Manaqib Al Imam Quthbil Ghauts Al Habib Ahmad bin Hasan Al Attas Shahibul Qirthas,
Huraidhah
Di sarikan dari buku Sekilas tentang Habib Ahmad bin Hasan al-’Atthas, karya Habib Novel Muhammad al-’Aydrus, Putera Riyadi, Solo, 2003
Nasab :
Beliau adalah Al-Habib Ahmad bin Hasan bin Abdulloh bin Ali bin Abdulloh bin Muhammad bin Muhsin bin Imam Husein bin al-Quthb al-Kabiir Umar bin Abdurrohman bin Aqil al-'Atthos bin Salim bin Abdulloh bin Abdurrohman bin Abdulloh bin al-Quthb Abdurrohman as-Segaf bin Muhammad Maula Dawileh bin Ali bin Alwi bin al-Ustadz al-'Adhom al-Faqih al-Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi' Qosam bin Alwi bin Muhammad Shohib Shouma'ah bin Alwi bin Ubaidillah bin al-Muhajir Ilalloh Ahmad bin Isa bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Imam Jakfar ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam as-Sibth al-Husein bin al-Imam Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib suami az-Zahro Fatimah al-Batul binti Rosulullah Muhammad SAW.
MASA KECIL
Beliau dilahirkan di Huraidhoh, Hadhramaut (Yaman) pada hari Selasa 19 Ramadhan 1257 H. Ketika masih dalam umur penyusuan, ia terkena penyakit mata yang ganas hingga hilang penglihatannya. Ibu beliau merasa sedih lalu mendatangi al-Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos. Ia letakkan bayi mungil itu di depan Habib Sholeh, lalu menangis sekuat-kuatnya.
"Apa yang dapat kami perbuat dengan anak yang buta ini?" kata ibunya dengan suara sedih.
Habib Sholeh menggendong bayi itu, lalu memandangnya dengan tajam. "Ia akan memperoleh kedudukan yg tinggi. Masyarakat akan berjalan di bawah naungan dan keberkahannya. Ia akan mencapai maqom kakeknya, Umar bin Abdurrohman al-'Atthos.", kata Habib Sholeh Mendengar ini, ibu beliau pun merasa terhibur.
Sejak itu Habib Ahmad memperoleh perhatian khusus dari Habib Sholeh. Kadang bila melihat Habib Ahmad berjalan menghampirinya, Habib Sholeh berkata, "Selamat datang pewaris sir Umar bin Abdurrohman." Kemudian Habib Sholeh memboncengkan dia di tunggangannya.
Pada kesempatan lain Habib Sholeh berkata kepada beliau, "Kau mendapat madad khusus dari kakekmu Umar bin Abdurrohman."
PENGLIHATAN BATIN
Meski kehilangan kedua penglihatannya, Habib Ahmad bin Hasan tampak seperti orang yang dapat melihat dengan baik. Allah mengganti penglihatan lahiriahnya dengan penglihatan batiniah. Hal ini terbukti dalam beberapa peristiwa, baik ketika beliau masih kecil maupun setelah mencapai usia lanjut. Seakan Alloh SWT ingin menunjukkan kepada orang-orang yang hidup sejamannya makna firman-Nya:
"Karena sesungguhnya bukanlah mata yang buta, tapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada."(Q.S. al-Haj, 22:46)
Sebagaimana manusia, semua hewan juga memiliki cahaya mata dhohir, tapi cahaya mata hati (bashiroh) hanya dimiliki oleh orang-orang yg telah dipersiapkan Alloh untuk dekat dengan-Nya. Habib Ahmad sering memberitahu hal-hal yang luput dari pandangan para sahabatnya. Sebagaimana manusia, semua hewan juga memiliki cahaya mata dhohir, tapi cahaya mata hati (bashiroh) hanya dimiliki oleh orang-orang yang telah dipersiapkan Alloh untuk dekat dengan-Nya. Habib Ahmad sering memberitahu hal-hal yang luput dari pandangan para sahabatnya. Habib Umar bin Muhammad al-'Atthos bercerita,
"Ketika masih kecil, aku suka bermain-main dengan Akh Ahmad bin Hasan dan Akh Abdulloh bin Abubakar bin Abdulloh di jalanan kota.
Usia kami sebaya, aku sering mendengar masyarakat memperbincangkan kewalian dan kasyf-kasyf Akh Ahmad bin Hasan, namun aku belum pernah membuktikannya.
Suatu hari aku berkata pada Akh Abdulloh bin Abubakar,
"Mari kita buktikan omongan masyarakat malam ini. Jika ia memang seorang wali, kita akan membenarkannya, tapi jika itu hanya kabar bohong, kita akan membuatnya menderita."
Kami menggali lubang di dekat tempat kami bermain lalu kami tutup dengan tikar. Setelah tiba saat bermain, aku berkata pada pada Akh Ahmad bin Hasan,
"Malam ini kita adakan lomba lari."
Kami tempatkan ia di tengah2, tepat ke arah lubang yang baru kami gali. Kami lalu berlari sambil berteriak,
"Ayo lari...lari...!"
Ketika sudah dekat dengan lubang itu, Akh Ahmad melompat seperti seekor kijang.
Mulanya kami kira kejadian ini hanya suatu kebetulan, kami pun mengajaknya berlomba lagi. Tapi ketika sampai di depan lubang, ia melompat seperti sebelumnya. Saat itu kami sadar bahwa ia memang bukan manusia biasa.
Pernah ada lelaki datang menemui beliau dengan membawa uang 1 dirham yang ia temukan di jalan. Di permukaan dirham itu tertulis sesuatu yang sulit dibaca karena dirham itu sudah terlalu tua.
Beliau meraba dirham tersebut, lalu berkata kepada murid beliau, Syeikh Muhammad bin Awudh Ba Fadhl,
"Coba perhatikan dengan teliti, apa yang tertulis di permukaan dirham ini."
Ia mencoba membacanya, tapi tidak berhasil. Beliau kemudian berkata,
"Mungkin ini adalah jenis dirham ash-Shomadiah yang dikeluarkan oleh Sulaiman bin Abdul Malik al-Umawi. Pada sisi yang satu tertulis surat al-Ikhlas dan pada sisi lain tertulis: Laa ilaaha 'illallaah wahdahu laa syariikalahu, lahulmulku wa lahulhamdu wahuwa 'alaa kulli syay'in qodiir."
Syeikh Muhammad lalu mencoba melihat mata uang itu dengan lebih teliti, ternyata benar apa yang ducapkan Habib Ahmad bin Hasan. Nama raja Sulaiman bin Abdul Malik al-Umawi tertulis melingkari mata uang tersebut dengan tulisan kufi tanpat titik dan dengan aturan yang aneh.
MENUNTUT ILMU
Sejak kecil beliau Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos gemar menuntut ilmu. Ketika berusia 5 tahun, kakek beliau, Habib Abdulloh, mengajari beliau membaca Qur'an sebelum menyerahkan pendidikan beliau pada Faraj bin Umar bin Sabbah murid Habib Hadun bin Ali bin Hasan al-'Atthos.
Beliau juga belajar kepada Habib Sholeh bin Abdullah al-'Atthos. Beliau bercerita,
"Suatu hari, ketika usiaku 5 tahun, aku bermain-main & berguling-guling di tanah. Kebetulan Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos lewat di dekatku. Beliau berkata, 'Bangun, pakai pakaianmu lalu tunaikan Sholat Jum'at!'..."
"Tubuhku kotor!", jawabku.
"Tidak masalah, bangunlah, pakai pakaianmu dan kerjakanlah Sholat Jum'at!".
Beliau juga belajar kepada Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos. Beliau bercerita,
"Suatu hari, ketika usiaku 5 tahun, aku bermain-main & berguling-guling di tanah. Kebetulan Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos lewat di dekatku. Beliau berkata, 'Bangun, pakai pakaianmu lalu tunaikan Sholat Jum'at!'..."
"Tubuhku kotor!", jawabku.
"Tidak masalah, bangunlah, pakai pakaianmu dan kerjakanlah Sholat Jum'at!".
Habib Sholeh lalu membacakan firman Alloh Ta'ala:
"Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Alloh, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati."
(Q.S. al-Haj, 22:32)
Inilah ayat pertama yang dihafalkan oleh Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos dari Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos.
Perlu diketahui bahwa Habib Ahmad memiliki daya hafal yang luar biasa, beliau mampu menghafal dengan sekali dengar.
Setiap kali ada ulama datang ke kotanya, Huraidhoh, beliau selalu memanfaatkan kesempatan itu untuk menimba ilmu dari mereka.
"Hatiku dipenuhi rasa pengagungan dan penghormatan pada salaf yang tiba di kotaku. Ketika Habib al-'Allamah Muhammad bin Ali Assegaf datang, aku seakan-akan melihat seorang nabi."
GURU-GURU BELIAU
Guru-guru beliau antara lain adalah Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos, Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos, Habib Ahmad bin Muhammad bin Alwi al-Muhdhor, Habib Ahmad bin Abdulloh bin Idrus al-Bar, Habib Abdurrohman bin Ali bin Umar bin Segaf Assegaf, Habib Muhammad bin Ali bin Alwi bin Abdillah Assegaf & Habib Muhammad bin Ibrahim bin Idrus Bilfaqih.
Sedangkan guru-guru beliau di Haramain adalah Habib Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Assegaf, Habib Fadhl bin Alwi bin Muhammad bin Shol Maula Dawileh, dan Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan.
Adapun Syeikh fath Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos adalah Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos dan Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos.
Habib Sholeh men-tahkiim beliau sebagai seorang sufi dengan mencukur rambut kepala beliau dengan kedua tangannya yang mulia dan memerintahkannya untuk wudhu & mandi. Setelah itu Habib Sholeh mendudukkan beliau di hadapannya lalu men-talqiin kalimat: "Laa ilaa illallah Muhammadun Rasuulullaah" sebanyak 3 kali dan kemudian memberi beliau ijaazah dan ilbaas.
Buku-buku yang dibaca Habib Ahmad di hadapan Habib Sholeh antara lain adalah "Idhoohu Asroori Uluumil Muqorrobiin, Ar-Risaalatul Qusyairiyyah, Asy-Syifaa' karya Qodhi 'Iyadh dan Mukhtashor al-Adzkaar karya al-Allamah Syeikh Muhammad bin Umar Bahroq.
Semenjak berguru kepada Habib Sholeh, beliau tidak pernah meninggalkan majlisnya, baik saat Habib Sholeh berada di kota 'Amd maupun di luar kota, hingga Habib Sholeh meninggal dunia pada tahun 1279 H.
Semenjak berguru kepada Habib Sholeh, beliau tidak pernah meninggalkan majlisnya, baik saat Habib Sholeh berada di kota 'Amd maupun di luar kota, hingga Habib Sholeh meninggal dunia pada tahun 1279 H.
Cinta beliau kepada Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos telah tampak sejak beliau masih kecil, sebagaimana diceritakan oleh Habib Alwi bin Thohir dalam Uquudul Almaas:
"Jika Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos berkunjung ke Huraidhoh, beliau (Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos) selalu menemainya. Suatu saat, Habib Sholeh pulang ke kotanya ('Amd) tanpa sepengetahuan beliau. Ketika mengetahui bahwa Habib Sholeh telah pulang, beliau segera menyusulnya seorang diri tanpa penuntun dan penunjuk jalan. Habib Sholeh merasakan kehadiran beliau, lalu bertanya pada orang-orang yang ikut dalam rombongannya, 'Apakah kalian melihat seseorang di belakang kita?'. Mereka melihat ke belakang lalu berkata, 'Kami tidak melihat apa-apa.'. Tak berapa lama, ia mengulang pertanyaannya dan dijawab, 'Ya, ada seorang anak kecil berusaha menyusul kita.'. Habib Sholeh berkata, 'Dia adalah Ahmad bin Hasan.' Ia menanti kedatangan Habib Ahmad bin Hasan, lalu memboncengkannya sampai di desa terdekat. Setelah itu ia memulangkannya."
Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos juga memberikan perhatian kepada beliau sejak kecil. Buku yang telah dibaca Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos di hadapan Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos antara lain adalah al-Jami' ash-Shoghir, Riyadhush Shibyan dan Hadiyatush Shiddiq.
Habib Ahmad selalu menemani Habib Abubakar, bahkan beliau pernah ikut sampai ke Hijaz. Ketika Habib Abubakar meninggal dunia pada malam Selasa 17 Dzulqoidah 1281 H, beliau sedang berada di Haramain.
Habib Ahmad berkata,
"Aku pernah bertanya pada Habib Abubakar tentang berbagai kasyf dan asror yang diperoleh seseorang padahal ia tidak memiliki amal yang memadai."
Habib Abubakar menjawab,
"Sebab ia dekat dgn shohibul waqt. Tempat yang dekat dengan pancuran akan terkena percikan air."
Keterangan Habib Ahmad ini menjelaskan keadaan dirinya.
BELAJAR DI MAKKAH
Tahun 1274 H, ketika usianya menginjak 17 tahun, beliau melakukan perjalanan haji ke Makkah al-mukarromah. Kedatangan beliau ini disambut dengan senang hati oleh al-'Allamah Mufti Haramain, Sayid Ahmad Zaini Dahlan.
Sayid Ahmad Zaini Dahlan mendorong beliau, Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos untuk menuntut ilmu di Makkah, lalu menyerahkannya di bawah pendidikan seorang guru baca Qur'an, Syeikh Ali bin Ibrohim as-Samanudi.
Sayid al-'Allamah Abubakar yang biasa dipanggil dengan Bakri bin Muhammad Syatho, pengarang buku I-'aanatuth Thoolibiin Syarh Fathul Mu'iin dalam bukunya Nafkhotur Rohmaan yang berisi manaqib guru beliau, Sayid Ahmad Zaini Dahlan, menulis:
"Dahulu Sayid Ahmad Zaini Dahlan hafal Qur'an dengan baik dan menguasai 7 cara baca Qur'an. Beliau juga hafal kitab asy-Syaathibiah dan al-Jazariah, 2 kitab yg sangat bermanfaat bagi para pelajar yang hendak mempelajari 7 bacaan Qur'an dengan cepat. Karena cinta dan perhatiannya pada Qur'an, ia memerintahkan sejumlah ahli baca Qur'an untuk mengajarkan ilmu ini. Ia khawatir ilmu itu akan hilang dari orang-orang yang cerdas dan memiliki pemahaman. Saat itu datang Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos dari Hadhromaut. Ia masih kecil dan buta kedua matanya.
Sayid Ahmad Dahlan sangat menyayanginya. Ia lalu memerintahkannya untuk menghafalkan Qur'an. Dalam waktu singkat Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos mampu menghafalnya. Kemudian tuanku Sayid Ahmad Dahlan meminta Syeikh Ali as-Samanudi yang terkenal menguasai 14 cara baca Qur'an untuk mengajar Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos. Syeikh Ali lalu mengajarkan asy-Syaathibiah dan cara baca Qur'an. Dalam waktu singkat Alloh memberi Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos fath."
Sumber :
"Sekilas tentang Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos: Riwayat hidup, Wasiat dan Nasihat, Kisah & Hikmah, Do'a dan Amalan."
===========================================
Seorang di antara sejumlah Waliyullah asal Hadramaut, Yaman, ialah al-Habib Ahmad bin Hasan al-’Atthas. Ulama besar ini lahir di Huraidhah, Hadramaut, pada hari Selasa 19 Ramadhan 1257 H/1837 M. Karamahnya yang sangat terkenal ialah, Beliau mampu melihat secara bathiniah, sementara penglihatan lahiriahnya tidak dapat melihat. Sejak masih dalam penyusuan ibundanya, beliau terserang penyakit mata yang sangat ganas sehingga buta.
Kemampuan itu Beliau miliki sejak masih kecil hingga berusia lanjut. Suatu hari beliau memenuhi undangan salah seorang santrinya di Mesir. Ketika sedang duduk bersama tuan rumah, tiba-tiba beliau meminta kepada salah seorang hadirin membuka salah satu jendela, karena semua jendela tertutup.
“Angin di luar sangat kencang” kata orang itu. Tapi Habib Ahmad tetap mendesak agar jendela di buka.
Ternyata di bawah jendela itu anak sang tuan rumah tengah berjuang melawan maut, tercebur ke dalam kolam persis di bawah jendela. Tentu saja seluruh hadirin terutama tuan rumah panik. Kontan Habib Ahmad berseru agar orang-orang segera menyelamatkannya. Dan, alhamdulillah, akhirnya anak itu selamat. Itulah salah satu karomah Habib Ahmad bin Hasan al-’Atthas, mampu melihat sesuatu yang terjadi dengan mata bathin, yang justru tidak terlihat oleh orang biasa.
Sejak usia lima tahun, Habib Ahmad sudah belajar mengaji kepada kakeknya yang lain, al-Habib ‘Abdullah. Setelah itu ia belajar ilmu agama kepada Faraj bin ‘Umar Sabbah, salah seorang murid Habib Hadun bin ‘Ali bin Hasan al-’Atthas, dan Habib Sholeh bin ‘Abdullah al-’Atthas, yang juga termasyhur sebagai ulama.
Seperti kebanyakan para ulama asal Timur Tengah, Habib Ahmad juga memiliki daya ingat luar biasa. Beliau mampu menghafal sesuatu hanya dengan sekali dengar. Setiap kali ada ulama datang ke Huraidhah, beliau selalu memanfaatkan kesempatan itu untuk menimba ilmu dari mereka,
“Aku selalu menghormati dan mengagungkan para ulama salaf yang datang ke kotaku,” kata beliau.
Semua makhluk memang memiliki mata yang mampu melihat, memandang, mengamati, tapi hanya hamba Allah yang di persiapkan oleh Allah SWT untuk dekat dengan-Nya yang mendapat anugerah mata hati (bashirah).
Cerita al-Habib ‘Umar bin Muhammad al-’Atthas mengenai karamah Habib Ahmad sangat menarik.
“Ketika masih kecil, aku suka bermain dengan Habib Ahmad di jalanan. Usia kami sebaya. Ketika itu aku sering mendengar orang-orang memperbincangkan kewalian dan mukasyafah (kata benda untuk Kasyaf, kemampuan melihat hal-hal yang tidak kasat mata) Habib Ahmad. Namun, aku belum pernah membuktikannya,” katanya.
“Suatu hari aku berusaha membuktikan cerita orang-orang itu. Jika ia seorang wali, aku akan membenarkannya, tapi jika hanya kabar bohong, aku akan membuatnya menderita. Kami menggali lubang lalu kami tutup deogan tikar. Setelah tiba saat bermain, aku mengajak Habib Ahmad berlomba lari. Ia kami tempatkan di tengah tepat ke arah lubang itu. Ajaib…!!! Ketika sudah dekat dengan lubang itu, ia melompat seperti seekor Kijang. Awalnya kami kira kejadian ini hanya kebetulan. Kamipun mengajaknya berlomba lagi. Tapi, ketika sampai di depan lubang, ia melompat lagi. Ketika itu kami sadar bahwa ia memang bukan manusia biasa,” kata Habib ‘Umar lagi.
Ketika berusia 17 tahun, Habib Ahmad menunaikan ibadah haji. Kedatangannya di Makkah di sambut oleh al-Allamah Mufti Haramain, as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, yang menganjurkannya untuk menuntut ilmu al-Qur’an kepada seorang ulama besar di Makkah, Syaikh ‘Ali bin Ibrahim as-Samanudi. Setelah hafal al-Qur’an, Habib Ahmad mempelajari berbagai jenis gaya Qiraat al-Qur’an.
Ketika membuka taklim di Masjidil Haram, as-Sayyid Zaini Dahlan memberi kesempatan kepada Habib Ahmad untuk membacakan hafalan al-Qur’an-nya. Mereka memang sangat akrab, sering berziarah ke berbagai tempat bersejarah di Makkah dan Madinah. Pada 1279 H/sekitar 1859 M, ketika usia beliau 22 tahun, Habib Ahmad pulang dan mengajar serta berdakwah di Hadramaut.
Lelaki itu mengadu kepada al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى masalah beliau. Dia berkata: Wahai Habib Ahmad, aku ada satu masalah yang rumit untuk aku mencari jawapannya. Al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى bertanya: Apakah masalahmu wahai anakku? Lelaki itu menjawab: Wahai Habib, aku membeli sebidang tanah yang aku jadikan tapak untuk pembinaan bangunan. Namun setiap kali aku hendak dirikan bangunan di atasnya, bangunan itu roboh dengan sendirinya. Setiap kali dibangunkan semula bangunan ia roboh lagi. Dan pada pandanganku tidak ada yang dapat menyelesaikan masalah ini kecuali engkau (yakni al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas).
Huraidhah
Di sarikan dari buku Sekilas tentang Habib Ahmad bin Hasan al-’Atthas, karya Habib Novel Muhammad al-’Aydrus, Putera Riyadi, Solo, 2003
Kubah Makam Al Imam Quthbil Ghauts Al Habib Ahmad bin Hasan Al Attas Shahibul Qirthas |
Makam al-Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas رحمه الله تعالى |
Nasab :
Beliau adalah Al-Habib Ahmad bin Hasan bin Abdulloh bin Ali bin Abdulloh bin Muhammad bin Muhsin bin Imam Husein bin al-Quthb al-Kabiir Umar bin Abdurrohman bin Aqil al-'Atthos bin Salim bin Abdulloh bin Abdurrohman bin Abdulloh bin al-Quthb Abdurrohman as-Segaf bin Muhammad Maula Dawileh bin Ali bin Alwi bin al-Ustadz al-'Adhom al-Faqih al-Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi' Qosam bin Alwi bin Muhammad Shohib Shouma'ah bin Alwi bin Ubaidillah bin al-Muhajir Ilalloh Ahmad bin Isa bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Imam Jakfar ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam as-Sibth al-Husein bin al-Imam Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib suami az-Zahro Fatimah al-Batul binti Rosulullah Muhammad SAW.
MASA KECIL
Beliau dilahirkan di Huraidhoh, Hadhramaut (Yaman) pada hari Selasa 19 Ramadhan 1257 H. Ketika masih dalam umur penyusuan, ia terkena penyakit mata yang ganas hingga hilang penglihatannya. Ibu beliau merasa sedih lalu mendatangi al-Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos. Ia letakkan bayi mungil itu di depan Habib Sholeh, lalu menangis sekuat-kuatnya.
"Apa yang dapat kami perbuat dengan anak yang buta ini?" kata ibunya dengan suara sedih.
Habib Sholeh menggendong bayi itu, lalu memandangnya dengan tajam. "Ia akan memperoleh kedudukan yg tinggi. Masyarakat akan berjalan di bawah naungan dan keberkahannya. Ia akan mencapai maqom kakeknya, Umar bin Abdurrohman al-'Atthos.", kata Habib Sholeh Mendengar ini, ibu beliau pun merasa terhibur.
Sejak itu Habib Ahmad memperoleh perhatian khusus dari Habib Sholeh. Kadang bila melihat Habib Ahmad berjalan menghampirinya, Habib Sholeh berkata, "Selamat datang pewaris sir Umar bin Abdurrohman." Kemudian Habib Sholeh memboncengkan dia di tunggangannya.
Pada kesempatan lain Habib Sholeh berkata kepada beliau, "Kau mendapat madad khusus dari kakekmu Umar bin Abdurrohman."
PENGLIHATAN BATIN
Meski kehilangan kedua penglihatannya, Habib Ahmad bin Hasan tampak seperti orang yang dapat melihat dengan baik. Allah mengganti penglihatan lahiriahnya dengan penglihatan batiniah. Hal ini terbukti dalam beberapa peristiwa, baik ketika beliau masih kecil maupun setelah mencapai usia lanjut. Seakan Alloh SWT ingin menunjukkan kepada orang-orang yang hidup sejamannya makna firman-Nya:
"Karena sesungguhnya bukanlah mata yang buta, tapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada."(Q.S. al-Haj, 22:46)
Sebagaimana manusia, semua hewan juga memiliki cahaya mata dhohir, tapi cahaya mata hati (bashiroh) hanya dimiliki oleh orang-orang yg telah dipersiapkan Alloh untuk dekat dengan-Nya. Habib Ahmad sering memberitahu hal-hal yang luput dari pandangan para sahabatnya. Sebagaimana manusia, semua hewan juga memiliki cahaya mata dhohir, tapi cahaya mata hati (bashiroh) hanya dimiliki oleh orang-orang yang telah dipersiapkan Alloh untuk dekat dengan-Nya. Habib Ahmad sering memberitahu hal-hal yang luput dari pandangan para sahabatnya. Habib Umar bin Muhammad al-'Atthos bercerita,
"Ketika masih kecil, aku suka bermain-main dengan Akh Ahmad bin Hasan dan Akh Abdulloh bin Abubakar bin Abdulloh di jalanan kota.
Usia kami sebaya, aku sering mendengar masyarakat memperbincangkan kewalian dan kasyf-kasyf Akh Ahmad bin Hasan, namun aku belum pernah membuktikannya.
Suatu hari aku berkata pada Akh Abdulloh bin Abubakar,
"Mari kita buktikan omongan masyarakat malam ini. Jika ia memang seorang wali, kita akan membenarkannya, tapi jika itu hanya kabar bohong, kita akan membuatnya menderita."
Kami menggali lubang di dekat tempat kami bermain lalu kami tutup dengan tikar. Setelah tiba saat bermain, aku berkata pada pada Akh Ahmad bin Hasan,
"Malam ini kita adakan lomba lari."
Kami tempatkan ia di tengah2, tepat ke arah lubang yang baru kami gali. Kami lalu berlari sambil berteriak,
"Ayo lari...lari...!"
Ketika sudah dekat dengan lubang itu, Akh Ahmad melompat seperti seekor kijang.
Mulanya kami kira kejadian ini hanya suatu kebetulan, kami pun mengajaknya berlomba lagi. Tapi ketika sampai di depan lubang, ia melompat seperti sebelumnya. Saat itu kami sadar bahwa ia memang bukan manusia biasa.
Pernah ada lelaki datang menemui beliau dengan membawa uang 1 dirham yang ia temukan di jalan. Di permukaan dirham itu tertulis sesuatu yang sulit dibaca karena dirham itu sudah terlalu tua.
Beliau meraba dirham tersebut, lalu berkata kepada murid beliau, Syeikh Muhammad bin Awudh Ba Fadhl,
"Coba perhatikan dengan teliti, apa yang tertulis di permukaan dirham ini."
Ia mencoba membacanya, tapi tidak berhasil. Beliau kemudian berkata,
"Mungkin ini adalah jenis dirham ash-Shomadiah yang dikeluarkan oleh Sulaiman bin Abdul Malik al-Umawi. Pada sisi yang satu tertulis surat al-Ikhlas dan pada sisi lain tertulis: Laa ilaaha 'illallaah wahdahu laa syariikalahu, lahulmulku wa lahulhamdu wahuwa 'alaa kulli syay'in qodiir."
Syeikh Muhammad lalu mencoba melihat mata uang itu dengan lebih teliti, ternyata benar apa yang ducapkan Habib Ahmad bin Hasan. Nama raja Sulaiman bin Abdul Malik al-Umawi tertulis melingkari mata uang tersebut dengan tulisan kufi tanpat titik dan dengan aturan yang aneh.
MENUNTUT ILMU
Sejak kecil beliau Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos gemar menuntut ilmu. Ketika berusia 5 tahun, kakek beliau, Habib Abdulloh, mengajari beliau membaca Qur'an sebelum menyerahkan pendidikan beliau pada Faraj bin Umar bin Sabbah murid Habib Hadun bin Ali bin Hasan al-'Atthos.
Beliau juga belajar kepada Habib Sholeh bin Abdullah al-'Atthos. Beliau bercerita,
"Suatu hari, ketika usiaku 5 tahun, aku bermain-main & berguling-guling di tanah. Kebetulan Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos lewat di dekatku. Beliau berkata, 'Bangun, pakai pakaianmu lalu tunaikan Sholat Jum'at!'..."
"Tubuhku kotor!", jawabku.
"Tidak masalah, bangunlah, pakai pakaianmu dan kerjakanlah Sholat Jum'at!".
Beliau juga belajar kepada Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos. Beliau bercerita,
"Suatu hari, ketika usiaku 5 tahun, aku bermain-main & berguling-guling di tanah. Kebetulan Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos lewat di dekatku. Beliau berkata, 'Bangun, pakai pakaianmu lalu tunaikan Sholat Jum'at!'..."
"Tubuhku kotor!", jawabku.
"Tidak masalah, bangunlah, pakai pakaianmu dan kerjakanlah Sholat Jum'at!".
Habib Sholeh lalu membacakan firman Alloh Ta'ala:
"Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Alloh, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati."
(Q.S. al-Haj, 22:32)
Inilah ayat pertama yang dihafalkan oleh Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos dari Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos.
Perlu diketahui bahwa Habib Ahmad memiliki daya hafal yang luar biasa, beliau mampu menghafal dengan sekali dengar.
Setiap kali ada ulama datang ke kotanya, Huraidhoh, beliau selalu memanfaatkan kesempatan itu untuk menimba ilmu dari mereka.
"Hatiku dipenuhi rasa pengagungan dan penghormatan pada salaf yang tiba di kotaku. Ketika Habib al-'Allamah Muhammad bin Ali Assegaf datang, aku seakan-akan melihat seorang nabi."
GURU-GURU BELIAU
Guru-guru beliau antara lain adalah Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos, Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos, Habib Ahmad bin Muhammad bin Alwi al-Muhdhor, Habib Ahmad bin Abdulloh bin Idrus al-Bar, Habib Abdurrohman bin Ali bin Umar bin Segaf Assegaf, Habib Muhammad bin Ali bin Alwi bin Abdillah Assegaf & Habib Muhammad bin Ibrahim bin Idrus Bilfaqih.
Sedangkan guru-guru beliau di Haramain adalah Habib Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Assegaf, Habib Fadhl bin Alwi bin Muhammad bin Shol Maula Dawileh, dan Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan.
Adapun Syeikh fath Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos adalah Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos dan Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos.
Habib Sholeh men-tahkiim beliau sebagai seorang sufi dengan mencukur rambut kepala beliau dengan kedua tangannya yang mulia dan memerintahkannya untuk wudhu & mandi. Setelah itu Habib Sholeh mendudukkan beliau di hadapannya lalu men-talqiin kalimat: "Laa ilaa illallah Muhammadun Rasuulullaah" sebanyak 3 kali dan kemudian memberi beliau ijaazah dan ilbaas.
Buku-buku yang dibaca Habib Ahmad di hadapan Habib Sholeh antara lain adalah "Idhoohu Asroori Uluumil Muqorrobiin, Ar-Risaalatul Qusyairiyyah, Asy-Syifaa' karya Qodhi 'Iyadh dan Mukhtashor al-Adzkaar karya al-Allamah Syeikh Muhammad bin Umar Bahroq.
Semenjak berguru kepada Habib Sholeh, beliau tidak pernah meninggalkan majlisnya, baik saat Habib Sholeh berada di kota 'Amd maupun di luar kota, hingga Habib Sholeh meninggal dunia pada tahun 1279 H.
Semenjak berguru kepada Habib Sholeh, beliau tidak pernah meninggalkan majlisnya, baik saat Habib Sholeh berada di kota 'Amd maupun di luar kota, hingga Habib Sholeh meninggal dunia pada tahun 1279 H.
Cinta beliau kepada Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos telah tampak sejak beliau masih kecil, sebagaimana diceritakan oleh Habib Alwi bin Thohir dalam Uquudul Almaas:
"Jika Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos berkunjung ke Huraidhoh, beliau (Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos) selalu menemainya. Suatu saat, Habib Sholeh pulang ke kotanya ('Amd) tanpa sepengetahuan beliau. Ketika mengetahui bahwa Habib Sholeh telah pulang, beliau segera menyusulnya seorang diri tanpa penuntun dan penunjuk jalan. Habib Sholeh merasakan kehadiran beliau, lalu bertanya pada orang-orang yang ikut dalam rombongannya, 'Apakah kalian melihat seseorang di belakang kita?'. Mereka melihat ke belakang lalu berkata, 'Kami tidak melihat apa-apa.'. Tak berapa lama, ia mengulang pertanyaannya dan dijawab, 'Ya, ada seorang anak kecil berusaha menyusul kita.'. Habib Sholeh berkata, 'Dia adalah Ahmad bin Hasan.' Ia menanti kedatangan Habib Ahmad bin Hasan, lalu memboncengkannya sampai di desa terdekat. Setelah itu ia memulangkannya."
Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos juga memberikan perhatian kepada beliau sejak kecil. Buku yang telah dibaca Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos di hadapan Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos antara lain adalah al-Jami' ash-Shoghir, Riyadhush Shibyan dan Hadiyatush Shiddiq.
Habib Ahmad selalu menemani Habib Abubakar, bahkan beliau pernah ikut sampai ke Hijaz. Ketika Habib Abubakar meninggal dunia pada malam Selasa 17 Dzulqoidah 1281 H, beliau sedang berada di Haramain.
Habib Ahmad berkata,
"Aku pernah bertanya pada Habib Abubakar tentang berbagai kasyf dan asror yang diperoleh seseorang padahal ia tidak memiliki amal yang memadai."
Habib Abubakar menjawab,
"Sebab ia dekat dgn shohibul waqt. Tempat yang dekat dengan pancuran akan terkena percikan air."
Keterangan Habib Ahmad ini menjelaskan keadaan dirinya.
BELAJAR DI MAKKAH
Tahun 1274 H, ketika usianya menginjak 17 tahun, beliau melakukan perjalanan haji ke Makkah al-mukarromah. Kedatangan beliau ini disambut dengan senang hati oleh al-'Allamah Mufti Haramain, Sayid Ahmad Zaini Dahlan.
Sayid Ahmad Zaini Dahlan mendorong beliau, Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos untuk menuntut ilmu di Makkah, lalu menyerahkannya di bawah pendidikan seorang guru baca Qur'an, Syeikh Ali bin Ibrohim as-Samanudi.
Sayid al-'Allamah Abubakar yang biasa dipanggil dengan Bakri bin Muhammad Syatho, pengarang buku I-'aanatuth Thoolibiin Syarh Fathul Mu'iin dalam bukunya Nafkhotur Rohmaan yang berisi manaqib guru beliau, Sayid Ahmad Zaini Dahlan, menulis:
"Dahulu Sayid Ahmad Zaini Dahlan hafal Qur'an dengan baik dan menguasai 7 cara baca Qur'an. Beliau juga hafal kitab asy-Syaathibiah dan al-Jazariah, 2 kitab yg sangat bermanfaat bagi para pelajar yang hendak mempelajari 7 bacaan Qur'an dengan cepat. Karena cinta dan perhatiannya pada Qur'an, ia memerintahkan sejumlah ahli baca Qur'an untuk mengajarkan ilmu ini. Ia khawatir ilmu itu akan hilang dari orang-orang yang cerdas dan memiliki pemahaman. Saat itu datang Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos dari Hadhromaut. Ia masih kecil dan buta kedua matanya.
Sayid Ahmad Dahlan sangat menyayanginya. Ia lalu memerintahkannya untuk menghafalkan Qur'an. Dalam waktu singkat Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos mampu menghafalnya. Kemudian tuanku Sayid Ahmad Dahlan meminta Syeikh Ali as-Samanudi yang terkenal menguasai 14 cara baca Qur'an untuk mengajar Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos. Syeikh Ali lalu mengajarkan asy-Syaathibiah dan cara baca Qur'an. Dalam waktu singkat Alloh memberi Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos fath."
Sumber :
"Sekilas tentang Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos: Riwayat hidup, Wasiat dan Nasihat, Kisah & Hikmah, Do'a dan Amalan."
===========================================
Seorang di antara sejumlah Waliyullah asal Hadramaut, Yaman, ialah al-Habib Ahmad bin Hasan al-’Atthas. Ulama besar ini lahir di Huraidhah, Hadramaut, pada hari Selasa 19 Ramadhan 1257 H/1837 M. Karamahnya yang sangat terkenal ialah, Beliau mampu melihat secara bathiniah, sementara penglihatan lahiriahnya tidak dapat melihat. Sejak masih dalam penyusuan ibundanya, beliau terserang penyakit mata yang sangat ganas sehingga buta.
Kemampuan itu Beliau miliki sejak masih kecil hingga berusia lanjut. Suatu hari beliau memenuhi undangan salah seorang santrinya di Mesir. Ketika sedang duduk bersama tuan rumah, tiba-tiba beliau meminta kepada salah seorang hadirin membuka salah satu jendela, karena semua jendela tertutup.
“Angin di luar sangat kencang” kata orang itu. Tapi Habib Ahmad tetap mendesak agar jendela di buka.
Ternyata di bawah jendela itu anak sang tuan rumah tengah berjuang melawan maut, tercebur ke dalam kolam persis di bawah jendela. Tentu saja seluruh hadirin terutama tuan rumah panik. Kontan Habib Ahmad berseru agar orang-orang segera menyelamatkannya. Dan, alhamdulillah, akhirnya anak itu selamat. Itulah salah satu karomah Habib Ahmad bin Hasan al-’Atthas, mampu melihat sesuatu yang terjadi dengan mata bathin, yang justru tidak terlihat oleh orang biasa.
Sejak usia lima tahun, Habib Ahmad sudah belajar mengaji kepada kakeknya yang lain, al-Habib ‘Abdullah. Setelah itu ia belajar ilmu agama kepada Faraj bin ‘Umar Sabbah, salah seorang murid Habib Hadun bin ‘Ali bin Hasan al-’Atthas, dan Habib Sholeh bin ‘Abdullah al-’Atthas, yang juga termasyhur sebagai ulama.
Seperti kebanyakan para ulama asal Timur Tengah, Habib Ahmad juga memiliki daya ingat luar biasa. Beliau mampu menghafal sesuatu hanya dengan sekali dengar. Setiap kali ada ulama datang ke Huraidhah, beliau selalu memanfaatkan kesempatan itu untuk menimba ilmu dari mereka,
“Aku selalu menghormati dan mengagungkan para ulama salaf yang datang ke kotaku,” kata beliau.
Semua makhluk memang memiliki mata yang mampu melihat, memandang, mengamati, tapi hanya hamba Allah yang di persiapkan oleh Allah SWT untuk dekat dengan-Nya yang mendapat anugerah mata hati (bashirah).
Cerita al-Habib ‘Umar bin Muhammad al-’Atthas mengenai karamah Habib Ahmad sangat menarik.
“Ketika masih kecil, aku suka bermain dengan Habib Ahmad di jalanan. Usia kami sebaya. Ketika itu aku sering mendengar orang-orang memperbincangkan kewalian dan mukasyafah (kata benda untuk Kasyaf, kemampuan melihat hal-hal yang tidak kasat mata) Habib Ahmad. Namun, aku belum pernah membuktikannya,” katanya.
“Suatu hari aku berusaha membuktikan cerita orang-orang itu. Jika ia seorang wali, aku akan membenarkannya, tapi jika hanya kabar bohong, aku akan membuatnya menderita. Kami menggali lubang lalu kami tutup deogan tikar. Setelah tiba saat bermain, aku mengajak Habib Ahmad berlomba lari. Ia kami tempatkan di tengah tepat ke arah lubang itu. Ajaib…!!! Ketika sudah dekat dengan lubang itu, ia melompat seperti seekor Kijang. Awalnya kami kira kejadian ini hanya kebetulan. Kamipun mengajaknya berlomba lagi. Tapi, ketika sampai di depan lubang, ia melompat lagi. Ketika itu kami sadar bahwa ia memang bukan manusia biasa,” kata Habib ‘Umar lagi.
Ketika berusia 17 tahun, Habib Ahmad menunaikan ibadah haji. Kedatangannya di Makkah di sambut oleh al-Allamah Mufti Haramain, as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, yang menganjurkannya untuk menuntut ilmu al-Qur’an kepada seorang ulama besar di Makkah, Syaikh ‘Ali bin Ibrahim as-Samanudi. Setelah hafal al-Qur’an, Habib Ahmad mempelajari berbagai jenis gaya Qiraat al-Qur’an.
Ketika membuka taklim di Masjidil Haram, as-Sayyid Zaini Dahlan memberi kesempatan kepada Habib Ahmad untuk membacakan hafalan al-Qur’an-nya. Mereka memang sangat akrab, sering berziarah ke berbagai tempat bersejarah di Makkah dan Madinah. Pada 1279 H/sekitar 1859 M, ketika usia beliau 22 tahun, Habib Ahmad pulang dan mengajar serta berdakwah di Hadramaut.
Berkhalwat di
Huraidhah
Guru yang berjasa mendidik Habib Ahmad bin Hasan al-’Atthas antara lain:
Guru yang berjasa mendidik Habib Ahmad bin Hasan al-’Atthas antara lain:
- al-Habib Abu Bakar bin ‘Abdullah al-’Atthas.
- al-Habib Shaleh bin ‘Abdullah al-’Atthas.
- al-Habib Ahmad bin Muhammad bin ‘Alwi al-Muchdhar.
- al-Habib Ahmad bin ‘Abdullah bin ‘Idrus al-Bar.
- al-Habib ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin ‘Umar bin Segaf as-Seggaf.
- al-Habib Muhammad bin ‘Ali bin ‘Alwi bin ‘Abdillah as-Seggaf.
- al-Habib Muhammad bin Ibrahim bin Idrus Bilfaqih.
Sementara
guru-gurunya dari Makkah dan Madinah adalah:
- al-Habib Muhammad bin Muhammad as-Seggaf.
- al-Habib Fadhl bin ‘Alwi bin Muhammad bin Sahl Maula Dawilah.
- as-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan.
Sedangkan
kitab-kitab yang beliau pelajari (lewat pendengaran), dengan bimbingan Habib
Shaleh bin Abdullah al-’Atthas antara lain, Idhahu Asrari Ulumil Muqorrobin,
ar-Risalatul Qusyairiyyah, as-Syifa’ karya Qodhi ‘Iyadh dan Mukhtashar
al-Adzkar karya asy-Syaikh Muhammad bin Umar Bahraq. Sejak berguru kepada Habib
Shaleh, beliau tidak pernah meninggalkan majelis itu, hingga sang wafat pada
1279 H/sekitar 1859 M.
Pada 1308 H/kurang lebih 1888 M ketika berusia 51 tahun, beliau berkunjung ke
Mesir di temani empat muridnya, Syaikh Muhammad bin Awudh Ba Fadhl, Abdullah
bin Shaleh bin Ali Nahdi, Ubaid Ba Flai’ dan Sayid Muhammad bin Utsman bin
Yahya Ba Alawi. Beliau di sambut oleh ulama terkemuka, Umar bin Muhammad Ba
Junaid. Selama 20 hari di Mesir beliau sempat mengunjungi Syaykhul Islam Muhammad
al-Inbabiy dan beberapa ulama termasyhur lainnya di Kairo.
Beliau melanjutkan perjalanan ke Madinah untuk berziarah ke makam Rosul Allah SAW, beribadah Umrah ke Makkah lalu menuju Jeddah, Aden, Mukalla, kemudian pulang. Pada 1321 H/sekitar 1901 M, ketika berusia 64 tahun beliau berkunjung ke Tarim dan singgah di Seiwun untuk bertemu dengan al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, penyusun Maulid Simtud Duror. Ketika itu Habib Ali minta agar Habib Ahmad memberikan ijazah kepada hadirin.
Pada usia 68 tahun, sekali lagi ia menunaikan ibadah Haji, sekalian berziarah ke makam Rosul Allah SAW. Pulang dari Tanah Suci, beliau banyak berkhalwat di Huraidhah. Menghabiskan sisa-sisa usia untuk beribadah dan berdakwah. Beliau wafat pada hari Senin malam 6 Rajab 1334 H/kurang lebih 1914 M dalam usia 77 tahun.
Banyak murid Habib Ahmad yang di belakang hari berdakwah di Indonesia. Seperti, al-Habib Ali al-Habsyi (Kwitang, Jakarta), al-Habib Syekh bin Salim al-’Atthas (Sukabumi, Jawa Barat), al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Seggaf (Gresik, Jawa Timur), al-Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih al-Alawy (Malang, Jawa Timur) dan lain-lain.
==============================
Beliau melanjutkan perjalanan ke Madinah untuk berziarah ke makam Rosul Allah SAW, beribadah Umrah ke Makkah lalu menuju Jeddah, Aden, Mukalla, kemudian pulang. Pada 1321 H/sekitar 1901 M, ketika berusia 64 tahun beliau berkunjung ke Tarim dan singgah di Seiwun untuk bertemu dengan al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, penyusun Maulid Simtud Duror. Ketika itu Habib Ali minta agar Habib Ahmad memberikan ijazah kepada hadirin.
Pada usia 68 tahun, sekali lagi ia menunaikan ibadah Haji, sekalian berziarah ke makam Rosul Allah SAW. Pulang dari Tanah Suci, beliau banyak berkhalwat di Huraidhah. Menghabiskan sisa-sisa usia untuk beribadah dan berdakwah. Beliau wafat pada hari Senin malam 6 Rajab 1334 H/kurang lebih 1914 M dalam usia 77 tahun.
Banyak murid Habib Ahmad yang di belakang hari berdakwah di Indonesia. Seperti, al-Habib Ali al-Habsyi (Kwitang, Jakarta), al-Habib Syekh bin Salim al-’Atthas (Sukabumi, Jawa Barat), al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Seggaf (Gresik, Jawa Timur), al-Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih al-Alawy (Malang, Jawa Timur) dan lain-lain.
==============================
Asy-Syeikh Muhammad bin Awadh BaFadhal
menceritakan: Suatu hati aku bersama dengan al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas
رحمه الله تعالى ke sebuah kampung di Wadi ‘Amd, yang
mana rata-rata penduduknya berpegang teguh dengan ajaran Islam. Maka para suatu
hari ada seorang lelaki datang menemui al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى
untuk bertanyakan suatu masalah. Lelaki kelihatannya ini tidak pernah datang
menemui al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى atau duduk di dalam
majlis beliau.
Lelaki itu mengadu kepada al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى masalah beliau. Dia berkata: Wahai Habib Ahmad, aku ada satu masalah yang rumit untuk aku mencari jawapannya. Al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى bertanya: Apakah masalahmu wahai anakku? Lelaki itu menjawab: Wahai Habib, aku membeli sebidang tanah yang aku jadikan tapak untuk pembinaan bangunan. Namun setiap kali aku hendak dirikan bangunan di atasnya, bangunan itu roboh dengan sendirinya. Setiap kali dibangunkan semula bangunan ia roboh lagi. Dan pada pandanganku tidak ada yang dapat menyelesaikan masalah ini kecuali engkau (yakni al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas).
Al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى
menjawab: InShaAllah, esok engkau akan mendapat jawapannya.
Maka pada keesokkan harinya, al-Habib Ahmad
bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى meminta lelaki itu mengantar beliau ke
tanah tersebut untuk melihatnya. Lelaki itu sedar bahwa al-Habib Ahmad bin
Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى adalah seorang yang
tidak dapat melihat (yakni buta) tetapi apa yang penting baginya adalah untuk
mendapat jawapan penyelesaian kepada masalahnya, maka lelaki itu pun mengantar
al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى ke tanah tersebut.
Kemudian al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى berkata: Esok
datanglah kepadaku, maka aku akan beritahu jawapannya.
Hari berikutnya, lelaki itu datang
kepada al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى. Al-Habib Ahmad bin
Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى bertanya kepadanya: Apakah
engkau pernah mengadukan masalahmu ini kepada orang lain? Dia menjawab: Sebenarnya
aku telah bertanyakan masalah ini kepada para ulama, namun tidak seorang pun
yang dapat menjawabnya. Aku juga meminta tolong pihak pemerintah, tetapi tidak
juga dapat menyelesaikannya.
Setelah mendengar jawapan lelaki
tersebut, lalu al-Habib Ahmad bin Hasan al-‘Atthas رحمه الله تعالى
pun berkata: Sebenarnya di tanah mu itu terkuburnya jasad seorang waliAllah
yang besar, kerana itulah setiap kali engkau hendak mendirikan bangunan di
atasnya, ia pasti roboh. ~ tamat kisah (petikan dari ad-Dawaul Qulub wat
Tanwirul Bashoir min Kalam Sayyidi wa Syeikhi al-Habib ‘Abdul Qadir bin Ahmad
bin Abdurrahman bin ‘Ali as-Seggaf oleh al-Habib Muhammad bin ‘Abdul Qadir bin
Hussin as-Seggaf)
==============================
Untaian Nasihat al-Habib Ahmad bin
Hasan al-Atthos
- Manusia yang satu dengan yang lain laksana magnet yang saling tarik menarik ketika berdekatan. Oleh karena itu kalian harus pintar dan pandai untuk memilih teman. Siapa teman duduk anda…? Siapa teman dekat anda…? Dan siapa orang yang anda cintai..? Sebab, sifat yang satu dengan yang lainnya saling menularkan.
- Sesungguhnya fudlul [1] itu dapat menjauhkan seseorang dari Tuhan-nya dan para salafnya juga dapat memutus madad atau pemberian mereka yang seharusnya ia dapat.
- Orang yang
memiliki sifat fudlul adalah ibarat orang yang dalam keadaan jinabah. Apa
sah sholat baginya..? Apa boleh membaca al-Qur’an..? Apa boleh masuk
masjid..?
Fudlul adalah jinabah bathin yang menyebabkan ia jauh dan terputus dari segala kebaikan. - Jika kalian melakukan hal-hal yang fudlul kami tidak meninggalkan kalian, akan tetapi kita hanya menjauh dari kalian sebagaimana menjauhnya seorang suami dari sang istri yang sedang haidl. Apakah menjauhnya suami itu bermakna cerai…? Tidak..!!! Begitu juga kalian, fudlul adalah ibarat haidl bagi kalian yang tetap ada sampai kalian bersuci.
- Larang anak-anak kalian juga ingatkan kepada orang-orang agar tidak suka mengeluarkan anak burung dari sangkarnya atau mengambilnya karena itu berakibat tidak baik dan di takutkan bagi pelakunya akan Allah ambil anaknya sebagai balasannya.
- Aku pernah menemukan tulisan tangan dari seorang wanita bangsa al-Amudi, menulis Syarh kitab al-Manhaj karangan Imam Subki yang terdiri dari 6 jilid lalu wanita tersebut mengatakan dalam tulisannya: “Mohon memberi udzur kepadaku jika ada salah tulis, karena aku menulisnya dalam keadaan menyusui.” Habib Ahmad berkata: Sangat di sayangkan sekali di zaman sekarang semangat wanita melemah karena mereka sibuk atas dirinya sendiri.
- Hati adalah sebuah tempat bagi manusia. Tidak lain tugas kalian adalah membersihkanya walaupun kalian tidak isi dengan sesuatu. Akan datang para Salaf mencari tempat-tempat yang bersih dan akan mengisinya. Jadi, bersihkan hati kalian jangan biarkan sifat iri, dengki dan hasud serta hawa nafsu atau juga perkara-perkara yang membuat kalian jauh dari Allah Ta’laa dan Rosul Allah Shallallahu ‘Alayh Wa Sallam juga para salaf. Usahakan hati kalian selalu bersih, maka kalian akan di beri atas apa saja yang kalian mau.
- Ketahuilah jika ketika di sifatkan kepada kalian sifat-sifat yang baik lalu ada rasa rindu atau ingin memiliki sifat-sifat tersebut atau ketika di sebutkan perbuatan-perbuatan yang baik, ada rasa ingin mengerjakannya begitu juga ketika mendengar kata-kata yang baik hati kalian merasa tenang, maka ketahuilah tidak ada jarak lagi antara kalian dengan kebaikan tersebut melainkan satu perkara lagi yaitu, rasa berat atau malas yang ada pada kalian. Penghalang kalian untuk dekat dengan kebaikan dan para salaf kalian tidak ada lagi kecuali rasa berat atau malas tersebut. Apakah ada di antara kalian yang mengikuti jejak perintah Allah Ta’ala dan Rosul-Nya Shallallahu ‘Alayh Wa Sallam juga para salaf kalian atau kalian tidak menyukai jejak para salaf kalian…? Memang penghalang kalian terasa berat tapi kalian hibur diri kalian dan tanamkan rasa rindu kepada Tuhan kalian.
- Lazimilah doa, karena orang yang tenggelam tidak ada yang membuatnya manfaat kecuali doa atau memohon pertolongan agar di selamatkan. Begitu juga halnya sekarang manusia telah tenggelam dalam amal-amal yang jelek dan niat yang jelek serta tenggelam dalam dunia dan kemegahan juga dalam angan-angan. Dan tidaj akan menyelamatkan itu semua kecuali doa atau permohonan kepada Allah. Mudah-mudahan Allah menggembirakan hati kalian dan menerima amal-amal kita berkah doa.
abdkadiralhamid@2013
0 Response to "Manaqib Al Imam Quthbil Ghauts Al Habib Ahmad bin Hasan Al Attas Shahibul Qirthas, Huraidhah"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip