sejak kecil oleh keluarganya. Pertama dididik oleh ayahnya sendiri, Habib Novel, yang mendirikan Pondok Pesantren Al-Fachriyah. Kemudian di madrasah ibtidaiah dan sanawiah di Jakata dan kemudian melanjutkan ke Pesantren Darul Mustafa, Tarim, Hadramaut, selama empat tahun. Pada tahun 2000 pulang ke Jakarta, kemudian menikah. Pernikahannya itu menghasilkan dua anak laki-laki, Salim, 3 tahun, dan Utsman, 1,5 tahun.


Habib Ahmad bin Novel bin Jindan dan kakaknya, Habib Jindan bin Novel bin Jindan


Sehari-hari, Habib Ahmad mengajar para santri di Pondok Pesantren Al-Fachriyah dan juga menjadi manajer koperasi di tempat itu juga. Di luar pondok, ia membina beberapa majelis taklim. Pada Sabtu sore di Otista, tempat almarhum Habib Salim bin Jindan, kakeknya. Malam Sabtu di Majelis Taklim Jasatul Mustafa. Malam Senin di Perumahan Ciledug Indah Tangerang. Malam Kamis di Pondok Kacang.


Dalam majelis taklim tersebut, Habib Ahmad mengajak hadirin untuk bersama membaca Ratib Hadad, kemudian pengajian dengan membaca kitab-kitab kecil Habib Abdullah Hadad serta kitab Ihya’ Ulumuddin, karya Imam al-Ghazali. Setelah itu dilanjutkan dengan tanya jawab bagi mereka yang memiliki persoalan tertentu.

Dari perjalanan dakwahnya, para habib melihat dan menyimak kealimannya, sehingga sekarang ia mulai tampil di muka umum di kalangan habaib. Seperti, ia diminta secara mendadak memberikan mauizah hasanah dalam Khataman Bukhari di Masjid Riyadh, Solo, yang diselenggarakan Habib Anis Alhabsyi. Kemudian, di acara-acara para habib, ia ditempatkan di lingkaran dalam para habib sepuh.


“Saya sebetulnya belum patut bicara di hadapan para habib sepuh, tetapi karena diminta ya jadi terpaksa. Sebab, sulit rasanya menolak permintaan para sesepuh,” katanya. Ia mewanti-wanti supaya dirinya tidak disejajarkan dengan para habib sepuh. Sebab dia merasa, ilmunya masih rendah. Di samping itu, ada sosok yang dihormatinya dan lebih patut menempati tempat terhormat itu, yaitu kakaknya, Habib Jindan.

abdkadiralhamid@2014

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Habib Ahmad bin Novel bin Jindan"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip