NUR MUHAMMAD
Proses Penciptaan dzat
Ahlul Bait Nabi saw
6. Kekhususan dan keistimewaan keluarga Rasulullah saw.
Banyak kitab yang menulis tentang kekhususan dan keistimewaan keluarga Rasulullah saw, diantara kekhususan dan keistimewaan itu adalah:
Pertama, Diharamkannya sedekah atas mereka, karena sedekah itu termasuk kotoran manusia. Sebagai gantinya mereka mendapatkan seperlima dari seperlima harta fai dan ghanimah/rampasan perang. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada bagian lain.
Kedua, Dituntut untuk menunjukkan sikap memuliakan, menghormati, mengutamakan serta memaafkan kesalahan-kesalahan mereka yang didasari ketulusan. Dan harus dii'tikadkan bahwa orang-orang fasik di antara mereka akan mendapat hidayah dari Allah swt. Semua itu adalah karena kekerabatan mereka dengan Rasulullah saw, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sebagian hadits, dan ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat al-Ahzab ayat 33, yang berbunyi:
إِنَّمَا يُرِيْدُ الله لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِجْسَ أَهْلَ البَيْتِ وَ يُطَهِّرَ كُمْ تَطْهِيْرًا
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan kotoran (rijs) dari kalian hai ahli al-bait, dan hendak mensucikan kalian sesuci-sucinya".
Dalam bukunya al-Futuhat al-Makiyah bab ke 29, Ibnu Arabi membicarakan keagungan Nabi Muhammad saw dan ia memberikan pendapat bahwa beliau saw dan keluarganya telah disucikan sesuci-sucinya dan telah dibersihkan dari al-rijs, yaitu semua perkara yang dapat mencemarkan kemuliaan mereka.
Abu Ja'far Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, dalam buku tafsir al-Thabari mengatakan bahwa sesungguhnya Allah berkehendak untuk menghilangkan al-suuk (kejelekan) dan al-fahsya (kekejian) dari mereka dan mensucikan mereka sesuci-sucinya dari kotoran yang timbul akibat maksiat.
Dalam kitabnya al-Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar al-Haitsami menjelaskan bahwa ayat itu adalah sumber keutamaan keluarga Nabi saw, sebab ia memuat beberapa keindahan, keutamaan mereka dan perhatian Allah swt atas mereka. Ayat tersebut diawali dengan kata إنَّمَا (hanya) yang berfungsi sebagai pembatas kehendak Allah untuk menghilangkan al-rijs (yang berarti dosa atau ragu terhadap apa yang seharusnya diyakini) hanya dari mereka saja dan mensucikan mereka sesuci-sucinya dari semua akhlaq dan tingkah laku yang tercela.
Diriwayatkan dan disahihkan oleh al-Hakim, Rasulullah saw bersabda:
يَا بَنِى عَبْد المُطَلِب , إِنِّ سَاَلْتُ الله لَكُمْ ثَلاَثًا: أن يثبت قائمكم و أن يهدى ضالكم وأن يعلم جاهلكم
"Hai Bani Abdul Muthalib, sesungguhnya aku telah memohon kepada Allah untuk kalian tiga perkara:
- Agar Allah menetapkan orang-orang yang istiqamah di antara kalian.
- Agar Allah menunjukkan orang-orang yang sesat di antara kalian
- Agar Allah mengajarkan orang-orang yang bodoh di antara kalian".
Para ulama telah menjelaskan bahwa sebaiknya penduduk negeri Nabi saw itu tetap dimuliakan sekalipun tampak bid'ah atau yang serupa di kalangan mereka, demi menjaga kehormatan ketetanggaan dengan Nabi. Maka betapa pula dengan keturunan Nabi saw yang merupakan darah daging beliau, walaupun di antara mereka dan beliau itu ada beberapa perantara (keturunan).
Telah diriwayatkan tentang firman Allah: وكان أبوهما صالح (sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh), bahwa kata 'ayah' yang dimaksud dalam ayat itu adalah: yang karena memuliakannya sehingga harta benda anak yatim itu terpelihara, adalah moyang ketujuh atau kesembilan dari anak yatim tersebut.
Seyogyanya orang yang fasik di antara keluarga Nabi saw itu sekalipun perbuatannya itu dibenci, namun mereka tetap harus dihormati karena adanya ikatan kekerabatan mereka dengan Rasulullah saw. Telah disebutkan dalam beberapa hadits yang bersumber dari banyak jalan bahwa mereka itu diharamkan dari api neraka, seperti yang diriwayatkan oleh al-Bazzar, Abu Ya'la, al-Uqaili, al-Thabrani dan Ibnu Syahin dalam al-Sunnah dari Ibnu Mas'ud berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ فَاطِمَةَ اَحْصَنَتْ فَرْجَهَا , فَحَرَّمَهَا الله وَ ذُرِّيَّتَهَا عَلَى النَارِ
"Sesungguhnya Fathimah telah menjaga kesuciannya, oleh karena itu Allah mengharamkan dia dan keturunannya dari (sentuhan) api neraka".
Ibnu Jarir meriwayatkan dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah swt:
وَلَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى. قَالَ: مِنْ رِضَى مُحَمَّدٍ اَنْ لاَ يُدْخِلَ اَحَدٌ مِنْ اَهْلِ بَيْتِهِ النَّارَ
"Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas". Ia berkata: Di antara kepuasan Muhammad saw adalah agar tidak seorangpun dari keluarganya (keturunannya) yang masuk ke dalam api neraka".
Dari Imran bin Hushain, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
سَأَلْتُ رَبِّي اَنْ لاَ يُدْخِلَ النَّارَ اَحَدًا مِنْ اَهْلِ بَيْتِي فَأَعْطَانِيْهَا
"Aku telah memohon kepada Tuhanku supaya tidak memasukkan seorangpun dari ahlul baitku (keturunanku) ke dalam neraka, dan Dia (Allah swt) mengabulkan permohonanku".
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ فَاطِمَةَ حَصَنَتْ فَرْجَهَا ,وَاِنَّ الله اَدْخَلَهَاوَذُرِّيَّتَهَا الجَنَّةَ
"Sesungguhnya Fathimah telah menjaga kesuciannya, karena itu Allah swt akan memasukkannya bersama keturunannya ke dalam surga".
Pernah Rasulullah saw berkata dalam khutbahnya: 'Mengapa orang mengatakan bahwa kekerabatanku tidak berguna di hari kiamat?! Sesungguhnya kekerabatanku itu tersambung baik di dunia maupun di akhirat'.
Umar bin Khattab telah melamar Umi Kulsum untuk dirinya dari ayahnya Ali bin Abi Thalib. Ketika itu Ali menjawab bahwa puterinya itu masih terlalu kecil dan juga sudah dipersiapkan buat calon isteri putra saudaranya, Ja'far. Namun Umar bersikeras hendak menyuntingnya juga, ia naik ke atas mimbar dan berkata: 'Saudara-saudara, demi Allah, tidak ada yang mendorongku memaksa Ali dalam perkara putrinya itu, melainkan bahwa aku pernah mendengar Nabi saw bersabda: Semua sebab, nasab dan periparan terputus pada hari kiamat kelak, kecuali sababku, nasabku dan periparanku!. Dan akhirnya Ali menikahkan putrinya itu dengan Umar. Dari perkawinan tersebut, lahir seorang putra yang diberi nama Zaid, dan meninggal setelah dewasa.
Semua hadits yang menyebutkan manfaat kekerabatan dengan Rasulullah di atas tidaklah menafi'kan hadis-hadis lain yang menganjurkan ahlul bait beliau agar takut dan taat kepada Allah swt, dan bahwa yang dekat dengan beliau pada hari kiamat kelak hanyalah dengan takwa dan bahwa beliau tidak berdaya apa-apa bagi mereka dari kekuasaan Allah swt. Seperti yang disebutkan dalam hadits sahih, ketika turun firman Allah swt dalam surat al-Syu'ara ayat 214:
وَأَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الأَقْرَبِيْنَ
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat"
maka beliau mengundang para kerabatnya, setelah berkumpul beliau mengatakan kepada mereka supaya mereka menolong diri mereka masing-masing dari ancaman api neraka, hingga akhirnya beliau berkata: 'Wahai Fathimah binti Muhammad, wahai Shafiyah binti Abdul Muthalib, wahai Bani Abdul Muthalib, aku tidak memiliki apa-apa untuk kalian terhadap kekuasaan Allah, hanya saja kalian mempunyai hak kekerabatan yang mana akan aku sambungkan dengannya'. Selanjutnya seperti hadits yang diriwayatkan oleh Abu Syaikh, Rasulullah saw bersabda: 'Wahai Bani Hasyim, janganlah sampai orang-orang datang di hari kiamat kelak dengan membawa amal akhirat di pundak mereka, sedangkan kalian datang sambil memikul dunia di pundak kalian. Kalian tidaklah berdaya apa-apa terhadap kekuasaan Allah.
Diriwayatkan oleh al-Thabari bahwa Nabi saw tidaklah memiliki upaya apa-apa, baik kemanfaatan maupun kemudharatan, tetapi Allah swt memberikan kepadanya kemanfaatan untuk sanak kerabatnya, bahkan untuk seluruh umatnya, yaitu dengan syafa'at umum dan khusus. Jadi, beliau tidak mempunyai hak apa-apa kecuali apa yang sudah dan akan diberikan Allah swt kepadanya, seperti ucapan beliau saw: 'Tetapi kamu mempunyai ikatan kekerabatan yang akan aku hubungkan dengannya'. Demikian pula dengan makna ucapan beliau: 'Aku tidaklah berdaya apa-apa bagi kalian di hadapan kekuasaan Allah, selain dari kemurahan Allah yang diberikan kepadaku (seperti syafa'at atau maghfirah dan lainnya)'.
Beliau mengucapkan kata-kata itu kepada sanak kerabatnya adalah untuk memelihara maqam takhwif dan mendorong agar berbuat amal kebajikan serta menginginkan mereka menjadi manusia-manusia utama dan paling banyak bagiannya dalam hal ketaqwaan dan ketakutan kepada Allah swt. Kemudian beliau memberi ketenangan dengan mengingatkan mereka akan hak kekerabatan mereka dengan Rasulullah saw.
Ketiga, Mereka adalah manusia yang mulia dari segi nasab dan manusia yang paling utama dari segi asal-usul. Yusuf bin Ismail al-Nabhani mengatakan: 'karena kemuliaan nasab dan asal-usul mereka, maka tidak ada satupun manusia yang sekufu' (sepadan) untuk menikah dengan mereka, dan hal ini telah banyak dijelaskan oleh para ulama pemimpin umat.' Misalnyanya Jalaludin al-Sayuthi dalam kitab Khosois-nya mengatakan bahwa tidak ada satu manusia pun yang sekufu' untuk menikah dengan keluarga Rasul saw.
Bersambung .....
Sumber :
BUNGA RAMPAI KEUTAMAAN DZAT AHLULBAIT
Oleh : Aidarus Alwee Almashoor
0 Response to "NUR MUHAMMAD - Kekhususan dan keistimewaan keluarga Rasulullah saw"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip