MANAQIB
AL-ALIM AL-ARIFBILLAH AL-QUTBH
AL-HABIB ALI BIN ALWI AL-SYIHAB
( Habib Ali Jenggot Abang )
IKATAN KELUARGA BESAR
AL-HABIB ALI BIN ALWI AL-SYIHAB
Disarikan
dari Manakib Habib Ali bin Alwi bin Shahab,
karya Habib Abdul Qadir bin Hasan bin Saqaf As-Seggaf, Palembang (cucu beliau sendiri),
karya Habib Abdul Qadir bin Hasan bin Saqaf As-Seggaf, Palembang (cucu beliau sendiri),
Sekaligus Penggagas Khoul
Assalamu’alaikum wr
wb
اَلْحَمْدُ
ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن
اَللّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Segala puji bagi Allah yang telah
memilih hamba-hamba yang dikehendaki-Nya untuk mendapatkan kekhususan sebagai
insan yang terpilih dan menjadikan mereka bagaikan cahaya matahari yang terang
benderang, sehingga tersingkaplah gelapnya tabir kebodohan dari hati-hati orang
yang berpaling dan berbuat kebatilan.
Kemudian Allâh s.w.t. mengkhususkan hamba-hamba tersebut memperoleh
kedudukan yang dekat disisi-Nya, sehingga dengan itu jadilah mereka imam-imam
dan penunjuk jalan kepada agama Tuhannya.
Mereka adalah orang-orang yang menepati janji terhadap
perjanjian-perjanjian yang telah mereka buat sebelumnya kepada Allâh s.w.t.
Serta semoga sholawat dan salam-Nya
yang sempurna dianugrahkan kepada seorang kekasih yang terjaga, pemimpin kita
Nabi Muhammad s.a.w., imam para rasul dan keluarganya yang suci beserta sahabat
dan pengikutnya. ‘Ammâ ba’du
Tulisan ini adalah merupakan
sekelumit dari riwayat singkat
Al-Habib Al-Quthb As-Sayyid Ali
ibn Alwi Ibn Syihab yang merupakan salah seorang tokoh dan ulama dari sekian
banyak tokoh dan ulama yang menjadi kebanggaan masyarakat Kota Palembang
khususnya dan Alawiyyin serta kaum muslimin pada umumnya.
Semoga Allah memberikan manfaat
kepada kita, baik di dunia dan di akhirat berkat kedudukan beliau. Amien ...
Nasabnya Yang Mulia
Nasab beliau yang mulia adalah
Al-Habib Ali Ibn Alwi Ibn Ali Ibn Ahmad
Ibn Ali Ibn Syeikh Ibn Muhammad Ibn Ali ibn Muhammad Ibn Ahmad
Syihabuddiin Al-Asghor Ibn Abdurrahman
Al -Qadhi Ibn Ahmad Syihabuddin Al-Akbar Ibn Abdurrahman
Ibn Ali Ibn Abubakar As-sakran Ibn As-Syeikh Abdurrahman As-Seggaf Ibn Muhammad
Mauladdawilah Ibn Ali Ibn Alwi Ibn Sayyidina Al-Ustadz Al-A’zham Al-Faqihil
Muqaddam Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad
Ibn Ali
Ibn Alwi Ibn Muhammad Ibn Alwi Ibn Ubaidillah ibn
As-Sayidina Al-Imam Al-Muhajir Ahmad Ibn
Isa Al Azroq Ibn Muhammad An-Nagib ibn Al-Imam Ali Al-‘Uraidhi
ibn Al-Imam Ja’far As-Shadiq ibn Al-Imam
Muhammad Al-Bagir ibn Al-Imam Ali Zainal
Abidin ibn Al-Imam Sayyidi Syabab Ahlil
Jannah Husain ibn Al-Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah wa Fatimah
Az-Zahro-il Batul binti Sayidina Ar-Rasul Muhammad S.A.W.
Orang Tua dan Saudara-Saudara Beliau
Manaqib Al-Habib
Ali bin Alwi Al-Syihab ini kami mulai dari perjalanan ayahnya Al-Habib Alwi bin
Ali Al-Syihab. Al-Habib Alwi adalah seorang pedagang dan juga seorang penyebar
agama dan beliau pernah singgah di rumah Al-Habib Ahmad bin Syech Al-Syihab. Di
dalam perjalanan pulang ke Yaman beliau lewat Gresik dan disinilah beliau
menikah dengan Syarifah Alwiyah binti Hasan Al-Madihij setelah menikah beliau
membawa istrinya ke Yaman, tepatnya di kota Dammun dekat Tarim. Dari pernikahan
ini Al-Habib Alwi mendapatkan 3 Zurriat:
- Al-Habib Ali bin Alwi (Shohibul Manaqib, lahir Tahun 1281 H / 1865 M )
- Al-Habib Hasan bin Alwi
- Al-Habib Husin bin Alwi
Saat Al-Habib Alwi berdagang ke
Palembang, dikarenakan Jarak yang jauh antara Yaman dan Indonesia yang memakan
waktu + 1/2 tahun perjalanan, Al-Habib Alwi bin Ali Al-Syihab memutuskan
untuk menerima permintaan Al-Habib Ahmad bin Syeh Al-Syihab untuk menikah dengan
anaknya yang bernama Syarifah Fadlun binti
Ahmad bin Syeh Al-Syihab. Sesuai managibnya Al-Habib Ahmad bin Syeh
Al-Syihab sangat menyukai habaib yang
datang dari Yaman untuk dijadikan menantunya. Dari pernikahan ini Al-Habib Alwi
mendapatkan beberapa orang zurriat yaitu:
- Al-Habib Abdurrahman bin Alwi
- Al-Habib Abdullah bin Alwi (Habib Ubud)
- Al-Habib Muhammad bin Alwi (Amuk)
- Syarifah Khodijah bin Alwi (Istri Habib Muhammad bin Abdullah Al-Syihab)
Anak dan Istri Beliau
Al-Habib Ali
pergi merantau dan berdagang dan untuk mensyiarkan agama islam juga untuk
menemui abahnya yang tercinta, Al-Habib Alwi bin Ali Syihab di Palembang.
Al-Habib Ali pergi bersama saudaranya Al-Habib Hasan namun sesampainya di
Singapura Al-Habib Hasan melanjutkan perjalanan ke Gresik dan langsung pulang
ke Yaman.
Dikarenakan
kearifan budi pekerti Habib Ali bin Alwi Al-Syihab, tak heran jika belum lama beliau
sampai di Palembang menarik perhatian Al-Habib Ahmad bin Syeh Al-Syihab, dan
beliau diminta untuk menikah dengan putrinya Syarifah Nikmah binti Akhmad bin
Syeh (Cek Ayu Nikmah). (Di dalam managib Al-Habib Ahmad bin Syeh Al-Shihab
dikatakan bahwa beliau mempunyai beberapa orang istri. Ibu Syarifah Fadlun
binti Ahmad bin Syeh tidak sama dengan dan Ibu Syarifah Nikmah binti Ahmad bin
syeh)
Dari pernikahan
ini al-Habib Ali bin Alwi al-syihab dikaruniai 8 orang zurriat:
- Syarifah Alwiyah
- Syarifah Syidah (halla Idun)
- Syarifah Sipak (Wak Iput)
- Sayyid Ahmad (Rajo batik)
- Syarifah Salmah
- Sayyid Abdullah
- Syarifah ‘Aisyah
- Sayyid Muhammad.
Al-Habib Ali
sering pulang pergi ke Yaman dan Indonesia lewat Singapura sebagai kegiatan
dari dagangnya dan dari inilah pihak keluarga di Yaman mengharapkan beliau juga
menikah dengan syarifah di kota kelahirannya di Dammun, Yaman. Hal tersebut
bertujuan agar tali silaturahmi tidak hilang (terputus) dan juga melindungi
Syarifah Salma binti Husin al-Syihab yang seorang janda . Dari pernikahan ini
Al-Habib Ali bin Alwi Al-Syihab dikarunia seorang anak yaitu Syarifah Fatma
binti Ali Shahab (Gede Halla). Syarifah Salmah binti Husin Al-Syihab pernah
menikah dengan Sayyid Muhammad Al-Aydid yang sudah punya anak satu masih kecil
yaitu Sayyid Hasyim bin Muhammad Al-Aydid. Pernikahan Syarifah Salmah binti Husin Al-Syihab dengan
Sayyid Muhammad Al-Aydid tidak berlangsung lama dan tidak mempunyai anak.
Pada suatu hari Al-Habib Ali bin
Alwi Al-Syihab berbicara dengan istrinya bahwa ia ingin mengajak anak dan
istrinya pergi haji dan sekalian bersilaturrahmi dengan istrinya dan
keluarganya di Yaman, saran ini di sambut baik oleh istrinya Syarifah Nikmah
Binti Ahmad bin Syeh Al-Syihab. Maka tak lama setelah itu berangkatlah Al-Habib
Ali beserta keluarganya. Setelah selesai mengerjakan ibadah haji, Habib Ali
bersilaturrahmi dengan keluarganya di Yaman juga menemui istrinya Syarifah
Salmah binti Husin Al-Syihab demikian harmonisnya pertemuan ini. Al-Habib Ali
menikahkan anak-anaknya, Syarifah Alwiyah binti Ali Al-Syihab dengan adik
iparnya Sayyid Syeh bin Husin Shahab, Syarifah Rosidah binti Ali Al-Syihab
dengan keponakanya Habib Sahabudin bin Husin bin Sahab dan Ahmad bin Ali dinikahkan
dengan keponakannya yaitu Syarifah Alwiyah binti Hasan Shahab.
Setelah semua urusan selesai, Habib
Ali memutuskan untuk pulang, menantunya tidak ikut akan tetapi menyusul setelah
semua surat
menyurat keberangkatan dibuat dulu karena pemeriksaan Belanda sangat ketat.
Karena saat pulang Syarifah Nikmah binti Ahmad bin Syech lagi hamil (mengandung
Syarifah Aisyah) maka Habib Ali membawa 2 orang khadamnya yaitu Karomah
Basumbul dan Saidah binti Salim Almaiddit (inipun beliau selundupkan dalam
gulungan kasur saat ada pemeriksaan Belanda). Sesampainya di Palembang Karomah
Basumbul dinikahkan Habib Ali, sedangkan Saidah binti Salim Al-Maiddit tidak mau
dinikahkan sebab sejak awal dia ingin jadi pembantu keluarga Habib Ali bin Alwi
Al-Syihab.
Al-Habib Ali pulang dari haji
disambut oleh keluarga dan para muridnya dengan gembira karena semua selamat
dan membawa berkah, ditambah lagi kegembiraan beliau dengan juga lahirnya
Syarifah Aisyah binti Ali, tak lama setelah beliau pulang. Al-Habib Ali sudah
mulai berdagang dan mengajar kembali dan beliau mendirikan sebuah rumah sendiri
yang lokasinya tepat di depan pintu rumah abahnya Al-Habib Alwi (rumah batu). Beliau
tinggal diatas bersama keluarganya.
Kegembiraan Habib Ali pun bertambah
karena rumah beliau sudah selesai bersamaan dengan lahirnya anak beliau yang
diberikan nama Muhammad bin Ali.
Hidup ini ada kala senang dan susah,
demikian pula Al-Habib Ali karena istrinya tercinta Syarifah Nikmah binti Ahmad
bin Syech Al-Syihab meninggal dunia. Setelah beberapa lama Al-Habib Ali pun
disarankan menikah lagi oleh saudara-saudaranya dengan Syarifah Nur Al-Anqawi
(Cik Nung). Pernikahan ini hanya beberapa tahun saja, karena Syarifah Nur
sering sakit dan atas saran Syarifah Nur, Al-Habib Ali diminta untuk menikah
lagi. Mulanya Al-Habib Ali tidak mau, akan tetapi atas saran anaknya Ahmad
(raja batik), Al-Habib Ali menikah dengan pilihan anaknya, Ahmad, yaitu
Syarifah Rogayah binti Abubakar Alkaff (Gede Cik). Al-Habib Ali sangatlah setia
pada istri-istrinya, beliau mau menikah karena syari’at, bukan semata-mata
karena keadaan dan juga bukan karena saran dari istri,anak dan keluarganya.
Dari
pernikahaan ini al-Habib Ali bin Alwi mendapatkan 5 orang anak yaitu:
- Syarifah Masturah (Mastur Habib)
- Sayyid Alwi (Alwi Habib)
- Sayyid Hasan & Husin (kembar, meninggal saat masih bayi)
- Syarifah Khodijah (Cik Ija Habib)
Habib Ali
dicintai anak dan cucunya, beliau adalah seorang ayah dan juga seorang ibu bagi anak dan cucu-cucunya
Pendidikan, Perdagangan dan Dakwah Beliau
Habib Ali bin
Alwi bin Shahab lahir dan dibesarkan di lingkungan para wali di Hadramaut. Sejak
kecil ia dididik dengan disiplin oleh ayahnya sendiri. Namun sejak ayahnya melakukan perjalanan
dakwah ke Asia yang akhirnya sampai ke Palembang,
pendidikan beliau diteruskan oleh keluarga dan kerabatnya di Dammun, Hadramaut,
Yaman.
Selama di tanah kelahirannya ini
beliau juga banyak menuntut ilmu dari para ulama besar diantaranya Al-Habib
Idrus bin Umar Al-Habsyi (penulis Kitab Iqdul Yawaqitul Jauhariyyah), Al-Habib
Ali bin Muhammad Al-Habsyi (shohibul maulid Simthud Durar) dan Al-Habib Ahmad
bin Abdurrahman As-Seggaf (ayah Al-Quthb Al-Habib Abdul Qadir As-Seggaf, Jeddah).
Setelah pendidikan di Hadramaut
terasa cukup, Habib Ali bersama saudaranya Habib Hasan berniat untuk berdakwah
ke Asia sekaligus mengunjungi ayahnya di Palembang. Namun sesampainya di Singapura, Habib Hasan
melanjutkan perjalanan ke Gresik dan langsung kembali ke Yaman. Sedangkan Habib
Ali masih menetap di Singapura, beliau berdagang bahkan sampai mempunyai tujuh
buah toko yang dikontrakkannya dan juga di surabaya beliau memiliki perkongsian usaha
perdagangan dengan Abdun Bamazru'. Selama
di Singapura tersebut, Habib Ali berguru dengan As-Syeikh Umar Al-Khatib. Selama
di Singapura Habib Ali menetap di rumah Gurunya tersebut.
Setelah
beberapa lama di Singapura beliau melanjutkan perjalanannya ke Palembang. Di sini beliau mendirikan sebuah rumah di
perkampungan alawiyyin Sungai Bayas, berhadapan dengan rumah ayahnya.
Terlepas dari
kegiatan perdagangan, rumah beliau juga difungsikan sebagai majlis taklim,
selain untuk mendidik anak-anaknya, beliau juga mendidik beberapa murid yang
belakangan menjadi ulama terkenal kota Palembang, seperti Nungcik Aqil dan
Muallim Umar. Tidak hanya mengajar, Habib Ali pun
begitu mengasihi muridnya dengan selalu memberikan uang kepada semua muridnya
setiap selesai belajar.
Selain
berdagang beliau juga belajar dengan Al-Habib Ahmad bin Syech Al-Syihab dan
dengan abahnya. Al-Habib Ali juga mengajar setiap sore dirumah Al-Habib
Muhammad bin Alwi (Pasar Kuto). Yang pernah hadir di dalam majlis di rumah
Habib Muhammad bin Alwi Al-Syihab (Habib Amuk) ini adalah Al-Habib Ahmad bin
Zen Al-Syihab, Al-Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaff (Wak Ola imam) dan Al-Habib
Husin Bin Ali Al-Syihab dan pada malam hari dirumah abahnya Al-Habib Alwi
(rumah batu). Selain itu beliau mengajar di pesantren Tahtal Yaman (di jambi) dan
Madrasah Al-Ihsan 10 ilir . Al-Ihsan sendiri adalah sekolah yang sangat bagus
pada masa itu, mempunyai tenaga pengajar yang profesional diantaranya: Al-Habib
Ali bin Alwi Al-Syihab, Al Habib Al- Mua'allim Muhammad bin Husain Al-Syihab, Al Habib Al- Mua'allim Ali bin Muhammad Bahsin,
Al Habib Al- Mua'allim Abdurahman bin Abubakar Al Musawa, Al Habib Al- Mua'allim
Zen bin Abdurahman Bahsin, Al Habib Al- Mua'allim Abubakar Bahsin, Mua'allim Husain,
Mua'allim As-Syeikh Muhammad Ali Al-Mashri beserta istrinya Ustazah Nafisah.
Madrasah
Al-Ihsan sendiri mengalami 3 kali pindah yaitu pertama di 10 ilir (rumah
Al-Habib Abdurrahman Al-Madihij), kedua di 13 ilir ketiga di sei bayas (rumah
Umar Hamid). Sedangkan Al-Habib Ali hanya mengajar pada masa di 10 ilir, Al-Ihsan
sendiri merupkan Madrasah cabang dari Rabithah Alawiyah Jakarta yang berdiri
tahun 1902 sedangkan anggota yayasannya yaitu: Habib Ali bin Alwi Al-Syihab, Habib
Alwi bin Alwi Al-Syihab (rumah malang), Habib Abdurrahman bin Hamid Al-Bin
Hamid dan staf pengajar, Radhi Allahu 'anhum Ajma'in.
Sedangkan
jumlah muridnya mencapai 10 baris dan bila dibaris panjang dari sebelah rumah
malang (sekolah Al-Ihsan) sampai lorong tapak ning, dan yang pernah belajar di
sana antara lain Syarifah Khodijah binti Ahmad Alkaff (istri Ahmad bin Muhammad
Khaneman), Syarifah Nur binti Syech Syahab, Al-Ustad Muhammad bin Hamid Syech Abubakar
beserta istri. Madrasah Al-Ihsan begitu dikenal pada saat itu, tak heran jika penutupan sekolah, banyak para
habaib hadir.
Bila bulan
maulud tiba, majlis maulud beliau penuh sampai 3 rumah yaitu: Rumah Umar bin
Ali, Rumah Abdullah bin Alwi dan Rumah Muhammad bin Ali.
Majelis maulud
beliau walaupun tidak ada pengeras suara (speaker) seperti sekarang ini akan
tetapi bisa di dengar dengan jelas dari tiga rumah tersebut. Bacaan dari para
habaib di rumah beliau bisa didengar dengan jelas oleh mereka yang hadir dan
hal ini disebabkan oleh mereka yang hadir pada saat itu benar-benar hadir dalam
satu majelis jiwa dan raga tak satupun yang berkata ataupun berbicara yang ada
hanya kekhusyukan untuk mendengarkan.
Majelis rauhah
beliau selalu ramai dikunjungi orang. Beliau Habib Ali bin Alwi pulang dari
pasar jam 3 sore setelah istirahat sejenak dengan keluarga dan dengan makanan
pengantar kesukaan beliau yaitu : Garam, Sahang Bubuk dan Jahe Bubuk dalam
wadah yang kecil untuk taburan, juga madu dan kuah bumbu serta beberapa buah
potong roti dan kemudian beliau sholat Ashar. Semua persiapan rauhah sudah
disiapkan dengan Ambal putih, bantal gembung putih dan asap pedupaan
mengharumkan ruangan rauhah, sebelum Habib Ali selesai sholat Ashar, awal acara
dimulai dengan membaca qasidah bersama-sama. Habib Ali memulai acara rauhah,
beliau berpakaian serba putih dalam keseharian beliaupun selalu berpakaian
berwarna putih. Majelis rauhah ini selalu memakai penterjemah dan yang
menterjemahkan bacaan beliau adalah: Ali Zainal Abidin bin Husin Al-Syihab
(Suami Ebok elun) dan Muhammad bin Ali Al-Syihab (anak beliau)
Akhlak dan Karomah Beliau
a. Khatam Quran Tiap Hari dan Makanan yang baru
Muhammad bin
Ali dididik abahnya + 20 tahun, teman beliau belajar: Nungcik Agil &
Mualim Umar, hingga pada suatu hari belajarnya dilaksanakan seminggu 3 malam
berturut-turut pada pukul 2 dini hari. Habib Ali mengkhatamkan Al-Quran 1 kali
dalam Satu Hari. Ketika beliau selesai mengkhatamkan Al-Quran, beliau sholat 2
rakaat dan menyuruh murid-muridnya membuka kitab. Malam yang dingin membuat
perut lapar, kemudian Habib Ali menyuruh Mualim Umar mengambil kopi dan pisang
goreng serta madu. Tentu saja Mualim Umar kebingungan, karena tadinya hanya
terlihat ada pisang goreng yang sudah dingin, madu dan seceret kopi yang sudah
sudah kosong. Setelah diulang 3 kali
Mualim Umar pun mengambilnya, ternyata kopi masih penuh dan banyak, pisang
panas dan madu, sedangkan tidak ada satu orang pun pada malam itu . Setelah
selesai belajar ba’da shubuh Habib Ali memberikan uang pada mereka yang
belajar.
b. Memuliakan Tamu
Dikarenakan
kegemarannya memuliakan tamu, beliau mendirikan rumah yang terdiri dari dua
lantai, lantai bawah dikhususkan
untuk menampung tamu, lengkap dengan kamar tidur serta kamar mandi. Sedangkan lantai atas menjadi kediaman Habib
Ali dan keluarganya.
Tamu-tamu Al-Habib Ali banyak
sekali, baik dari Asia maupun Timur Tengah seperti Yaman, Turki dan Saudi
Arabia, mereka adalah pedagang dan muballigh.
Para tamu tersebut membawa barang
dagangan dan menjualnya pada Habib Ali sedangkan Habib Ali menjualnya di toko
“Laris” miliknya yang terletak di Pasar 16 Ilir ataupun menyalurkannya kepada
apoteker. Diantara barang dagangannya yaitu da’wat (untuk rajahan), khan
Arab (Ghom Arab), inggu, dedes, mustaki, minyak wangi (memakai botol
dari kulit kambing), getar semalo, malam (seperti lilin), akar kara, kumo-kumo
dan za’faran.
Kesenangan beliau akan tamunya ini
sangatlah patut dicontoh. Beliau tidak mau tamunya pulang dengan hati yang
sedih, setiap tamu yang datang beliau terima, beliau jamu. Dan ketika pulang
beliau akan memberikan hadiah yang berasal dari tamunya terdahulu. Demikian
yang diberikan oleh Allah SWT keberkahan kepada Habib Ali bin Alwi sehingga
buah-buahan selalu ada tidak menunggu musimnya, beliau selalu menyediakan
suguhan buat tamunya baik yang beliau adakan sendiri maupun pemberian tamu yang
datang dari jauh. Sepertinya Al-Syihabnya Al-Habib Ali bin Alwi betul-betul
mencontoh A-Habib Ahmad Syihabudin Akbar (dimana didalam managib Al-Habib Ahmad
Syihabudin Akbar diriwayatkan bahwa bila tamunya masih di luar buah-buahan itu
mentah dan ketika tamu itu melangkah ke rumah beliau dan seketika itu juga
buah-buahan itu masak dan siap saji). Inilah kecintaan Al-Habib Al-Qutbh Ahmad
Syihabudin Akbar kepada tamunya. Al-Habib Ali pun mencontoh Al-Syihabnya
(bintangnya).
Kegemaran Habib Ali memuliakan tamu
ini bukan hanya dalam keadaan bangun, dalam keadaan tidur sekalipun beliau masih
menerima tamunya. Beliau tidur menggunakan Seprei dan sarung bantal berwarna
putih bersih, dan selalu diganti tiap harinya. Syarifah Rogayyah binti Abubakar
Al-Kaf pada hari-hari pertamanya berkeluarga dengan Habib Ali agak kebingungan
dan mengira Habib Ali sakit. Dalam keadaan tidur Habib Ali berdialog dalam
bahasa Arab layaknya sedang menerima tamu dalam keadaan bangun. "Ahlan wa
sahlan wa marhaban Habib Fulan bin Fulan….. !". Beliau menyebut nama para
wali yang sudah wafat yang menemui beliau dalam tidurnya.
Pada suatu hari Al-Habib Ali
mendapatkan seorang tamu yang memakai minyak rambut dan tersisir rapi
mengenakan baju jas dan celana panjang bergaya seperti Belanda (tidak seperti
habaib) membuat orang tidak begitu kagum padanya, akan tetapi lain halnya
dengan Al-Habib Ali bin Alwi, beliau menyambut tamunya dengan mencium tangannya
dan kemudian memeluknya demikian sebaliknya yang dilakukan oleh tamu ini yang
umurnya masih sangat muda. Setelah tamunya pulang Al-Habib Ali pun berkata pada
orang yang masih ada disitu “Anda tahu siapa yang datang tadi?… beliau adalah
Al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan dari Jakarta,
beliau adalah Waliyullah beliau mendapatkan Abdal dari Allah SWT !”.
Demikian yang dikemukakan oleh Al-Habib
Ali bin Alwi Al-Syihab kepada habaib yang ada di majlisnya itu juga. (menurut
pendapat para zurriat, Al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan sengaja berpakaian
seperti Belanda karena beliau bermaksud mengajak para pemuda juga turut hadir
di majlis Habib Ali).
c. Ahli Pengobatan Dan Penulis Risalah
Seperti kita ketahui Al-Habib Ali
bin Alwi satu hari satu kali tamat Al-Qur-an, akan tetapi beliau tidak hanya
membacanya saja dalam hari-harinya hal ini beliau teruskan dengan menyusun
huruf Al-Qur-an menjadi sebuah wafak (azimat) dan menyusun kembali kitab-kitab
hingga menjadi sebuah kitab dengan sistem pengobatan Al-Quran.
Selain dari berdagang dan
mengajarkan ilmu agama beliau juga ahli dalam ilmu obat-obatan, dari ilmu
obat-obatan ini beliau pelajari dengan maksud untuk membantu orang lillahita’ala
dan sebagai penunjang dakwah beliau.
Dalam kesehariannya, Habib Ali
terkenal ahli dalam thibbun nabawi (pengobatan cara Nabi Muhammad s.a.w). Dari
pembuatan wafak hingga obat-obatan tradisional yang terkenal mujarab pun ia
kuasai. Beberapa produk obat-obatannya
yang masih dapat diperoleh saat ini antara lain Minyak Mawar, Minyak Inggu,
Minyak Rahib, Minyak Telur, Minyak Labu dan Ma’jun Bawang Putih. Ia juga sempat mengarang kitab tentang
obat-obatan dalam tulisan arab melayu yang berjudul Penggirang Hati yang
beliau sadur dari kitab-kitab yang shohih dan ditulis dengan tulisan Arab
Melayu.
Dalam keseharian beliau tak jarang
ada orang yang datang untuk minta diobati
beliaupun dengan senang hati menolongnya, hingga pada suatu hari ada
orang yang dibantunya dan orang ini memberi 1 keranjang telur, Al-Habib Ali pun
menerimanya kemudian beliau berkata pada orang itu, “ini telur anda makan 2x sehari 1 pagi dan 1 sore
supaya badanmu segera sehat”.
Ada juga orang suami istri mengobati
anaknya dan sembuh kemudian mereka menghadiahkan 1 ekor kambing dengan senang
hati kambing itu diterima Habib Ali akan tetapi kambing itu dihadiahkan kepada
anak yang diobatinya tersebut. Kesosialan hidupnya sangatlah dikenal orang
karena beliau membantu banyak orang betul-betul Lillahita’ala.
Namun dibalik kepandaian Habib Ali
bin Alwi mengobati orang tak semua sakit bisa disembuhkan hal ini beliau terima
sebagai cobaan dari Allah SWT, dimana cucunya dari Syarifah Alwiyah sakit
terkena wabah penyakit dan meninggal satu per satu hingga anaknya Syarifah
Alwiyah, cobaan ini betul-betul menyedihkan hati beliau, berselang beberapa
lama keponakanya Syarifah Alwiyah binti Hasan Shahab (istri Ahmad) juga
meninggal dunia. Sedangkan menantunya Habib Syech bin husin Shahab dinikahkan oleh
habib Ali dengan Syarifah Aisyah binti Shahabuddin syahab dan dikarunia 1 orang
anak bernama Syarifah Gamar binti Syech syahab. Kemudian Al-Habib Syech bin
Husin Syahab hijrah dan menetap di Jakarta.
Beliau juga
mengarang beberapa risalah dan mencetaknya. Ia juga mengarang beberapa risalah
dan mencetaknya, diantaranya adalah Diantaranya adalah Al - Ghirah Al – Alawiyah Ala Al - Ukhuwwah Al –Hadramiyyah, Tanbihul -
Anam Anil Iqtida’ bil-Liam, Al-Ghirah Al-Arabiyyah Ala Al-Ukhuwwah Al –
Jawiyyah, Al- Ghirah Asy-Syahabiyyah Ala As-Sirah Al-Hasyimiyyah,Fathul mubiin
fii makrifah ushuluddin. Beliau
orang yang suka menyalakan Ghirah dan semangat Islam.
d. Gemar Menjodohkan Dan Bersahaja Pada Kaum Yang Lemah
Al-Habib Ali
adalah orang yang sangat suka untuk membantu orang yang belum ada jodohnya
beliau carikan jodohnya bahkan sampai beliau nikahkan.
Pada suatu
waktu, Habib Ali melihat Tukang membawa barang dipasar (kuli panggul) yang
terjatuh wadah barangnya. Seketika itu juga Habib Ali membantu mengangkat wadah
barang yang terjatuh tersebut, tanpa khawatir kotor pakaian beliau dan sakit
(karena berat).
e. Mengetahui Saat Akan Wafat
Al-Habib Ali sangatlah menyayangi
istrinya demikian juga istrinya dan beliau menyapa istrinya dengan panggilan
“Ipa” dan istrinya ( Syarifah rogayah bin Abubakar Alkaf) menyapa beliau dengan
panggilan “Ami”. Hingga suatu hari 2 tahun sebelum beliau wafat, beliau
mengumpulkan anak-anaknya dan bercerita tentang saat-saat akhir dirinya akan
pulang bahwa nanti akan ada burung yang datang kepadanya dan yang biasa jaga
tidak jaga abah Ali karena semua sibuk, disaat orang sibuk itu juga abah Ali
sudah pergi…. Namun cerita itu tidak dimasukkan di dalam hati oleh anak-anaknya.
Dan kemudian Al-habib Ali pun mengundang anaknya Ahmad, “Wahai Ahmad? Engkau
yang menikahkan abah, maka engkau juga
yang kelak menjaga anak abah jika abah sudah tidak ada?”, amanat ini diterima
oleh Ahmad (Raja Batik).
“Sibuk” yang tersirat dari perkataan
Habib Ali pada masa itu adalah tata cara kehidupan pada masa Al-Habib Ali bin
Alwi Al-Syahab adalah satu masa yang mana kebiasaan Habaib pada masa itu bila
hendak menyambut bulan Ramadhan, sudah bersiap-siap pada bulan Rajab, dengan
cara menyiapkan pakaian untuk keluarganya yang akan dipakai untuk Ibadah Puasa
dan hari Raya. Hingga pada bulan Sya’ban membersihkan rumah (layaknya seperti
lebaran sekarang) dan akhir Sya’ban membeli kebutuhan pokok lebih dari
hari-hari biasa, juga memberi penerangan pada sudut-sudut rumah yang gelap,
hingga malam puasa tiba, rumah-rumah menjadi terang dan terkesan indah (semua
ini dilakukan para habaib pada masa itu agar ibadahnya tidak terganggu). Dan
bila Hari Raya tiba pada Habaib menangis karena gembira, sedih, senang dan
terharu.
Kesehatan
Al-Habib Ali kian menurun, beliau mengalami sakit lemah badan. Yang selalu
membantu beliau adalah anaknya Sayyid Abdullah dan Sayyid Muhammad. Walaupun
dalam kondisi tersebut beliau tetap berdakwah walaupun sebatas rumah saja dan
yang datang pada majlis beliau pun tetap ramai.
Hingga suatu
hari Al-Habib Ali sedang berkumpul dengan anaknya Syarifah Masturah, Sayyid
Alwi & Syarifah Khodijah yang saat itu masih berusia + 2 tahun dan
kebetulan seorang tamu dari Turki datang menemui Al-Habib Ali yang saat itu
lagi berkumpul dengan anak-anaknya. Syarifah Khodijah yang saat itu lagi
bermain boneka dengan saudaranya Sayyid Alwi Habib dan Syarifah Mastura,
melihat hal yang asing serta merta tamu Al-Habib Ali mengambil boneka yang ada
ditangan Syarifah Khodijah dengan deras dan berbicara dengan Al-Habib Ali, “Ini
berhala kenapa diberikan !… Syarifah Khodijah tak urung menangis dan kemudian
dipangku Al-Habib Ali sedangkan Syarifah Masturah dan Sayyid Alwi sembunyi
dibalik jubah beliau karena takut. Dengan
bijaksana Al-Habib Ali pun menjelaskan, “Ini boneka, kalau disembah itu baru
berhala dan lagi anak ini terlalu kecil untuk mengerti masalah agama ia baru
berumur 2 tahun dan lagi anak-anak ini sebentar lagi akan menjadi yatim?!”.
Tersentak … tamu itu mendengar kalimat terakhir Al-Habib Ali, lalu bertanya,…”Kenapa
ya habib?”, jawab beliau, “sebab habib sudah tua dan sebentar lagi akan
pergi!..”, tak urung mendengar pernyataan Al-Habib Ali tamu ini langsung
memeluk Al-Habib Ali sambil menangis dan berkata, “jangan ya habib”, jawab
habib, “Tidak bisa, semua sudah takdir semua orang pun akan pergi bila sudah
ada panggilan”.
Suatu sore pada
akhir bulan Sya’ban dimana orang sibuk akan menyambut bulan ramadhan. Al-Habib
Ali lagi istirahat didepan teras rumah ada dua ekor burung berwarna putih
mendekat, kemudian beliau beri minyak wangi dan diterbangkannya akan tetapi
burung itu tak mau terbang, Al-Habib Muhammad bin Ali masih sempat mengusirnya,
namun tak juga terbang dan beliau pun,
Habib Ali, faham akan kejadian ini, lalu beliau memanggil khaddamnya yang lagi
terbaring sakit, '‘Saidah ya Saidah…..Izrail sudah datang, dia mau panggil
saya…”, jawab Saidah binti Salim Al-Maiddit, “jangan ya habib, biar Saidah
dulu, kalau habib sudah doakan saya ...ya ! tidak apa ?….”, permohonan Saidah
ini diulangi sampai tiga kali dan Saidah binti Salim pun wafat waktu maghrib,
Al-Habib Ali masih sempat mempersiapkan kain putih untuk Saidah dan setelah itu
beliau masuk kekamarnya dan burung itu masih ada di teras kamarnya, istri
tercinta masih sempat bertanya, “besok habib tidak usah puasa ?, saya tidak
apa-apa, saya tetap puasa, kan habib sakit ditanya kembali oleh Syarifah
Rogayah binti Abubakar Alkaff, Habib Ali tidak menjawabnya..
Hingga subuh
tiba yang biasa bantu beliau Sayyid Abdullah dan Sayyid Muhammad namun kali ini
hanya Sayyid Muhammad bersama istri tercintanya yang selalu mendekati beliau,
setelah mandi dan sholat shubuh Al-habib Ali pun minta dimandikan lagi mungkin
saat itu terlalu sibuk sebab hari itu sahur pertama, ada jenazah Saidah dirumah
membuat semua orang dengan tugasnya masing-masing. Al-Habib Ali pun memanggil
istrinya, “Ya Ipa !, Izrail masih ada dirumah, dia masih tunggu saya dan saya
mau mandi dulu,” dan Al-Habib Ali pun mandi dibantu oleh Sayyid Muhammad dengan
terburu-buru kemudian dibaringkan, beliau masih bertanya lagi, “Ya Izrail
apakah sudah ada izin dari Allah SWT ?…, Ya Ipa sudah ada izin !…”, istri
tercintanya berkata, “jangan ya Ami… jangan ya Ami”, Al-Habib Ali pun
mencelupkan kedua tangannya ke air kemudian berbaring sambil tangan menengadah
berdoa sementara yang hadir semua membaca surah yasin. Beliau pun pergi untuk
selamanya dengan posisi tangan dalam posisi menengadah, dengan sebaik-baik
penutup
Saidah wafat
masuk 1 Ramadhan waktu maghrib 1354H sedangkan
Al-Habib Ali bin Alwi Al-Syihab wafat 1 Ramadahan ba’dah subuh 1354H/ 27
November 1935 M. Berdasarkan kompromi keluarga, Saidah binti Salim
Al-Maiddit di kebumikan jam 10 pagi dan Habib Ali bin Alwi Al-Syihab jam 4 sore
di makam keluarga Al-Habib Ahmad bin Syech Al-Syihab (Gubah Duku Palembang). Keranda
Jenazah Habib Ali terlihat seperti berjalan diatas manusia-manusia yang
demikian banyaknya mengantar jenazah beliau mulai dari Sungai Bayas sampai ke
Pemakaman Gubah Habib Ahmad bin Syeh Al-Syihab.
Semoga Allah
SWT dengan rahmatnya menjadikan Manaqib ini sebagai peringatan seorang pencinta
untuk orang-orang yang dicintainya, dalam rangka mengenangkan bersama orang
yang dicintai, semoga kita pun jadi dicintai-Nya. Dan dengan rahmat-Nya pula
kita memohon agar dijadikan kenangan kita ini sebagai pelapang dari segala
kesulita dan penentram serta pengaman dari segala ketakutan serta menyampaikan
segala apa yang kita cita-citakan. Dan semoga kita semua diridhoi-Nya seperti
Dia telah meridhoi para leluhur yang telah mendahului kita dan memelihara kita
dengan sebagus-bagus pemeliharaan-Nya, sehingga kita tidak berbelok dari jalan
mereka. Semoga Allah SWT menjadikan kita termasuk orang-orang yang paling
berbahagia dan berada di sisi Al-Habib Al-Al-A'dzham Shalla Allahu 'alaihi wa
alihi wa shohbihi wa sallam.
Ya Allah limpahkanlah shalawat-Mu, selama-lamanya atas pemimpin para rasul-rasul-Mu, pemimpin kami Muhammad dan atas semua keluarganya yang telah Engkau sucikan dan sahabatnya yang jujur, dan siapa yang mengikuti mereka dengan kebaikan. Sholawat yang tak terputus tanpa henti sampai hari kemudian, juga ke atas kami. Dan jadikanlah kami termasuk dan tergolong dari jumlah golongan mereka, serta berada bersama mereka, dengan rahmat-Mu. Yaa- Arhamar-Roohimiin.
Telah pulang ke Rahmatullah
Al-Alim Al-Arifbillah Al-Quthbh
Al-Ustadz Al-Habib Ali bin Alwi Al-Syihab
Pada hari Rabu 1 Ramadhan 1354
H
27 November 1935 M
di
Palembang
مَنْ لَمْ يَحْزَنْ بِمَوْتِ اْلعَالِمِ فَهُوَ مُنَافِقِ
“Barang Siapa yang tidak merasa berduka cita atas wafatnya
seorang ulama, maka mereka dapat disebut orang munafiq”
Karya :
Habib Abdul Qadir bin Hasan bin Saqaf As-Seggaf (Wafat 1 Syawwal 1421H / 27 Desember 2000)
Editor:
- Sayyid Ahmad Syukri bin Abdullmotholib Shahab
- Sayyid Abubakr Rafiq ibn Husain BSA
2014@abdkadiralhamid
0 Response to "AL-HABIB ALI "Jenggot Abang" BIN ALWI AL-SYIHAB, PALEMBANG"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip