Manaqib al-Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi
Habib Anis bin Alwi Alhabsyi |
Imam yang Agung
Beliau imam yang agung, semoga Allah menyucikan sirr-nyaDakwahnya agung berintikan nasihat dan petunjuk(syair Habib Ali Al-Habsyi)
Tidak
sedikit tokoh yang orangtuanya tokoh pula. Dan Shahib Simthud Durar,
Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, adalah salah satunya. Ayahnya bukan
orang sembarangan, melainkan ulama terkemuka juga. Bahkan, di masa
hidupnya ia menjadi mufti Syafi'i di Masjidil Haram, yang setelah wafat
digantikan oleh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Mengenai
Habib Ali Al-Habsyi, kita telah sering mendengar dan membaca riwayat
hidupnya. Karya monumentalnya, yakni kitab Maulid Simthud Durar, pun
telah sering kita baca dan kita nikmati. Tetapi tentang ayahnya, masih
banyak yang belum mengetahuinya. Karena itu tulisan ini mencoba
memaparkan siapa sesungguhnya dia, apa saja perannya, dan bagaimana
perjalanan hidupnya. Tulisan ini dikutip dari buku Biografi Habib Ali
Habsyi, Muallif Simthud Durar, yang diterjemahkan oleh Ustadz Novel
Muhammad Al-Aidarus dan Drs. Abu Abdillah Al-Husaini (terbit-an Pustaka
Zawiyah, Solo).
Habib
Muhammad bin Husain lahir di Seiwun pada tanggal 18 Jumadil Akhir 1213
H/1798 M. la membaktikan seluruh usianya untuk belajar dan mengajar,
beribadah dan berdakwah ke berbagai kota dan pelosok desa. Habib Ali RA
berkata, "Dahulu ketika menuntut ilmu, ayahku tidak tidur malam. Jika
diserang kantuk, ia mengambil tempat ukup lalu meletakkan di bawah
wajahnya hingga asap ukup itu masuk ke mata."
Nasab
beliau yang mulia yakni Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Syekh bin
Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Ahmad Shahib Syi’ib bin Muhammad
Ash-Shoghir bin Alwy bin Abu Bakar Al-Habsy bin Ali-Al-Faqih bin Ahmad
bin Muhammad Assadullah bin Hasan At-Turabi bin Ali bin Muhammad
Al-Faqih Al-Muqadam bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khali
Qasam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy Ba’Alawy bin Ubaidullah bin Ahmad
Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Uraidhi bin
Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam
Husein As-Sibthi bin Amirul mukminin Ali Abi Thalib ibin Sayidatina
Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW
Dalam
berdakwah Habib Muhammad tidak menunggu kesempatan, melainkan bersikap
aktif. Yakni selalu siap menciptakan dan menjemput kesempatan. Habib Ali
RA bercerita, "Dahulu ayahku, Muhammad bin Husain, berdakwah di Tarim.
Suatu malam sebagian besar kaum awam tidak hadir dalam majelis beliau.
Beliau menanyakan keadaan mereka, dan ternyata pada malam itu mereka
sedang mengadakan pesta perburuan.
'Kehadiran
mereka setiap malam dalam majelis ini telah membuat hati kita senang.
Maka malam ini kita akan mengunjungi dan menyenangkan hati mereka,' kata
ayahku.
Melihat kedatangan Habib Muhammad di tempat pesta, mereka merasa malu.
'Lanjutkanlah
pesta kalian! Malam ini kami datang untuk memeriahkan pesta kalian,
karena kalian rajin menghadiri majelis kami,' kata ayahku.
Mendengar ini mereka sangat gembira. Ayahku membiarkan mereka me-lakukan apa yang mereka sukai. Beliau hanya diam.
Setelah pesta usai, beliau berkata, 'Sekarang, bolehkah aku mengajar?'
'Sampai fajar pun kami siap,' kata mereka.
Kemudian murid-murid ayahku membentuk halaqah (posisi duduk memben-tuk lingkaran) dan beliau mulai mengajar mereka."
Perjanjian Tiga Habib
Untuk
memantapkan perjuangannya, Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi pernah
membuat perjanjian dengan teman-teman seperjuangannya, Habib Abdullah
bin Umar bin Yahya dan Habib Muhsin bin Alwi Assegaf.
Perjanjian
itu berbunyi, " Para habib, Abdullah bin Umar bin Abu Bakar Bin Yahya,
Muhsin bin Alwi Assegaf, dan Muhammad bin Husain bin Abdullah bin Syaikh
Al-Habsyi telah sepakat mencurahkan tenaga mereka untuk berdakwah
kepada masyarakat umum di Wadi Hadhramaut, khususnya kepada
saudara-saudara mereka para sadah. Mereka sepakat untuk memberikan
petunjuk kepada masyarakat agar mau berpegang teguh pada ilmu, amal, dan
adat-istiadat yang dianjurkan dalam syari'at dengan cara meneladani
manusia yang paling mulia, Nabi Muhammad SAW.
Mereka
juga telah sepakat untuk bekerja sama dalam melaksanakan tugas mulia
dan tujuan agung ini. Tiada yang dapat merintangi mereka. baik orang
yang menentang maupunyang senang, kecuali kematian, atau jikasetelah
bertahun-tahun usaha mereka tidak mem-buahkan hasil. Mulai saat ini,
mereka bertiga akan berkeliting keberbagai lem-bah di Hadhramaut untuk
menyebar-luaskan dakwah kepada hamba-hamba Allah sambil menunggu
keterbukaan dari Allah. Allah Maha Menyaksikan, Mencukupi.dan Berkuasa
atas segala sesuatu.
Perjanjian
ini dibuat pada bulan Dzulqa'dah tahun 1251 H (1836 M -Red.). Yang
bertanda tangan di bawah adalah nama-nama yang menyetujui dan menuntut
dirinya untuk mengamalkan: Abdullah bin Umar bin Abu Bakar
bin Yahya, Muhsin bin Alwi Assegaf, dan Muhammad bin Husain bin Abdullah Al-Habsyi."
Syair Pujian Habib Ali
Habib
Muhammad berguru kepada sejumlah ulama terkemuka di zaman-nya, baik dan
keluarga Alawiyyin mau-pun lainnya. la berguru kepada Habib Thahir bin
Husain Bin Thahir, Habib Abdullah bin Husain Bin Thahir, Habib Ahmad bin
Umar Bin Smith, Habib Hasan bin Shalih Al-Bahr, dan Habib Abdullah bin
Ali Bin Syahabuddin.
Di Haramain, ia berguru
kepada sejumlah ulama, di antaranya yang terkemuka adalah mufti Makkah,
Syaikh Muhammad Shalih Rayyis. la belajar dan mengambil manfaat yang
banyak dari syaikh ini. la juga belajar dari imam kaum Abrar, Syaikh
Umar bin Abdur-Rasul Al-Aththar. Kedua ulama itu memberinya ijazah umum.
Kemudian
ia juga berguru kepada sejumlah guru dari India , Yaman, Mesir, dan
Syam. la pernah berkata, "Aku berguru kepada sekitar seratus syaikh."
Gurunya yang berasal dari Yaman adalah As-Sayyid Al-lmam Abdurrahman bin
Sulaiman Al-Ahdal. la memperoleh ijazah tertulis darinya.
Di
Madinah AI-Munawwarah, ia juga menuntut ilmu dari sejumlah guru, di
antaranya Asy-Syaikh Al-Wali Manshur bin Yusuf AI-Budairi.
Pada
awalnya ia berguru kepada Habib Thahir bin Husain Bin Thahir, sayyid
dan imam yang memiliki cahaya cemerlang. la mendapatkan ilbas dan
ijazah. Kemudian ia menjadikan Habib Abdullah bin Husain Bin Thahir
sebagai akhir syaikh irsyad-nya, sumber rujukan dan istimdad
(pegangan)-nya. la mencurahkan semua perhatiannya kepada Habib Abdullah
dan menjadikannya syaikh at-tahkim, yang berhak untuk diagungkan dan
dipatuhi. Sang guru memuji kedudukan Habib Muhammad, yang tinggi.
Habib
Muhammad selalu menaati perintah syaikhnya ini. Kemana pun syaikhnya
memerintahkan ia untuk pergi berdakwah, ia segera melaksanakannya saat
itu juga. Syaikhnya merasa senang dan puas dengan usaha muridnya ini.
Suatu hari syaikhnya bertanya, "Balasan apakah yang kau inginkan?"
"Aku
tidak menginginkan balasan kecuali dari Allah. Allah, yang memberi-ku
rizqi di kotaku ini, akan memudahkan rizqiku di kota lain. Tujuanku
tidak lain untuk melaksanakan perintah Allah, perintah Rasulullah SAW,
dan perintahmu," jawabnya.
Mendengar
jawaban itu, Habib Abdullah senang, lalau berkata, "Muhammad bin Husain
AI-Habsyi bermanfaat bagi masyarakat. Allah akan menjadikan keluarganya
bermanfaat bagi orang lain. Inayah-Nya akan selalu menjaga mereka.
Allah dan Rasul-Nya akan melin-dungi mereka, berkat kegiatan
dakwah-nya."
Pada
kesempatan lain Habib Abdullah memuji Habib Muhammad bin Husain
sebagaimana yang diceritakan putranya, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi,
"Habib Abdullah bin Husain Bin Thahir berkata, 'Muhammad bin Husain
AI-Habsyi adalah seorang yang shidq dalam berdakwah. Nabi SAW akan
membalas jerih payahnya ini dengan melimpahkan kebaikan kepada
anak-cucunya. Mereka semua akan menjadi orang-orang yang faqih'."
Habib
Muhammad menjabat mufti Syafi'iyyah di Makkah sejak tahun 1270 H/1854 M
sepeninggal mufti sebelumnya, Al'Allamah Syaikh Ahmad Dim-yathi. la
meninggal pada waktu subuh. hari Rabu tanggal 21 Dzulhijjah tahun 1281
H/1865 M, lalu dikebumikan di Ma'la Hauthah Al Ba ‘Alawi, Makkah,
Kedudukannya sebagai mufti kemudian digantikan oleh Sayyid Ahmad Zaini
Dahlan.
Dalam
pengantar Fathu Al-llah, Habib Ahmad bin Alwi Al-Habsyi menulis, Habib
Muhammad bin Husain meninggalkan karya tulis sebagai berikut: Sallsul Khitab, uraian (syarh) atas kitab Miftahul-I'rab, karya gurunya, Habib Abdullah bin Husain Bin Thahir, dan Miftah Al-Albab Li Abwab Ma'rifah Al-I'rab. Dua buku tersebut membahas ilmu nahwu.
la juga menulis buku Al-'Uqud At-Lu'luiyyah fiBayan Thariq As-Sadah Ai-'Alawiyyah dan Path Allawiyyiah. Buku yang ketiga membahas Thariqah Alawiyyah, sedang yang terakhir tentang ilmu fiqih dan tasawuf.
Tentang ayahnya, Habib Ali menulis syair yang berbunyi:
Dan ayahku, Muhammad, mufti Hijaz, kudapat petunjuk 'tuk menuntut ilmu dan menyampaikannya
Beliau imam yang agung, semoga Allah menyucikan sirr-nya
Dakwahnya agung behntikan nasihat dan petunjuk
Lewat beliau,
Allah memberikan hidayah kepada sekelompok manusia yang karena kebodohannya, menjadijauh dart Allah dan melanggar perintah-Nya
Dengan lemah lembut beliau berdakwah
Mereka pun sungguh-sungguh menerima nasihatnya
Sehingga tersebarlah dakwah ke seluruh penduduk kota dan desa
Beliau melindungiku dan dengan kasih sayang mendidikku
Kuharap, perlindungan tetap diberikan kepada putra-putri dan cucuku
Nasihat Sang Habib
Habib
Muhammad bin Husain AI-Habsyi juga banyak memberikan nasihat. Di
antaranya, "Camkanlah, jangan sampai kalian tidak mempelajari ilmu
bahasa, nahwu dan sharaf, karena ilmu bahasa merupakan dasar alat untuk
memahami semua ilmu pengetahuan."
Kepada
Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi, ia berwasiat sebagai berikut, "Dakwah
hendaknya disampaikan dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang, agar
masyarakat dapat menerima dengan mudah, senang hati, dan lapang dada,
sehingga mereka dapat memperoleh manfaat. Karena, dakwah yang
disampaikan dengan cara keras sama sekali tidak akan membuahkan hasil."
ALKISAH NO. 09/4 -17 MEI 2009t.t
abdkadiralhamid@2013
abdkadiralhamid@2013
0 Response to "Manaqib al-Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip