ULAMA WAHABI SALAFY : IBNU TAIMIYAH, BIN BAZ, ALBANI & UTSAIMIN, SALING MEMBID’AHKAN
ULAMA WAHABI SALAFY : IBNU TAIMIYAH, BIN BAZ, ALBANI & UTSAIMIN, SALING MEMBID’AHKAN
1
ULAMA WAHABI SALAFY : IBNU TAIMIYAH, BIN BAZ, ALBANI & UTSAIMIN, SALING MEMBID’AHKAN
ULAMA WAHABI SALAFY : IBNU TAIMIYAH, BIN BAZ, ALBANI & UTSAIMIN, SALING MEMBID’AHKAN
Abdkadir Alhamid
1
ULAMA WAHABI SALAFY : IBNU TAIMIYAH, BIN BAZ, ALBANI & UTSAIMIN, SALING MEMBID’AHKAN
Entah sudah berapa ulama dari golongan Salafy yang akan masuk ke neraka
karena telah berbuat bid’ah & dihukumkan bid’ah (kesesatan yang
berujung pada neraka) oleh Ulama Salafy Sendiri
Gampang &
entengnya memvonis bid’ah (sesat & pelakunya masuk neraka), syirik,
khurafat bahkan kafir kepada saudara muslim, atau bahkan para ‘alim
ulama, yang kemudian di ikuti (baca : taqlid buta) oleh para jamaahnya
tanpa memeriksa dengan seksama, menasehati dengan baik atau bahkan
menganggap buta mata hati saudara muslimnya, hingga akhirnya Allah
membalas mereka yang telah berbuat zhalim, tuduhan fitnah yang keji
& kejam, tak hanya kepada sesama jamaahnya akan tetapi telah sampai
tahap antar ulama mereka sendiri. Inilah akibat memisahkan diri dari
jamaah mazhab, ahlusssunnah wal jama’ah. berikut perbedaan fatwa dan
pendapat mereka yang telah menjurus kepada pembid’ahan. Lihatlah ulama –
ulama yang di nilai akan masuk neraka karena telah berbuat sesat
(bid’ah) oleh ulam Salafy sendiri karena fatwa – fatwanya.
1. UTSAIMIN DINILAI BID’AH (SESAT) OLEH ALBANI KARENA MENSUNNAHKAN AZAN JUM’AT 2 KALI
al-Albani dalam kitabnya al-Ajwibah al-Nafi’ah, menilai azan sayyidina
Utsman ini sebagai bid’ah yang tidak boleh dilakukan.Tentu saja,
pendapat aneh al-Albani yang kontroversial ini mendapatkan serangan
tajam dari kalangan ulama termasuk dari sesama Wahhabi. Dengan
pandangannya ini, berarti al-Albani menganggap seluruh sahabat dan ulama
salaf yang saleh yang telah menyetujui azan sayidina Utsman sebagai
ahli bid’ah. Bahkan Ulama Wahhabi yaitu al-’Utsaimin sendiri, sangat
marah al-Albani, sehingga dalam salah satu kitabnya menyinggung
al-Albani dengan sangat keras dan menilainya tidak memiliki pengetahuan
agama sama sekali:
“ثم يأتي رجل في هذا العصر، ليس عنده من العلم
شيء، ويقول: أذان الجمعة الأول بدعة، لأنه ليس معروفاً على عهد الرسول صلي
الله عليه وسلم، ويجب أن نقتصر على الأذان الثاني فقط ! فنقول له: إن سنة
عثمان رضي الله عنه سنة متبعة إذا لم تخالف سنة رسول الله صلي الله عليه
وسلم، ولم يقم أحد من الصحابة الذين هم أعلم منك وأغير على دين الله
بمعارضته، وهو من الخلفاء الراشدين المهديين، الذين أمر رسول الله صلي الله
عليه وسلم باتباعهم.”
“ada seorang laki-laki dewasa ini yang
tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali mengatakan, bahwa azan
Jum'at yang pertama adalah bid’ah, kerana tidak dikenal pada masa Rasul ,
dan kita harus membatasi pada azan kedua saja! Kita katakan pada
laki-laki tersebut: sesungguhnya sunahnya Utsman R.A adalah sunah yang
harus diikuti apabila tidak menyalahi sunah Rasul SAW dan tidak di
tentang oleh seorangpun dari kalangan sahabat yang lebih mengetahui dan
lebih ghirah terhadap agama Allah dari pada kamu (al-Albani). Beliau
(Utsman R.A) termasuk Khulafaur Rasyidin yang memperoleh pentunjuk, dan
diperintahkan oleh Rasullah SAW untuk diikuti”. Lihat: al-‘Utsaimin,
Syarh al-’Aqidah al- Wasîthiyyah (Riyadl: Dar al-Tsurayya, 2003) hal
638.
2. BIN BAZ DI NILAI BID’AH (SESAT) OLEH UTSAIMIN KARENA MEMBOLEHKAN BERDOA MENGHADAP KUBUR NABI SAW
Para ulama Wahabi Salafy khususnya Utsaimin dalam salah satu kitabnya
melarang berdoa menghadap kubur Nabi SAW, akan tetapi hal ini ditolak
oleh Bin Baz.
Dalam salah satu fatwa Bin Baz dikutip
Pertanyaan no.624: ”Apakah dilarang ketika berdoa untuk mayit dengan menghadap ke kuburannya?”
Jawaban:”
Tidak dilarang !! Bahkan mendoakan mayit dengan menghadap kiblat atau
menghadap kuburnya itu terserah. Karena Nabi Muhammad saw pernah pada
suatu hari setelah prosesi pemakaman beliau berdiri diatas kuburnya dan
bersabda: “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian ini, dan
mintakanlah ketetapan imannya, karena dia sekarang sedang di tanyai
(oleh malaikat-pen). Dalam kejadian ini Nabi saw tidak mengatakan:
“Menghadaplah kalian ke arah kiblat…..!! (kemudian berdoa-pen). Oleh
sebab itu, maka semuanya boleh, entah itu menghadap kiblat atau
menghadap kuburan. Dan para sahabatpun telah berdoa untuk mayit dengan
berkumpul disekitar kuburannya.
3. UTSAIMIN, BIN BAZ & IBNU TAIMIYAH DI NILAI BID’AH (SESAT) OLEH ALBANI KARENA MENSUNNAHKAN TARAWIH 20 RAKAAT
ALBANI & hampir seluruh jamaah Wahabi – Salafy membid’ahkan perkara
sholat tarawih 20 rokaat, sunnahnya 11 rakaat, tapi anggapan bid’ah ini
di tepis oleh sesama ulama Salafy sendiri
Berikut ini adalah penjelasan Syaikh Ibnu Baz tentang masalah ini:
ومن الأمور التي قد يخفى حكمها على بعض الناس: ظن بعضهم أن التراويح لا يجوز نقصها عن عشرين ركعة،
“Di antara hal yang hukumnya tidak diketahui oleh sebagian orang adalah
anggapan sebagian orang bahwa shalat tarawih itu tidak boleh kurang
dari 20 rakaat
.وظن بعضهم أنه لا يجوز أن يزاد فيها على إحدى عشرة ركعة أو ثلاث عشرة ركعة، وهذا كله ظن في غير محله بل هو خطأ مخالف للأدلة.
Demikian pula anggapan sebagian orang bahwa shalat tarawih itu tidak
boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Kedua anggapan ini adalah anggapan
yang tidak pada tempatnya bahkan keduanya adalah anggapan yang
menyelisihi banyak dalil.
وقد دلت الأحاديث الصحيحة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم على أن صلاة الليل موسع فيها ، فليس فيها حد محدود لا تجوز مخالفته،
Terdapat banyak hadits yang sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang menunjukkan bahwa bilangan rakaat shalat malam itu
longgar, tidak ada batasan baku yang tidak boleh dilanggar.
بل
ثبت عنه صلى الله عليه وسلم أنه كان يصلي من الليل إحدى عشرة ركعة، وربما
صلى ثلاث عشرة ركعة، وربما صلى أقل من ذلك في رمضان وفي غيره.
Bahkan terdapat riwayat yang sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa beliau shalat malam sebanyak 11 rakaat dan terkadang 13
rakaat. Terkadang pula beliau shalat malam kurang dari 11 rakaat ketika
Ramadhan atau pun di luar Ramadhan.
ولما سئل صلى الله عليه وسلم
عن صلاة الليل قال: مثنى مثنى ، فإذا خشي أحدكم الصبح صلى ركعة واحدة توتر
له ما قد صلى . متفق على صحته .
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam ditanya tentang shalat malam, beliau mengatakan, “Shalat
malam itu dua rakaat salam, dua rakaat salam. Jika kalian khawatir waktu
subuh tiba maka hendaknya dia shalat sebanyak satu rakaat sebagai witir
untuk shalat malam yang telah dia kerjakan” (HR Bukhari dan Muslim)..
ولم يحدد ركعات معينة لا في رمضان ولا في غيره،
Jadi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menentukan jumlah rakaat
tertentu untuk shalat malam di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.
ولهذا صلى الصحابة رضي الله عنهم في عهد عمر رضي الله عنه في بعض الأحيان ثلاثا وعشرين ركعة، وفي بعضها إحدى عشرة ركعة،
Oleh karena itu para sahabat di masa Umar terkadang shalat tarawih sebanyak 23, rakaat dan terkadang sebanyak 11 rakaat.
كل ذلك ثبت عن عمر رضي الله عنه وعن الصحابة في عهده.
Kedua riwayat tersebut adalah riwayat yang shahih dari Umar ra dan para sahabat di masa Umar ra.
وكان بعض السلف يصلي في رمضان ستا وثلاثين ركعة ويوتر بثلاث،
Sebagian salaf ketika bulan Ramadhan shalat tarawih sebanyak 36 rakaat terus ditambah witir 3 rakaat.
وبعضهم يصلي إحدى وأربعين،
Sebagian salaf yang lain shalat tarawih sebanyak 41 rakaat.
ذكر ذلك عنهم شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله وغيره من أهل العلم،
Kedua riwayat di atas disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan para ulama selainnya.
كما ذكر رحمة الله عليه أن الأمر في ذلك واسع، وذكر أيضا أن الأفضل لمن
أطال القراءة والركوع والسجود أن يقلل العدد، ومن خفف القراءة والركوع
والسجود زاد في العدد، هذا معنى كلامه رحمه الله.
Ibnu Taimiyyah
juga menyebutkan bahwa permasalahan bilangan shalat malam adalah
permasalahan yang ada kelonggaran di dalamnya. Ibnu Taimiyyah juga
menyebutkan bahwa yang paling afdhol bagi orang yang mampu untuk
berdiri, ruku dan sujud dalam waktu yang lama adalah mempersedikit
jumlah rakaat yang dia lakukan. Sedangkan orang yang berdiri, ruku dan
sujudnya tidak lama hendaknya memperbanyak jumlah rakaat yang
dikerjakan. Inilah inti dari perkataan Ibnu Taimiyyah dalam masalah ini.
Utsaimin
Utsaimin juga mensunnahkan akan tarawih brjumlah lebih dari 20 rakaat.
Tanya : Jika ada seorang shalat tarawih di belakang imam yang melebihi
11 rakaat, haruskah ia mengikuti shalatnya imam ataukah ia berpaling
dari imam setelah ia menyempurnakan 11 rakaat di belakangnya ??
Jawab : Sunnahnya dia tetap mengikuti imam walaupun lebih dari 11
rakaat. Karena jika dia berpaling sebelum selesainya imam dari
shalatnya, dia tak mendapatkan pahala qiyamul lailnya. Dan Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang
shalat bersama imam sampai imam itu selesai dari shalatnya maka ditulis
untuknya pahala shalat lailnya” (HR. Abu Dawud No. 1375, Tirmidzi No.
706)
4. UTSAIMIN & IBNU TAIMIYAH DINILAI BID’AH (SESAT)
OLEH ULAMA SALAFY KARENA MENGATAKAN MENGIRIM DOA & PAHALA BACAAN
QUR’AN UNTUK MAYIT SAMPAI
Dalam banyak artikel di web &
buku – buku Salafy, terlihat bahwa tidak sampainya pengiriman bacaan
Qur’an & doa kepada mayyit, tetapi hal ini disangkal oleh Ibnu
Taimiyah & Utsaimin, berikut pernyataan Utsaimin.
وأما
القراءة للميت بمعنى أن الإنسان يقرأ و ينوي أن يكون ثوابها للميت، فقد
اختلف العلماء رحمهم الله هل ينتفع بذلك أو لا ينتفع؟ على قولين مشهورين
الصحيح أنه ينتفع، ولكن الدعاء له أفضل
“Pembacaan al-Qur’an
untuk orang mati dengan pengertian bahwa manusia membaca al-Qur’an serta
meniatkan untuk menjadikan pahalanya bagi orang mati, maka sungguh
ulama telah berselisih pendapat mengenai apakah yang demikian itu
bermanfaat ataukah tidak ? atas hal ini terdapat dua qaul yang sama-sama
masyhur dimana yang shahih adalah bahwa membaca al-Qur’an untuk orang
mati memberikan manfaat, akan tetapi do’a adalah yang lebih utama
(afdlal).”Sumber : Majmu Fatawa wa Rasaail [17/220-221] karya Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin [w. 1421 H]Perhatikan, Ibn Taimiyah dalam
kumpulan fatwa-fatwanya ngomong begini: ”Bacaan al-Qur’an yang akan
sampai (bermanfaat bagi mayit) adalah yang dibacakan ikhlas karena
Allah”. (Lihat Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, j. 24, h. 300)Pada halaman
yang sama dia juga ngomong begini: ”Barangsiapa membaca al-Qur’an ikhlas
karena Allah lalu ia hadiahkan pahalanya untuk mayit maka hal itu dapat
memberikan manfaat baginya”. (Lihat Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, j. 24,
h. 300).
Pada halaman lainnya dia ngomong lagi: “Akan sampai
kepada mayit bacaan (al-Qur’an) dari keluarganya, bacaan tasbih mereka,
bacaan takbir mereka, dan seluruh bacaan dzikir mereka jika memang
mereka menghadiahkan pahala bacaan tersebut bagi mayit itu. Itu semua
akan sampai kepadanya”. (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, j. 24, h. 324).
Di halaman lainnya dia berfatwa begini: “Allah tidak menyatakan bahwa
seseorang tidak dapat mengambil manfaat kecuali dengan jalan usahanya
sendiri. Tetapi yang difirmankan oleh-Nya adalah:
Yang dimaksud ayat adalah bahwa seseorang tidak dapat MEMILIKI sesuatu
apapun dari suatu kebaikan kecuali hasil usahanya sendiri, adapun yang
bukan dari usahanya sendiri maka ia TIDAK DAPAT MILIKI-nya. Maka hasil
usaha orang lain adalah MILIK orang itu sendiri, bukan milik siapapun.
Perumpamaannya pada harta; seseorang hanya dapat MEMILIKI hartanya
sendiri, dan ia dapat mengambil manfaat dari harta yang ia MILIKI
tersebut, harta tersebut bukan MILIK orang lain, harta dia MILIK dia,
harta orang lain MILIK orang lain. Akan tetapi bila seseorang berderma
bagi orang lain dengan hartanya tersebut maka tentunya hal itu
dibolehkan (dan memberikan manfaat bagi orang lain tersebut). Demikian
pula bila seseorang berderma bagi orang lain dengan usahanya maka tentu
itu juga memberikan manfaat bagi orang lain tersebut; sebagaimana
seseorang akan memberikan manfaat bagi orang lain dengan jalan doa
baginya, dan atau dengan jalan bersedekah baginya. Orang yang dituju
(dengan doa atau sedekah) tersebut akan mengambil manfaat, dan akan
sampai kepadanya segala kebaikan dari setiap orang muslim; baik
orang-orang dari kerabatnya atau lainnya (jika memang
ditujukan/dihadiahkan/didermakan
baginya), sebagaimana seseorang (mayit) mengambil manfaat dari
pekerjaan shalat dari orang-orang yang menshalatkannya, dan atau dari
doa mereka baginya di sisi kuburnya”. (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, j.
24, h. 367)
Dan pada akhirnya Ibnu Taimiyah menolak anggapan
bid’ah & tidak sampainya bacaan Qur’an kepada Mayyit, dan menyerang
balik mereka, seperti berikut:
“Para imam telah sepakat bahwa
mayit bisa mendapat manfaat dari hadiah orang lain. Ini termasuk hal
yang pasti diketahui dalam agama Islam, dan telah ditunjukkan dengan
dalil kitab, sunnah, dan ijma’ (konsensus) ulama’. Barang siapa
menentang hal tersebut, maka dia termasuk ahli bid’ah”
5. IBNU TAIMIYAH DI NILAI MELAKUKAN BID’AH (SESAT) OLEH ALBANI, UTSAIMIN, BIN BAZ, DLL KARENA MENGANJURKAN MAULID NABI SAW
Bin Baz, Albani, Utsaimin dan hampir mayoritas ulama akhir dari
golongan Wahabi – Salafy menyatakan bid’ahnya Maulid Nabi Saw, tetapi
hal ini justru dibantah oleh Ibnu Taimiyah, seperti berikut ini
Ibnu Taymiyah berkata :
فتعظيم المولد واتخاذه موسمًا قد يفعله بعض الناس، ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده، وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه واله وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, itu
dikerjakan oleh sebagian manusia, dan mereka mendapat pahala yang besar
karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah SAW”. [Lihat
kitab Iqtidha' Shirathil Mustaqim : 297].
Ibnu Taymiyah juga berkata :
فتعظيم المولد واتخاذه موسماً قد يفعله بعض الناس ويكون لهم فيه أجر عظيم لحسن قصدهم وتعظيمهم لرسول الله صلى الله عليه وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, itu
dikerjakan oleh sebagian manusia, dan mereka mendapat pahala yang besar
karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah SAW”. [Lihat
kitab Majmu' Fatawa 23: 134].
6. BIN BAZ & ALBANI DI NILAI
BID’AH (SESAT) OLEH UTSAIMIN & IBNU TAIMIYAH, KARENA MEMBOLEHKAN
BERDOA SETELAH SHOLAT FARDHU
Pendapat Albani
Albani menghasankan hadits berdoa setelah sholat fardhu
أيُّ الدُّعاء أسمعُ؟ قال صلّى الله عليه وسلّم: «جوف الليل، وأدبار الصلوات المكتوبة»
“Doa manakah yang paling didengar? Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Doa pada sepertiga malam
terakhir, dan setelah shalat wajib.” (HR. At Tirmidzi, No. 3499. Syaikh
Al Albani menghasankan hadts ini, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi, No.
3499)
Pendapat Bin Baz
Dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Baz
11/168, Syaikh Ibnu Baz menjelaskan bahwa berdo’a tanpa mengangkat
tangan dan tidak bareng-bareng (jama’i), maka tidaklah mengapa. Hal ini
dibolehkan karena terdapat dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berdo’a sebelum atau sesudah salam. Begitu juga untuk shalat
sunnah boleh berdo’a setelahnya karena tidak ada dalil yang menunjukkan
larangan hal ini walaupun dengan mengangkat tangan karena mengangkat
tangan adalah salah satu sebab terkabulnya do’a. Mengangkat tangan tidak
dilakukan selamanya, namun dilakukan hanya dalam beberapa keadaan saja
karena tidak diketahui dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau selalu mengangkat tangan dalam setiap nafilah dan setiap perkara
kebaikan.
Bantahan Utsaimin & Ibnu Taimiyah
Do’a setelah salam tidak termasuk petunjuk (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (bid’ah). Karena Allah Ta’ala berfirman,
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), berdzikirlah pada Allah.” (QS. An Nisa’ [4] : 103)
Bagi mereka yang disyariatkan setelah shalat adalah membaca
dzikir-dzikir ma’tsur, bukan berdoa. Inilah pendapat Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Imam Asy Syathibi, Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin, dan lainnya.
7. IBNU TAIMIYAH DI NILAI BID’AH
(SESAT) OLEH ALBANI, UTSAIMIN, BIN BAZ, DLL KARENA TELAH MEMBAGI MAKNA
BID’AH MENJADI DUA BID’AH HASANAH/ MAHMUDAH DAN BID’AH SAYYI’AH/MAZMUMAH
Dalam kitabnya Al Ibda’ Fi Kamali As Syar’i Wa Khothoril Ibtida’ Syeh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin berkata :
قوله (كل بدعة ضلالة) كلية, عامة, شاملة, مسورة بأقوى أدوات الشمول
والعموم (كل), افبعد هذه الكلية يصح ان نقسم البدعة الى اقسام ثلاثة, أو
الى خمسة ؟ ابدا هذا لايصح.
Hadits “KULLU BID’ATIN DHOLALATUN”
(semua bid’ah adalah sesat), bersifat general, umum, menyeluruh (tanpa
terkecuali) dan dipagari dengan kata yang menunjuk pada arti umum yang
paling kuat yaitu kata-kata seluruh (Kullu). Apakah setelah ketetapan
menyeluruh ini kita dibenarkan membagi bid’ah menjadi tiga bagian, atau
menjadi lima bagian ? selamanya pembagian ini tidak akan pernah sah.
(Syeh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin, al Ibda’ fi Kamalis Syar’iy wa
Khothoril Ibtida’ , hal; 13)
Hal ini justru bertolak belakang dengan pendapat Ibnu Taimiyah didalam Majmu’ Fatawa :
“DARI SINI DAPAT DIKETAHUI KESESATAN ORANG-ORANG YANG MEMBUAT CARA ATAU
KEYAKINAN BARU, DAN MEREKA BERASUMSI BAHWA KEIMANAN TIDAK AKAN SEMPURNA
TANPA JALAN ATAU KEYAKINAN TERSEBUT PADAHAL MEREKA TAHU BAHWA
RASULULLAH TIDAK MENYEBUTKAN NYA, DAN APASAJA YANG MENYALAHI NASH ITU
DINAMAKAN DENGAN BIDAH BERDASARKAN KESEPAKATAN KAUM MUSLIMIN, SEDANGKAN
SESUATU / PANDANGAN YANG TIADA MENYALAHI NASH TERKADANG TIDAK DINAMAKAN
BIDA’H, BERKATALAH IMAM SYAFII’ RAHIMAHULLAH “BIDAH TERBAGI DUA YANG
PERTAMA BIDAH YANG MENYALAHI ALQURAN, SUNNAH, IJMA’ DAN ATSAR SEBAGIAN
SAHABAT RASULULLAH SAW MAKA INI DISEBUT SEBAGAI BIDAH DHALALAH, KEDUA
BIDAH YANG TIADA MENYALAHI HAL TERSEBUT DIATAS MAKA INI KADANG – KADANG
DISEBUT SEBAGAI BIDAH HASANAH BERDASARKAN PERKATAAN UMAR ‘ INILAH
SEBAIK2 BIDAH’ PERNYATAAN IMAM SYAFII’ INI ATAU SEUMPAMANYA TELAH
DIRIWAYATKAN OLEH ALBAIHAQI DENGAN SANAD YANG SAHIH DI DALAM KITAB
MADKHAL” ( MAJMU’ FATAWA JUZU’ 20 HAL 163)
Dan akhirnya
Utsaimin membagi bid’ah menjadi dua bagian pula, tetapi sayangnya
Utsaimin tidak mengikuti pendapat ulama Salaf, Utsaimin membagi bid’ah
menjadi dua bagian, yaitu bid’ah dunia dan bid’ah akhirat.
8. BIN BAZ DI NILAI BID’AH (SESAT) OLEH ALBANI & ULAMA SALAFY LAIN KARENA MEMBOLEHKAN ADANYA MIHRAB DI MASJID
Fatwa ini terdapat di Fatawa Lajnah Daimah 6/252-253 terbitan Dar Balansiah, Riyadh KSA cetakan ketiga 1421 H.
المحاريب في المساجد السؤال الأول من الفتوى رقم ( 5614 ) س: المحراب في المسجد هل كان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟
Mihrab di Dalam Masjid Pertanyaan pertama dalam fatwa no 5614 Tanya, “Tentang mihrab di dalam masjid apakah itu ada di masa Rasulullah?”
ج: لم يزل المسلمون يعملون المحاريب في المساجد في القرون المفضلة وما
بعدها؛ لما في ذلك من المصلحة العامة للمسلمين، ومن ذلك بيان القبلة وإيضاح
أن المكان مسجد. (الجزء رقم : 6، الصفحة رقم: 253)
Lajnah
Daimah mengatakan, “Kaum muslimin senantiasa membuat mihrab di dalam
masjid sejak tiga masa emas (baca: shahabat, tabiin dan tabi’ tabiin)
dan masa-masa sesudahnya dikarenakan adanya manfaat besar bagi kaum
muslimin dengan adanya mihrab. Di antara manfaat tersebut adalah menjadi
alat bantu untuk mengetahui kiblat dan alat penjelas bahwa tempat
tersebut adalah masjid”
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم. اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء عضو … نائب رئيس اللجنة … الرئيس عبد الله بن غديان … عبد الرزاق عفيفي … عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Fatwa ini ditandatangani oleh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz sebagai
ketua Lajnah Daimah, Abdurrazzaq Afifi sebagai wakil ketua dan Abdullah
bin Ghadayan sebagai anggota.
Di bantah & di Nilai bid’ah oleh Albani
Albani :
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa mihrab dalam masjid adalah
bid’ah. Dan tidak dibenarkan membuatnya dengan maksud untuk kemaslahatan
selama hal-hal yang disyariatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam selainnya dapat menggantikan maksud itu dengan mudah dan jauh
dari sifat menghias-hiasi masjid. (Silsilah Al Ahadits Adh Dhaifah wal
Maudhu’ah 1/639-697 hadits nomor 448-449)
Adapun mihrab di
masjid-masjid, secara nyata termasuk perbuatan bid’ah, sebab kami tidak
menemukan riwayatyang menunjukkan, bahwa mihrab ada pada masa Nabi saw,
bahkan telah diriwayatkan dari Nabi saw :”Jauhilah oleh kalian tempat
penyembelihan ini, yaitu mihrab.” Dikeluarkan oleh Baihaqi (2/439)
dengan sanad hasan. (ats-Tsamaru al-Mustathab 1/472)
Syaikh Abu Bakar Ath Thurtusi
Di dalam kitabnya Al Hawadits wal Bida’ dengan ta’liq dan tahqiq dari
Syaikh Ali Hasan halaman 103 beliau mengatakan : “Dan termasuk
bid’ah-bid’ah yang terjadi di dalam masjid adalah adanya mihrab-mihrab. ”
Asy-Syaikh Abdullah Mar’i (murid Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin)
Soal 3: Apa hokum mihrob di masjid-masjid ? Bagaimana pula dengan
kubbah-kubbah masjid ? Apakah mihrom masih termasuk bagian dari masjid?
Jawab: Yang benar dalam masalah ini, mihrob termasuk perkara bid’ah. Demikian pula dengan kubah-kubah masjid.
Abdul Hakim Bin Amir Abdat Dalam bukunya : BID’AH DAN SESATNYA SERTA MAKSIATNYA DALAM MASJID:
1. Membuat mihrab di masjid adalah bid’ah, sesat dan maksiat 2. Meninggikan tempat imam di mihrab masjid adalah bid’ah, sesat dan maksiat
9. ALBANI MENSIFATI IBNU TAIMIYAH DENGAN SIFAT PEMBERANI DALAM MENDUSTAKAN HADITS SOHEH
Ibnu taemiyah telah membawakan salah satu hadis dlm kitabnya minhaj as
sunnah 4/86 pada bab keutamaan Ali bin Abi thalib,maka beliau mengklaim
bhw hadis tsbt tdk soheh, dgn merujuk kpd pndpt ibnu hazm, inilah
perkataannya:
: Adapun sabda Nabi: brang siapa menjadikan aku (maula)
pemimpinnya,maka Ali lah maula (pemimpin)nya” ini bukanlah hadis
soheh,tetapi itu hanya riwayat dari para ulama,dan tlh berselisih orang2
dalam kesohehannya-pent.
Kemudian beliuA menuqilkan dari ibnu
hazm dgn sangkaannya : telah berkata ibnu hazm bahwa hadis: brgsiapa
menjadikan Aku maula, maka Ali lah maulanya,maka hadis ini tdk soheh
dari jalan2 orang yg dapat dipercaya-pent.
Komentarku: hadis
ini dinyatakan mutawatir oleh dzahabi,walaupun kata maula tdk slalu
identik dgn arti pemimpin,atau tdk identik bhw Ali RA pemimpin lgsg stlh
Nabi SAW wafat lht siyar a’lam nubala 8/335.
: Dan termasuk hal keanehan yg nyata berani2nya syaekhul islam ibnu
taemiyah mengingkari hadis ini dan mendustakannya dlm kitabnya minhaj
assunah ,sbgmana yg dilakukan pada hadis sblm ini.-pent.
: Dan aku tidak tau stlh itu atas alasan pendustaan beliau trhdp hadis
INI kecuali kecerebohan dan berlebih2n dlm membantah syiah-pent.Maka
renungkanlah…!!!
Peringatan penting (WARNING): Albani tidak
menganggp atas pensohehan atau pendoifan hadis dari ibnu taemiyah,
malah beliau pun menasehati para pembaca utk tdk mengikuti pensohehan
dan pendoifan hadis yg dilakukan ibnu taemiyah, lht perkataan albani
dalam TA-LIQNYA TERHADAP KITAB AL KALIMUT TOYIB KARYA IBNU TAEMIYAH, KTB
TA’LIQNYA TSBT DINAMAI Soheh al kalimut thoyib, LIHAT UCAPAN ALBANI
PADA hal 4 cet ke empat thn 1400 H:
: Aku menasehati kpda siapa pun yg membaca kitab
ini, atau kitab yg lainnya utk tdk terburu2 mengamalkan apa yg ada
padanya dari hadis2 kecuali stlh kokoh ketetapan status hadis2 tsbt, dan
aku telah dimudahkan jalan dalam hal itu dan lihat komentarku terhadap
ktb INI, maka kalau saja hadis itu tsabit maka amalkanlah,dan jika
tdk,maka tinggalkanlah .pent. Renungkanlah..!!!
Inti DARI ucapan albani adalah: Rujuklah aku dalam masalah hadis dan jangan merujuk kepada syaekhul islam.
10. IBNU TAIMIYAH & BIN BAZ MENGATAKAN HARAM KEPADA ALBANI, ABDUL
BADAWI, ABDURRAHMAN DIMASQIYAH KARENA MELEGALKAN ZIARAH KUBUR &
UNTUK WANITA JUGA
Fatwa Ibnu Taimiyah menyatakan akan
pengharaman ziarah kubur. Ibnu Taimiyah dalam kitab Minhaj as-Sunah
jilid: 2 halaman 441 menyatakan: “Semua hadis-hadis Nabi yang berkaitan
dengan menziarahi kuburnya merupakan hadis yang lemah (Dhaif), bahkan
dibikin-bikin (Ja’li) ”. Dan dalam kitab yang berjudul at-Tawassul wal
Wasilah halaman 156 kembali Ibnu Taimiyah mengatakan: “Semua hadis yang
berkaitan dengan ziarah kubur Nabi adalah hadis lemah, bahkan hadis
bohong”.
Ungkapan Ibnu Taimiyah ini diikuti secara fanatik oleh
Abdul Aziz bin Baz dalam kitab kumpulan fatwanya yang berjudul
Majmuatul Fatawa bin Baz jilid: 2 halaman 754.
Ibnu Utsaimin, dalam bukunya berjudul Fatawa Muhimmah, h. 149-150, cet. Riyad, berkata: “Haram ziarah kubur bagi kaum perempuan, itu termasuk dari dosa besar, sekalipun yang diziarahi makam nabi (Muhammad)”.
Sementara dalam Ahkamul Janaiz halaman 229 : Albani mensunnahkan akan
ziarah kubur tak terkecuali untuk wanita, begitu pula perkataan Abdul
Azhim bin Badawi Al Khalafi dalam Ahkaamul Janaaiz :
“Ziarah
kubur disyari’atkan bagi seorang wanita, karena di dalamnya terkandung
pelajaran bagi yang hidup, dapat melembutkan hati dan meneteskan air
mata serta mengingatkan kita akan kehidupan akhirat, dengan syarat
wanita tersebut tidak melakukan hal-hal yang dapat membuat Allah murka
kepadanya. [Lihat Ahkaamul Janaaiz (hal. 179-181), Terj. Al-Wajiz (hal.
376-377), dan Ensiklopedi Fiqh Wanita (I/401)]“
Lihat pula, dalam situs resmi salah seorang pendakwah Salafy, bernama Abdurrahman Damasyqiyyah, berkata: “Saya katakan bahwa boleh untuk kaum perempuan untuk ziarah kubur dengan dasar hadits ini……”
Akan Tetapi Ibnu Taimiyah meluruskan kembali apa yang disampaikan
tentang ziarah kubur atas anjurannya ziarah dengan kubur dengan syar’ie
Beliau berkata didalam Majmu’atur – nya :
Ziara kubur itu ada 2 macam.
Pertama ziarah secara syar’i dan kedua ziarah bid’ah.
Ziarah syar’i adalah ziarah yang dimaksudkan untuk mengucapkan salam
kepada simayit dan mendoakannya. Ziarah semacam ini tidak berbeda dengan
menshalati jenazahnya. Maka sunnahnya adalah mengucapkan salam kepada
si mayit lalu mendoakannya, baik ia seorang Nabi ataupun bukan.
11. BID’AH & SESATNYA PEMAHAMAN AQIDAH IBNU TAIMIYAH & UTSAIMIN, KARENA BERBEDA DENGAN BIN BAZ & ULAMA SALAFY LAIN
#Masalah: Tentang Sifat-sifat Allah
Dalam hadits yang mengatakan:
سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله
Apakah dengan dasar hadits ini Allah disifati bahwa Dia memiliki bayangan?
Jawab (Ibnu Baz):
Benar (Allah punya bayangan), sebagaimana itu disebutkan dalam hadits.
Dalam sebagian riwayat dengan redaksi “Fi Zhilli ‘Arsyihi”, tetapi yang
dalam dua kitab Shahih (Shahih Bukhari dan Muslim) dengan redaksi “Fi
Zhillihi”, karena itu maka Allah memiliki BAYANGAN yang sesuai bagi-Nya;
kita tidak tahu tata-caranya, sebagaimana kita tidak tahu tata cara
dari seluruh sifat-sifat Allah lainnya, pintunya jelas satu bagi
Ahlussunnah Wal Jama’ah (yaitu itsbat/menetapkan saja)”.
Lalu
dibantah dan kembali menghukumkan sesat, berikut ini adalah tulisan
Ibnu Utsaimin membantah Ibnu Baz; dalam “Syarh al Aqidah al
Wasithiyyah”, j. 2, h. 136, dengan redaksi berikut ini:
وقوله:
“لا ظل إلا ظله”؛ يعني: إلا الظل الذي يخلقه، وليس كما توهم بعض الناس أنه
ظل ذات الرب عز وجل؛ فإن هذا باطل؛ لأنه يستلزم أن تكون الشمس حينئذ فوق
الله عز وجل. ففي الدنيا؛ نحن نبني الظل لنا، لكن يوم القيامة؛ لا ظل إلا
الظل الذي يخلقه سبحانه وتعالى ليستظل به من شاء من عباده. أ.ه
Tejemah:
Sabda Rasulullah “La Zhilla Illa Zhilluh” artinya “Tidak ada bayangan
kecuali bayangan yang diciptakan oleh Allah”. Makna hadits ini bukan
seperti yang disangka oleh sebagian orang (Ibnu Bas) bahwa bayangan
tersebut adalah bayangan Dzat Allah, ini adalah pendapat batil (SESAT),
karena dengan begitu maka berarti matahari berada di atas Allah. Di
dunia ini kita membuat bayangan bagi diri kita, tetapi di hari kiamat
tidak akan ada bayangan kecuali bayangan yang diciptakan oleh Allah
supaya berteduh di bawahnya orang-orang yang dijehendaki oleh-Nya dari
para hamba-Nya”.
يقول ابن تيمية في كتابه مجموع الفتاوى الجزء
الخامس صفحة 262 ما نصه : ” اما من اعتقد الجهة فان كان يعتقد ان الله في
داخل المخلوقات تحويه المصنوعات وتحصره السماوات ويكون بعض المخلوقات فوقه
وبعضها تحته , فهذا مبتدع ضال . “
#Tentang penciuman Allah
Di dalam kitab Masail Al-Imam karya Ibnu Baz, halaman 278 nomer 770 disebutkan :
سؤال: هل يؤخذ من الحديث: ( أطيب عند الله من ريح المسك ) إثبات صفة الشم لله عز وجل؟ الجواب: ليس ببعيد.
Pertanyaan : Apakah boleh disimpulkan dari hadits berikut “ Lebih harum
di sisi Allah dari minyak misik “ bahwa Allah memiliki sifat penciuman ?
“
Jawab : “ Tidak jauh “ ( bisa saja sprti itu).
Dan juga pendapat Ibnu Baz ini ditentang habis oleh Utsaimin, dalam catatan kaki kitab tersebut paling bawah disebutkan :
ليس في الحديث صراحة بذالك, وقد يكون ادراك الله لهذه الرائحة عن طريق العلم لا عن طريق الشم فينبغي الامساك.
“ Di dalam hadits tidak ada kejelasan akan hal yang demikian, boleh
jadi indera Allah atas bau wangi tersebut dengan cara ilmu-Nya bukan
dengan cara penciuman, maka sebaiknya kita diam (tidak membahas atau
mentakwilnya) “.
#Bantahan Ibnu Taimiyah Allah di atas langit
Dalam kitabnya Ibnu Taimiyah mengatakan : Adapun orang yang meyakini
adanya arah bagi Allah maka jika ia meyakini bahwa Allah ada didalam
makhluk, Allah dimuat makhluk , Allah didalam langit, sebagian makhluk
ada diatas Allah sebagian lagi ada yang di bawah Allah maka orang itu
Ahli Bid’ah yang sesat
12. ALBANI DIRAGUKAN KE IMANANNYA OLEH
BIN BAZ KARENA MENGAKUI BUMI INI BERPUTAR Berkata Syaikh Al bani dalam
silsilat al huda wan nur 1/497: “نحن – في الحقيقة – لا نشك في أن قضية دوران الأرض حقيقة علمية لا تقبل جدلا”.
:Kami “pada hakikatnya” tidak ragu lagi atas kaeadaan berputarnya bumi
dengan kenyataan ilmiyah yang tdk bisa di perdebatkan lagi.
Bantahan Bin Baz
Syaikh Ben Baz dalam kitabnya Al adillah an naqliyah wal hissiyah ala
imkan as suud ilal kawakib-wa ala jiryanis syamsim-wa sukunil ardli
23-24 -Cet Maktabah Ar riyadl Al hadisah-al bath’ha-Ar riyadl,cetakan ke
dua thn 1982 M-1402 H:
“وأما من قال إن الأرض تدور، والشمس
جارية، فقوله أسهل من قول من قال بثبوت الشمس، ولكنه في نفس الأمر خطأ ظاهر
مخالف للآيات المتقدمات، وللمحسوس والواقع، ووسيلة للقول بعدم جري الشمس؛
فقد أوضح الله في الآيات المذكورات آنفا أنه ألقى الجبال في الأرض لئلا
تميد بهم، والميد هو الحركة والاضطراب والدوران، كما نص على ذلك علماء
التفسير وأئمة اللغة، وفي تكفير قائله نظر”.
:Adapun orang yang
berkata bahwa bumi berputar dan matahari berjalan”,maka ucapannya lbh
ringan dari pada orang yang berkata dgn diamnya matahari, tetapi dalam
kenyataannya itu adalh kesalahan yang nyata karena menyelisihi ayat2
yang telah di sebutkan dan juga menyalahi kenyataan yang kita
rasakan,dan ucapan itu bisa menarik pada perkataan tdk berjalannya
matahari,padahal Allah telah menjelaskan dalam ayat2 yang telah di
sebutkan barusan bahwa Allah menetapkan gunung2 di muka bumi supaya bumi
tidak [al maid]:bergetar,Al maid artinya adalah bergerak- bergetar dan
berputar”, sbgmn di katakan oleh ulama tafsir dan ulama lugot,dan untuk
menghukumi kafir orang yang mengatakan itu[bumi berputar],masih perlu
peninjauan.
Dan ia berkata pada hal 44-45:
“وأوضحت
أيضا بطلان القول بدوران الأرض وحركتها، وأنه خلاف المنقول والمحسوس،
ووسيلة إلى القول بوقوف الشمس وعدم جريها، وتوقفت في تكفير قائله”.
Dan aku telah menjelaskan batilnya perkataan orang yang mengatakan Bumi
berputar dan bergerak dan sesungguhnya itu menyalahi ayat2 yang telah
di nuqilkan dan menyelisihi apa yang dirasakan,dan ucapan itu bisa
berdampak pada pernyatan diamnya matahari dan tdk berjalannya
matahari,Dan aku tawaquf dalm mengkafirkan orang yang mengatakan itu.
Dan Ia berkata pada hal 73:
“وبينت أني لم أكفر في المقال السابق من قال بدوران الأرض، بل قلت: إن في
كفره نظرا، وإليك نص عبارتي في المقال السابق ….. فهذه العبارة صريحة في
توقفي عن تكفير من قال بدوران الأرض، للسبب الذي أوضحته في المقال السابق”.
Dan aku telah menjelaskan pada perkataan sebelumnya bahwa Aku tdk
mengkafirkan orang yang berkata bumi berputar,tetapi aku cuma berkata
“dalam pegkafirannya msh perlu tinjauan”dan engkau bisa lihat ibaratku
dalam perkataan sebelumnya…….maka ini adalah ibarat yang jelas dalam
masalah tawaqufku atas kafirnya orang yang mengatakan bumi berputar,dgn
alasan yang telah aku sebutkan pada perkataan sebelumnya.
13. ALBANI DI NILAI MENYELISIHI SUNNAH & TASYABBUH OLEH ULAMA SALAFY KARENA MELEGALKAN MAKAN DENGAN SENDOK
Syekh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i dalam kitabnya yang mengulas tentang
makan pakai sendok berjudul AS-Showaiq fi tahrimil mala’iq, dikatakan
Haram makan dengan menggunakan sendok.
Begitu pula Syaikh Hamud al Tuwaijiri dalam kitabnya al Idhah wa al Tabyin hal 184 mengatakan:
حكم الأكل بالملاعق قال الشيخ حمود التويجري – رحمه الله – في كتابه (
الإيضاح والتبيين ) ص 184 ( من التشبه بأعداء الله تعالى استقذار الأكل
بالأيدي واعتياد الملاعق ونحوها من غير ضرر بالأيدي)
“Termasuk
tasyabbuh dengan para musuh Allah (baca:orang-orang kafir) adalah merasa
jijik jika makan dengan tangan dan membiasakan diri makan dengan sendok
atau semisalnya padahal tangan tidak bermasalah”.
Bantahan Albani
وخالف في ذلك الشيخ الألباني – رحمه الله – فقال : (السلسلة الضعيفة – (ج 3
/ ص 201)( و من الغريب أن بعضهم يستوحش من الأكل بالمعلقة ، ظنا منه أنه
خلاف السنة ! مع أنه من الأمور العادية ، لا التعبدية ، كركوب السيارة و
الطيارة و نحوها من الوسائل الحديثة ، و ينسى أو يتناسى أنه حين يأكل بكفه
أنه يخالف هديه صلى الله عليه وسلم(
Syaikh Al Albani memiliki
pandangan yang berbeda. Dalam Silsilah Dhaifah 3/201 beliau mengatakan,
“Anehnya ada orang yang merasa tidak nyaman jika makan dengan sendok
karena dia beranggapan bahwa makan dengan sendok itu menyelisihi sunnah.
Padahal makan dengan sendok adalah masalah non ibadah, bukan perkara
ibadah. Makan dengan sendok itu semisal dengan naik mobil, pesawat
terbang ataupun sarana transportasi modern yang lain. Orang yang menolak
untuk makan dengan sendok lalu beralih dengan telapak tangan itu lupa
atau pura-pura lupa bahwa makan dengan telapak tangan adalah menyelisih
tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
14. ALBANI DINILAI BID’AH (SESAT) OLEH ULAMA SALAFY KARENA MEMBOLEHKAN BERSYAIR DI DALAM MASJID
Para ulama Salafy sudah umum membid’ahkan bersyair didalam masjid ketika menunggu sholat, tapi apa kata Albani?
Masalah : Hukum membaca syair di dalam masjid
Pendapat Syaikh al-Albani:
Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya (XII/271): ‘Hendaknya dilihat
bentuk syairnya. Jika syairnya mengandung pujian kepada Allah dan
Rasul-Nya atau mengajak kembali kepada Allah dan Rasul-Nya, mengajak
kepada kebaikan, peringatan, zuhud di dunia maka syair ini adalah
termasuk sesuatu yang baik diungkapkan di masjid. Dan selain itu tidak
diperbolehkan’. ats-Tsamaru al-Mustathab (11/657)
15. UTSAIMIN & BIN BAZ DI NILAI BID’AH (SESAT) OLEH ALBANI KARENA MENSUNNAHKAN BERSEDEKAP SETELAH RUKU’
* Syeikh Utsaimin:
Bersedekap adalah Sunnah. Inilah yang dirajihkan. sunnahnya adalah
meletakkan tangan kanan di atas hasta tangan kiri, karena keumuman
hadits Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi yang shahih dari riwayat al Bukhari,
berbunyi:
“Orang-orang dahulu diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya di atas hasta tangan kirinya dalam shalat.”
Apabila kamu melihat kepada keumumunan hadits ini, yaitu (فِيْ
الصَّلاَةِ) dan tidak menyatakan dalam berdiri, maka jelas bagimu bahwa
berdiri setelah ruku’ disyari’atkan bersedekap. Karena dalam shalat,
posisi kedua tangan ketika ruku’ berada di atas dua lutut, ketika dalam
keadaan sujud berada di atas tanah, ketika duduk berada di atas kedua
paha, dan (dalam) keadaan berdiri -mencakup sebelum ruku` dan setelah
ruku`- tangan kanan di letakkan di atas hasta tangan kiri. Demikian
inilah yang benar, [Syarhul Mumti’ (3/146)]
* Bin Baz :
Beliau berdalil dengan banyak hadits, salah satunya dibawah ini :
عند النسائي بإسناد صحيح أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا كان قائما في الصلاة قبض بيمينه على شماله
Di dalam sunan Annasaa’i dengan sanad yang shohih disebutkan bahwa Nabi
sholollohu alaihi wa sallam jika berdiri didalam shalatnya, ia
menggenggam tangan kiri nya dengan tangan kanan nya (ber sendekap).
Hadits ini menurut beliau umum yang mencakup semuanya. Artinya, kata “berdiri” ini bermakna;
1. Berdiri yang sebelum ruku’. 2. Berdiri yang sesudah ruku’.
Tidak adanya hadits yang menceritakan Nabi atau para Sahabat yang
melepaskan tangannya disaat berdiri setelah ruku’ itu berarti hadits
diatas sudah mencakup semuanya, yakni mereka menyendekapkan tangannya
disaat berdiri dari ruku’ nya itu.
+ Syeikh Albani : Saya
tidak ragu lagi menyatakan, bahwa bersedekap ketika berdiri I’tidal
adalah perbuatan bid’ah yang sesat, sebab sama sekali tidak tersebut
dalam hadits sholat. Seandainya perbuatan semacam itu benar, niscaya
akan ada riwayat yang sampai kepada kami walaupun hanya satu hadits.
Padahal sangat banyak hadits-hadits tentang sholat. Juga tidak ada
satupun ulama salaf yang mengukuhkan pendapat itu dalam perbuatannya
atau tidak pula diriwayatkan dari seorang ahli haditspun mengenai
bersedekap ini sepanjang pengetahuan saya. (Sifah ash-Shalah 139)
Kembali : Syaikh al Albani membantah argumen yang menyelisihi penadapat
beliau. Lebih lanjut, lihat Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, hlm. 138-139.
16. IBNU TAIMIYAH DI NILAI BID’AH (SESAT)
OLEH BIN BAZ, ALBANI & ULAMA SALAFY LAIN KARENA MENGIKUT &
BERTAQLID HANYA SATU MAZHAB SAJA
Berkata Ibnu Taimiyah dalam alfatawi al misriyah 81;
: “وقول القائل: لا أتقيّد بأحد من هؤلاء الأئمة الأربعة، إن أراد أنّه لا
يتقيّد بواحد بعينه دون الباقين فقد أحسن، بل هو الصواب من القولين، وإن
أراد أنّي لا أتقيّدبها كلّها، بل أخالفها فهو مخطئ في الغالب قطعًا، إذ
الحق لا يخرج عن هذه الأربعة في عامة الشريعة” DAN PERKTAAN ORANG:
“aku tidak akan terikat dengan salah satu madhab empat”,kalau maksud
perkataan tersebut adalah untuk tidak menetukan hanya satu madhab saja
dengan menafikan madhab lainnya,maka itu benar,malah itu adalah salah
satu dari dua pendapat [tentang taqlid],kalau maksud perkataan itu
adalah tidak mau terikat dengan madhab secara keseluruhan, malah dengan
menyelisihi semua madhab yang ada,maka lumrahnya itu menyimpang,malah
bukan lumrah lagi tapi pasti menyimpangnya,karena alhaq tidak keluar
dari empat madhab ini dalam keumuman syariat. Ibnu Taimiyah
meriwayatkan dari al wazir bin habiroh sebagaimana tercatat dalam kitab
beliau yang bernama al musawwadah fi usul alfiqh 96: “فأما تعيين
المدارس بأسماء فقهاء معينين فإنه لا أرى به بأسا، حيث إن اشتغال الفقهاء
بمذهب واحد من غير أن يختلط بهم فقيه في مذهب آخر يثير الخلاف معهم ويوقع
النزاع فيه؛فإنه حكى لي الشيخ محمد بن يحيى عن القاضي أبي يعلى أنه قصده
فقيه ليقرأ عليه مذهب أحمد، فسأله عن بلده فأخبره، فقال له: إن أهل بلدك
كلهم يقرءون مذهب الشافعي فلماذا عدلت أنت عنه إلى مذهبنا؟ فقال له: إنما
عدلت عن المذهب رغبة فيك أنت، فقال له: إن هذا لا يصلح فإنك إذا كنت في
بلدك على مذهب أحمد وباقي أهل البلد على مذهب الشافعي لم تجد أحدا يعبد معك
ولا يدارسك، وكنت خليقا أن تثير خصومة وتوقع نزاعا، بل كونك على مذهب
الشافعي حيث أهل بلدك على مذهبه أولى، ودله على الشيخ أبي إسحاق وذهب به
إليه، فقال: سمعا وطاعة
Dan adapun menetukan madrasah madrasah
dengan nama nama ahli fiqh tertentu, maka itu tidak apa apa, sekiranya
aktivitas para fuqoha itu dalam satu madhab dan mereka tidak tercampur
dengan ahli fiqih dari madhab lain yang bisa membuat terjadinya
perbedaan di antara mereka dan menjadikan mereka jatuh pada
permusuhan,karena sesungguhnya telah menghikayatkan kepadaku syaikh
muhammad bin yahya dari qodli abi ya’la Al hambali : Telah datang
seorang faqih pada beliau utk di bacakan [belajar] kitab madhab imam
ahmad,maka Qodli abi ya’la bertanya tentang keadaan madhab penduduk
negrinya, orang tersebutpun bercerita, lalu Abi ya’la
berkata:sungguhkeadaan penduduk negrimu bermadhab syafii,kenapa engkau
malah mau pindah ke madhab kami?? Orang itu berkata padanya: sungguh aku
mau pindah pada madhab anda karena kecintaanku pada anda, Qodi abi
ya’la berkata;sungguh hal Ini tidak pantas,karena ketika engkau berada
di negrimu dengan madhab imam ahmad,dan penduduk disana bermadhab
syafii,maka tidak akan ada orang yang mau beribadah bersamamu dan
belajar padamu,dan engkautelah mencipta benih permusuhan dan mengarah
pada perpecahan,padahal keadaanmu dengan madhab syafii dengan penduduk
negrimu yang bermadhab syafii,itu lebih utama,maka Qodli abi ya’la
memberi petunjuk pada orang itu untuk mendatangi syaikh abi ishaq
[bermadhab syafii] SUPAYA pergi belajar padanya,orang itu pun berkata;
aku mendengar dan aku akan mentaatimu.
17. IBNU TAIMIYAH DINILAI BID’AH (SESAT) OLEH ULAMA SALAFY KARENA MENGATAKAN PAHALA ZIKIR YANG DIBERIKAN KEPADA MAYYIT SAMPAI
وَسُئِلَ : عَمَّنْ ” هَلَّلَ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ وَأَهْدَاهُ
لِلْمَيِّتِ يَكُونُ بَرَاءَةً لِلْمَيِّتِ مِنْ النَّارِ ” حَدِيثٌ
صَحِيحٌ ؟ أَمْ لَا ؟ وَإِذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ وَأَهْدَاهُ إلَى
الْمَيِّتِ يَصِلُ إلَيْهِ ثَوَابُهُ أَمْ لَا ؟ .
Ibnu Taimiyah
ditanya mengenai hadits “ada yang bertahlil (membaca ‘laa ilaha
illallah’) sebanyak 70.000 kali lalu ia menyedekahkannya kepada si
mayit, maka itu bisa menyelamatkan si mayit dari siksa neraka”, apakah
ini termasuk hadits shahih ataukah tidak? Jika seseorang bertahlil
(mengucapkan ‘laa ilaha illallah’) lalu menghadiahkannya kepada mayit,
apakah itu sampai kepada mayit (atau tidak)?
Ibnu
Taimiyah menjawab, “Jika seseorang bertahlil seperti itu sebanyak 70.000
kali atau kurang atau bahkan lebih dari itu, lalu ia hadiahkan kepada
mayit, maka Allah akan menjadikan amalan tersebut bermanfaat (bagi si
mayit). Yang membicarakan hal ini bukan hadits shahih, bukan pula
dho’if. Wallahu a’lam.” (Majmu’ Al Fatawa, 24: 323).
18.
UTSAIMIN & PENGIKUTNYA DI NILAI BID’AH (SESAT) & TASYABBUH BIL
KUFFAR KARENA MENGGUNAKAN AMBULANCE UNTUK MENGANTAR MAYYIT
Tidak Dibenarkan Syari’at Mengantar Jenazah Menggunakan Gerobak Atau Ambulance Penulis: Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albany rahimahulloohu ta’ala
Pilihan Syaikh Albany:
Adapun membawa jenazah menggunakan mobil ambulance diantar oleh para
pengantarnya yang berkendaraan mobil, bentuk macam ini sama sekali tidak
diajarkan syaria’at. Sebabnya sebagai berikut:
1. Itu termasuk adat kuffar sedangkan telah tetap dalam syari’at tidak boleh taqlid kepada kuffar. 2. Itu bid’ah dalam bidang ibadah di samping bertentangan dengan Sunnah Amaliyah dalam membawa jenazah.
3. Ia menghilangkan tujuan membawa jenazah dan mengantarnya:
mengingatkan akheratTidak ada kesamaran bagi orang yang berilmu
bahwasanya membawa mayit dengan cara dipikul oleh pundak-pundak serta
para pengantar bisa menyaksikan jenazah yang berada di atas itu tentu
lebih mewujudkan maksud mengingat akherat dan mengambil pelajaran,
dibandingkan mengantarnya dengan cara seperti di atas.Sumber: Ahkamul
Janaiz hal. 99 Dinukil dari: Fiqih Pilihan As-Syaikh Asy Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albany hal. 158; Penulis: Mahmud bin Ahmad Rasyid ;
Penerjemah: Al Ustadz Muhammad Fuad Qawam, Lc; Penerbit : Pustaka
Salafiyah; Cetakan Pertama Shafar 1429 H-Maret 2008 M Selanjutnya bisa
anda baca disini lihat [pic screenshoot sumber]
Sayangnya fatwa
tersebut dimentahkan oleh Wahabi – Salafy sendiri, dan secara tidak
langsung Albany mengatakan bahwa mereka yang mengurus & membawa
jenazah Utsaimin adalah pelaku bid’ah (sesat) & Tasyabbuh bil Kuffar
tersebab mengusung jenazah dengan menggunakan ambulance yang tidak
pernah dicontohkan Nabi bahkan lebih kepada meniru gaya orang kafir,
karena perkara ini (menurut Albany) adalah “BID’AH IBADAH”
19. BIN BAZ, UTSAIMIN & ULAMA SALAFY LAIN DI NILAI GHULUW OLEH ALBANI KARENA MEWAJIBKAN WANITA MEMAKAI NIQAB/ CADAR
Seperti diketahui di antara para ulama zaman ini yang menguatkan
pendapat ini adalah: Syaikh Muhammad As-Sinqithi, Syaikh Abdul Aziz bin
Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Abdullah bin
Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Mushthafa
Al-Adawi dan para ulama lainnya. Inilah sedikit penjelasan tentang
dalil-dalil para ulama yang mewajibkan purdah (menutup wajah) bagi
wanita. (sumber)
Bantahan Albani
Terhadap segolongan
kaum muslimin yang secara ketat mewajibkan para wanita muslimah menutup
wajah (dengan cadar) dan kedua telapak tangan mereka, Syaikh Nasiruddin
Al Albani dalam Kitabnya Ar Radd Al Mufhim mengatakan, “Orang-orang yang
mewajibkan para wanita menutup wajah dan kedua telapak tangannya tidak
berdasar kepada Al Qur’an dan As Sunnah maupun ijma’ ulama”. Di bagian
lain, Albani mengatakan mereka yang mewajibkan cadar bagi wanita
muslimah sebagai “berdalil dengan hadits-hadits dhaif, atsar-atsar
lemah, serta atsar-atsar palsu yang mereka ketahui, atau mungkin tidak
mereka ketahui”.
Sikap mewajibkan cadar bagi wanita muslimah
karena menganggap ada nash-nash syariat yang menunjukkan kewajiban,
dianggap Albani sebagai hal yang berlebih-lebihan di dalam agama.
Perhatikan ungkapan Nashiruddin Al Albani, seorang ulama tokoh Salafi
berikut, “Saya berkeyakinan bahwa sikap berlebih-lebihan terhadap urusan
wajah wanita itu tidak mungkin bisa mencetak generasi wanita di
tiap-tiap negerinya yang mampu mengemban tugas yang tergantung di leher
mereka”. (sumber) lihat screenshoot sumber
20. SYAIKH ABDUL
AZIZ ALI SYAIKH & SEBAGIAN RAKYAT SAUDI DI NILAI TASYABBUH &
BID’AH (SESAT) OLEH KARENA MERAYAKAN MAULID SAUDI
Dikutip dari
media lokal Saudi okaz.com.sa., Jumat (23/9). Mufti Umum Kerajaan
Saudi, Syeikh Abdul Aziz Ali As Syaikh Ketua Hai’ah Kibar Al Ulama ini
menyatakan, “Wajib menjadikan hari ini sebagai hari untuk bersyukur dan
merenung mengenai nikmat Allah serta memperbanyak syukur atas kenikmatan
aman kepada Allah.”
Mufti merujuk kapada perkataan Raja
Abdullah agar menjadikan perayaan hari nasional ini dengan ekspresi yang
mencerminkan sifat anak bangsa yang memiliki akhlak baik.
Mufti juga memberi nasihat kepada para pemuda untuk konsisten dengan
adab Islam dan memperbanyak syukur di hari ini, dan menegaskan bahwa
cinta tanah air tidak hanya sebatas dengan perkataan, namun juga dengan
perbuatan.
Bantahan Bin Baz kepada siapa yang merayakan & menganjurkan bersyukurnya atas Maulid Saudi ini
Syeikh Abdul Aziz bin Baz dan Al Lajnah Ad Daimah dalam fatwa no. 9402,
yang menilai bahwa perayaan hari nasional merupakan bentuk tasyabuh
terhadap orang kafir dan termasuk bid’ah (Sesat).
Sebagaimana
diketahui bahwa yaum al wathani, yang diperingati pada tanggal 23
September dirayakan untuk memperingati penyatuan kerajaan di bawah
kepemimpinan Raja Abdul Aziz.
21. UTSAIMIN DI NILAI FATWANYA HARAM OLEH BIN BAZ, ALBANI DLL, KARENA MEMBOLEHKAN FOTO MAHLUK HIDUP
Hukum Menggambar & foto dalam Islam
Boleh !!, karena yang dibuat dengan alat bukanlah merupakan gambar
hakiki, karenanya dia tidak termasuk ke dalam dalil-dalil yang
mengharamkan gambar. Ini adalah pendapat masyaikh: Muhammad bin Saleh
Al-Utsaimin, Abdul Aziz bin Abdillah Alu Asy-Syaikh, Abdul Muhsin
Al-Abbad, dan selainnya
Bantahan
Diharamkan !!,
kecuali yang dibutuhkan dalam keadaan terpaksa, seperti foto pada KTP,
SIM, Paspor, dan semacamnya. Ini adalah pendapat masyaikh: Muhammad bin
Ibrahim, Abdul Aziz bin Baaz, Abdurrazzaq Afifi, Al-Albani, Muqbil bin
Hady, Ahmad An-Najmi, Rabi’ bin Hadi, Saleh Al-Fauzan, dan selainnya
Adapun (gambar) yang harus dan tidak boleh tidak, seperti SIM, Pasport
dan KTP, maka dosanya atas (baca : ditanggung) pemerintah”. [Fatwa Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i dalam Tuhfah Al-Mujib soal no. 32]
22. BIN BAZ DI NILAI BID’AH (SESAT) OLEH ALBANI KARENA MENGANJURKAN AZAN DI TELINGA BAYI
Bin Baz di tanya mengenai Azan di telinga Bayi
هذا مشروع عند جمع من أهل العلم، وقد ورد فيه بعض الأحاديث، وفي سندها
مقال، فإذا فعله المؤمن حسن؛ لأنه من باب السنن ومن باب التطوعات
Jawaban Syaikh Ibnu Baz:
Hal tersebut dituntunkan menurut sejumlah ulama. Ada beberapa hadits
mengenai hal ini namun ada pembicaraan mengenai kualitas sanadnya. Jika
ada seorang mukmin yang melakukannya maka itu adalah suatu hal yang baik
karena amalan ini termasuk amalan yang dianjurkan
Bantahan Albani
Syaikh Al Albani juga pada awalnya menilai hadits tentang adzan di
telinga bayi adalah hadits yang hasan. Namun, akhirnya beliau meralat
pendapat beliau ini sebagaimana beliau katakan dalam Silsilah Adh
Dho’ifah no. 321.
23. IBNU TAIMIYAH & UTSAIMIN DI NILAI BID’AH (SESAT) OLEH ALBANI, DLL KARENA MEMBOLEHKAN ZIKIR DENGAN ALAT TASBIH
1. Ibnu Taimiyah
وأما عده بالنوى والحصى ونحو ذلك فحسن وكان من الصحابة رضى الله عنهم من
يفعل ذلك وقد رأى النبى أم المؤمنين تسبح بالحصى واقرها على ذلك وروى أن
أبا هريرة كان يسبح به
Sedangkan berdzikir dengan menggunakan
biji atau kerikil atau pun semisalnya maka itu adalah perbuatan yang
baik. Di antara para sahabat ada yang melakukannya. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga melihat salah seorang isterinya bertasbih dengan
menggunakan kerikil dan beliau membiarkannya. Terdapat pula riwayat yang
menunjukkan bahwa Abu Hurairah bertasbih dengan menggunakan kerikil.
وأما التسبيح بما يجعل فى نظام من الخرز ونحوه فمن الناس من كرهه ومنهم من لم يكرهه
Adapun bertasbih dengan menggunakan manik-manik yang dirangkai menjadi
satu (sebagaimana biji tasbih yang kita kenal saat ini, pent) maka ulama
berselisih pendapat. Ada yang menilai hal tersebut hukumnya makruh, ada
pula yang tidak setuju dengan hukum makruh untuk perbuatan tersebut.
وإذا أحسنت فيه النية فهو حسن غير مكروه
(Kesimpulannya) jika orang yang melakukannya itu memiliki niat yang
baik (baca: ikhlas) maka berzikir dengan menggunakan biji tasbih adalah
perbuatan yang baik dan tidak makruh.
2. Utsaimin
Tasbeh bukan bid’ah agama, karena seseorang tidak bermaksud beribadah
kepada Allah dengan tasbeh, akan tetapi bermaksud menghitung dengan
tepat bilangan tasbih, tahlil, tahmid atau takbir yang diucapkannya.
Jadi tasbeh ini hanya merupakan perantara, bukan tujuan. Tapi yang lebih utama adalah bertasbih dengan menggunakan jari-jari tangannya.
Bantahan Albani
Nashiruddin Al-Albani mengatakan : berdzikir dengan biji-bijian tasbih
adalah bid’ah/ sesat (Silsilah Haadits Ad Dha’ifah Juz I hal 185).
Pendapat ini diikuti oleh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr dan Syaikh
Bakr Abu Zaid yang menulis risalah khusus yang menegaskan larangan
menggunakan biji-bijian tasbih dalam menghitung dzikir.
24. ALBANI DI NILAI BID’AH (SESAT) & TASYABBUH OLEH UTSAIMIN, MUQBIL , DLL KARENA MEMBOLEHKAN ADANYA YAYASAN
Pendapat Albani :
Menuduh satu jum’iyyah yang tegak diatas asas ini dengan hizbiyyah,atau
dengan bid’ah , maka tidak ada celah untuk mengatakan hal ini karena
menyelisihi apa yang telah ditetapkan para ulama dengan membedakan
antara bid’ah yang secara umum bersifat sesat dengan sunnah hasanah,
sunnah hasanah adalah satu metode yang baru yang ditemukan untuk
dijadikan wasilah menuju kepada sesuatu yang diinginkan dan
disyari’atkan secara nash.Maka jum’iyyah-jum’iyyah yang ada dizaman ini
tidak berbeda dari dari sisi sarana-sarana yang ada dari berbagai sarana
yang baru muncul pada masa kini untuk memudahkan kaum muslimin menuju
kepada berbagai tujuan yang disyari’atkan.Tidaklah kita sekarang ini di
majelis ini dengan menggunakan berbagai alat perekam yang beraneka ragam
dan bentuknya,melainkan dari sisi ini.Sarana-sarana adalah sesuatu yang
baru
(kaset silsilah al-huda wan-nuur:no:590.lihat pula
risalah: hukmul ulama’ fil indhimam li jum’iyyatil hikmah wal ihsan wal
birr wat-taqwa, wajum’iyyati ihyaa’ at-turats ummu haa’ulaa’,karya Hasan
bin Qasim Ar-Raimi,hal: 5-6)
Bantahan
Utsaimin
“Ketika (orang-orang Yahudi itu) mensifati Alloh dengan kekurangan ini,
maka Alloh menghukum mereka berdasar apa yang mereka ucapkan. Alloh
-سبحانه وتعالى- mengatakan:
) غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ ( [المائدة/64]
“Tangan-tangan merekalah yang terbelenggu.” (QS. Al-Maidah: 64)
Maksudnya adalah tertahan dari infak. Karena inilah, maka orang-orang
Yahudi merupakan manusia yang paling rakus dalam mengumpulkan harta dan
paling keras dalam menahan pemberian. Mereka adalah hamba-hamba Alloh
yang paling pelit dan paling tamak dalam menuntut harta. Mereka tidaklah
mungkin berinfak dengan satu dirham pun kecuali mereka yakin bahwa akan
terkucur untuk mereka dirham sebagai gantinya. Saat ini kita melihat
bahwa mereka (Yahudi) memiliki yayasan-yayasan yang besar dan megah,
tetapi mereka menginginkan di balik yayasan-yayasan dan
sumbangan-sumbangan tersebut (sesuatu) yang lebih banyak dan lebih
banyak (lagi). Mereka ingin menguasai alam ini.“
(Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyyah, hal 191)
Muqbil
“…kami dari dahulu mengatakan bahwa meninggalkan yayasan-yayasan itu
lebih baik dari keberadaannya. Sebab nabi -صلى الله عليه وعلى آله وسلم-
dan para sahabatnya pada saat itu sangatlah butuh kepada harta benda
daripada kita. Bahkan mereka lebih dahsyat kebutuhannya daripada kita.
Bersamaan dengan itu mereka tidak menghidupkan yayasan. Karena hal
itulah kami katakan bahwa meninggalkannya lebih baik dari keberadaannya.
Sebaik-sebaik petunjuk adalah petunjuk nabi -صلى الله عليه وعلى آله
وسلم-. Tinggalkanlah jam’iyyah tersebut! Sebab sesungguhnya jam’iyyah
itu akan menjadi penyebab hizbiyah.
Rabi’ almadkholiy:
Penanya: Apakah yayasan-yayasan ini merupakan diantara permasalahan
yang diperbolehkan untuk khilaf dari sisi ditoleransi kepada siapa yang
berpendapat tentang bolehnya (hal itu)?
Syeikh: Apakah diperbolehkan khilaf terhadap perkara kebid’han dan kesesatan?
Penanya: tidak (diperbolehkan).
Syeikh: Selesai (maksudnya tidak perbolehkan untuk toleransi), ini
(yayasan-yayasan) adalah kebid’ahan dan taklid kepada kaum kuffar dan
banyaknya kerusakan-kerusakan yang padanya yang tidak yang mengetahuinya
kecuali Allah Azza wa jalla dan sesungguhnya yayasan-yayasan tersebut
memecah belah kaum muslimin.
“…yayasan-yayasan ini merupakan diantara kebid’ahan dan kesesatan serta merupakan sunnahnya Yahudi dan Nashara.”
25. ALBANI DI NILAI BID’AH (SESAT) OLEH ULAMA SALAFY LAIN KARENA MEMBOLEHKAN BERTAWASUL KEPADA NABI MUHAMMAD & ORANG SOLEH.
Asy-Syaikh Al-Albani berkata :
“Al-Imam Ahmad membolehkan bertawassul dengan (perantaraan) Rasul
shallallaahu ‘alaihi wasallam saja. Ada pula yang membolehkan dengan
selainnya, seperti Al-Imaam Asy-Syaukaaniy dimana tawassul boleh
dilakukan dengan (perantaraan) beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam dan
yang lainnya dari kalangan para nabi dan orang-orang shaalih” (At-Tawassul, hal. 42; Maktabah Al-Ma’aarif, Cet.1/1421 H)
26. UTSAIMIN & BIN BAZ DI NILAI BID’AH (SESAT) OLEH ALBANI KARENA MEMBOLEHKAN SHOLAT JENAZAH DI KUBURAN
Hukum Mensholatkan Jenazah di Kuburan Menurut Utsaimin & Bin Baz
Jenazah tersebut telah dishalati sebelum dikuburkan dan ada sebagian
orang yang belum menshalatinya, maka disyariatkan bagi mereka untuk
menshalatinya di atas kuburannya menurut pendapat Ibnu Hazm, Ahmad,
Asy-Syafi’i, jumhur dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ‘Aisyah, Abu Musa
Al-Asy’ari dan para shahabat yang lainnya radhiallahu ‘anhum. Dan ini
yang dirajihkan (dikuatkan) oleh Ibnul Qayyim, Asy-Syaukani, Asy-Syaikh
Ibnu Baz dan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah. Kata Al-Imam
Ahmad: “Siapa yang akan ragu tentang bolehnya, sementara hal itu telah
diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui enam
jalan periwayatan yang mana semua sanadnya baik.”
Bantahan Albani
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat jenazah di antara
kuburan-kuburan.” hadits yang diriwayatkan Ibnul A’rabi, Ath-Thabrani
dan Adh-Dhiya` Al-Maqdisi dengan lafadz: “Bahwasanya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang shalat jenazah di antara kuburan-kuburan.”
(Sanadnya dihasankan oleh Al-Haitsami dan Al-Albani rahimahumallah.
Lihat Ahkamul Janaiz, hal. 138 dan 270) Oleh karena itu, berdasarkan
hadits ini Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan tidak bolehnya
melaksanakan shalat jenazah di kuburan.
Asy-Syaikh Al-Albani
dalam Ahkamul Janaiz, beliau berkata: “Dan apa yang dikatakan oleh Ibnu
Hazm rahimahullah tentang bolehnya melaksanakan shalat jenazah di area
pekuburan perlu ditinjau kembali, karena tidak ada nash (dalil) yang
menunjukkan bolehnya hal itu. Kalaulah seandainya Ibnu Hazm termasuk
dari kalangan ulama yang berhujjah dengan qiyas maka tentu kita akan
mengatakan bahwa beliau meng-qiyas-kannya terhadap bolehnya menshalati
jenazah (yang telah dikuburkan) di atas kuburannya.
bukti apapun yg kau berikan tidak ada yg jelas, tunjukkan buktiny jika syaikh utsaimin itu sesat, aqidah ente aja sangat rusak melenceng
BalasHapusSilahkan komentar yg positip