Al Imam Isa Ar-Rumi
Abu Muhammad Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Imam Ja’far al-Shaddiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib.[1] Beliau
seorang imam besar ilmu agama, dibesarkan dan dididik ilmu hadits, ilmu
fiqih dan ilmu agama lain oleh ayahnya Imam Muhammad bin Ali
al-Uraidhi.
Imam
Isa bin Muhammad mempunyai kulit berwarna putih kemerah-merahan yang
merupakan sebaik-baiknya warna, sebagaimana perkataan Imam Ali bahwa
warna kulit Rasulullah adalah putih kemerah-merahan.[2]
Beliau juga dinamakan al-Rumi dan al-Naqib[3], karena beliau mempunyai rupa putih kemerah-merahan seperti pria yang berasal dari negeri Rum, sedangkan sebutan al-Naqib
disebabkan kedudukannya sebagai pemimpin para kaum syarif yang selalu
menjaga dan menjamin keamanan kaumnya, nama beliau juga merupakan nama
salah satu nabi yaitu nabi Isa alaihi salam. Adapun gelar yang lain
yaitu al-Azraq, karena beliau mempunyai mata yang berwarna biru. Imam Isa bin Muhammad wafat sekitar tahun 270 hijriyah di Basrah, Iraq.[4] Imam al-Rumi dikaruniai tiga puluh orang anak laki-laki dan lima orang anak perempuan, diantaranya
adalah Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan nenek moyang kaum Alawiyin
di Hadramaut. Adapun anak laki-laki Imam Isa al-Rummi adalah :[5]
a. Abdullah,
Abdurahman, Abdullah al-Akbar, Abdullah al-Ahwal, Abdullah al-Asghor,
Daud, Yahya, Ali, Abbas, Yusuf, Hamzah, Sulaiman. Mereka tidak mempunyai
keturunan.
b. Ismail, Zaid, Qasim, Hamzah, Harun, Yahya, Ali, Musa, Ibrahim, Ja’far, Ali al- Asghor, Ishaq, Husin, Abdullah, Muhammad, Isa, Ahmad al-Muhajir.
Pemberontakan Zinji.
Pemberontakan Zinj dimulai tahun 255 hijriyah pada masa khalifah Abbasiyah al-Muhtadi, yang dilakukan oleh orang-orang Zinj[6],
yaitu sekelompok budak asal Afrika, yang menimbulkan rasa takut dan
ancaman terhadap pemerintahan Abbasiyah selama lebih dari empat belas
tahun. Mereka dipimpin oleh seorang lelaki asal Persia bernama Ali bin
Muhammad, seorang yang berasal dari keluarga Thalifan. Dia mengaku bahwa
dirinya adalah keturunan Ali Zainal Abidin bin Husein. Di samping itu,
dia juga mengaku mengetahui yang ghaib dan mendapat karunia kenabian
serta secara terang-terangan mengaku beraqidah sebagaimana aqidah
orang-orang Khawarij.
Strategi
yang diambil Ali bin Muhammad adalah menyerukan pembebasan budak. Maka,
banyaklah orang yang bergabung dengannya sehingga pengaruhnya semakin
besar. Dia datang ke Iraq dan Bahrain kemudian menuju Baghdad pada tahun
254 hijriyah. Dia membangun sebuah kota untuknya yang dinamakan
al-Mukhtarah (Selatan Baghdad). Pasukannya menyebar di Iraq, Khazastan,
dan Bahrain. Mereka menguasai kapal-kapal jamaah haji.
Setiap
memasuki sebuah kota, mereka akan menghancurkan kota itu dan membunuh
semua penduduknya. Dalam beberapa kali peperangan mereka berhasil menang
terhadap pasukan Abbasiyah. Bahkan, mereka mampu menguasai Ablah sebuah
kota di Persia, demikian pula dengan Ahwaz, Abadan, Basrah pada tahun
257 hijriyah dan Wasith pada tahun 267 hijriyah.
Maka
khalifah Bani Abbasiyah al-Mu’tamid keluar dan langsung memimpin
pasukannya. Dia berhasil mengusir mereka dari Ahwaz. Kemudian
al-Mu’tamid mengepung al-Mukhtarah dan berhasil membunuh pemimpinnya
yang keji. Sementara itu, orang-orang yang selama ini bersamanya
meninggalkannya. Pemberontakan ini berakhir pada tahun 270 hijriyah.
Menurut riwayat Ibnu Thabathaba al-Fajri, peperangan ini menelan korban
sebanyak dua juta lima ratus orang. Sedangkan menurut Imam al-Suyuthi
dalam Tarikh al-Khulafa halaman 224, korban yang jatuh adalah satu setengah juta.[7]
Gerakan Qaramithah.
Qaramithah
berawal dari nama Hamdan Qarmath yang menjadi pendiri golongan ini.
Tujuannya dalam bidang kemasyarakatan ialah untuk membangun satu
masyarakat yang mengarah kepada kebersamaan dan keadilan yang didasarkan
pada persamaan. Sedang tujuannya dalam gerakan politik ialah mendukung
dinasti Fathimiyah.[8]
Gerakan
Qaramithah lahir diawali oleh pemberontakan yang dilakukan Hamdan
Qarmath di luar kota Wasith setelah berakhirnya pemberontakan Zanj. Dia
memimpin gerakan ini di Kufah pada tahun 277 hijriyah. Gerakan mereka
meluas hingga ke Syam, Iraq, Yaman dan Hijaz. Pada tahun 283 hijriyah
gerombolan ini bergerak menuju Basrah di pimpin oleh Abu Said al-Janabi.
Tapi gubernurnya, Ahmad al-Watsiqi, sudah membentengi kota itu dengan
tembok yang kuat. Ia mengirim pasukan yang kuat untuk menghadapi pasukan
Abu Said di luar kota. Pasukan Abu Said berhasil dihancurkan, dan Abu
said mati terbunuh dalam pertempuran itu. Setelah Abu Said al-Janabi
tewas, ia diganti oleh puteranya Sulaiman yang terkenal dengan Abu
Thahir. Di bawah pimpinannya, gerakan Qaramithah menjadi lebih kuat,
banyak qabilah Arab masuk di dalam barisannya. Pada tahun 307 hijriyah
pasukan Sulaiman menyerang dan menduduki Basrah, gerakan ini melakukan
pembantaian besar-besaran. Di kota inilah pasukannya melakukan segala
tindakan kejahatan, membunuh, merampas harta benda dan memperkosa.[9] Di Bahrain, ia membangun kota Ahsa, untuk dijadikan ibukota pemerintahannya.
Tahun
317 hijriyah, Abu Thahir menyerang kota Mekkah, membunuh jamaah haji
secara kejam dan merampas harta benda mereka. Ia menyerbu Ka’bah dan
menanggalkan kiswah (kain penutup)nya. Ia perintahkan supaya kiswah itu
dibagikan kepada sahabatnya. Abu Thahir juga memindahkan Hajar al-Aswad
ke Ahsa, dan dikembalikan ke Mekkah setelah dua puluh tahun berada di
Ahsa, atas perintah dinasti Fathimiyah.
Pada
tahun 462 hijriyah Abdullah Uyuni berhasil menang atas pasukan
Qaramithah berkat bantuan pemerintahan Bani Abbasiyah dan orang-orang
Saljuk. Maka, diusirlah mereka dari Bahrain. Akhirnya, terjadilah perang
parit di Ahsa dan mereka dapat dikalahkan oleh al-Uyuni. Selanjutnya
pemerintahan digantikan oleh Bani Uyuniyah.
Basrah, Khasanah al-Arab.
Kota
Basrah dibangun pada tahun 16 hijriyah pada masa pemerintahan khalifah
Umar bin Khattab, setelah wilayah Iraq dikuasai oleh tentara Islam di
bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqas tahun 15 hijriyah. Lokasi
pembangunan kota Basrah ditetapkan sendiri oleh khalifah Umar di daerah
Kharibah yang berdekatan dengan kota pelabuhan Ubullah di teluk Persia.
Arsitekturnya dipercayakan kepada Utbah bin Gazwan yang memperkerjakan
delapan ratus pekerja. Utbah menamakan kota yang dibangunnya itu menurut
nama bahan yang digunakan untuk membangun kota itu, yaitu al-Basrah, sejenis kain putih.
Selama
pemerintahan khalifah Umar, Basrah menjadi markas tentara Islam. Umat
Islam kota Basra dan kota Kufah berjasa menaklukkan daerah-daerah
Persia, Khurasan dan Samarkand pada masa Umar dan sesudahnya. Dalam
perkembangannya, setelah banyak didatangi para pedagang, Basrah menjadi
pusat perdagangan, baik pada masa khulafa’ al-Rasyidin berikutnya, maupun pada masa dinasti Umayah dan Abbasiyah.
Untuk
mengajarkan Islam kepada penduduk Basrah, khalifah Umar mengirimkan
ulama-ulama dari Madinah ke kota itu, antara lain Abu Musa al-Asy’ari.
Sejak itu sampai di masa pemerintahan Umayah dan Abbasiyah, Basrah
menjadi salah satu pusat pendidikan di dunia Islam. Para siswa
berdatangan ke kota itu untuk mempelajari berbagai cabang ilmu
pengetahuan. Kota itu menjadi tempat bertemunya kebudayaan Persia dan
Arab. Ketika ilmu pengetahuan dan peradaban Islam mencapai puncak
kemajuan dengan berpusat di Baghdad, Basrah menjadi pusat kajian bahasa
Arab, sastra dan sains yang penting, serta menjadi tempat berkumpulnya
para pujangga Arab, sehingga kota itu disebut khasanah al-Arab.
Sebagai
kota ilmu pengetahuan, bahasa dan sastra, kota Basrah telah melahirkan
sejumlah ulama, tokoh pemikir dan penyair. Ulama yang terkenal antara
lain Amr bin al-Ula, Yunus bin Habib, Isa bin Amr, al-Khalil bin Ahmad
bin Amr, dan al-Asmai serta Sibawaihi. Tokoh pemikirnya antara lain
Hasan al-Basri dan Wasil bin Atha’. Adapun penyairnya antara lain
Farazdaq, Bisyar bin Bard, Muslim bin Wahid dan Abu Nawas.[10]
[1] Muhammad bin Ali al-Khirrid, Op Cit, hal. 334. Dalam kitab Syarh al-Ainiyah halaman 128 diberi gelar Abu al-Husein.
[2]Muhammad bin Abubakar al-Syilli. Op Cit, hal. 78.
[3] Salah satu nama Nabi saw adalah al-Naqib.
Hal itu dikarenakan, ketika pemimpin Bani Najjar, Abu Umamah As’ad bin
Zararah meninggal dunia, mereka meminta Rasulullah saw sebagai pengganti
dan tidak mau menerima orang lain. Nabi saw berkata, ‘Saya adalah pemimpin kamu‘. (Muhammad bin Abubakar al-Syilli, al-Masyra’ al-Rawi, hal 78)
[4] Muhammad bin Ali al-Khirrid, Op Cit, hal. 335.
[5]ِl-Masyhur, Op Cit, hal. 49.
[6] Muhammad Dhiya’ Syahab & Abdullah Bin Nuh. Al-Imam Muhajir, hal. 21.
[7] Ahmad al-Usairy.Sejarah Islam, hal. 250.
[8] Nourouzzaman Shiddiqi. Syi’ah Dan Khawarij, hal. 21.
[9] Abdullah Annan. Gerakan-gerakan Yang Menguncang Islam, hal. 111.
[10] Ensiklopedi Islam, hal 244.
=======================================
Abu Muhammad Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Imam Ja’far
al-Shaddiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin
Ali bin Abi Thalib. Beliau seorang imam besar ilmu agama, dibesarkan dan
di didik ilmu hadits, ilmu fiqih dan ilmu agama lain oleh ayahnya Imam
Muhammad bin Ali al-Uraidhi.
Imam Isa bin Muhammad mempunyai kulit berwarna putih kemerah-merahan yang merupakan sebaik-baiknya warna, sebagaimana perkataan Imam Ali bahwa warna kulit Rasulullah adalah putih kemerah-merahan.
Beliau juga dinamakan al-Rumi dan al-Naqib, karena beliau mempunyai rupa putih kemerah-merahan seperti pria yang berasal dari negeri Rum, sedangkan sebutan al-Naqib disebabkan kedudukannya sebagai pemimpin para kaum syarif yang selalu menjaga dan menjamin keamanan kaumnya, nama beliau juga merupakan nama salah satu nabi yaitu nabi Isa alaihi salam. Adapun gelar yang lain yaitu al-Azraq, karena beliau mempunyai mata yang berwarna biru. Imam Isa bin Muhammad wafat sekitar tahun 270 hijriyah di Basrah, Iraq. Imam al-Rumi dikaruniai tiga puluh orang anak laki-laki dan lima orang anak perempuan, diantaranya adalah Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan nenek moyang kaum Alawiyin di Hadramaut. Adapun anak laki-laki Imam Isa al-Rummi adalah :
a. Abdullah, Abdurahman, Abdullah al-Akbar, Abdullah al-Ahwal, Abdullah al-Asghor, Daud, Yahya, Ali, Abbas, Yusuf, Hamzah, Sulaiman. Mereka tidak mempunyai keturunan.
b. Ismail, Zaid, Qasim, Hamzah, Harun, Yahya, Ali, Musa, Ibrahim, Ja’far, Ali al- Asghor, Ishaq, Husin, Abdullah, Muhammad, Isa, Ahmad al-Muhajir.
abdkadiralhamid@2013
Imam Isa bin Muhammad mempunyai kulit berwarna putih kemerah-merahan yang merupakan sebaik-baiknya warna, sebagaimana perkataan Imam Ali bahwa warna kulit Rasulullah adalah putih kemerah-merahan.
Beliau juga dinamakan al-Rumi dan al-Naqib, karena beliau mempunyai rupa putih kemerah-merahan seperti pria yang berasal dari negeri Rum, sedangkan sebutan al-Naqib disebabkan kedudukannya sebagai pemimpin para kaum syarif yang selalu menjaga dan menjamin keamanan kaumnya, nama beliau juga merupakan nama salah satu nabi yaitu nabi Isa alaihi salam. Adapun gelar yang lain yaitu al-Azraq, karena beliau mempunyai mata yang berwarna biru. Imam Isa bin Muhammad wafat sekitar tahun 270 hijriyah di Basrah, Iraq. Imam al-Rumi dikaruniai tiga puluh orang anak laki-laki dan lima orang anak perempuan, diantaranya adalah Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan nenek moyang kaum Alawiyin di Hadramaut. Adapun anak laki-laki Imam Isa al-Rummi adalah :
a. Abdullah, Abdurahman, Abdullah al-Akbar, Abdullah al-Ahwal, Abdullah al-Asghor, Daud, Yahya, Ali, Abbas, Yusuf, Hamzah, Sulaiman. Mereka tidak mempunyai keturunan.
b. Ismail, Zaid, Qasim, Hamzah, Harun, Yahya, Ali, Musa, Ibrahim, Ja’far, Ali al- Asghor, Ishaq, Husin, Abdullah, Muhammad, Isa, Ahmad al-Muhajir.
abdkadiralhamid@2013
0 Response to "Al Imam Isa Ar-Rumi"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip