Sofiah binti Huyai bin Akhtab (wafat 50 H)
Nama dan Nasabnya
Nama 
lengkapnya adalah Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’yah bin Amir 
bin Ubaid bin Kaab bin al-Khazraj bin Habib bin Nadhir bin al-Kham bin 
Yakhurn dari keturunan Harun bin Imran. Ibunya bernama Barrah binti 
Samaual darin Bani Quraizhah. Shafiyyah dilahirkan sebelas tahun sebelum
 hijrah, atau dua tahun setelah masa kenabian Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wassalam.. Ayahnya adalah seorang pemimpin Bani Nadhir.
Sejak kecil
 dia menyukai ilmu pengetahuan dan rajin mempelajari sejarah dan 
kepercayaan bangsanya. Dari kitab suci Taurat dia membaca bahwa akan 
datang seorang nabi dari jazirah Arab yang akan menjadi penutup semua 
nabi. Pikirannya tercurah pada masalah kenabian tersebut, terutama 
setelah Muhammad muncul di Mekah Dia sangat heran ketika kaumnya tidak 
mempercayai berita besar tersebut, padahal sudah jelas tertulis di 
dalarn kitab mereka. Demikian juga ayahnya, Huyay bin Akhtab, yang 
sangat gigih menyulut permusuhan terhadap kaum muslimin.
Sifat 
dusta, tipu muslihat, dan pengecut ayahnya sudah tampak di mata 
Shafiyyah dalam banyak peristiwa. Di antara yang menjadi perhatian 
Shafiyyah adalah sikap Huyay terhadap kaumnya sendiri, Yahudi Bani 
Quraizhah. Ketika itu, Huyay berjanji untuk mendukung dan memberikan 
pertolongan kepada mereka jika mereka melepaskan perjanjian tidak 
rnengkhianati kaurn muslimin (Perjanjian Hudaibiyah). Akan tetapi, 
ketika kaum Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut, Huyay melepaskan 
tanggung jawab dan tidak menghiraukan mereka lagi. Hal lain adalah 
sikapnya terhadap orang-orang Quraisy Mekah. Huyay pergi ke Mekah untuk 
rnenghasut kaum Quraisy agar memerangi kaum muslimin, dan mereka 
menyuruhnya mengakui bahwa agama mereka (Quraisy) lebih mulia daripada 
agama Muhammad, dan tuhan mereka lebih baik daripada tuhan Muhammad.
Masa Pernikahannya
Sayyidah 
Shauiyyah bin Huyay r.a. telah dua kali menikah sebelurn dengan 
Rasulullah. Suami pertamanya bernama Salam bin Musykam, salah seorang 
pemimpin Bani Quraizhah, namun rumah tangga mereka tidak berlangsung 
lama. Suami keduanya bernama Kinanah bin Rabi’ bin Abil Hafiq, yang juga
 salah seorang pemimpin Bani Quraizhah yang diusir Rasulullah dan 
kemudian menetap di Khaibar.
Penaklukan Khaibar dan Penawanannya
Perang 
Khandaq telah membuka tabir pengkhianatan kaum Yahudi terhadap 
perjanjian yang telah mereka sepakati dengan kaum muslimin. Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wassalam. segera menyadari ancaman yang akan menimpa
 kaum muslimin dengan berpindahnya kaum Yahudi ke Khaibar kernudian 
membentuk pertahanan yang kuat untuk persiapan menyerang kaum muslimin.
Setelah 
perjanjian Hudaibiyah disepakati untuk menghentikan permusuhan selama 
sepuluh tahun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. merencanakan 
penyerangan terhadap kaum Yahudi, tepatnya pada bulan Muharam tahun 
ketujuh hijriah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. memimpin tentara 
Islam untuk menaklukkan Khaibar, benteng terkuat dan terakhir kaum 
Yahudi. Perang berlangsung dahsyat hingga beberapa hari lamanya, dan 
akhirnya kemenangan ada di tangan umat Islam. Benteng-benteng mereka 
berhasil dihancurkan, harta benda mereka menjadi harta rampasan perang, 
dan kaum wanitanya pun menjadi tawanan perang. Di antara tawanan perang 
itu terdapat Shafiyyah, putri pemimpin Yahudi yang ditinggal mati 
suaminya.
Bilal 
membawa Shafiyyah dan putri pamannya menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi 
wassalam.. Di sepanjang jalan yang dilaluinya terlihat mayat-mayat 
tentara kaumnya yang dibunuh. Hati Shafiyyah sangat sedih melihat 
keadaan itu, apalagi jika mengingat bahwa dirinya menjadi tawanan kaum 
muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. memahami kesedihan 
yang dialaminva, kemudian beliau bersabda kepada Bilal, “Sudah hilangkah
 rasa kasih sayang dihatimu, wahai Bilal, sehingga engkau tega membawa 
dua orang wanita ini melewati mayat-mayat suami mereka?” Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wassalam. rnemilih Shafiyyah sebagai istri setelah 
terlebih dahulu menawarkan Islam kepadanya dan kemudian diterirnanya.
Seperti 
telah dikaji di atas, Shafiyyah telah banyak memikirkan Rasulullah 
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam sejak dia belum mengetahui 
kerasulan beliau. Keyakinannya bertambah besar setelah dia mengetahui 
bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Anas r a. berkata, “Rasulullah 
ketika hendak menikahi Shafiyyah binti Huyay bertanya kepadanya, ‘Adakah
 sesuatu yang engkau ketahui tentang diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya 
Rasulullah, aku sudah rnengharapkanrnu sejak aku masih musyrik, dan 
memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah
 merneluk Islam.” Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa 
percayanya kepada Rasulullah dan rindunya terhadap Islam.
Bukti-bukti
 yang jelas tentang keimanan Shafiyyah dapat terlihat ketika dia 
memimpikan sesuatu dalarn tidurnya kemudian dia ceritakan mimpi itu 
kepada suaminya. Mengetahui takwil dan mimpi itu, suaminya marah dan 
menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di wajahnya. Rasulullah 
melihat bekas di wajah Shafiyyah dan bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, 
“Ya Rasul, suatu malam aku bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, 
kemudian jatuh di kamarku. Lalu aku ceritakan mimpi itu kepada suamiku, 
Kinanah. Dia berkata, ‘Apakah engkau suka menjadi pengikut raja yang 
datang dari Madinah?’ Kemudian dia menampar wajahku.”
Menjadi Ummul-Mukminin
Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wassalam. menikahi Shafiyyah dan kebebasannya 
menjadi mahar perkawinan dengannya. Pernikahan beliau dengan Shafiyyah 
didasari beberapa landasan. Shafiyyah telah mernilih Islam serta menikah
 dengan Rasulullah ketika beliau memberinya pilihan antara memeluk Islam
 dan menikah dengan beliau atau tetap dengan agamanya dan dibebaskan 
sepenuhnya. Ternyata Shafiyyah memilih untuk tetap bersama Nabi, Selain 
itu, Shafiyyah adalah putri pemimpin Yahudi yang sangat membahayakan 
kaum muslimin, di samping itu, juga karena kecintaannya kepada Islam dan
 Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam.
Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wassalam. menghormati Shafiyyah sebagaimana 
hormatnya beliau terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi, 
istri-istri beliau menyambut kedatangan Shafiyyah dengan wajah sinis 
karena dia adalah orang Yahudi, di samping juga karena kecantikannya 
yang menawan. Akibat sikap mereka, Rasulullah pernah tidak tidur dengan 
Zainab binti Jahsy karena kata-kata yang dia lontarkan tentang 
Shafiyyah. Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut, “Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wassalam. tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba unta 
Shafiyyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rasulullah berkata 
kepada Zainab, ‘Unta tunggangan Shafiyyah sakit, maukah engkau 
memberikan salah satu dan untamu?’ Zainab menjawab, ‘Akankah aku memberi
 kepada seorang perempuan Yahudi?’ Akhirnya, beliau meninggalkan Zainab 
pada bulan Dzulhijjah dan Muharam. Artinya, beliau tidak mendatangi 
Zainab selama tiga bulan. Zainab berkata, ‘Sehingga aku putus asa dan 
aku mengalihkan tempat tidurku.” Aisyah mengatakan lagi, “Suatu siang 
aku melihat bayangan Rasulullah datang. Ketika itu Shafiyyah mendengar 
obrolan Hafshah dan Aisyah tentang dirinya dan mcngungkit-ungkit 
asal-usul dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia mengadu kepada 
Rasulullah sambil menangis. Rasulullah menghiburnya, ‘Mengapa tidak 
engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku 
Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku Musa.” Di dalam hadits riwayat 
Tirmidzi juga disebutkan, “Ketika Shafiyyah mendengar Hafshah berkata, 
‘Perempuan Yahudi!’ dia menangis, kemudian Rasulullah menghampirinya dan
 berkata, ‘Mengapa cngkau menangis?’ Dia menjawab, ‘Hafshah binti Umar 
mengejekku bahwa aku wanita Yahudiah.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi 
wassalam. bersabda, ‘Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan 
kini engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia 
banggakan kepadamu?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. kemudian 
berkata kepada Hafshah, ‘Bertakwalah engkau kepada Allah, Hafshah!”
Salah satu 
bukti cinta Hafshah kepada Nabi terdapat pada hadits yang diriwayatkan 
oleh Ibnu Saad dalarn Thabaqta-nya tentang istri-istri Nabi yang 
berkumpul menjelang beliau wafat. Shafiyyah berkata, “Demi Allah, ya 
Nabi, aku ingin apa yang engkau derita juga menjadi deritaku.” 
Istri-istri Rasulullah memberikan isyarat satu sama lain. Melihat hal 
yang demikian, beliau berkata, “Berkumurlah!” Dengan terkejut mereka 
bertanya, “Dari apa?” Beliau menjawab, “Dari isyarat mata kalian 
terhadapnya. Demi Allah, dia adalah benar.”
Setelah 
Rasulullah wafat, Shafiyyah merasa sangat terasing di tengah kaum 
muslimin karena mereka selalu menganggapnya berasal dan Yahudi, tetapi 
dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wassalam. Ketika terjadi fitnah besar atas kematian 
Utsrnan bin Affan, dia berada di barisan Utsman. Selain itu, dia pun 
banyak meriwayatkan hadits Nabi. Dia wafat pada masa kekhalifahan 
Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam menshalatinya, kemudian 
menguburkannya di Baqi’. Semoga Allah memberinya tempat yang lapang dan 
mulia di sisiNya. Amin.
abdkadiralhamid@2013
abdkadiralhamid@2013
0 Response to "Sofiah binti Huyai bin Akhtab (wafat 50 H)"
Posting Komentar
Silahkan komentar yg positip