AQIDAH DAN THARIQAH AL ALAWIYYIN
DiSUSUN
OLEH
ALLAMAH SAYID ALWI B. THAHIR AL-HADDAD
Mufti Kerajaan Johor Malaysia
KATA PENGANTAR
Risalah ini adalah cuplikan (fragmen) dari kitab
sejarah dan biografi, ditulis oleh seorang ulama besar, mantan Mufti Kerajaan
Johor Baharu Malaysia Allamah Sayid Alwi b. Thahir Al-Haddad. Buku ini membahas tentang sejarah,
biografi dan perilaku guru beliau AlHabib Al-Imam Ahmad b. Hasan Al-Athas dengan judul: "Uqud
AlAlmas"=Untaian-untaian intan, Kutipan ini adalah dari
jilid I P.65 - 75, terbitan tahun :
1368 H./1949 M.
Pada masa hidup penulis, mulai tersebar di tengah golongan Alawiyin
faham Syi'ah Imamiyah, dan mereka menuduh bahwa pendahulu-pendahulu Alawiyin
adalah penganut Madzhab Syi'ah Imamiyah. Apa yang pernah terjadi pada
masa hidup penulis (Sayid Alwi b.
Thahir Al-Haddad) kini
berulang lagi, bahkan dengan scope yang lebih luas. Hal itu disebabkan
oleh terjadinya revolusi Iran. Revolusi yang membuat semua kaum muslimin
bangga dan kagum karena pertama kali dalam sejarah modern sejak tumbangnya Khalifah Utsmaniyah di Turki dan gerakan yang berideologi
Islam dapat tampil ke permukaan dan
berhasil meraih tampuk pimpinan negara. Namun revolusi ini tampil sebagai revolusi Syi'ah dan digunakan
sebagai sarana untuk mempropagandakan Madzhab
ini dengan program Ekspor Revolusi Islam.
Dengan demikian maka banyak angkatan muda, orang-orang yang mengagumi dan
terpesona oleh revolusi Iran, juga mengikuti faham Syi'ah
Imamiyah, meninggalkan Madzhab yang
telah mereka ikuti sejak
pendahulu-pendahulunya. Dengan
demikian timbullah sempalan baru di tengah umat ini pada umumnya dan di-tengah golongan Alawiyin pada khususnya dan terpisahlah mereka dari “Assawad Al A'dham", yaitu
mayoritas umat ini, sangat dipelihara oleh Salaf (pendahulu) kita agar kita tidak terpisah dari mereka, sebab golongan
inilah yang ditentukan sebagai "AlFirgah
An-Najiah ", yaitu
golongan yang selamat di
akhirat, sesuai dengan Hadits
Nabi Muhammad SAW.
Dengan timbulnya perpecahan dan perselisihan faham ini
kita umat Islam makin menjadi lemah. Maka
untuk menyanggah tuduhan bahwa Salaf Alawiyin sebagai penganut Madzhab Syi'ah Imamiyah, perlu rasanya
menurut hemat kami untuk menyalin dan
menyebar luaskan tulisan seorang tokoh Alawiyin yang sangat ahli dalam bidang sejarah dan semua cabang ilmu agama. Semoga Allah
mencurahkan rahmat dan kedudukan tertinggi di sisi-Nya, Amien. Bagian
ini disalin dengan harapan semoga kebenaran-kebenaran yang diuraikan ulama besar lagi terpercaya ini dapat
meyakinkan hati dan fikiran, baik dari kalangan Alawiyin sendiri maupun dari pihak-pihak lain, untuk kemudian kembali bersatu mengikuti jejak dan
langkah Salaf kita yang murni itu.
"Dan inilah jalanku yang lurus maka
ikutilah jalan itu dan janganlah mengikuti jalan jalan yang lain karena
jalan jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalannya yang demikian kepadamu agar kamu bertaqwa ".
Penyalin.
AQIDAH DAN THARIQAH SALAF AL ALAWIYIN
Habib Alqutbh Abdullah b. Alwi Al Haddad, berkata : "Hendaknyalah anda membentengi (imanmu),
memperbaiki dan meluruskannya sesuai
dengan jalan yang ditempuh oleh golongan yang selamat di Akhirat (Al-Firqah An-Najiah).
Golongan ini terkenal di kalangan
kaum muslimin dengan sebutan golongan
"Ahlus Sunah Wal-Jamaah ". Mereka adalah orang-orang yang
berpegang teguh dengan cara-cara yang dilakukan oleh Rasul Allah dan Sahabat-sahabatnya. Apabila anda perhatikan dengan fikiran yang
sehat dan hati yang bersih nash-nash (teks-teks)
Al Qur'an dan Sunnah yang berhubungan dengan keimanan, kemudian anda pelajari perilaku para Salaf baik Sahabat maupun Tabi'in maka anda akan tahu dan yakin bahwa kebenaran akan berada di fihak mereka yang
terkenal dengan sebutan Al-Asy'ariyah, yang
pengikut Abul Hasan Al-Asy'ari,
yang telah menyusun kaidah-kaidah (keyakinan)
golongan yang berada di pihak yang benar serta telah meneliti dalil dalilnya. Itu pulalah aqidah yang telah disepakati oleh para Sahabat nabi serta
generasi generasi berikutnya dan para Tabi'in yang saleh dan itu
pulalah agidah orang-orang yang mengikuti
kebenaran di mana saja dan kapan saja. Aqidah dan keyakinan itu juga dianut oleh semua ulama Tasawuf, seperti
diriwayatkan oleh Abul Qasim
Al-Qusyairi dalam risalahnya.
Imam Ahmad Al-Muhajir kakek para Sadah Alawiyin, yaitu Imam Ahmad Al-Muhajir b. Isa b. Muhammad b. Ali b. Imam Ja'far As-shadiq setelah memperhatikan munculnya berbagai macam bid'ah dan berkecamuknya berbagai macam fitnah serta perselisihan
faham di negeri Irak, beliau lalu berhijrah
meninggalkan negeri ini berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri yang lain hingga sampai ke
Hadramaut di Yaman, kemudian beliau tinggal
di negeri ini sampai wafat. Maka Allah telah
memberkahi keturunannya sehingga
terkenallah banyak tokoh dari keluarga ini dalam ilmu, ibadah mari'fah dan kewalian. Mereka tidak mengalami apa yang dialami oleh golongan-golongan Ahlul Bait
yang lain dengan mengikuti
berbagai bid'ah dan faham yang sesat. Semua
itu adalah berkat niat yang suci Imam
Ahmad Al Muhajir yang telah melarikan diri dari fitnah, demi
menyelamatkan agama dan aqidahnya dari pusat-pusat
fitnah. Semoga Allah membalas jasa
baik Imam ini dengan sebaik-baiknya dan mengangkat derajatnya bersama
datuk-datuknya yang mulia di Surga Alliyin serta memberi kita taufik untuk mengikuti jejak dan langkah mereka dalam keadaan
sehat wal'afiat, tanpa merubah atau mendapat
coba dan fitnah. Sesungguhnya Dialah Tuhan Maha Pengasih.
Madzhab Maturidiyah dalam hal ini sama dengan Madzhah Asy'ariyah. Maka setiap orang yang beriman hendaknya membentengi
aqidahnya dengan menghafal (mempelajari)
salah satu aqidah yang disusun oleh seorang Imam yang telah disepakati keagungannya serta kedalaman ilmunya. Saya rasa orang yang mencari pelajaran agidah semacam itu tidak
akan mendapatkan selengkap dan sejelas aqidah yang disusun oleh Imam AI-Ghazzali r.a. Aqidah ini telah disampaikan pada bagian awal
dari kitab "Qawa'id Al Aqo'id" dalam
kitab Al-Ihya (Ihya Ulum Addin - karya Imam Al-Ghazzali). Maka
hendaklah anda menghafalnya ( mempelajarinya).
Adapun jika anda kurang puas (dengan kitab itu) hendaklah anda mempelajari "Ar-risalah Al-Qudsiyah " yang tersurat pada pasal ketiga dalam Kitab "Ihya " tersebut.
Dalam hal ini, hendaknya anda tidak terlalu berlebihan dalam mempelajari
ilmu "Tauhid" serta tidak perlu terlalu banyak memperbincangkannya
dengan semata-mata mencari hakikat (kebenaran) tentang ke Tuhanan, sebab
anda tidak akan memperolehnya melalui ilmu ini. Adapun jika anda ingin mencapai tingkat
ma'rifah, hendaknya anda mengikuti tharigah yang ditempuh para Salaf
(pendahulu) kita, yaitu dengan berpegang
teguh pada ketaqwaan baik lahir
maupun batin, merenungi dan mentadabburi ayat-ayat Al Qur'an,
hadits-hadits Nabi serta riwayat orang saleh, berfikir tentang kerajaan langit dan bumi dengan tujuan mengambil pelajaran dari
padanya, mendidik akhlaq serta memperhalus budi yang kasar melalui
latihan-latihan rohani (riyadhah), membersihkan cermin kelabu dengan banyak
berdzikir, berpaling dari soal soal yang melalaikan dari hal-hal tersebut.
Apabila telah menempuh jalan ini, Insya Allah
anda akan mencapai tujuan itu serta rnemperoleh apa yang diharapkan.
Dalam beberapa pasal dalam kitabnya, AlAydrus menegaskan : "
Barang siapa meyakini hulul (menitisnya Ruh Allah dalam
diri makhluk) atau menyatunya Tuhan dengan makhluk (wahdutul wujud), maka orang ini
telah menjadi kafir". Dalam sebagian pasal yang
lain beliau menulis : "Aqidah yang kita anut adalah aqidah Asy'ariyah dan madzhah kita dalam Fiqh
(hukum-hukum Agama) adalah Madzhab Syafi'i, sesuai dengan Kitab Allah
(Al Qur'an) serta Sunnah Rasul Allah ".
Pada sebagian Risalah yang lain beliau menulis : "Allah adalah Tuhan yang hidup
kekal (hayyun) dan terus-menerus
mengurus makhluk-Nya (Qayyum),. Dialah
yang mewujudkan segala yang ada ". Pernyataan demikian sesungguhnya merupakan sanggahan bagi mereka yang meyakini
"Wahdatul Wujud" menyatunya hamba dengan Tuhan,
bagi mereka yang mengetahui maksud-maksud filsafah Yunani, India dan Majusi.
AlAydrus juga
menyatakan : "Aqidah kita
adalah aqidah Asy'ariyah, Hasyimiyah, Syar'iyah, sesuai dengan Madzhab
Syafi'i yang menganut Sunnah dan Tasawuf”.
Beliau sering mengulang-ulang pernyataan
semacam ini sehingga cukup meyakinkan.
Apa yang kami sebutkan di atas
merupakan ringkasannya.
Habib Abdullah Al-Haddad juga telah menyusun aqidah yang ringkas lagi lengkap dimana penulis (Sayid Alwi b.
Thahir AlHaddad) telah menulis pengantarnya, antara lain sebagai berikut :
"Dan kami telah mengawalinya dengan aqidah yang
para salaf (pendahulu pendahulu kita)
mengajarkannya kepada keluarga, sanak saudara serta para tetangga, baik yang jauh maupun yang dekat, serta orang-orang awam di negeri mana
mereka tinggal. Aqidah itu besar
pengaruhnya, agung manfa'atnya, bahkan merupakan pusaka iman yang mengandung
arti penyerahan dan ketundukan mutlak (Kepada Tuhan) serta penerimaan penuh atas apa yang telah
disampaikan oleh Nabi utusan Allah yang mulia
S.A.W. berupa ajaran Islam yang
suci”. Pada kitab itu Habib Al-Haddad menyatakan : "Penutup
kitab ini adalah sebuah aqidah yang ringkas dan sangat bermanfa'at, Insya Allah, sesuai jalan yang ditempuh oleh Al-Firqah An-Najiah (golongan
yang selamat di Akhirat), yaitu
golongan Ahlussunah Wal Jama'ah, golongan yang merupakan Assawad Al-A 'dham
(mayoritas umat ini)."
Di dalam kitab "Al-Masyra "Arrawiy" dinyatakan : Dahulu matahari ilmu
dan kewalian Habib
Abdullah Al-Aydrus apabila hendak mengikat janji murid yang
hendak mengikuti thariqatnya, beliau menyuruh murid itu supaya terlebih dahulu
bertaubat dan beristighfar (mohon ampun) kemudian murid itu disuruh mengatakan :
Aku bersaksi bahwasanya tiada
Tuhan selain Allah saja satu tiada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Aku beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, para Rasul utusan
Allah, hari akhirat dan taqdir yang baik dan yang buruk dari Allah. Aku beriman dengan adzab kubur dan kenikmatan di dalamnya, pertanyaan kedua malaikat (Munkar dan Nakir), hari kebangkitan, timbangan, shirat, surga dan neraka. Aku
telah ridha (mengakui) Allah sebagai Tuhan, Islam
sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi dan Rusul utusan Allah. Aku telah ridha (senang dan puas) engkau sebagai guru
dan perantara penunjuk jalan kepada Allah SWT.
Kemudian beliau berkata : “Dalam soal furu' (cabang agama yang
berhubung dengan fiqh) kita menganut Madzhab Imam Syafi'i dan dalam bidang
ushul (ilmu yang berhubungan dengan Tauhid
dan ketahanan/aqidah) kita menganut Madzhab
Imam Abul Hasan Al-Asy'ari, sedang
thariqat kita adalah tharigat ahli-ahli Tasawuf. Demikian pula dinyatakan oleh Al-Quthb Al-Aydrus dalam
kitabnya Al-Juz Al-Latif.
Dalam sepucuk surat yang ditulis oleh Habib Abdullah b. Alwi Al-Haddad kepada
saudaranya Al-Habib Hamid yang tinggal di
India, beliau menulis :
"Sesungguhnya
telah sampai berita kepada kami betapa hebat fitnah yang menyesatkan yang telah terjadi di sana (India),
malapetaka dan bencana yang menimpa negeri
itu secara terus menerus, serta
perselisihan dan perpecahan yang terjadi di antara penduduknya di mana
tidak pernah ada kerukunan. Adapun yang lebih buruk dan lebih keji
dari semua itu adalah apa yang telah sampai kepada kami yaitu yang timbulnya kebencian
terhadap kedua sesepuh Islam (Asy-Syaikhain) Abu Bakar Ashshiddiq dan Umar AlFaruq
Radhia Allahu A'nhuma sebagai dianut oleh golongan "Rafidhah " yang tercela,
baik ditinjau dari segi syari'ah, maupun
menurut akal sehat. 'Inna Lillahi Wa
Inna Ilaihi raji'un. Hal ini merupakan musibah yang besar dan malapetaka
yang sulit dihilangkan. "
Dalam sepucuk surat lain kepada salah seorang muridnya, Habib Abdullah b. Alwi Al-Haddad menulis : "Menyebutkan Madzhab atau faham lain tidaklah berarti keharusan mengikuti Madzhah
atau faham itu. Adalah merupakan kebiasaan para pengarang dan
para ulama untuk menyebutkan dan menukil Madzhab-madzhab lain dan
mengutip ucapan-ucapan mereka, baik yang sejalan maupun yang bertentangan dengan mereka, adapun yang terlarang dan tidak dapat dibenarkan
adalah (berkeyakinan) membatasi hak menjabat
kedudukan Imaman hanya pada mereka saja, seperti dinyatakan oleh golongan yang bertentangan dengan kita.
Semoga Allah memberi taufiq pada kita semua dan menjadikan kita di antara
orang-orang yang diberi petunjuk
kepada kebenaran dalam soal-soal yang diperselisihkan orang. "
Habib Alwi b. Ahmad b. Hasan h. Abdullah Al-Haddad menulis sebuah komentar bait
syair datuknya Habib Abdullah Al-haddad, berikut
:
Artinya : "Madzhab yang lurus aku
ikuti sesuai Kitab Allah dan Sunnah Nabi”. Habib
Ahmad tersebut menulis "Mudzhab lurus yang dimaksud adalah Madzhab Ahlussunah Wal Juma'ah, aku mengikuti Madzhab itu seperti
bapak-bapakku dan kakek-kakekku dan Nabi Muhammad, Ali, Hasan dan
Husain sampai pada seluruh salaf Al-Alawiyin. "
Guru besar kami Habib Muhsin b. Alwi Assegaf dalam kitabnya : "Ta'rif Al Khalaf Bi Sirat Al Salaf' telah menulis
pernyataan yang hampir sama dengan yang apa yang
kami kemukakan tadi. Kemudian beliau mengutip dari kitab : "Ghurar Al Baha' Al Dhawi" karya ulama ahli
Hadits terkenal Allamah Sayid Muhammad b.
Ali Kharid Al Alawi Al Husaini
sebagai berikut : Sayid Ubaidillah b.
Ahmad AlMuhajir b. Isa beserta anak cucunya mereka adalah para Syarif
keturunan Imam Al-Husain yang hidup di negeri Yaman
(Hadramaut). Jarang ada orang seperti mereka, Tharigah para Syarif ini adalah Madzhab Ahlussunah Wal Jama'ah, akhlak
mereka mengikuti akhlak Nabi. Orang yang insaf dan sadar akan mengakui
bahwa mereka benar-benar para Sayid dan tokoh-tokoh mulia, budi luhur, Habib Muhsin tersebut
kemudian mengutip dari Habib
Abdullah Al-Haddad, katanya
: Ada dua orang yang sangat besar jasanya terhadap keluarga Al Ba'alawi, yaitu :
PERTAMA, Sayidina Ahmad Al-Muhajir b. Isa yang telah membawa mereka keluar meninggalkan fitnah dan bid'ah (di
negeri Irak) dan membawa mereka hijrah ke negeri Yaman (Hadramaut).
KEDUA adalah Al Fagih Al Muqaddam yang telah membebaskan mereka
menyandang senjata sehingga mereka dapat berkonsentrasi untuk ilmu dan da'wah. Para salaf dahulu melarang
orang mendalami tauhid. mereka menerima
ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits-hadits Nabi SAW. yang berhubungan dengan sifat-sifat
Allah SWT. serta ayat-ayat mutasyabihat lainnya dengan penyerahan bulat-bulat, tanpa rnempersoalkannya
secara njelimet disertai pensucian bagi Allah
dengan sesuci-sucinya dari segala sifat
kekurangan dan cela seraya mengagungkan-Nya dengan seagung-agungnya.
Habib Abdullah Al-Haddad berkata :"Kita berpegang dengan ajaran-ajaran Imam Al-Asy'ari karena beliau berpendirian : Beriman
kepada Allah, kepada ayat-ayat Allah, kepada para Rasul utusan Allah sesuai
apa yang dimaksud dan dikehendaki oleh Rasul Allah". Demikian kurang lebih ucapan beliau yang masih dapat kami ingat.
Dalam kitab Al-lbanah karya Imam Al-Asy'ari yaitu sebuah
kitab yang membahas soal-soal aqidah lengkap
berdasarkan aqidah yang menjadi
pegangan salaf, baik para Sahabat
maupun para Tabi'in, Imam Asy'ari menulis : "Ringkasan pendirian kami
adalah : Kita mengakui Allah, mengakui para Malaikat, Kitab-kitab (suci), Rasul-rasul serta ajaran yang mereka sampaikan
dari Allah, serta riwayat-riwayat yang disampaikan oleh orang-orang yang terpercaya
dari Rasul utusan Allah, semua itu tidak ada sedikitpun yang kami tolak. Kita juga
tidak mengada-ada dalam agama Allah sesuatu yang tidak diizinkan oleh Allah
(yakni sesuatu yang tidak ada dasarnya dalam
agama), atau mengatakan sesuatu
terhadap Allah yang tidak kami ketahui
hakikatnya". Kata beliau pula "Al Qur'an
kita terima sesuai dengan arti yang tersurat, kita tidak dapat mengartikan lain kecuali dengan
hujjah (dalil) yang jelas".
Anda juga hendaknya berkeyakinan bahwa apa yang dinyatakan oleh para Salaf (pendahulu-pendahulu)
kita bahwa sejak datuk-datuk mereka hingga kini mereka adalah penganut Madzhab Ahlussunah Wal Jama'ah adalah
nyata dan benar, tidak dapat dita'wilkan atau ditakhsiskan dan tidak
dapat pula disanggah oleh mereka yang hendak menyanggah,
atau kritik dan pendustaan orang-orang yang kebelinger, dan bahwa apa yang dinyatakan mereka itu benar-benar diterima
oleh mereka secara turun-menurun dari
kakek kepada cucu dan ayah kepada anak serta dari mereka yang terdahulu kepada mereka yang datang kemudian, dikuatkan pula dengan
kutipan-kutipan yang jelas melalui silsilah riwayat (sanad) sesuai
kaidah-kaidah ilmu Hadits. (Ulama Ahlul Bait menerima ilmunya dari para Sahabat dan Tabi'in, para Sahabat dan Tabi'in
juga menerima ilmunya dari Ahlul Bait.
Al-Hafidh Abu Nu'aim meriwayatkan dalam kitabnya "Hilyalul
Aulia" yaitu Hiasan para wali, beliau berkata "Telah
datang kepadaku, segolongan penduduk negeri Iraq. Mereka mencela Sahabat-sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman.
Setelah selesai memaki-maki, Imam
Ali Zainal Abidin balik bertanya kepada mereka : "Maukah kalian menerangkan
kepadaku, apakah kalian termasuk orang-orang yang melakukan hijrah pada tahap awal (Al-Muhajirun Al-Awalun)
karena diusir dari kampung halaman mereka serta menuntut anugrah dari ridha Allah
dan Rasul-Nya, sedang mereka itulah orang-orang yang benar ! " Mereka menjawab "
Bukan ". Imam Ali Zainal Abidin kembali bertanya : "Adakah kalian penduduk negeri
Madinah yang telah beriman (Kaum Anshar)
sebelum datang kaum Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang hijrah
kepada mereka dan tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada kaum Muhajirin, serta
mengutamakan kaum Muhajirin itu daripada diri mereka sendiri meskipun
mereka dalam kesusahan? Dan barang siapa dipelihara
dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang beruntung? Apakah
itu kalian?" Mereka
kemudian menjawab : "Bukan".
Ali Zainal Abidin kemudian berkata : "Kini kalian telah mengakui tidak termasuk kedua
golongan yang disebutkan Allah
dalam kedua ayat itu. Aku juga bersaksi
kalian tidaklah termasuk golongan yang
disebutkan dalam ayat ini. Dan mereka yang datang
kemudian sesudah mereka itu berdo'a :
Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah dahulu beriman dan janganlah engkau biarkan kedengkian (bersemayam) di dalam hati kami terhadap
orang-orang yang telah beriman, Ya
Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun Maha Penyayang ".
Enyahlah, kata Imam Ali Zainal
Abidin, Semoga Allah menindak kalian. "
Diriwayatkan pula dengan sanadnya kepada Yahya bin Sa'id, katanya : Saya
mendengar Ali bin Husain
menjawab pertanyaan orang-orang
yang datang mengerumuninya (katanya) : "Cintailah kami sesuai dengan ajaran Islam, semata-mata untuk Allah.
Sesungguhnya makin lama cinta kalian (yang melampaui
batas ini) malah menjadi a'ib yang
memalukan bagi kami ". Demikian itulah sebagian pernyataan yang diriwayatkan dari Sayidina Ali Zainal Abidin Ibn. Al-Husain.
Abu Na'im juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Ja’far Muhammad AlBagir, katanya : Saya bertanya kepada Abu Ja’far (Al-Bagir) tentang hukum
menghias pedang. Beliau menjawab : "Tidak mengapa (boleh) Abu Bakar Ash-Shiddiq
dahulu menghias pedangnya." Saya
berkata : "Engkau juga
mengatakan Ash-Shiddiq? Beliau
(Abu Ja'far) meloncat lalu menghadap ke kiblat dan berkata
: Benar Ash-Shiddiq, dan barang
siapa tidak mengatakan Ash-Shiddiq, Allah
tidak akan membenarkan ucapannya baik
di dunia maupun di akhirat ".
Diriwayatkan pula dengan sanadnya dari Jabir, katanya : Muhammad Al Baqir bin Ali
Zainal Abidin berkata kepadaku : "Hai Jabir, aku mendengar ada segolongan
orang Iraq beranggapan bahwa mereka cinta kepada kami (Ahlul Bait) dan
mencela Abu Bakar dan Umar, Raddhi Allahu Anhuma. Mereka juga
beranggapan akulah yang menyuruh
mereka berbuat demikian. Maka sampaikanlah kepada mereka bahwa aku berlepas
diri (bari’) terhadap apa yang mereka
lakukan. Demi Allah dan jiwa Muhammad (Al Bagir) ada di tangannya kalau
sekiranva aku berkuasa niscaya aku
akan mendekatkan diri kepada Allah
dengan menumpahkan darah mereka. Dan semoga
aku tidak mendapat syafa’at Muhammad SAW.
jika aku tidak memohonkan ampunan dan rahmat
bagi mereka, akan tetapi musuh-musuh
Allah senantiasa lalai terhadap
keduanya ".
Diriwayatkan pula dengan sanadnya dari Syu'bah Al-Khayyath, katanya
: "Abu Ja’far Muhammad
b. Ali Zainal Abidin berkata
kepada saya ketika kami sedang berpamit kepada penduduk negeri Kuffah (salah satu kota di Iraq) : "Sesungguhnya
aku berlepas diri terhadap mereka yang
tidak mengakui kebenaran Abu Bakar
Ash-Shiddiq dan Umar Radhi Allahu A
'nhuma ".
Diriwayatkan pula dengan sanadnya dari Abu Ishaq dari Abu Ja’far Muhammad
b. Ali Zainal Abidin , katanya : "Orang yang tidak mengakui jasa Abu Bakar dan Umar sesungguhnya orang ini tidak mengakui sunnah ".
Ibnu Fudhail meriwayatkan
dari Salim b. Abi Hafshah, katanya : "Saya
bertanya kepada Abu Ja’far Muhammad Al-Bagir dan putranya (Ja’far Asshadiq) tentang
Abu Bakar dan Umar. Mereka
menjawab : "Akuilah dan cintailah keduanya serta berlepas dirilah dari musuh-musuh mereka,
sesungguhnya keduanya adalah Imam-imam yang
mengikuti kebenaran ". Al
Hafidh Ad-Dzahabi menyatakan bahwa
sanad riwayat ini shahih. Ibnu Fudhail dan Salim adalah
tokoh-tokoh Syi'ah yang benar.
Hafsu Ibnu Ghiats berkata : "Saya mendengar Ja'far
Asshadiq b. Muhammad Al-Bagir berkata:
"Tiadalah aku mengharap syafa'at
dari Ali melainkan aku mengharap
syafa'at serupa pula dari Abu
Bakar”. Salim b. Abi Hafshah berkata : Saya mendatangi Ja’far b. Muhammad,
menjenguk beliau ketika sedang sakit,
Ja’far berkata : "Ya Allah sesungguhnya
aku mencintai Abu Bakar dan Umar
serta mengakui rnereka sebagai pemimpin.
Ya Allah, jika sekiranya di dalam hatiku ada perasaan selain demikian, maka semoga aku tidak mendapat syafa'at Nabi
Muhammad SAW". Salim ini
adalah seorang yang dapat dipercaya
(thigah), hanya saja dia seorang Syi'ah yang ekstrim
membenci kedua sesepuh (Assyaikhain) Abu Bukar dan Uma,'". (Penulis buku ini
Habib Alwi b. Thahir Al-Haddad memberi komentar sebagai berikut : Keterangan terakhir yang
menyatakan bahwa pembawa riwayat ini adalah seorang Syi'ah yang ekstrim
malah dapat menjadi bukti yang kuat
atas kebenaran riwayat ini, karena dia meriwayatkan
sesuatu yang dapat menjadi alasan yang kuat bagi mereka yang bertentangan
dengan dia, lagi pula dia meriwayatkannya dari Imam Ja’far Asshadiq yang diakui sebagai salah seorang imamnya.
Demikian Habib Alwi b. Thahir Al-Haddad. 1
Abbas Al-Hamdzani meriwayatkan katanya : "Ketika kami akan pergi meninggalkan
kota Madinah, Imam Ja’far Asshadiq b. Muhammad
Al-Bagir datang kepada kami
dan berkata "Kalian Insya Allah
tergolong orang-orang terbaik di negeri
kalian, maka hendaklah kalian sampaikan kepada penduduk negerimu dari
aku (Ja’far Asshadiq) hal-hal sebagai berikut : Barang siapa beranggapan aku ini sebagai imam yang wajib ditaati,
maka aku berlepas diri dari orang itu dan
barang siapa beranggapan aku berlepas
diri dari Abu Bakar dan Umar dan tidak mengakui rnereka sehagai
khalifah yang sah, maka aku berlepas
diri dari padanya".
Dalam kitab Masyra' Arrawiy) diriwayatkan : "Ada orang bertanya
kepada Ja’far Asshadiq (katanya) ada
segolongan orang beranggapan orang yang
mengucapkan talak (cerai) tiga
sekaligus tanpa pengetahuan, maka
talak itu dikembalikan kepada sunnah
menjadi satu talak dan mereka
rneriwayatkan dari anda ". Imam Ja’far Asshadiq menjawab:
"Semoga Allah melindungi kami (dari hal itu), Kami tidak pernah berkata demikian. Barang siapa rnengucapkan talak
tiga (sekaligus), maka berlakulah apa
yang diucapkannya”.
Muhammad b. Manshur berkata : "Saya bertanya
kepada Ahmad bin Isa bin Zaid,
tentang seseorang yang mengucapkan talak tiga terhadap istrinya. Ahmad
bin Isa menjawab : "Berlakulah talak itu dan bercerailah dia dari istrinya. Kita tidak berpendirian seperti golongan Rafidhah ".
Mengapa soal
Agidah ini diuraikan secara panjang lebar?
Perlu kami kemukakan di sini, bahwa yang menjadi sebab mengapa kami berbuat
demikian (menulis tentang agidah para Sadah Al-Alawiyin), ialah bahwa pada
zaman ini, zaman yang penuh dengan
hal-hal aneh dan ganjil - ada tokoh
tertentu yang bertindak melakukan pembelaan terhadap golongan Imamiyah
dan Madzhabnya serta menyanggah golongan Ahlussunah
Wal Jama'ah, demi untuk membela Madzhab mereka, bahkan juga telah menyanggah golongan Syi'ah Zaidiyah,
karena perselisihan yang terjadi sejak dahulu di antara kedua golongan
Syi'ah tersebut. Menurut golongan Imamiyah -
atau sebagian mereka golongan Zaidiyah ini adalah golongan yang wajib lebih
dahulu diperangi sebelum orang-orang kafir, sesuai penafsiran bagi ayat ini :
"Hai
orang-orang yang beriman perangilah orang-orang kafir di sekitarmu dan hendaknya mereka mendapatkan kekerasan dari
padamu ".
Maka demi memenuhi perintah untuk bertindak keras, mereka telah membunuh
anak-anak dan orang-orang yang tidak
terlibat langsung dalam peperangan, persis yang
pernah dilakukan oleh golongan Khawarij.
Itulah salah satu sebab yang menimbulkan bencana dan
pemberontakan secara beruntun dan
terus menerus di negeri Yaman - karena
adanya golongan Imamiyah di Harran,
di Najran dan di Aden, disamping beberapa tempat yang lain.
Oleh karena itu, maka tokoh pembela golongan Imamiyah
ini telah secara suka rela melakukan
tindakannya itu dalam membela mereka dari golongan Zaidiyah disamping golongan Asy'ariyah, bahkan dia telah
melakukan tindakan yang tidak patut dilakukannya, yaitu menjauhkan para pendahulunya
(Salaf) dari Aqidah dan Tharigah yang
benar, dengan mengatakan mereka sejak semula adalah penganut Madzhab Imamiyah alias "Rafidhah".
Golongan Imamiyah ini adalah golongan yang berpendirian bahwa sebagian besar sahabat Nabi SAW, - kecuali beberapa saja -- telah menjadi fasiq bahkan telah menjadi
kafir, serta menganggap bahwa sebagian Ahlul Bait telah menjadi fasiq dan kafir.
Dengan demikian mereka telah menolak riwayat yang tegas lagi benar dan telah
diriwayatkan oleh sebagian besar ahli-ahli sejarah bahwa mereka bukanlah
penganut Madzhab Imamiyah, dia menyanggah anggapan yang tidak dapat diterima
ini dengan angan-angan yang bertolak
belakang dengan kenyataan, serta dengan rekaan yang tidak benar lagi tidak
terpuji, dan usaha coba-coba yang dinilai dengan pikiran yang sehat, bukti dan fakta yang kuat, tidaklah digolongkan sebagai kebenaran.
Rupanya orang ini telah tertipu oleh propaganda golongan Imamiyah yang ekstrim
tanpa meneliti fakta yang tersembunyi
dibalik permukaan dan tanpa pendalaman
dengan akal sehat secara semestinya.
Golongan Imamiyah termasuk diantara golongan umat ini yang telah terpecah-pecah
dan tercabik-cabik, sehingga ada yang menyatakan bahwa pecahan-pecahan itu telah
mencapai lebih dari tujuh puluh golongan. Ditengah-tengah golongan ini telah timbul berbagai faham yang tidak pernah terdengar kekejian semacam itu pada golongan-golongan lain, seperti menitisnya
Roh Allah pada sebagian makhluk (hulul), faham reinkarnasi (tanasukh Al-Arwah), adanya
faham Raj'ah (kebangkitan kembali orang yang telah mati sebelum kiamat),
menafsirkan arti syari'at yang tegas dengan tafsiran-tafsiran yang
membatalkannya. Mereka balik perintah agama
dengan meninggalkan perintah itu dan
menjalankan larangan-larangan-Nya. Menganggap semua benda yang berbentuk
sebagai bernyawa. Mena'wilkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan penafsiran yang
tidak berdasar, memberikan pangkat ketuhanan pada sebagian Imam-Imam mereka. Tidak berlakunya sebagian
kewajiban agama atas mereka. Batalnya
hukum-hukum dan amalan. Di tengah mereka telah muncul golongan golongan Majusi yang berkedok Islam dan menyembunyikan kekafirannya dan para Dajjal yang menipu atas nama agama DI tengah mereka telah muncul pula golongan yang
berfaham Wahdatul Wujud (Pantheisme). Mereka mengakui reinkarnasi dengan
berbagai tingkatannya seperti yang diyakini oleh sebagian faham Majusi.2
Golongan Imamiyah telah menyatakan faham-faham yang aneh sejak zaman Imam Ja’far Asshadiq, bahkan sejak sebelum
itu (Imam Asshadiq selalu menyatakan berlepas diri
dari mereka yang mengingkari hubungan
mereka dengan beliau). Mereka juga berpendirian mena'wilkan sahnya
kedudukan Imam tanpa dibai'at, tanpa pembela, tanpa
didukung, tanpa menyatakan diri sebagai pemimpin, tanpa menunjukkan amal yang bisa menjadi contoh tauladan, atau
ilmu yang tersebar luas untuk memberi petunjuk
dan pelajaran, tanpa menjalankan hukum agama atau melaksanakannya, tanpa memiliki
kekuasaan atau kekuatan. Lalu mereka beranggapan bahwa kedudukan Imam ini menyerupai makam (pangkat) wali Quthb, yang
diakui oleh golongan Alawiyin. Seolah orang
ini tidak tahu bahwa makam Quthbaniyah adalah salah satu tingkat dan pangkat dalam
faham Tasawuf, sedang golongan Alawiyin baru mengikuti faham Tasawuf pada abad ke VII Hijriyah,
setelah aliran ini tersebar luas di
seluruh dunia Islam.
Kendati demikian, kami tidak berputus asa dan tetap berharap semoga Allah memberi petunjuk kepada orang yang
kami sebutkan itu kembali menempuh jalan yang benar
serta lebih layak baginya, dengan anugrah dan rahmat dari Allah.
Walau demikian, namun bukanlah merupakan tindakan yang benar dan
perilaku yang terpuji apabila seseorang mengikuti suatu faham, atau melakukan
tindakan yang salah dalam cara berfikir lalu
dia menganggap orang lain yang sebenarnya
tidak berfaham demikian - sebagai telah mengikuti faham itu. Tuduhan
demikian ini bahkan telah dilancarkan terhadap orang - orang yang telah
menghadap Tuhannya (wafat) serta akan
memikul beban tanggung jawab amal perbuatan yang pernah dilakukan, sedang sejarah telah mencatat perilaku mereka,
menerangkan hakekat aqidah dan keyakinan mereka,
sehingga tidak sepantasnyalah menuduh para salaf itu dengan hal-hal yang sesungguhnya
Allah telah mensucikan mereka daripadanya, atau menghubungkan faham-faham yang menyimpang ini kepada mereka.
NB : AGAR KITA
DAPAT TERHINDAR DARI FAHAM FAHAM YANG SEPERTI DISEBUTKAN DIATAS, MAKA
SEBAGAI PENANGKALNYA BACALAH RATIB AL-HADDAD
MOHON AGAR DIPERBANYAK DAN DISEBARLUASKAN
1 Ibu Imam
Ja'far Asshadiq adalah Ummu Farwah putri Qasim b. Muhammad b. Abu Bakar Asshadiq, sedang Ibu Ummu Arwah
adalah Asma' Ja'far Asshadiq adalah cucu Khalifah Abu Bakar
melalui kedua orang putranya, Muhammad dan Abdul Rahman.
2 Untuk
menunjukkan betapa besar dan dalam pengaruh tradisi, kebudayaan dan
nasionalisme Iran pada Madzhab Syi'ah Imamiyah Itsna 'Asyariyah ini, adalah apa yang
ditulis oleh Hamid Enayat dalam bukunya :
"Reaksi Politik Sunni dan Syi’ah. Pemikiran Politik Islam Modern Menghadapi Abad ke-20".Penerbit Pustaka Bandung 1408-1988 P.281, sebagai berikut :
"Drama tersebut (terbunuhnya Imam Husain)
juga bisa memperoleh arti penting lain dalam konteks khusus budaya Iran, bukan karena adanya warna-warna nasionalistik
anti Arab, atau anti Turki dalam versi-versi
populernya, tetapi juga karena peleburannya dalam budaya rakyat dengan mitos
Darah Siavush dari masa pra-Islam,
seperti tercatat dalarn karya
Firdausi, Shahnameh, Himne-himne keagamaan kaum Alawi, Ahli Haqq menggambarkan
bagaimana Roh Luhur Manusia Sempurna menitis dari Habil, melalui Jamsyid, Iraj
dan Siavush kepada Husain. Meskipun mengandung ciri-ciri yang sama sekali berbeda, mitos Siavush didasarkan kepada gagasan identik mengenai
"tertumpahnya darah manusia tidak berdosa
yang menangis abadi meminta balasan".
Tetapi, sementara legenda Husain melahirkan
aspirasi keadilan yang pada intinya bersifat politis, maka legenda
Siavush mengilhamkan keyakinan akan adanya pembalasan
dendam universal yang menjamin
keadilan bagi jiwa jiwa tertindas."
===========0o0===========
MOHON AGAR DIPERBANYAK DAN DISEBARLUASKAN
N A Q O B A T U L A S Y R O
F A L - K U B R O
|
0 Response to "AQIDAH DAN THARIQAH AL ALAWIYYIN OLEH ALLAMAH SAYID ALWI B. THAHIR AL-HADDAD "
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip