Bid'ah Hasanah Dalam Pandangan Imam Syafi'i r.a
Legalitas Bid’ah Hasanah tidak pernah menjadi permasalahan dan perdebatan sebelum datang nya Wahabi, keberagaman penjelasan para ulama tentang Bid'ah bukan karena perselisihan dalam memahami hakikat Bid’ah, tapi karena kekayaan ilmu yang dimiliki oleh para ulama, tapi ketika bahasa para ulama tersebut dipahami oleh kaum yang sempit pemahaman, mulailah benih-benih perselisihan muncul dan alangkah menyesal ketika kebodohan tersebut dijadikan senjata untuk membid’ah-sesatkan amalan yang telah dilegalisasi oleh syara’ melalui dalil-dalil dhanni atau ijtihadi, dan akhirnya kata Bid'ah menjadi senjata untuk memecah-belah ummat ini.
Bagaimana pandangan Al-Imam asy-Syafi’i tentang Bid’ah
Hasanah ?
Imam Syafi’i Rahimahullah berkata :
الْمُحْدَثَاتُ
مِنَ اْلأُمُوْرِ ضَرْبَانِ :
أَحَدُهُمَا
: مَا أُحْدِثَ ِممَّا يُخَالـِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثرًا أَوْ
إِجْمَاعًا، فهَذِهِ اْلبِدْعَةُ الضَّلاَلـَةُ،
وَالثَّانِيَةُ
: مَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ خِلاَفَ فِيْهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هذا ، وَهَذِهِ
مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ
Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua macam
:Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi
Atsar, perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat (Bid’ah Dholalah).
Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi satu pun dari
al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka perkara baru seperti ini tidak tercela
(Bid’ah Hasanah).
(Diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dengan sanad yang
Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i –Jilid 1- Halaman 469).
Pernyataan Imam Syafi’i di atas adalah kelanjutan dari
pemahaman Imam Syafi’i terhadap Hadits larangan Bid’ah, bukan malah dihantamkan
dengan Hadits larangan Bid’ah, maka dapat dipahami bahwa Imam Syafi’i tidak
otomatis menganggap setiap perkara baru dalam Agama itu Bid’ah Dholalah, tapi
setiap perkara baru ada dua kemungkinan yaitu apabila bertentangan dengan
Al-Quran, As-Sunnah, Atsar dan Ijma’ maka itu Bid’ah Dholalah dan inilah
Bid’ah yang dilarang dalam Hadits “Setiap Bid'ah sesat”.
Sementara bila perkara baru dalam Agama itu tidak
bertentangan dengan Al-Quran, As-Sunnah, Atsar dan Ijma’ maka inilah Bid’ah
Hasanah dan ini tidak termasuk dalam Bid’ah yang terlarang dalam Hadits “Kullu
Bid’atin Dholalah”.
Sangat jelas penjelasan Imam Syafi’i tentang legalitas
Bid’ah Hasanah, batasan Bid’ah Dholalah adalah bertentangan dengan Al-Quran,
As-Sunnah, Atsar dan Ijma’, selama sesuatu yang baru dalam Agama itu tidak
bertentangan dengan 4 batasan tersebut, maka itu bukan Bid’ah Dholalah dan
tidak termasuk menambah atau mengada-ngada syari’at baru, karena batasan Bid’ah
Dholalah bukan pada tidak ada nash yang shorih, atau pada adakah rasul dan para
sahabat telah melakukan nya.
Memahami Perkataan Imam Syafi’i Dalam Pembagian Bid’ah
الْمُحْدَثَاتُ مِنَ اْلأُمُوْرِ
ضَرْبَانِ
“Perkara baru ada dua macam”
Maksudnya : semua perkara baru baik Ibadah atau bukan
Ibadah, baik Aqidah atau bukan Aqidah terbagi kepada dua macam, poin yang perlu
di ingat adalah Imam Syafi’i sedang memisah dan memilah antara dua macam
perkara baru yang tentu saja perkara tersebut tidak di masa Rasulullah dan para
sahabat.
أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ ِممَّا
يُخَالـِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثرًا أَوْ إِجْمَاعًا
“salah satunya adalah perkara baru yang menyalahi Kitab
(Al-Quran), atau Sunnah (Hadits), atau Atsar, atau Ijma’.”
Maksudnya : yang pertama adalah perkara baru yang
menyalahi Al-Quran, As-Sunnah, Atsar dan Ijma’, poin penting di sini adalah
“Yukhalifu” atau “menyalahi” jadi perkara baru itu sesat bukan karena
semata-mata ia baru ada dan belum ada di masa rasul dan sahabat, tapi karena
menyalahi 4 perkara di atas.
فهَذِهِ اْلبِدْعَةُ الضَّلاَلـَةُ
“maka perkara baru ini adalah Bid’ah Dholalah”
Maksudnya : perkara baru yang menyalahi Al-Quran atau
menyalahi As-Sunnah atau menyalahi Atsar atau menyalahi Ijma’, maka inilah
Bid’ah Dholalah yang terlarang dalam Hadits larangan Bid’ah, Bid’ah Dholalah
bukan sesuatu yang tidak tersebut secara khusus dalam Al-Quran atau As-Sunnah
atau Atsar atau Ijma’, tapi harus diperiksa dulu apakah ia menyalahi atau
justru sesuai dengan Al-Quran atau As-Sunnah atau Atsar atau Ijma’.
وَالثَّانِيَةُ : مَا أُحْدِثَ مِنَ
الْخَيْرِ لاَ خِلاَفَ فِيْهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هذا
“yang kedua, perkara baru yang baik lagi tidak
menyalahi bagi salah satu dari ini (Al-Quran, As-Sunnah, Atsar, dan Ijma’)”
Maksudnya : yang kedua adalah perkara baru yang baik
dan tidak menyalahi satupun dari Al-Quran atau As-Sunnah atau Atsar atau Ijma’,
bukan maksud baik itu hanya dianggap baik, tapi baik di sini adalah tidak
menyalahi 4 perkara tersaebut, dan poin penting di sini juga pada “Tidak
menyalahi” jadi perkara baru tidak otomatis Bid’ah dan Sesat, tapi ketika
ia menyalahi salah satu dari 4 perkara tersebut, maka otomatis sesat, dan bila
tidak menyalahi salah satu dari 4 perkara tersebut maka otomatis tidak sesat,
baik dinamai dengan Bid’ah Hasanah atau Bid’ah Lughawi atau dengan
bermacam nama lain nya.
وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ
مَذْمُوْمَةٍ
“dan perkara baru tersebut tidak tercela”
Maksudnya : perkara baru yang tidak menyalahi Al-Quran
atau As-Sunnah atau Atsar atau Ijma’ adalah Bid’ah yang tidak tercela atau di
sebut juga dengan Bid’ah Hasanah.
Bid’ah Hasanah itu Syar’i atau Lughawi ?
Ini bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan, tidak
berpengaruh apapun terhadap legalitas Bid’ah Hasanah, bahkan yang lebih bodoh
lagi adalah mempermasalahkan adakah Bid'ah Hasanah ?,ulama pun berbeda pendapat
dalam hal ini, tapi satu tujuan, ini bukan alasan untuk mengingkari Bid’ah
Hasanah dalam Agama, karena walaupun Bid’ah Hasanah itu Lughawi atau Syar’i
tetap saja maksudnya adalah perkara baru yang tidak bertentangan dengan
Al-Quran atau As-Sunnah atau Atsar atau Ijma’, permasalahan ini hanya karena
berbeda dalam memaknai Bid’ah pada Syara’.
Maksud Bid’ah pada Syara’ menurut Imam Nawawi adalah :
إحداث ما لم يكن في عهد الرسول صلى
الله عليه وسلم، وهي منقسمه إلى حسنة وقبيحة
“mengadakan perkara baru yang belum ada di masa
Rasulullah SAW, dan ia terbagi kepada hasanah (baik), dan qabihah (buruk)”.
Atas definisi Bid’ah pada syara’ menurut Imam Nawawi
di atas, maka Bid’ah Hasanah adalah satu pembagian dari Bid’ah Syar’i, bukan
Bid’ah Lughawi, kerena sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah dinamakan
Bid’ah, tapi ada dua kemungkinan, bila sesuai dengan dalil-dalil syar’i maka
itu Bid’ah Hasanah, dan bila menyalahi dalil-dalil syar’i maka itu Bid’ah
Qabihah atau Bid’ah Dholalah.
Maksud Bid’ah pada Syara’ menurut Ibnu Rajab adalah :
ما أحدث مما لا أصل له في الشريعه يدل
عليه، وأما ما كان له أصل من الشرع يدل عليه فليس ببدعة شرعا، وإن كان بدعة لغة
“perkara baru yang tidak ada dasar dalam syari’at yang
menunjuki atas nya, dan adapun perkara baru yang ada dasar dari syara’ yang
menunjuki atas nya, maka ia bukan Bid’ah pada Syara’, sekalipun Bid’ah pada
Lughat”.
Atas definisi Bid’ah pada Syara’ menurut Ibnu Rajab,
maka Bid’ah Hasanah adalah bukan pembagian dari Bid’ah pada Syara’, tapi Bid’ah
Hasanah adalah Bid’ah Lughawi, karena maksud Bid’ah pada Syara’ yang seperti
ini tidak mungkin terbagi kepada Hasanah (baik), sesuatu yang tidak ada dasar
dari Syara’ otomatis Buruk atau sesat.
Maka sekalipun berbeda cara memahami Bid’ah pada
Syara’ dan bereda dalam mengkategorikan Bid’ah Hasanah, tapi tidak berpengaruh
pada legalitas Bid’ah Hasanah dalam Agama, ini bukan alasan mengingkari Bid’ah
Hasanah, apalagi menjadikan sebagi alasan untuk membid’ahkan amalan-amalan yang
tidak ada di masa para salafus sholeh, tapi ada dasar dari syara’ dan tidak
menyalahi dalil-dali syar’i.
Kebesaran nama Imam Syafi’i tidak sanggup mereka
tantang pernyataan sikap Imam Syafi’i secara langsung, tapi mereka
mempermainkan pendapat Imam Syafi’i agar sesuai selera mereka dan cocok dengan
kesalahpahaman mereka, mereka beralasan bahwa Bid’ah Hasanah yang dimaksud oleh
Imam Syafi’i adalah Bid’ah Lughawi, untuk tetap bisa membid’ah-sesatkan amalan
seperti Tahlilan, Yasinan, Maulidan dan sebagai nya.
Padahal alasan itu tidak ada hubungan dengan pembagian
Bid’ah Hasanah dari Imam Syafi’i, karena sekalipun kita maksudkan dengan Bid’ah
Lughawi, tetap saja yang dimaksud Bid’ah Hasanah oleh Imam Syafi’i adalah
perkara baru dalam Agama yang tidak bertentangan dengan Al-Quran, As-Sunnah,
Atsar, dan Ijma’, inilah yang perlu digarisbawahi, bahwa Bid’ah Hasanah adalah
sesuatu yang baru (tidak ada di masa rasulullah dan para sahabat) tetapi tidak
bertentangan dengan Al-Quran, As-Sunnah, Atsar dan Ijma’, biarpun tidak ada
dalil yang shorih. Wallahu a’lam.
abdkadiralhamid@2013
abdkadiralhamid@2013
0 Response to "Bid'ah Hasanah Dalam Pandangan Imam Syafi'i r.a "
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip