As-Sayyid Al-Ustadz Muhammad bin Husayn bin ‘Ali Ba’abud Al-’Alawiy Al-Husayni
Inilah ringkasan riwayat hidup As Sayyid Al Habib Al Ustadz Muhammad bin Husein bin Ali bin Muhammad Ba’abud Al Alawi Al Husaini
yang berhubungan dengan nasab beliau, masa pertumbuhan beliau, keluarga
beliau, masa pendidikan, serta jasa beliau di dalam mengajarkan
Al-Qur’an, bahasa Al-Qur’an, hukum-hukum syariat islam, dan lain
sebagainya. Semoga ALLAH SWT menjadikan ringkasan ini sebagai ‘ibroh
yang bermanfaat bagi diri kita sekalian dan sebagai peringatan bagi anak
cucu beliau serta para kerabat dan murid beliau, amin. Allohumma amin.
Nasab beliau dari pihak ayah :
Muhammad bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Abdurrahman bin Abdullah bin Zein bin Musyayakh bin Alwi bin Abdullah bin Al Mu’allim Muhammad Ba’abud bin Abdullah yang bergelar ‘Abud bin Muhammad Maghfun bin Abdurrahman Ba-buthoinah bin Ahmad bin Alwi bin Al Faqih Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi yang dikenal dengan ‘Ammul Faqih bin Syech Muhammad Shohib Mirbath bin Syech Ali Kholi’ Qosam bin Syech Alwi bin Syech Muhammad bin Alwi bin Syech Ubaidillah bin Al Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-‘Uroidhi bin Al Imam Ja’far As-Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Husein cucu Rasullullah dan buah hatinya bin Ali bin Abi Thalib wabnu Fatimah Az-Zahroh putri Rasulullah SAW.
Adapun nasab beliau dari pihak ibu adalah :
Muhammad bin Ni’mah binti Hasyim bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Aqil bin Syech bin Abdurrahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya bin Hasan bin Ali bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad Al Faqihil Muqoddam bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath dan seterusnya sampai akhir nasab yang tersebut diatas.
Sekilas tentang ayah beliau :
Al Habib Husein dilahirkan di “Bour”,
Hadramaut pada tahun 1288 Hijriyah dari ayahnya Al Habib Ali, seorang
yang alim dan Waliyullah yang merupakan salah seorang murid dari Al
Habib Abdullah bin Husein bin Thohir dan Al Habib Abdullah bin Husein
bil Faqih. Sedangkan ibunya adalah As-Syarifah Muzenah binti Sayyid
Muhammad bin Abdullah bin Ja’far Alaydrus yang berasal dari daerah
Tarbeh, Hadramaut.
Ketika usia Al Habib Husein 3 tahun
wafatlah ayah beliau yaitu pada tahun 1291 Hijriyah di ‘Ardh Kheleh,
Bour, maka ibundanyalah yang memelihara beliau, adapun ibunda beliau
wafat pada tahun 1322 Hijriyah di kota Sewun yaitu yang ketika itu Al
Habib Husein telah berada di Jawa.
Al Habib Husein dibesarkan di Bour dan
belajar ilmu pada guru-guru disana, terutama ialah Al Habib Zein bin
Alwi Ba’abud. Pada usia 20 tahun Al Habib Husein menikah dengan
As-Syarifah Syifa’ binti As-Sayyid Abdullah bin Zein Ba’abud, yang mana
As-Syarifah Syifa’ tersebut wafat di masa hidup Al Habib Husein. Pada
tahun 1318 Hijriyah, berlayarlah Al Habib Husein ke Jawa, Indonesia dan
berdiam beberapa lama di rumah keponakan beliau Muhammad bin Ahmad bin
Ali Ba’abud di Surabaya.
Dan setelah wafat keponakan beliau
tersebut, Al Habib Hasyim bin Abdullah bin Yahya menulis surat kepada Al
Habib Husein yang ketika itu tinggal di Batu Pahat, Malaysia dimana isi
surat itu meminta kepada Al Habib Husein untuk kembali ke Indonesia dan
menikah dengan anak beliau yaitu janda dari keponakan Al Habib Husein
sendiri As-Syarifah Ni’mah, agar supaya Al Habib Husein memelihara anak –
anaknya yaitu Sidah, Abdurrahman dan Ahmad, oleh karena Al Habib Hasyim
telah mengetahui kebaikan budi pekerti Al Habib Husein dan memilihnya
untuk menjadi suami putrinya.
Maka datanglah Al Habib Husein ke Surabaya dan menikahinya, dan Allah SWT mengaruniai mereka berdua satu putra dan tujuh putri yaitu Muzenah, Alwiyah, Ruqoyyah, Muhammad, Nur, Maryam, Aminah, dan Aisyah. Al Habib Husein adalah seorang pedagang, beliau mempunyai sebuah toko dan mengirim barang-barang ke Sulawesi dan Kalimantan pada langganan-langganan beliau.
Maka datanglah Al Habib Husein ke Surabaya dan menikahinya, dan Allah SWT mengaruniai mereka berdua satu putra dan tujuh putri yaitu Muzenah, Alwiyah, Ruqoyyah, Muhammad, Nur, Maryam, Aminah, dan Aisyah. Al Habib Husein adalah seorang pedagang, beliau mempunyai sebuah toko dan mengirim barang-barang ke Sulawesi dan Kalimantan pada langganan-langganan beliau.
Cara hidup Al Habib Husein sangat
sederhana, bersih, mengatur waktu sebaik-baiknya, tidur agak sore dan
bangun tengah malam untuk bertahajud, di waktu pagi hari pergi ke toko
sampai siang hari, beliau lazim sholat berjamaah di Masjid Ampel dan
setelah sholat Maghrib beliau lazim mebaca Al-Qur’an dan Rotibul Haddad
bersama anak-anaknya.
Beliau sangat memuliakan tamu yang datang
padanya dan disaat lain beliau gemar membaca kitab-kitab atau
menghadiri majlis pengajian Sayyidina Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya
di Surabaya, begitu pula beliau banyak mendapat faedah ilmu dari
mertuanya Al Habib Hasyim bin Abdullah bin Yahya yang terkenal
kealimannya, begitu juga daripada mufti Jakarta masa itu Al Habib Ustman
bin Abdullah bin Yahya adik dari mertua beliau apabila datang dari
Jakarta ke Surabaya tinggal di rumah beliau dan mengadakan majlis ta’lim
dan pengajian selama ia tinggal di Surabaya, dan banyak lagi majlis
pengajian atau rouhah para ulama yang beliau hadiri seperti majlis Al
‘Allamah As-Sayyid Yahya Al Mahdali Al Yamani, Majlis Al Habib Muhammad
bin Idrus Al Habsyi, Al Habib Muhammad bin Ahmad Al Muhdor, Al Habib
Ahmad bin Muhsin Al Haddar yang tinggal di kota Bangil, Majlis Al Habib
Alwi bin Thohir Al Haddad mufti Johor, Al Habib Abu Bakar bin Muhammad
Assegaf Gresik, dan Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi Kwitang
Jakarta yang mana ia adalah juga sahabat beliau semasa menuntut ilmu di
Hadramaut, rohimahumullahu ta’ala.
Ciri-ciri Al Habib Husein diantaranya
ialah beliau berparas tampan dan berkulit putih, berhidung mancung dan
berbadan tinggi, bersih pada badan dan pakaiannya. Akhlak beliau murah
hati, jujur, kasih sayang terutama pada fakir miskin dan anak-anak
kecil, beliau rajin di dalam berumah tangga serta menjunjung tinggi ahli
ilmu, dan beliau sering kali berkata pada istrinya dan juga keluarga
bahwa ia memohon kepada Allah dan mengharap supaya putra beliau yaitu Al
Ustadz Muhammad menjadi seorang yang mengajarkan ilmu, yang mana ALLAH
SWT telah mengabulkan do’a tersebut.
Al Habib Husein banyak berjasa
diantaranya seringkali menjamin pendatang-pendatang baru dari Hadramaut,
terkadang memberi uang tanggungan, beliau sering memberi hutang kepada
orang yang membutuhkan lalu menghalalkannya, banyak bershodaqoh,
menderma untuk masjid ampel, dab beliau adalah sebagai salah satu
pengurus Madrasah Al Khoiriyyah Surabaya dan Robitothul Alawiyyah, yang
mana beliau bekerja secara jujur dan ikhlas.
Pada malam Jum’at tanggal 3 Muharram 1376
Hijriyah bertepatan dengan tanggal 9 Agustus 1956 pukul 10.20 Al Habib
Husein pulang ke rahmatullah, banyak sekali para pengantar jenazah
beliau dari dalam dan luar kota lalu disembahyangkan di Masjid Jami’
Lawang yang diimami oleh sahabat beliau Qodhi Arob di masa itu yaitu Al
Habib Ahmad bin Gholib Al Hamid, dan dimakamkan di pemakaman Bambangan
Lawang, rohimahullahu rohmatal abror.
Adapun ibunda Al Ustadz Muhammad yaitu
As-Syarifah Ni’mah dilahirkan di Surabaya pada tahun 1288 Hijriyah dari
seorang ayah yaitu Al Habib Hasyim bin Abdullah bin Aqil bin Yahya, dan
dari seorang ibu As-Syarifah Maryam binti Al Habib Abdurrahim bin
Abdullah Al Qodiri Al Djaelani keturunan daripada As-Syech Abdil Qodir
Al Djaelani.
Beliau adalah putri bungsu Al Habib
Hasyim, beliau tumbuh di sebuah rumah yang penuh ilmu dan ibadah, yang
mana ibunda beliau As-Syarifah Maryam mendapatkan ilmu dan ketaqwaan
berkat pendidikan ayahnya Al Habib Abdurrahim yang telah membawanya ke
negeri Haromain dan tinggal beberapa lama di Madinatul Munawwaroh dan
perjalanannya ke sebagian jazirah arab diantaranya Negeri Baghdad, maka
tumbuhlah As-Syarifah Ni’mah ini atas ketaatan dan ketaqwaan dan cinta
ilmu, lebih-lebih lagi paman beliau Al Habib Utsman bin Abdullah bin
Yahya yang sering datang ke Surabaya dan tinggal di rumahnya menjadikan
beliau bertambah ilmu dan cahaya.
Beliau sangatlah menjaga sholatnya dan
bangun akhir malam, membaca Al-Qur’an dan dzikir-dzikir serta sholawat
atas Nabi SAW, dan kebanyakan duduk-duduk beliau dengan para tamunya
perempuan berisikan masalah-masalah agama, nasehat-nasehat atau membaca
kitab-kitab, syair-syair dan hikayat-hikayat yang bermanfaat. Beliau
sangatlah menjaga diri, bersih, murah hati dan membantu suaminya di
dalam menerima tamu, bahkan setiap hari beliau membuat makanan-makanan
untuk persiapan jika datang tamu, lalu jika tidak ada tamu yang datang
beliau mengirimkan makanan tersebut ke Masjid yang dekat dengan rumahnya
sebagai sedekah untuk anaknya yang telah meninggal dunia dan para
kerabat beliau, khususnya kedua orang tua beliau.
As-Syarifah Ni’mah pulang ke rahmatullah
pada pagi hari Jum’at pukul 06.40 pada tanggal 5 Jumadil Ula tahun 1358
Hijriyah bertepatan dengan tanggal 23 Juni 1939 Masehi, dan dimakamkan
di pemakaman Pegirian Surabaya di belakang makam ayahanda beliau Al
Habib Hasyim bin Abdullah bin Yahya, rohimahumullahu jami’an amin.
Demikianlah sedikit tentang kedua orang tua Al Ustadz Muhammad bin Husein Ba’abud
Adapun beliau Al Ustadz Muhammad
dilahirkan di Surabaya daerah Ampel Masjid di sebuah rumah keluarga
yang dekat dengan Masjid Ampel sekitar 20 meter, pada malam Rabu tanggal
9 Dzulhijjah tahun 1327 Hijriyyah. Menurut cerita ayahanda beliau bahwa
ibunda beliau saat melahirkan beliau mengalami kesukaran hingga
pingsan, maka ayahanda beliau bergegas mendatangi rumah Al Habib Abu
Bakar bin Umar bin Yahya yang memberikan air kepada ayahanda beliau
untuk diminumkan pada ibunda beliau, maka setelah diminumkannya air
tersebut, dengan kekuasaan Allah ibunda beliau melahirkan dengan
selamat. Dan Al Habib Abu Bakar bin Yahya berpesan untuk dilaksanakan
sunnah aqiqoh dengan dua ekor kambing tanpa mengundang seseorang pada
waktu walimah kecuali sanak keluarga ibunda beliau saja, maka
terlaksanalah walimah tersebut dengan dihadiri oleh Al Habib Abu Bakar
bin Yahya, dan beliau pula lah yang memberi nama dengan nama “Muhammad”
disertai dengan pembacaan do’a – do’a dan fatihaah dari beliau.
Al Ustadz Muhammad mendapatkan kasih
sayang dari kedua orang tuanya dari masa kecilnya, lebih – lebih
ayahanda beliau sedikit memanjakan beliau dikarenakan beliau adalah
putra satu – satunya dan juga disebabkan firasat baik ibunda beliau
terhadap beliau. Lalu pada saat umur beliau 7 tahun adalah masa beliau
berkhitan, yang mana ayahanda beliau mengadakan walimah yang besar, dan
setelah itu ayahanda beliau memasukkan beliau di madrasah Al Mu’allim
Abdullah Al Maskati Al Qodir, hal ini sesuai isyaroh dari Al habib Abu
Bakar bin Umar bin Yahya, akan tetapi beliau tidak mendapat banyak dari
Al Mu’allim Al Maskati tersebut dan tidaklah lama masa belajar beliau
disitu, kemudian ayahanda beliau memasukkannya di madrasah Al
Khoiriyyah. Dan dikarenakan pada masa itu susunan pelajaran di dalam
madrasah tidaklah seperti yang diharapkan, disebabkan oleh tidak adanya
kemampuan yang cukup bagi para pengajarnya, maka beliau merasa tidak
mendapatkan pelajaran kecuali hanya sedikit, akan tetapi setelah beliau
berada di kelas 4 terbukalah hati beliau untuk ilmu, terutama setelah
datangnya para tenaga pengajar dari Tarim Hadramaut, seperti guru beliau
Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih dan Al Habib Hasan bin
Abdullah Alkaf, ditambah dengan adanya guru-guru yang mempunyai
kemampuan yang cukup seperti Al Habib Abdurrohman binahsan bin Syahab
dan terutama oleh karena perhatian dari Al Arif billah Sayyidinal Habib
Muhammad bin Ahmad Al Muhdor, yang mana Al Ustadz Muhammad merasakan
berkat pandangan serta do’a-do’a beliau di dalam majlis-majlis
rouhahnya, dimana Al Ustadz Muhammad sangatlah rajin menghadirinya, dan
telah membaca beberapa kitab di hadapan beliau, juga bernasyid
“Rosyafat” gubahan Al Habib Abdurrohman bin Abdullah bil Faqih dihadapan
beliau bersama As Sayyid Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Yahya. Al Habib
Muhammad Al Muhdor sangat menyayangi beliau dan sering kali mendo’akan
beliau, maka ketika itulah beliau merasa mendapatkan futuh dan manfaat
juga barokah daripada belajar ilmu. Berlangsunglah masa belajar beliau
di kelas 6 sampai hampir 6 tahun, dan di tengah-tengah masa belajar itu
beliau sering menggantikan tempat para guru-guru di dalam mengajar
bilamana mereka berudzur untuk datang mengajar.
Dan daripada nasib baik bagi beliau yaitu
pada akhir tahun ajaran tepatnya pada bulan Sya’ban tahun 1343
Hijriyyah ketika para pelajar yang lulus menerima ijazah kelulusan yang
dibagikan langsung oleh Al Habib Muhammad bin Ahmad Al Muhdor, beliau
menerima ijazah dengan peringkat ke-satu dari seluruh pelajar yang lulus
waktu itu, bersamaan dengan itu Al Habib Muhammad Al Muhdor
menghadiahkan kepada beliau sebuah jam kantong yang bermerk “Sima”. Lalu
Al Habib Muhammad Al Muhdor mengusap-usap kepala dan dada beliau sambil
mendo’akan beliau ketika Al Habib Aqil bin Ahmad bin Aqil pengurus
madrasah waktu itu memberitahukan bahwa Al Ustadz Muhammad tahun itu
akan diangkat menjadi guru di Al Madrosatul Khoiriyyah. Setelah beliau
menjadi guru di Madrosatul Khoiriyyah, disamping mencurahkan tenaga di
dalam memberikan pelajaran pagi dan sore di madrasah beliau juga banyak
sekali memberikan ceramah-ceramah di banyak tempat serta menterjemahkan
dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia ceramah-ceramah para mubaligh Islam
yang datang dari luar negeri seperti Ad Da’i As Syech Abdul Alim As
Shiddiqi dari India dan yang selainnnya. Rohimahumullahu ta’ala.
Dan inilah diantara guru – guru beliau :
Di dalam tasawwuf dan tarikh ialah
ayahanda beliau Al Habib Husein bin Ali Ba’abud, di dalam membaca dan
menulis bahasa Arab As Syech Ali bin Ahmad Ba-bubay, di dalam Al
Qur’anul karim As Syech Abdullah bin Muhammad Ba Mazru’, dalam bahasa
Arab, Khot, Insya’, dan Hisab As Sayyid Abdurrohman binahsan bin Syahab,
di dalam fiqih, tafsir, tasawwuf, nahwu, dan ilmu balaghoh Al Habib
Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih, di dalam fiqih dan tajwid Al Habib
Hasan bin Abdullah Alkaf, di dalam nahwu dan hisab As Sayyid Ja’far bin
Zein Aidid.
Selain guru-guru ini masih banyak lagi
dari golongan para wali dan alim ulama yang beliau sering membaca
kitab-kitab di hadapan mereka, dan kebanyakannya adalah kitab-kitab
hadits, tasawwuf, dan kitab-kitab karangan para salaf Alawiyyin.
Diantara para ulama tersebut adalah :
Al Habib Muhammad bin Ahmad Al Muhdor dari Bondowoso, Al Habib Ali bin Abdurrohman Al Habsyi Kwitang Jakarta, Al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik, Al Habib Al Alamah Alwi bin Thohir Al Haddad Johor, Al Habib Thohir bin Ali Al Jufri, Al Habib Ahmad bin Tholibul Athos Pekalongan, Al Habib Abdurrohman bin Zein Ba’abud, dan Al Habib Zein bin Muhammad Ba’abud, rodhiallahuanhum.
Pada tahun 1348 Hijriyyah, tepatnya pada
hari Kamis sore tanggal 22 bulan Robi’ust Tsani ayahanda beliau
menikahkan beliau dengan As Syarifah Aisyah binti As Sayyid Husein bin
Muhammad bil Faqih, walimatul aqad berlangsung di rumah ayahanda beliau,
dan yang menjadi wali adalah saudara kandung As Syarifah Aisyah yaitu
As Sayyid Syech bin Husein bil Faqih yang telah mewakilkan aqad kepada
Qodhi Arob di Surabaya masa itu yaitu Al Habib Ahmad bin Hasan bin
Smith. Sedangkan walimatul urs pada malam Jum’at 22 Robi’ust Tsani di
rumah istri beliau di Nyamplungan gang 4 Surabaya. Allah SWT telah
mengaruniai beliau pada pernikahan ini enam putra dan delapan putri,
mereka adalah :
Syifa’, Muznah, Ali, Khodijah, Sidah, Hasyim, Fatimah, Abdullah, Abdurrohman, Alwi, Maryam, Alwiyyah, Nur, dan Ibrahim.
Syifa’, Muznah, Ali, Khodijah, Sidah, Hasyim, Fatimah, Abdullah, Abdurrohman, Alwi, Maryam, Alwiyyah, Nur, dan Ibrahim.
Pada bulan Jum’adil Akhir tahun 1359
Hijriyyah bertepatan pada bulan Juli 1940 masehi, dengan kehendak ALLAH
SWT beliau sekeluarga pindah dari Surabaya ke kota Lawang, dan dikota
inilah beliau mendirikan madrasah dan pondok pesantren “Darun Nasyiien”,
yang pembukaan resminya jatuh pada awal bulan Rojab 1359 Hijriyyah,
bertepatan dengan 5 Agustus 1940 Masehi. Yang mana pondok tersebut
mendapat perhatian oleh banyak orang dari Jawa dan luar Jawa, serta
memberi hasil dan barokah, alhamdullillah.
Mula-mula tempat untuk madrasah adalah di
jalan Talun timur pasar Lawang, yang sekarang berubah namanya menjadi
jalan Pandowo, dan setelah beberapa bulan berpindah pula ayahanda beliau
dari Surabaya ke Lawang dan tinggal bersama-sama beliau, yang mana
menambahkan barokah bagi rumah dan pondok beliau. Dan pada waktu
penjajahan Jepang sampai awal masa kemerdekaan berpindah-pindahlah
beliau dari satu tempat ke tempat yang lain di daerah sekitar kota
Lawang, seperti Karangsono, Simping, dan Bambangan yang ketika itu
terjadi serangan penjajah Belanda atas kota Malang. Walhamdulillah pada
masa-masa berubah-ubah pemerintahan, pelajaran tidak terputus kecuali
pada waktu penjajahan Jepang sekitar 17 hari karena penjajah Jepang pada
waktu itu memerintahkan untuk menutup madrasah-madrasah ketika mereka
menduduki suatu daerah, lalu ketika kembalinya penjajahan Belanda yang
kedua terpaksa beliau menutup madrasah demi keamanan selama 3 bulan
saja. Dan semenjak 1 April 1951 beliau sekeluarga pindah ke jalan
Pandowo yang beliau diami sampai akhir hayat beliau, yang tepat
dibelakangnya terdapat pondok pesantren dengan bangunan yang cukup baik
untuk para pelajar yang tinggal, dengan kamar-kamar dan musholla bernama
“Baitur Rohmah”, serta kelas-kelas, dan yang telah mengurusi
pembangunan serta mengarsiktekturinya adalah putra beliau Al Ustadz Ali
bin Muhammad Ba’abud.
Banyak sekali para pengunjung daripada
ulama dan orang-orang sholeh ke rumah serta ke pondok beliau, diantara
mereka adalah Al Habib Ali bin Abdurrohman Al Habsyi Jakarta, Al Habib
Zein bin Abdullah bin Muhsin Al Athos Bogor dan saudaranya Al Habib
Husein, Al Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid Tanggul, Al Habib Alwi bin
Ali Al Habsyi Solo, Al Habib Alwi bin Abdullah Al Habsyi Barabai
Kalimantan, Al Habib Husein bin Abdullah Al Hamid Tuban, Al Habib Abdul
Qodir bin Ahmad bil Faqih Malang, Al Habib Abdullah Umar Alaydrus
Surabaya, Al Habib Ali bin Husein Al Athos, Al Habib Salim bin Ahmad bin
Jindan, Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf Jeddah, Al Habib Salim
bin Abdullah As Syathiri Tarim, As Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al
Maliki Makkah, dan banyak lagi selain mereka yang hal itu semua adalah
membuahkan keberkahan Insya ALLAH Ta’ala.
Dan setelah ayahanda beliau wafat, ALLAH SWT mengilhami beliau untuk mengadakan rouhah atau majlis ta’lim pada tiap hari Kamis sore yang ditutup dengan bacaan tahlil atas arwah ayah bunda beliau untuk memperingati mereka berdua serta dengan tujuan memberi manfaat kepada para santri beliau dan selain mereka daripada para pecinta ilmu dari dalam dan luar kota, maka ketika As Sayyid Al Arif billah Al Habib Muhammad bin Umar Alaydrus Surabaya mendengar tentang hal itu beliau sangat gembira seraya mendo’akan untuk Ustadz Muhammad dan majlisnya. Maka dengan rahmat Allah SWT rouhah tersebut telah berlangsung selama 36 tahun di masa hidup beliau dan telah memberi kesan yang sangat baik.
Pengajian rouhah tersebut adalah rouhah
yang berbarokah dengan dalil sebagian mimpi-mimpi dari sebagian keluarga
dan selain mereka, yaitu bahwa rouhah dan sebagian majlis-majlis yang
lain dihadiri oleh An Nabi SAW dan arwah para salafus sholeh, dimana
terdapat tanda-tanda yang menunjukkan tentang hal itu, walhamdulillah.
Pada hari Rabu pagi jam 10:20 tanggal 18
Dzulhijjah tahun 1413 Hijriyyah bertepatan dengan tanggal 9 Juni 1993
beliau pulang ke rahmatullah SWT, ayahanda dan guru kami tercinta Al
Ustadz Muhammad bin Husein Ba’abud. Almarhum disembahyangkan di pondok
pesantren beliau pada keesokan harinya yaitu hari Kamis dan diantar
jenazahnya oleh banyak orang ke pemakaman Bambangan Lawang dan
dimakamkan beliau disamping makam ayahanda beliau.
Inilah yang diwasiatkan oleh hamba yang faqir kepada rahmat ALLAH SWT
Muhammad bin Husein Ba’abud sesuai dengan yang diwasiatkan oleh Al Habib
Abdullah bin Husein bin Thohir kepada istri-istrinya dan dzuriyatnya
laki-laki dan perempuan selama turun temurun, wasiat ini teruntuk mereka
dan untuk siapa saja yang mendengarnya, yaitu :
1. Hendaknya mereka menjalankan sunnah-sunnah nya atau
perilaku atau perjalan penghulu daripada utusan ALLAH SWT, yaitu
Sayyiduna Muhammad SAW, dan juga supaya mengikuti sunnah dan perjalanan
para kholifah yang mendapat petunjuk “khulafaur rosyidin”, kesemuanya
ini sesuai dengan firman ALLAH SWT dan juga berdasar sabda Rasulullah
saw.
Barangsiapa tidak mampu menjalankan
semuanya itu maka setidak-tidaknya janganlah keluar atau menyimpang
daripada jalan ataupun petunjuk para salafus sholeh yaitu para leluhur
kita yang sholeh serta terbukti kewaliannya. Dan barangsiapa belum
mendapat jua taufik hidayat untuk itu semua maka paling tidak hendaknya
ia meneladani kepada saya, yaitu meneladani di dalam hal ibadahku juga
kholwatku, dan di dalam menjauhkan diri dari kebanyakan orang bersamaan
dengan perlakuanku yang baik terhadap anak kecil dan orang besar
laki-laki dan perempuan jauh maupun dekat tanpa harus sering berkumpul
atau banyak bergaul, dan tanpa harus saling tidak peduli ataupun saling
benci-membenci.
2. Hendaknya sangatlah berhati-hati di dalam bermusuhan dan berselisih ataupun berkelahi dengan siapa saja, di dalam apa saja dan bagaimanapun juga.
Bagi yang telah mengalami saya diantara kalian maka janganlah tidak meneladani kepada jalanku yaitu di dalam hal-hal yang sifatnya terpuji, janganlah lebih sedikit dari itu.
2. Hendaknya sangatlah berhati-hati di dalam bermusuhan dan berselisih ataupun berkelahi dengan siapa saja, di dalam apa saja dan bagaimanapun juga.
Bagi yang telah mengalami saya diantara kalian maka janganlah tidak meneladani kepada jalanku yaitu di dalam hal-hal yang sifatnya terpuji, janganlah lebih sedikit dari itu.
3. Dan aku wasiatkan
kepada mereka semua untuk selalu memohonkan kasih sayang rahmat ALLAH
atas diriku serta memohonkan ampun dengan membacakan istighfar untukku
sesuai dengan kesanggupannya masing-masing pada setiap waktu dan
lebih-lebih di dalam hari-hari As-Syuro dan hari-hari di bulan Rojab dan
di bulan Romadhon serta bulan Haji dan pada bulan dimana pada bulan
dimana ALLAH SWT mentakdirkan akan wafatku, dan barangsiapa diluaskan
oleh ALLAH atasnya dan dimudahkan atasnya untuk bershodaqoh maka
hendaknya bershodaqoh untukku dengan apa-apa yang ringan atasnya sedikit
atau pun banyak khususnya di dalam waktu-waktu yang lima ini. Dan aku
mengizinkan bagi siapa saja yang hendak berhaji atau umroh atas diriku,
dikerjakan oleh dirinya sendiri ataupun mengupahkan kepada orang lain
sesungguhnya perbuatan itu dilipat gandakan oleh ALLAH SWT 10 kali
lipat, ALLAH jua lah yang dapat menolong seseorang untuk berbuat
kebajikan, semoga ALLAH SWT memberikan pertolongannya bagi diri kita
sekalian untuk berbuat baik.
4. Kemudian aku juga
berpesan kepada kalian untuk mempererat tali silaturahmi yaitu ikatan
kekeluargaan, karena sesungguhnya silaturahmi itu sangat memberi
pengaruh terhadap keberkahan harta dan rezeki dan salah satu penyebab
dipanjangkannya umur, silaturahmi itu menunjukkan keluhuran budi pekerti
dan tanda-tanda seseorang mendapat kebaikan di hari kemudian. Maka
hati-hatilah kalian daripada memutuskan tali persaudaraan, karena
sesungguhnya perbuatan itu sangatlah keji juga siksanya sangatlah pedih,
seseorang yang memutus silaturrahim itu terkutuk berdasarkan dalil Al
Qur’an, orang yang memutus adalah pertanda orang yang lemah iman, orang
yang memutus tidak akan mencium bau surga, orang yang memutus maka
kesialannya menular kepada tetangga-tetangganya, maka sambunglah tali
persaudaraan kalian wahai saudara-saudaraku karena sesungguhnya tali
rahim itu bergantung pada salah satu tiangnya singgasana ALLAH yang Maha
Pengasih.
5. Dan saya berpesan
pula kepada diri saya dan kepada orang-orang yang tersebut tadi agar
supaya banyak beristikhoroh dan musyawarah di dalam segala urusan dan
hendaknya selalu mengambil jalan yang hati-hati, walaupun pada
hakekatnya berhati-hati itu tidak dapat meloloskan seseorang daripada
ketentuan ALLAH dan takdir-NYA, akan tetapi menjalankan sebab-sebab
tidaklah boleh ditinggalkan, justru oleh sebab itulah wasiat atau
pesan-pesan dan nasehat-nasehat itu diperlukan dan dianjurkan, oleh
karena hal itu semua adalah salah satu segi dari sebab-sebab di dalam
mengajak orang kepada ALLAH dan mengajak untuk menuju kebahagiaan serta
keselamatan di dunia dan akhirat.
Semoga ALLAH SWT mencurahkan kasih
sayangnya terhadap orang-orang yang suka bernasehat dan membalas mereka
dengan kebaikan yang banyak, dan semoga ALLAH Ta’ala memberikan taufik
kepada kita untuk mengamalkan segala apa yang mereka katakan.
Hubungan sanad beliau dengan para masyayech :
Sanad beliau bersambung dengan para
masyayech melalui ayah beliau Al Habib Husein daripada ibunya As
Syarifah Muznah Al Aydrus dan dari Al Habib Zein bin Alwi Ba’abud
daripada kakek beliau Al Habib Ali bin Muhammad Ba’abud daripada
ayah-ayahnya, dan dari Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir shohibul
masileh daripada Al Habib Umar dan Al Habib Alwi, daripada ayah keduanya
Al Habib Ahmad, daripada ayahnya Al Habib Hasan, daripada ayahnya Al
Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad, daripada ayah-ayahnya, dan sanad para
leluhur itu asal dimana para alawiyyin menerima, sebagaimana mereka juga
menerima dari selain alawiyyin.
Sedangkan Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir daripada Al Habib Aqil bin Umar bin Yahya di Makkatal mukaromah ( kakek Al Ustadz Muhammad yang ketiga dari ibunda beliau ) , dan dari As Syech Al Imam Mansyur bin Yusuf Al Badiri di Madinatul munawaroh yang menerima dari Al Habib Al Imam Musyayach bin Alwi Ba’abud ( kakek Al Ustadz Muhammad yang keenam dari ayah beliau ).
Dan kakek beliau Al Habib Ali bin Muhammad Ba’abud menerima juga dari Al Habib Abdullah bin Husein bil Faqih, dan para masyayech ini juga masyayech dari Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir. Sedangkan melalui guru beliau Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih sanad beliau juga bersambung dengan yang telah tersebut diatas, oleh karena guru beliau adalah Al Habib Abu Bakar bin Muhammad bil Faqih yang menerima dari Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir, dan oleh karena guru-guru beliau adalah :
Al Habib Abdullah bin Umar As Syatiri dan Al Habib Alwi bin Abdurrohman Al Masyhur dan Al Habib Seggaf bin Hasan Alaydrus, yang mana mereka telah menerima daripada Al Habib Idrus bin Umar Al Habsyi, dan beliau daripada Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir, sedangkan Al Habib Idrus bin Umar Al Habsyi di dalam kitabnya “’iqdul yawaqitil jauhariyah” telah menyebutkan guru-gurunya dan sanad mereka dan ijazah-ijazah mereka dengan terperinci, rodhiallahu anhum ajma’in.
—–
Demikianlah ringkasan perjalanan
kehidupan seorang yang insyaALLAH tergolong pada jajaran Waliyullah yang
berada dalam barisan Pemimpin kita, Muhammad saw.
Semoga kita tergolong orang – orang yang
mengikuti jejak langkah mereka sehingga kita dapat menjadi orang – orang
yang selamat dunia dan akhirat. Amiin.
2014@abdkadiralhamid
0 Response to "Sayyid Al-Ustadz Muhammad bin Husayn bin ‘Ali Ba’abud, Lawang"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip