SAIYIDINA UMAR AL-KHATAB Ra
Sang Penakluk
Sang Penakluk
Segala puji bagi Allah Rabb semesta ‘Alam, Dialah yang maha pemberi petunjuk, siapa yang telah diberi petunjuk, maka tidak seorang pun yang sanggup menyesatkannya dan begutu pula sebaliknya Siapa yang disesatkan Allah, maka Tidak ada yang sanggup memberi petunjuk.
Dalam makalah ini kami akan membahas masa pemerintahan dan penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh Kalifah kedua dari kepemerintahan Khulafaurrosyidin (Para ‘ulama sepakat bahwa Khulafaurrosyidin adalah: Abu bakar, umar,Utsman dan ‘Ali). Beliou adalah Umar bin Khatab bin Nufail bin Abdil Uzza, bin Ribaah bin Abdullah bin Qaath bin Raza’ah bin ‘Adi bin Ka’ab. Ibunya ialah Hantamah binti Hasyim bin al Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhjum Umar termasuk bangsawan Qurais. Di zaman jahiliah dialah yang senantiasa diutus keluar negeri untuk urusan siasat. Dialah yang kerap kali dikirim menjadi orang perantaraan. Bila sekiranya terpaksa bertanding kemegahan dan kemuliaan, dia sanggup melakukan untuk kabilahnya.
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran Sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk shalat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, Alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di Zaman itu, Ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Perpindahan Khalifah
Abu Bakar tidak sampai tiga tahun menjabat sebagai khalifah yang pertama. Ketika merasa ajalnya semakin mendekat, padahal waktu itu futuhat islamiyah (perang pembebasan Islam) telah meluas ke luar jazirah Arab, Abu Bakar yang khawatir persatuan umat Islam akan pecah, Beliou memanggil para shahabat, terutama orang-orang yang memiliki kualifikasi permusyawaratan (ahlul halli wal ‘aqdi) untuk mencari calon terbaik untuk menggantikan dirinya sebagai khalifah.[1]
Abu Bakar memperhatikan para sahabatnya untuk dipilih, siapa di antara mereka seorang laki-laki yang tegas tapi tidak kejam dan lembut tetapi tidak lemah. Kemudia dia mendapatkan di antara meraka sebagai orang yang memiliki sifat-sifat yang menjadi kriteria pilihannya adalah satu di antara Umar bin Khathtab dan Ali bin Abu Thalib.
Ketika pilihannya jatuh pada Umar, ia pun mengundang para shahabat untuk musyawarah seputar pilihananya. Kemudia Abdurrahman bin ‘Auf bertanya: “Kemukakanlah kepadaku tentang Umar bin Khathtab! Berkatalah Abu Bakar: Tidak semata-mata kalian menyatakan tentang sesuatu melainkan engkau lebih mengetahui dari pada aku”. Kemudian Abu Bakar menyambung perkataannya : “Dia adalah seorang yang berhati lembut”. Abdurrahman berkata: “Demi Allah! Dia lebih utama dari yang engkau kira, tetapi di samping itu dia juga keras. Abu Bakar berkata: hal itu karena yang tampak dalam penilaianku lembut sehingga bila urusan diserahkan kepadanya niscaya ia akan memebiarkan banyak hal apa adanya”. Kemudian Abu Bakar mengundang Utsman dan berkata: “Beritakanlah padaku penilaianmu terhadap Umar”! Dia berkata:”seperti engkau telah mengemukakan kepada kami”. Abu Bakar berkata: “Seperti itu juga pendapatmu wahai Abu Abdullah? Coba kemukakan pendapatmu tentang Umar”! Utsman menjawab: “sungguh pengetahuanku bahwa hatinya lebih baik dari apa yang ditampakkan oleh tingkah laku perbuatan anggota badannya. Ditengah kita ia tidak ada duanya”, selanjutnya Abu Bakar bertanya kepada Asid bin Hudhair Al-Anshari[2] dan dia menjawab: “Sungguh dia adalah orang yang baik setelah engkau, dia orang yang ridho karena Allah dan dia benci karena Allah. Apa yang tersembunyi dari dirinya lebih baik dari apa yang dia tampakkan. Tidak ada orang yang lebih berhak menjadi pemimpin selain dia”. Abu Bakar telah mengajak musyawarah Sa’id bin Zaid dan yang lainnya dari kalangan Muhajirin dan Anshar seputar Umar dan semua menyanjungnya.[3]
Dalam sebuah riwayat oleh at-Thabiri, dikisahkan bahwa Abu Bakar pertama memanggil Abdurrahman bin Auf dan bertanya, ‘’Apa pendapatmu tentang Umar?’’. Atas pertanyaan tersebut Abdurrahman bin Auf menjawab, ‘’Wahai khalifah Rasulullah, dia adalah laki-laki terbaik yang terlihat.’’ Waktu pertanyaan yang sama diajukan kepada Usman bin Affan, beliau menjawab, ‘’Demi Allah, yang aku tahu sisi dalamnya lebih baik dari penampilan luarnya, dan bahwasanya tidak ada di antara kami yang menyamainya’’. Dari sahabat-sahabat lain Abu Bakar juga mendapat jawaban bahwa Umar bin Khattab adalah calon khalifah yang paling tepat.[4]
Setelah itu, Abu Bakar pun memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan bahwa Umur adalah pengganti dirinya nanti. Berikut ini adalah teks pernyataannya:
Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah pernyataan Abu Bakar, khalifah, penerus, kepemimpinan Muhammad Rasulullah saw. Saat ia mengakhiri kehidupannya di dunia dan saat ia memulai kehidupannya di akhirat. Dalam keadaan yang dipercayai oleh orang kafir dan ditakuti oleh orang durhaka, sesungguhnya aku mengangkat Umar bin Khathtab sebagai pemimpin kalian; Bahwasannya ia adalah pemimpin yang baik dan adil. Hal ini sejauh pengetahuan dan penilain diriku tentang dia. Bilamana dikemudian hari dia orang yang pendurhaka dan zhalim, sungguh aku tidak pernah tahu akan hal yang bersifat ghaib. Sungguh aku bermaksud baik dan segala sesuatu tergantung atas apa yang dilakukan[5]:
“Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali". (Q.S. 26: 227).[6]
Tipe Pemerintahan
Bagaimana Nabi mengetahui politik luar negerinya. Beliau telah mengirim beberapa surat dan utusan kepada para raja dan Amir (Gubernur) untuk menyeru mereka agar mengesakan Allah dan beriman kepada risalah yang diembannya. Beliau telah memerangi orang-orang Ghassani yang tunduk di bawah ٌRomawi diperbatasan negeri Syam saat mereka menghina da’wah, bertindak aniaya kepada para utusan, serta memburu para sahabat beliau.
Para khalifah yang berkuasa setelah wafatnya Rasulullah saw memahami betul bagaimana kebijakan politik luar negeri berdasarkan Islam. Semenjak Rasulullah Saw membangun Daulah di Madinah, kemudian diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, Bani Abassiyah hingga Bani Utsmaniyah, kebijakan politik ini secara konsisten dijalankan.
Keberhasilan pelaksanaan kebijakan politik luar negeri Islam sungguh sangat spektakular. Ini bisa dilihat dari luas ranah kekuasaannya dari masa ke masa. Keberhasilan futuhat ini digambarkan oleh Gibbon, penulis Inggris terkemuka dengan ungkapan :
“Penyebarluasan Islam tidaklah tertandingi dan mereka sampai menghadap kepulauan Inggris. Kekuatan daulah Islam (Khilafah) tinggal berjarak 250 mil dari tebing karang putih Dover. Kalau bukan karena beberapa hal dan tidak ada terusan Inggris, tentu Inggris sudah menjadi bagian dari daulah Islam. Dan Al-Qur’an serta bahasa Arab akan diajarkan di Oxford” .
Insya Allah akan datang masanya ...
Buah yang bisa dirasakan secara langsung dari keberhasilan politik luar negeri adalah banyak dan tersebarnya kaum muslimin yang berjumlah mencapai 1,9 miliar orang. Disini kita bisa merenung sejenak, bagaimana orang-orang tua kita bisa mengenal dan memeluk ajaran Islam. Bagaimana risalah itu sampai kepada mereka. Bila mereka tidak hidup dalam kurun yang sama dengan Rasulullah saw, lantas bagaimana mereka mendapatkan informasi tentang Islam ? Jawabannya adalah jihad.
Telah terungkap berbagai futuhat (pembebasan) yang dilakukan oleh pasukan-pasukan Muslim di bawah komando seorang Khalifah. Sebelumnya Rasulullah saw melakukan hal serupa. Satu demi satu wilayah dikuasai (baca: dibebaskan). Wilayah pertama yang berhasil dibebaskan oleh kaum Muslim adalah Irak, yang dihuni oleh campuran bangsa Arab dan Persia pemeluk agama Kristen, Mazdakkya, dan Zoroaster. Selanjutnya, Imperium Persia yang dihuni oleh penganut Zoroaster, Yahudi dan Kristen. Kemudian Syam, sebuah koloni Romawi yang didominasi oleh budaya Romawi dan agama Kristen. Orang-orang keturunan Suriah, Armenia, Yahudi, Arab dan sebagian kecil bangsa Romawi tinggal di wilayah tersebut. Mesir ditaklukkan tidak lama kemudian. Mesir dihuni oleh orang-orang Koptik, Yahudi dan Romawi. Tidak lama kemudian menyusul wilayah-wilayah di Afrika Utara. Wilayah yang dihuni bangsa Berber terebut sebelumnya berada di bawah kekuasaan Romawi. Setelah Bani Umayyah berkuasa, kaum Muslim berhasil menaklukkan wilayah Sindh, Khawarizmi, dan Samarkand serta menjadikan wilayah-wilayah tersebut sebagai bagian dari negara Islam. Andalusia berhasil ditaklukkan kemudian, dan menjadi bagian dari negara Khilafah[7].
Seperti hubungannya dengan khalifah Abu Bakar, dimasa pemerintahan Umar bin Khathab tidak jauh berbeda. Ketika Umar memangku jabatan kekhalifahan, ia meminta Ali menjadai penasehatnya, dan tugas yang diserahkan kepadanya adalah bidang hukum, suatu kedudukan tinggi yang sangat mulia dan dihormati. Seperti kata Umar, “di antara kita Ali adalah orang yang paling mengerti soal hukum dan dapat membuat keputusan”. [8]
Dalam berbagai hal Umar ra. Memang banyak meminta pendapat Ali, terutama dalam menghadapi masalah-masalah hukum fikih yang sulit dan kebijakan pemerintahannya. Banyak masalah pelik yang dihadapinya, sebelum ia mengambil keputusan, terlebih dahulu berkonsultasi dengan Ali.[9]
Pembentukan Administrasi Negara Dan
Pendistribusian
Berita-berita angkatan senjatanya di Iraq dan Syam menyita banyak waktu dan perhatiannya. Segala tindak-tanduk para pejabat dari berbagai daerah kedaulatannya menjadi pokok perhatian dan pikirannya. disamping itu, kepentingan rakyat di Madinah menambah rumit dan komplek dengan bertambahnya jumlah penduduk, serta kekayaan yang masuk. Usaha pembebasan dan penaklukan yang terus maju serta segala yang harus diselesaikan sehubungan dengan administrasi negeri-negeri yang baru dikuasai memaksanya harus menulis, sebab itu ia harus mengangkat beberapa pembantu yang dapat mengantur secara terpisah antara kepentingan perorangan dan kepentingan Negara. [10]
Pengangkatan Para Hakim
Dalam hal ini, yang pertama kali dilakukannya ialah memisahkan kekuasaan yudikatif di Madinah dari kekuasaannya kemudian ia membentuk pada setiap daerah seperti Abu Darda’ di Madinah, Syuraih di Kufah, Abu Musa al-Asy’ari di Bashrah, Quais bin al-Ash di Mesir[11].
Pembentukan Lembaga Keuangan dan Pemberian Tunjangan
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Haikal husen ia mengutip dari beberapa sumber bahwa dibentuknya lembaga keuangan berawal dari sekembalinya abu hurairah dari Bahrain dengan membawa uang Lima ratus ribu Dirham. Umar terkejut, sehingga ia memerintahkan Abu Hurairah untuk pulang dan tidur sebab umar menyangka ia telah mengantuk sebab uang itu terlalu banyak bagi Umar, tidak mungkin ada pada Abu Hurairah. Namun keesokan harinya Abu Hurairah mengumumkan bahwa apa yang dikatakannya adalah benar sehingga Umar pun percaya dan melihat Uang yang dimaksud. Disebutakan bahwa untuk mengelola uang tersebut, Umar telah mengadakan musyawarah agar dibentuknya lembaga keuangan dan tunjangan bagi yang ikut berperang dan para pejabat negara.[12]
Futuhat Pada Masa khalifah Umar bin
Khathtab
Sepuluh tahun kepemimpinan Umar itulah, penaklukan-penaklukan penting dilakukan Oleh orang Arab (Islam). Tidak lama sesudah `Umar memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Arab menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636), pasukan Arab berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641, pasukan Arab telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Arab menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Penyerangan Arab terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum `Umar naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Arab terletak pada pertempuran Qadisiyah tahun 637, terjadi di masa kekhalifahan `Umar. Menjelang tahun 641, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Arab (Islam). Dan bukan cuma itu: pasukan Arab bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642) mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya `Umar di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala `Umar wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.[13]
Sama pentingnya dengan makna penaklukan-penaklukan yang dilakukan Umar adalah kepermanenan dan kemantapan pemerintahannya. Iran, kendati penduduknya masuk Islam, berbarengan dengan itu mereka memperoleh kemerdekaannya dari pemerintahan Arab. Tetapi Suriah, Irak dan Mesir tidak pernah memperoleh hal serupa. Negeri-negeri itu seluruhnya di-Arabkan hingga saat kini. Umar sudah barangtentu punya rencana apa yang harus dilakukannya terhadap daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh pasukan Arab. Dia memutuskan, orang Arab punya hak-hak istimewa dalam segi militer di daerah-daerah taklukan, mereka harus berdiam di kota-kota tertentu yang ditentukan untuk itu, terpisah dari penduduk setempat. Penduduk setempat harus bayar pajak kepada penakluk Muslimin (umumnya Arab), tetapi mereka dibiarkan hidup dengan aman dan tenteram. Khususnya, mereka tidak dipaksa memeluk Agama Islam. Keberhasilan Umar betul-betul mengesankan. Sesudah Nabi Muhammad, dia merupakan tokoh utama dalam hal futuhat Islam. Tanpa penaklukan-penaklukannya yang secepat kilat, diragukan apakah Islam bisa tersebar luas sebagaimana dapat disaksikan sekarang ini. Lebih-lebih, kebanyakan daerah yang ditaklukkan dibawah pemerintahannya tetap menjadi Arab hingga kini, Inil Semua atas pertolongan Allah Swt Melalui Mujahid-Mujahid da’wahNya: Nabi Muhammad Saw sang Pembawa Risalah; Seorang hamba Utusan Allah, Sebagai penggerak utamanya, Kemudian disusul oleh Khalifah Abu Bakar. Dengan tidak mengecilkan peran Khalifah Umar dan seluruh kaum Muslimin yang mengorbankan harta dan jiwa mereka. Selanjutnya penaklukan-penaklukan yang dilakukan Umar bukanlah akibat otomatis dari Inspirasi yang diberikan Nabi Muhammad. Perluasan mungkin saja bisa terjadi, tetapi tidaklah akan sampai sebesar itu kalau saja tanpa kepemimpinan Umar yang brilian. Memang akan merupakan kejutan buat orang Barat yang tidak begitu mengenal Umar– membaca penempatan orang ini lebih tinggi dari pada orang-orang kenamaan sekaliber Charlemagne atau Julius Caesar dalam urutan daftar buku ini. Soalnya, penaklukan oleh bangsa Arab di bawah pimpinan Umar lebih luas daerahnya dan lebih tahan lama dan lebih bermakna ketimbang apa yang diperbuat oleh Charlemagne maupun Julius Caesar.[14]
Penaklukan Iraq dan persia
Bangsa arab memandang persia lebih sulit ditaklukan dari pada bizantium, dengan demikian, persiapan mereka pun untuk memerangi lebih matang. Abu Bakar telah menginstruksikan tentaranya agar berangkat menuju perbatasan Iraq di bawah komando Khalid bin Al-Walid bersama Al-Mutsanna bin Haritsah. Kabilah-kabilah arab yang berdomisili di selatan sungai Eupharat dapat ditaklukkan, kemudian kaum Muslimin juga memperoleh kemenangan atas persia. Dalam rangkaian perang ini kaum muslimin pun berhasil menguasai Hirah dan Anbar. Tetapi tidak lama kemudian bangsa arab terpukul mundur di hadapan tentara persia yang berjumlah banyak dengan Rustam sebagai komandannya. yang telah dipersiapkan oleh Yazdajir III, Kisra Persia terakhir dari keluarga Sasanid. Bangsa arab terpaksa mundur ke perbatasa padang pasir yang berlangsung sampai akhir masa pemerintahan Abu Bakar, dimana Khalid bin Walid mengalihkan pasukannya untuk membantu kaum Muslimain dalam berperang menghadapi Romawi, Syam, dan Palestina[15].
Ketika Umar bin Khathab menjabat khalifah dan kerusuhan di Persia pun bertambah sengit, Al Mutsanna bin Haritsah mengirim surat kepada Umar mengabarkan keadaan di Persia dan ia pun tidak ketinggalan mengabarkan perihal naik tahtanya Yazdajir yang usianya masih muda itu, serta meminta restu untuk memanfaatkan kesempatan ini. Ketika itu Umar merasa aman dari ancaman Romawi sesudah mereka dapat dikalahkan di Ajnadin pada tahun 15 H. maka ia mengarahkan perhatiannya untuk memerangi Iraq. Dia menyeru kaum Muslimin agar bangkit untuk memerangi iraq dan menaklukannya. Ketika itu ia bermaksud hendak langsung memimpin tentara kaum Muslimin oleh dirinya, tetapi sebagian diantara para shahabat menasehati agar cukup dengan mengangkat salah seorang tokoh terkemuka dari para shahabat saja dan baginya cukup berada di belakang sebagai pemasok bantuan. Saran ini diterima, kemudia ia naik mimbar dan berkata: “Wahai kaum Muslimin! Sesunguhnya aku pada mulanya bertekat hendak berangkat bersama kalian. Tetapi para bijak bestari dari kalian telah mengalihkan diriku dari padanya dan mereka menasehati agar aku tetap ditempat dan cukup dengan mengutus seorang dari para shahabat untuk memimpin perang ini[16].
Pilihan Umar jatuh kepada Sa’at bin Abi Waqos, Pilihan Umar tersebut menurut Dr. Hasan Ibrahim sangat tepat. Setelah Umar menyampaikan ucapan selamat berjuang. Sa’ad bergerak membawa tentara dari Hijaz menuju Koufah dengan cara berpindah-pindah route sambil mencari informasi dan berkirim surat pada Umar meminta petunjuk serta bantuan balatentara. Kemudian ketika hendak menuju al-Qodisiyah [17] ia bertemu dengan Rustam dan tiga puluh ribu pasukannya, semantara itu pasukan arab hanya berjumlah sekitar tujuh ribu sampai delapan ribu tentara sehingga kata Dr. Hasan dengan jumlah yang tidak seberapa itu ditertawakan oleh tentara Persia dan menyamakannya dengan alat pintal[18].
Setelah terjadi perdebatan, dengan demikian, bagi Rustam tidak ada jalan lain kecuali terjun ke medan laga untuk berperang dengan bangsa arab, sehingga pada hari terahir dari beberapa hari mereka berperang, Rustam bersama sejumlah besar tentaranya mati terbunum. Sedangkan sebagian melarikan diri sehingga harta kekayaan mereka menjadi ghanimah bagi kaum Muslimin kemudian Sa’ad mengejar mereka sampai di Jalaula’ dan mereka dapat ditangkap dalam pengejaran ini salah satu puteri Kisra’ telah tertawan dan sejumlah besar tentara Kisra’ dibunuh. Dampak dari penaklukan Jalaula’ ini adalah masuk islamnya para tuan tanah, para petani, penduduk yang berdomisili di antara sungai tigris dan Eupharat, penduduk Babil, penduduk si sekitar sungai al Mulk, penduduk kaui. Kemudian Umar mengakui segala milik mereka dan merka pun di bebaskan juga dari membayar upeti.
Atas perinta Umar, Sa’ad tinggal di Kufah dan disana ia membangun Masjid Jami’ dan kemudia kaum Muslimin membangun rumah-rumah yang menjadikannya ibu kota wilayah. Sa’ad melanglang Buana di negeri Iraq dan berhasil menguasai kota Madain, Ibu kota Persia, sesudah dikepung dua bulan lamanya, semantara itu, Yazdajir melariakn diri dengan membawa harta kekayaan dan benda-benda lain yang bisa di bawa.
Sesudah empat tahun Yazdajir menghimpun tentaranya kembali untuk menghadapi pasukan arab. Sa’ad mengirim tiga ribu tentara ke Halwan di bawah komando Jarir bin Abdullah Al-Bajali dan berhasil menaklukan pasukan Al-Balajdari dengan cara damai[19]. Kemudian untuk selanjutnya mereka berhasil menaklukan Nahawan, Al-Ahwaz, Qum, Qosyan dan beberapa tempat lainnya. Dan selanjutnya memerangi Adzar Baijan dan berhasil menaklukan[20].
Penaklukan Damsyiq dan pembersihan
Yordania
Barangkali kita masih ingat bahwa Abu Bakar bermaksud membebaskan Syam kemudian ia mengerahkan empat brigadir kesana yang pertama dipimpin oleh Abu Ubaidah yang kedua Ikrimah bin Abi Jahal yang ketiga yazid bin Abi Sofyan dan yang keempat Amr bin al-Ash. Setiap brigade menyerang satu daerah di Syam. Sehinggajika empat brigade ini berkumpul, maka akan di pimpin Abu Ubaidah. Tetapi ketika empat brigade berperang dengan pasukan Heraklius mereka terpukul mundur ketepi sungai Yarmuk. Sebab itulah abu baker khalid bin Walid sebagai panglima untuk melawan pasukan Romawi yang di pimpin oleh Heraklius yang pada akhirnya pasukan romawi dapat di hancurkan dan segala impiannya ingin bertahan terus di syam berakhir sudah[21].
Untuk selanjutnya umar berinisiatif untuk mengangkat abu ubaidah sebagai panglima untuk menggantikan khalid bin Walid kemudian melanujutkan pembebasan ke wilayahan Damsyiq dan Yordania.[22]
Penaklukan Syam dan Palestina
Para penguasa Romawi pada masa-masa akhir pemerintahannya memperlakukan Negeri jajahan dengan dzhalim. Mereka telah menimpakan beragam siksa kepada penduduk negeri jajahan. Keadaan pun lalu berubah sedemikian rupa dan orang-orang Romawi tidak dapat berbuat banyak untuk menghadapi keadaan yang terpuruk ini. Kondisi mereka tampak melemah, sehingga dari sebuah negara kuat yang mampu mengusir serangan bangsa Arab dari wilayah negeri mereka kini berubah hampir runtuh. Menghadapi situasi dan kondisi seperti ini, jiwa mereka diliputi perasaan lemah dan akhirnya keputus-asaan menjalar di seluru tubuh mereka. Keadaan ini disisi lain telah menumbuhkan optimisme umat islam dan telah membangkitkan keberanian, keimanan, serta perasaan tidak takut mati untuk berjuang menaklukkan syam, palestina, dan daerah-daerah yang lain.
Masa-masa Akhir Umar bin Khathtab
Pada sebuah subuh
Umar keluar dari rumahnya hendak mengimami shalat Shubuh. Ia meminta beberapa
orang untuk mengatur shaf. Setelah itu bertakbir untuk memulai shalat, ketika
itu Abu Lu’lu’ah Fairuz tiba-tiba muncul menyelinap dan menikam Umar beberapa
kali dengan sebilah kanjar bermata dua, yang memang suda bersembunyi di salah
satu dalam sudut masjid Nabawi. Umar terhempas roboh. Ia sempat meminta
Abdurrahman bin ‘Auf menggantikan sebagai imam meneruskan shalat, hingga
selesai.
Fairuz sendiri ketika Jama’ah banyak hendak menangkapnya ia bunuh diri setelah menikam orang di kanan kirinya dan menelan beberapa Korban. Beberapa hari sebelum peristiwa itu, Abu Lu’lu’ah tengah menemui amirul mu’minin yang sedang mengadakan ekspansi di pasar yang mengadukan nasibnya karena tindakan majikannya, yaitu Mughira bin Su’bah. Umar menanggapi seperlunya sesuai dengan masalah yang diajukan kepadanya . tetapi tampaknya ia kurang puas dan memang sudah menaruh dendam kepada Umar.
Dari pemeriksaan kedua dokter diketahui bahwa tipis nyawa Umar dapat tertolong, dalam keadaan demikian kaum Muslimin merasa kuatir dan mengusulkan agar Umar menunjuk calon pengganti. Tetapi ia ragu, sebab bila ia menunjuk seorang pengganti orang yang lebih baik dari ia sudah menunjuk sebagai pengganti, dan jika dibiarkan orang yang lebih baik dari dia juga membiarkan yang dia maksud adalah Rasulullah tidak menunjuk pengganti, dan Abu bakar menunjuk pengganti, yakni Umar sendiri. Ia kuatir akan terjadi kekacauan jika Negara dibiarkan seperti itu. Keadaan masa Nabi dan Abu Bakar sudah berbeda. Yang Ia kauatirkan, sebab setiap kabilah mengaku dirinya seperti kaum muhajirin dan Anshar, berhak memilih khalifah dan dipilih khalifah. Mereka akan mencalonkan seorang pemimpin dari mereka, jika Umar tidak memberikan pendapat pengakuan seperti itu akan sangat membahayakan kedaulatan yang baru tumbuh itu. Karenanya ia membentuk sebuah majelis, yang kemudian dikenal sebagai majelis syura yang terdiri dari enam anggota dengan tugas memilih khalifah diantara mereka dan Umar tidak menentukan calon khalifah[23]. Tidak berselang lama dari itu karena lukanya cukup berat, Umar meninggal keesokan harinya, meninggal sebagai syahid dan sejarah mengakui ia telah meninggal dalam Smasa keemasan pemerintahannya [24].
Fairuz sendiri ketika Jama’ah banyak hendak menangkapnya ia bunuh diri setelah menikam orang di kanan kirinya dan menelan beberapa Korban. Beberapa hari sebelum peristiwa itu, Abu Lu’lu’ah tengah menemui amirul mu’minin yang sedang mengadakan ekspansi di pasar yang mengadukan nasibnya karena tindakan majikannya, yaitu Mughira bin Su’bah. Umar menanggapi seperlunya sesuai dengan masalah yang diajukan kepadanya . tetapi tampaknya ia kurang puas dan memang sudah menaruh dendam kepada Umar.
Dari pemeriksaan kedua dokter diketahui bahwa tipis nyawa Umar dapat tertolong, dalam keadaan demikian kaum Muslimin merasa kuatir dan mengusulkan agar Umar menunjuk calon pengganti. Tetapi ia ragu, sebab bila ia menunjuk seorang pengganti orang yang lebih baik dari ia sudah menunjuk sebagai pengganti, dan jika dibiarkan orang yang lebih baik dari dia juga membiarkan yang dia maksud adalah Rasulullah tidak menunjuk pengganti, dan Abu bakar menunjuk pengganti, yakni Umar sendiri. Ia kuatir akan terjadi kekacauan jika Negara dibiarkan seperti itu. Keadaan masa Nabi dan Abu Bakar sudah berbeda. Yang Ia kauatirkan, sebab setiap kabilah mengaku dirinya seperti kaum muhajirin dan Anshar, berhak memilih khalifah dan dipilih khalifah. Mereka akan mencalonkan seorang pemimpin dari mereka, jika Umar tidak memberikan pendapat pengakuan seperti itu akan sangat membahayakan kedaulatan yang baru tumbuh itu. Karenanya ia membentuk sebuah majelis, yang kemudian dikenal sebagai majelis syura yang terdiri dari enam anggota dengan tugas memilih khalifah diantara mereka dan Umar tidak menentukan calon khalifah[23]. Tidak berselang lama dari itu karena lukanya cukup berat, Umar meninggal keesokan harinya, meninggal sebagai syahid dan sejarah mengakui ia telah meninggal dalam Smasa keemasan pemerintahannya [24].
Penutup
Dengan masuknya Umar ke dalam Islam, kekuatan kaum Muslimin makin bertambah tangguh. Ia kemudian menjadi penasehat utama Abu Bakar selama masa pemerintahan dua setengah tahun. Ketika Abu Bakar mangkat, ia dipilih menjadi khalifah Islam yang kedua, jabatan yang diembannya dengan sangat hebat selama sepuluh setengah tahun. Ia meninggal pada tahun 644 M, dibunuh selagi menjadi imam di masjid Nabi. Pembunuhnya bernama Feroz alias (Fairuz) Abu Lu’lu, seorang Majusi yang tidak puas dan menaruh dendam terhadap beliou.
Islam telah mengubah suku-suku bangsa Arab yang suka berperang menjadi bangsa yang bersatu, dan merupakan suatu revolusi terbesar dalam sejarah manusia. Dalam masa tidak sampai 30 tahun, orang-orang Arab yang suka berkelana telah menjadi tuan sebuah kerajaan terbesar di waktu itu. Prajurit-prajuritnya melanda tiga benua terkenal di dunia, dan dua kerajaan besar Caesar (Romawi) dan Chesroes (Parsi) bertekuk lutut di hadapan pasukan Islam yang perkasa. Nabi telah meninggalkan sekelompok orang yang tidak mementingkan diri, yang telah mengabdikan dirinya kepada satu tujuan, yakni berbakti kepada agama yang baru itu. Salah seorang di antaranya adalah Umar al-Faruq, seorang tokoh besar, di masa perang maupun di waktu damai. Tidak banyak tokoh dalam sejarah manusia yang telah menunjukkan kepintaran dan kebaikan hati yang melebihi Umar, baik sebagai pemimpin tentara di medan perang, maupun dalam mengemban tugas-tugas terhadap rakyat serta dalam hak ketaatan kepada keadilan. Kehebatannya terlihat juga dalam mengkonsolidasikan negeri-negeri yang telah di taklukkan.
Islam sempat dituduh menyebarluaskan dirinya melalui ujung pedang. Tapi riset sejarah modern yang dilakukan kemudian membuktikan bahwa perang yang dilakukan orang Muslim selama kekhalifahan Khulafaurrosyidin adalah untuk mempertahankan diri.
Sejarawan Inggris, Sir William Muir, melalui bukunya yang termasyur, Rise, Decline and Fall of the Caliphate, mencatat bahwa setelah penaklukan Mesopotamia, seorang jenderal Arab bernama Zaid memohon izin Khalifah Umar untuk mengejar tentara Parsi yang melarikan diri ke Khurasan. Keinginan jenderalnya itu ditolak Umar dengan berkata, “Saya ingin agar antara Mesopotamia dan negara-negara di sekitar pegunungan-pegunungan menjadi semacam batas penyekat, sehingga orang-orang Parsi tidak akan mungkin menyerang kita. Demikian pula kita, kita tidak bisa menyerang mereka[25]. Dataran Irak sudah memenuhi keinginan kita. Saya lebih menyukai keselamatan bangsaku dari pada ribuan barang rampasan dan melebarkan wilayah penaklukkan. Muir mengomentarinya demikian: “Pemikiran melakukan misi yang meliputi seluruh dunia masih merupakan suatu embrio, kewajiban untuk memaksakan agama Islam melalui peperangan belum lagi timbul dalam pikiran orang Muslimin.”
Khalifah Umar sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga pada suatu ketika secara diam-diam ia turun berkeliling di malam hari untuk menyaksikan langsung keadaan rakyatnya. Pada suatu malam, ketika sedang berkeliling di luar kota Madinah, di sebuah rumah dilihatnya seorang wanita sedang memasak sesuatu, sedang dua anak perempuan duduk di sampingnya berteriak-teriak minta makan. Perempuan itu, ketika menjawab Khalifah, menjelaskan bahwa anak-anaknya lapar, sedangkan di ceret yang ia jerang tidak ada apa-apa selain air dan beberapa buah batu. Itulah caranya ia menenangkan anak-anaknya agar mereka percaya bahwa makanan sedang disiapkan. Tanpa menunjukan identitasnya, Khalifah bergegas kembali ke Madinah yang berjarak tiga mil. Ia kembali dengan memikul sekarung terigu, memasakkannya sendiri, dan baru merasa puas setelah melihat anak-anak yang malang itu sudah merasa kenyang. Keesokan harinya, ia berkunjung kembali, dan sambil meminta maaf kepada wanita itu ia meninggalkan sejumlah uang sebagai sedekah kepadanya.
Khalifah yang agung itu hidup dengan cara yang sangat sederhana. Tingkat kehidupannya tidak lebih tinggi dari kehidupan orang biasa. Suatu ketika Gubernur Kufah mengunjunginya sewaktu ia sedang makan. Sang gubernur menyaksikan makanannya terdiri dari roti gersh dan minyak zaitun, dan berkata, “Amirul mukminin, terdapat cukup di kerajaan Anda; mengapa Anda tidak makan roti dari gandum?” Dengan agak tersinggung dan nada murung, Khalifah bertanya, “Apakah Anda pikir setiap orang di kerajaanku yang begitu luas bisa mendapatkan gandum?” “Tidak,” Jawab gubernur. “Lalu, bagaimana aku dapat makan roti dari gandum? Kecuali bila itu bisa dengan mudah didapat oleh seluruh rakyatku.” Tambah Umar.
Dalam kesempatan lain Umar berpidato di hadapan suatu pertemuan. Katanya, “Saudara-saudara, apabila aku menyeleweng, apa yang akan kalian lakukan?” Seorang laki-laki bangkit dan berkata, “Anda akan kami pancung.” Umar berkata lagi untuk mengujinya, “Beranikah anda mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan seperti itu kepadaku?” “Ya, berani!” jawab laki-laki tadi. Umar sangat gembira dengan keberanian orang itu dan berkata, “Alhamdulillah, masih ada orang yang seberani itu di negeri kita ini, sehingga bila aku menyeleweng mereka akan memperbaikiku.”
Seorang filosof dan penyair Muslim tenar dari India menulis nukilan seperti berikut untuk dia:Jis se jigar-i-lala me thandak ho who shabnam Daryaan ke dil jis se dabel jaen who toofan
Seperti embun yang mendinginkan hati bunga lily, dan bagaikan topan yang menggelagakkan dalamnya sungai.
Sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zaidan terhadap prestasi Umar berkomentar: “Pada zamannya, berbagai negara ia taklukkan, barang rampasan kian menumpuk, harta kekayaan raja-raja Parsi dan Romawi mengalir dengan derasnya di hadapan tentaranya, namun dia sendiri menunjukkan kemampuan menahan nafsu serakah, sehingga kesederhanaannya tidak pernah ada yang mampu menandingi. Dia berpidato di hadapan rakyatnya dengan pakaian bertambalkan kulit hewan. Dia mempraktekkan satunya kata dengan perbuatan. Dia mengawasi para gubernur dan jenderalnya dengan cermat dan dengan cermat pula menyelidiki perbuatan mereka. Bahkan Khalid bin Walid yang perkasa pun tidak terkecuali. Dia berlaku adil kepada semua orang, dan bahkan juga bagi orang non-Muslim. Selama masa pemerintahannya, disiplin baja diterapkan secara utuh.”
Hendaknya para pemimpin negeri ini bisa mencontoh Umar bin Khattab dalam memimpin negeri ini. Mengedepankan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingannya sendiri maupun golongannya. Menjadi pimpinan yang benar-benar bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Semoga!
· Renungan !
"Andai kata penduduk satu negeri itu benar-benar beriman dan bertakwa, maka kami akan bukakan kepada mereka keberkahan kami yang datang dari langit maupun yang tumbuh dari bumi. Akan tetapi jika mereka mendustakan ayat kami, maka kami akan azab mereka akibat perbuatan mereka sendiri " (Surah al-A'raf, ayat 96)
Referensi:
DR. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,Jil. 1. Cet. 1. Jakarta: Kalam Mulia, 2001
Ali Audah, Ali bin Abi Thalib Sampai kepada hasan dan husain, (Jakarta: Pt. Pustaka Letera AntarNusa, 2007, Cet. 1.
M. Husein Haikal, Umar bin Khatab Sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan Islam kedaulatannya di masa itu. (Terj: Ali Audah, Jakarta: PT. Pustaka litera antarnusa, 2001), cet. 2, hal 202
Prof. Dr. Hanka, Sejarah umat islam, (Jakarta: Pustaka Nasional Pte Ltd ingapura, 1997, Jilid.2 ) cet.2)
Abdul Aziz Sayyid Ahal, Umar bin Abdul Aziz Negarawan yang Shaleh, (Terj: Abdil Rosyid Siddiq. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002) Cet.1
Ensiklopedi Islam, Jakarta: Pt. Ichtiar baru Van Hueve, Jil.5, 2000, cet.2
Jeje Zainudin Abu Himam, Akar konflik Umat Islam, Sebuah pelajaran dari konflik politik pada zaman Shabat, banduna: Kaki langit, 2008, cet,1
Syaikh safiyyun Rahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah.Pustaka Al-Kautsar.
[1] http://www.riaupos.com/v2/content/view/1116/30/
[2] Ayahnya yang bernama Hudhair adalah indo Persia Aus sebagai pemimpin suku Aus dalam perang Bu’ats. Asid adalah salah seorang dari kelompok pertama yang masuk islam. Dia adalah salah seorang peserta yang mengadakan Bai’at Aqobah.
[3] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jil. 1. Cet. 1, Hal.403. Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
[4] http://www.riaupos.com/v2/content/view/1116/30/
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] http://nopriadi.multiply.com/journal/item/15
[8] Ali Audah, Ali bin Abi Thalib Sampai kepada hasan dan husain, (Jakarta: Pt. Pustaka Letera AntarNusa, 2007, Cet. 1. Hal: 158
[9]. Ibid, hal. 160
[10] M. Husein Haikal, Umar bin Khatab Sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan Islam kedaulatannya di masa itu. (Terj: Ali Audah, Jakarta: PT. Pustaka litera antarnusa, 2001), cet. 2, hal i59
[11] Ibid
[12] Ibid, hal i62
[13] Ensiklopedi Islam, Jakarta: Pt. Ichtiar baru Van Hueve, Jil.5, 2000, cet.2, hal.124
[14]Artikel ini kami kutip , kemudian kami luruskan atas pandangan penulis yang mengenyampingkan peran Allah dalam beberapa penaklukan yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar. http://khalidwahyudin.wordpress.com/2007/09/20/umar-bin-khattab/
[15] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Op Cit, Hal: 418.
[16] Ibid Hal: 419.
[17] Qodisiyah adalah pintu gerbang memasuki Iraq, Ini terjadi pada tahun 15 H atau 636 M,
[18] DR. Hasan menjelaskan sebagaimana yang terdapat dalam Al-Fakhru, Sebelum peperangan hebat antara pihak Sa’ad dan pihak Rustam. Kemudian Rustam berkata pada Al Mughirah sebagi utusan dari pihak Sa’ad: “Aku sungguh telah mengetahui bahwa yang mendorong kalian berperang tidak lain adalah kemiskinan dan susah mendapatkan jalan kehidupan. Kami akan memberi apa yang kalian harapkan dan kami akan juga memenuhi sebagian yang kalian inginkan.
Al-Mughirah menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengutus Nabinya kepada kami, sehingga kami berbahagia menjadi pengikutnya, beliau menyuruh berjihad memerangi orang-orang yang menentang kami (sampai mereka membayar upeti dengan patuh sedang mereka dengan keadaan terhina). Pada kesempatan ini kami menyeru kamu untuk menyembah dan mengabdi kepada Allah. Kami harap kamu memenuhi seruan ini dan di antara kita bersaudara, maka jika kamu menolak pedang menjadi hakin di antara kita”.
Rustam menjawab demi matahari dan bulan sungguh tidak sampai saat dhuha sehingga kami membunuh kalian semua “Al-Mughirah berkata tidak ada daya dan upaya melainkan pertolongan Allah, lalu ia beranjak”. Sehingga dengan jawaban Al-Mughirah ini Rustam berdecak kagum.
[19] Tetapi Yazdajir tiga melarikan diri kemudian ia terbunauh di Khurasan pada masa khalifah Usman pada tahun 31 H.
[20] DR. Hasan Ibrahim Hasan. Op Cit Hal: 426.
[21] Jeje Zainudin Abu Himam, Akar konflik Umat Islam, Sebuah pelajaran dari konflik politik pada zaman Shabat, banduna: Kaki langit, 2008, cet,1, hal.62
[22] M. Husein Haikal, Umar bin Khatab Sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan Islam kedaulatannya di masa itu. (Terj: Ali Audah, Jakarta: PT. Pustaka litera antarnusa, 2001), cet. 2, hal 202
[23] Keenam para shahabat itu: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair, Tolhah bin Ubaydillah, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Sa’add bin Abi Waqas.
[24] Ali Audah. Op Cit. Hal: 162.
Beliau (Umar) wafat dimadinah dalam usia 61th pada zdulhijah 23, sumberlain menyebutkan rabu 27 Rajab 23 setelah Hijriah atau 3 November 644M.
[25] http://www.riaupos.com/v2/content/view/1116/30/
Umar Bin Khattab ra - Amirul Mukminin
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) (bahasa Arab:عمر ابن الخطاب) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum memeluk Islam, Umar adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah, sebagaimana tradisi yang dijalankan oleh kaum jahiliyah Mekkah saat itu, Umar juga mengubur putrinya hidup-hidup sebagai bagian dari pelaksanaan adat Mekkah yang masih barbar. Setelah memeluk Islam di bawah Muhammad, Umar dikabarkan menyesali perbuatannya dan menyadari kebodohannya saat itu sebagaimana diriwayatkan dalam satu hadits "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku".
Umar juga dikenal sebagai seorang peminum berat, beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi seorang Muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali, meskipun belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.
Memeluk Islam
Ketika Rasulullah SAW menyebarkan Islam secara terbuka di Mekkah, Umar bereaksi sangat antipati terhadapnya, beberapa catatan mengatakan bahwa kaum Muslim saat itu mengakui bahwa Umar adalah lawan yang paling mereka perhitungkan, hal ini dikarenakan Umar yang memang sudah mempunyai reputasi yang sangat baik sebagai ahli strategi perang dan seorang prajurit yang sangat tangguh pada setiap peperangan yang ia lalui. Umar juga dicatat sebagai orang yang paling banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Rasulullah SAW .
Pada puncak kebenciannya terhadap ajaran Rasulullah SAW , Umar memutuskan untuk mencoba membunuh Rasulullah SAW , namun saat dalam perjalanannya ia bertemu dengan salah seorang pengikut Rasulullah SAW bernama Nu'aim bin Abdullah yang kemudian memberinya kabar bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam, ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW yang ingin dibunuhnya saat itu. Karena berita itu, Umar terkejut dan pulang ke rumahnya dengan dengan maksud untuk menghukum adiknya, diriwayatkan bahwa Umar menjumpai saudarinya itu sedang membaca Al Qur'an (surat Thoha), ia semakin marah akan hal tersebut dan memukul saudarinya. Ketika melihat saudarinya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat, diriwayatkan Umar menjadi terguncang oleh apa yang ia baca tersebut, beberapa waktu setelah kejadian itu Umar menyatakan memeluk Islam, tentu saja hal ini membuat hampir seisi Mekkah terkejut karena seseorang yang terkenal paling keras menentang dan paling kejam dalam menyiksa para pengikut Muhammad kemudian memeluk ajaran yang sangat dibencinya tersebut, akibatnya Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia menjadi kurang atau tidak dihormati lagi oleh para petinggi Quraisy yang selama ini diketahui selalu membelanya.
"Ya Allah...buatlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua orang ini. Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab." Salah satu dari doa Rasulullah pada saat Islam masih dalam tahap awal penyebaran dan masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.
Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatmah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan.
Beliau dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy. Beliau merupakan khalifah kedua didalam islam setelah Abu Bakar As Siddiq.
Nasabnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada kakeknya Ka'ab. Antara beliau dengan Nabi selisih 8 kakek. lbu beliau bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah al-Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau "kun-yah" Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang paling tua; dan memberi "laqab" (julukan) al Faruq.
Umar bin Khattab masuk Islam
Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang keras permusuhannya dengan kaum Muslimin, bertaklid kepada ajaran nenek moyangnya, dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek yang umumnya dilakukan kaum jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri. Beliau masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.
Ringkas cerita, pada suatu malam beliau datang ke Masjidil Haram secara sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan shalat Nabi. Waktu itu Nabi membaca surat al-Haqqah. Umar bin Khattab kagum dengan susunan kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri- "Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy." Kemudian beliau mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Al Qur'an bukan syair), lantas beliau berkata, "Kalau begitu berarti dia itu dukun." Kemudian beliau mendengar bacaan Nabi ayat 42, (Yang menyatakan bahwa Al-Qur'an bukan perkataan dukun.) akhirnya beliau berkata, "Telah terbetik lslam di dalam hatiku." Akan tetapi karena kuatnya adat jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi Islam.
Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Nabi. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu`aim bin Abdullah al 'Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu berkata kepada Umar bin Khattab, "Mau kemana wahai Umar?" Umar bin Khattab menjawab, "Aku ingin membunuh Muhammad." Lelaki tadi berkata, "Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah, kalau kamu membunuh Muhammad?" Maka Umar menjawab, "Tidaklah aku melihatmu melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu." Tetapi lelaki tadi menimpali, "Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai Umar? Sesuugguhnya adik perampuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama yang kamu yakini."
Kemudian dia bergegas mendatangi adiknya yang sedang belajar Al Qur'an, surat Thaha kepada Khabab bin al Arat. Tatkala mendengar Umar bin Khattab datang, maka Khabab bersembunyi. Umar bin Khattab masuk rumahnya dan menanyakan suara yang didengarnya. Kemudian adik perempuan Umar bin Khattab dan suaminya berkata, "Kami tidak sedang membicarakan apa-apa." Umar bin Khattab menimpali, "Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian." Iparnya menjawab, "wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?" Mendengar ungkapan tersebut Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah, karena tetap saja saudaranya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya, Umar bin Khattab berputus asa dan menyesal melihat darah mengalir pada iparnya.
Umar bin Khattab berkata, 'Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya.' Maka adik perempuannya berkata," Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah terlebih dahulu!" lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.
Tatkala Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari persembunyiannya dan berkata, "Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam Kamis, 'Ya Allah, muliakan Islam.dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.' Waktu itu, Rasulullah berada di sebuah rumah di daerah Shafa." Umar bin Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar bin Khattab datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bin Abdul Muthalib bertanya, "Ada apa kalian?" Mereka menjawab, 'Umar (datang)!" Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, "Bukalah pintunya. Kalau dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya." Kemudian Nabi menemui Umar bin Khattab dan berkata kepadanya. "... Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab." Dan dalam riwayat lain: "Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar."
Seketika itu pula Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang yang ke-40 masuk Islam. Abdullah bin Mas'ud berkomentar, "Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam."
Kepemimpinan Umar bin Khattab
Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah Abu Bakar As Siddiq.
Kepemimpinan Umar bin Khattab tak seorangpun yang dapat meragukannya. Seorang tokoh besar setelah Rasulullah SAW dan Abu Bakar As Siddiq. Pada masa kepemimpinannya kekuasaan islam bertambah luas. Beliau berhasil menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat, Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.
Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun Umar bin Khattab itulah, penaklukan-penaklukan penting dilakukan Islam. Tak lama sesudah Umar bin Khattab memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Islam menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636), pasukan Islam berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641, pasukan Islam telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Islam menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Setelah Umar menjadi khalifah, kekuasaan Islam tumbuh sangat pesat mencakup wilayah Mesopotamia (Iraq) dan sebagian Persia Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara. Pengaruh Islam juga melebar ke Armenia setelah merebutnya dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja. Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat. Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Penyerangan Islam terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum Umar bin Khattab naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Islam terletak pada pertempuran Qadisiya tahun 637, terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Menjelang tahun 641, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Islam. Dan bukan hanya itu, pasukan Islam bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642), mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya Umar bin Khattab di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar bin Khattab wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.
Selain pemberani, Umar bin Khattab juga seorang yang cerdas. Dalam masalah ilmu diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud berkata, ”Seandainya ilmu Umar bin Khattab diletakkan pada tepi timbangan yang satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar bin Khattab lebih berat dibandingkan ilmu mereka. Mayoritas sahabatpun berpendapat bahwa Umar bin Khattab menguasai 9 dari 10 ilmu. Dengan kecerdasannya beliau menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an dalam bentuk mushaf, menetapkan tahun hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan sholat sunah tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan, membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan, membangun tempat penginapan, memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi peminum "khamr" (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai dan juga konsep yang lainnya.
Namun dengan begitu beliau tidaklah menjadi congkak dan tinggi hati. Justru beliau seorang pemimpin yang zuhud lagi wara’. Beliau berusaha untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam satu riwayat Qatadah berkata, ”Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.” Abdullah, puteranya berkata, ”Umar bin Khattab berkata, ”Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT.”
Beliaulah yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang, Beliau berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh kaum muslimin kenyang memakannya…
Tidak diragukan lagi, khalifah Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara. Bahkan Umar bin Khattab sering terlambat salat Jum'at hanya menunggu bajunya kering, karena dia hanya mempunyai dua baju.
Kebijaksanaan dan keadilan Umar bin Khattab ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap rasa tanggung jawabnya kepada Allah SWT. Sehingga jauh-jauh hari Umar bin Khattab sudah mempersiapkan penggantinya jika kelak dia wafat. Sebelum wafat, Umar berwasiat agar urusan khilafah dan pimpinan pemerintahan, dimusyawarahkan oleh enam orang yang telah mendapat ridha Nabi SAW. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidilah, Zubair binl Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf. Umar menolak menetapkan salah seorang dari mereka, dengan berkata, aku tidak mau bertanggung jawab selagi hidup sesudah mati. Kalau AIlah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh Nabimu.
Selama ini, kita hanya mengetahui bahwa hanya ada dua sahabat Rasul yang benar-benar sangat kaya, yaitu Abdurrahman bin Auf dan Ustman bin Affan. Namun sebenarnya, sejarah juga sedikit banyak seperti “mengabaikan” kekayaan yang dipunyai oleh sahabat-sahabat yang lain.
Ingat perkataan Umar bin Khattab bahwa ia tak pernah bisa mengalahkan amal sholeh Abu Bakar? Itu artinya, siapapun tak bisa menandingi jumlah sedekah dan infaqnya Abu Bakar As-Shiddiq.
Lantas, bagaimana dengan kekayaan Umar bin Khattab sendiri? Khalifah setelah Abu Bakar itu dikenal sangat sederhana. Tidur siangnya beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma, dan ia hampir tak pernah makan kenyang, menjaga perasaan rakyatnya. Padahal, Umar adalah seorang yang juga sangat kaya.
Ketika wafat, Umar bin Khattab meninggalkan ladang pertanian sebanyak 70.000 ladang, yang rata-rata harga ladangnya sebesar Rp 160 juta—perkiraan konversi ke dalam rupiah. Itu berarti, Umar meninggalkan warisan sebanyak Rp 11,2 Triliun. Setiap tahun, rata-rata ladang pertanian saat itu menghasilkan Rp 40 juta, berarti Umar mendapatkan penghasilan Rp 2,8 Triliun setiap tahun, atau 233 Miliar sebulan.
Umar ra memiliki 70.000 properti. Umar ra selalu menganjurkan kepada para pejabatnya untuk tidak menghabiskan gajinya untuk dikonsumsi. Melainkan disisakan untuk membeli properti. Agar uang mereka tidak habis hanya untuk dimakan.
Namun begitulah Umar. Ia tetap saja sangat berhati-hati. Harta kekayaannya pun ia pergunakan untuk kepentingan dakwah dan umat. Tak sedikit pun Umar menyombongkan diri dan mempergunakannya untuk sesuatu yang mewah dan berlebihan.
Menjelang akhir kepemimpinan Umar, Ustman bin Affan pernah mengatakan, “Sesungguhnya, sikapmu telah sangat memberatkan siapapun khalifah penggantimu kelak.” Subhanallah! Semoga kita bisa meneladani Umar bin Khattab.
Umar Bin Khattab bertemu Uskup
Sophronius
Berita kedatangan bala bantuan kepada pasukan Muslim yang tengah mengepung kota membuat pasukan dan warga Kristen dan Yahudi yang berdiam di dalam kota menjadi ciut. Mengingat kedudukan Yerusalem sebagai kota suci, sebenarnya pasukan Muslim enggan menumpahkan darah di kota itu. Sementara kaum Kristen yang mempertahankan kota itu juga sadar mereka tidak akan mampu menahan kekuatan pasukan Muslim. Menyadari memperpanjang perlawanan hanya akan menambah penderitaan yang sia-sia bagi penduduk Yerusalem, maka Patriarch Yerusalem, Uskup Agung Sophronius mengajukan perjanjian damai. Permintaan itu disambut baik Panglima Amru bin Ash, sehingga Yerusalem direbut dengan damai tanpa pertumpahan darah setetespun.
Walaupun demikian, Uskup Agung Sophronius menyatakan kota suci itu hanya akan diserahkan ke tangan seorang tokoh yang terbaik di antara kaum Muslimin, yakni Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu. Sophronius menghendaki agar Amirul Mukminin tersebut datang ke Yerusalem secara pribadi untuk menerima penyerahan kunci kota suci tersebuit. Biasanya, hal ini akan segera ditolak oleh pasukan yang menang. Namun tidak demikian yang dilakukan oleh pasukan Muslim. Bisa jadi, warga Kristen masih trauma dengan dengan peristiwa direbutnya kota Yerusalem oleh tentara Persia dua dasawarsa sebelumnya di mana pasukan Persia itu melakukan perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan juga penajisan tempat-tempat suci. Walau orang-orang Kristen telah mendengar bahwa perilaku pasukan kaum Muslimin ini sungguh-sungguh berbeda, namun kecemasan akan kejadian dua dasawarsa dahulu masih membekas dengan kuat. Sebab itu mereka ingin jaminan yang lebih kuat dari Amirul Mukminin.
Panglima Abu Ubaidah memahami psikologis penduduk Yerusalem tersebut. Ia segera meneruskan permintaan tersebut kepada Khalifah Umar r.a. yang berada di Madinah. Khalifah Umar segera menggelar rapat Majelis Syuro untuk mendapatkan nasehatnya. Utsman bin Affan menyatakan bahwa Khalifah tidak perlu memenuhi permintaan itu karena pasukan Romawi Timur yang sudah kalah itu tentu akhirnya juga akan menyerahkan diri. Namun Ali bin Abi Thalib berpandangan lain. Menurut Ali, Yerusalem adalah kota yang sama sucinya bagi umat Islam, Kristen, dan Yahudi, dan sehubungan dengan itu, maka akan sangat baik bila penyerahan kota itu diterima sendiri oleh Amirul Mukminin. Kota suci itu adalah kiblat pertama kaum Muslimin, tempat persinggahan perjalanan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam pada malam hari ketika beliau ber-isra' dan dari kota itu pula Rasulullah ber-mi'raj. Kota itu menyaksikan hadirnya para anbiya, seperti Nabi Daud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Isa. Umar akhirnya menerima pandangan Ali dan segera berangkat ke Yerusalem. Sebelum berangkat, Umar menugaskan Ali untuk menjalankan fungsi dan tugasnya di Madinah selama dirinya tidak ada.
Kepergian Khalifah Umar hanya ditemani seorang pelayan dan seekor unta yang ditungganginya bergantian. Ketika mendekati Desa Jabiah di mana panglima dan para komandan pasukan Muslim telah menantikannya, kebetulan tiba giliran pelayan untuk menunggang unta tersebut. Pelayan itu menolak dan memohon agar khalifah mau menunggang hewan tersebut. Tapi Umar menolak dan mengatakan bahwa saat itu adalah giliran Umar yang harus berjalan kaki. Begitu sampai di Jabiah, masyarakat menyaksikan suatu pemandangan yang amat ganjilyang belum pernah terjadi, ada pelayan duduk di atas unta sedangkan tuannya berjalan kaki menuntun hewan tunggangannya itu dengan mengenakan pakaian dari bahan kasar yang sangat sederhana. Lusuh dan berdebu, karena telah menempuh perjalanan yang amat jauh.
Di Jabiah, Abu Ubaidah menemui Khalifah Umar. Abu Ubaidah sangat bersahaya, mengenakan pakaian dari bahan yang kasar. Khalifah Umar amat suka bertemu dengannya. Namun ketika bertemu dengan Yazid bin Abu Sofyan, Khalid bin Walid, dan para panglima lainnya yang berpakaian dari bahan yang halus dan bagus, Umar tampak kurang senang karena kemewahan amat mudah menggelincirkan orang ke dalam kecintaan pada dunia.
Kepada Umar, Abu Ubaidah melaporkan kondisi Suriah yang telah dibebaskannya itu dari tangan Romawi Timur. Setelah itu, Umar menerima seorang utusan kaum Kristen dari Yerusalem. Di tempat itulah Perjanjian Aelia (istilah lain Yerusalem) dirumuskan dan akhirnya setelah mencapai kata sepakat ditandatangani. Berdasarkan perjanjian Aelia itulah Khalifah Umar r.a. menjamin keamanan nyawa dan harta benda segenap penduduk Yerusalem, juga keselamatan gereja, dan tempat-tempat suci lainnya. Penduduk Yerusalem juga diwajibkan membayar jizyah bagi yang non-Muslim. Barang siapa yang tidak setuju, dipersilakan meninggalkan kota dengan membawa harta-benda mereka dengan damai. Dalam perjanjian itu ada butir yang merupakan pesanan khusus dari pemimpin Kristen yang berisi dilarangnya kaum Yahudi berada di Yerusalem. Ketentuan khusus ini berangsur-angsur dihapuskan begitu Yerusalem berubah dari kota Kristen jadi kota Muslim.
Perjanjian Aeliasecara garis besar berbunyi: "Inilah perdamaian yang diberikan oleh hamba Allah 'Umar, Amirul Mukminin, kepada rakyat Aelia: dia menjamin keamanan diri, harta benda, gereja-gereja, salib-salib mereka, yang sakit maupun yang sehat, dan semua aliran agama mereka. Tidak boleh mengganggu gereja mereka baik membongkarnya, mengurangi, maupun menghilangkannya sama sekali, demikian pula tidak boleh memaksa mereka meninggalkan agama mereka, dan tidak boleh mengganggu mereka. Dan tidak boleh bagi penduduk Aelia untuk memberi tempat tinggal kepada orang Yahudi."
Setelah itu, Umar melanjutkan perjalanannya ke Yerusalem. Lagi-lagi ia berjalan seperti layaknya seorang musafir biasa. Tidak ada pengawal. Ia menunggang seekor kuda yang biasa, dan menolak menukarnya dengan tunggangan yang lebih pantas.
Di pintu gerbang kota Yerusalem, Khalifah Umar disambut Patriarch Yerusalem, Uskup Agung Sophronius, yang didampingi oleh pembesar gereja, pemuka kota, dan para komandan pasukan Muslim. Para penyambut tamu agung itu berpakaian berkilau-kilauan, sedang Umar hanya mengenakan pakaian dari bahan yang kasar dan murah. Sebelumnya, seorang sahabat telah menyarankannya untuk mengganti dengan pakaian yang pantas, namun Umar berkata bahwa dirinya mendapatkan kekuatan dan statusnya berkat iman Islam, bukan dari pakaian yang dikenakannya. Saat Sophronius melihat kesederhanaan Umar, dia menjadi malu dan mengatakan, "Sesungguhnya Islam mengungguli agama-agama manapun."
Di depan The Holy Sepulchure (Gereja Makam Suci Yesus), Uskup Sophronius menyerahkan kunci kota Yerusalem kepada Khalifa Umar r.a. Setelah itu Umar menyatakan ingin diantar ke suatu tempat untuk menunaikan shalat. Oleh Sophronius, Umar diantar ke dalam gereja tersebut. Umar menolak kehormatan itu sembari mengatakan bahwa dirinya takut hal itu akan menjadi preseden bagi kaum Muslimin generasi berikutnya untuk mengubah gereja-gereja menjadi masjid. Umar lalu dibawa ke tempat di mana Nabi Daud Alaihissalam konon dipercaya shalat dan Umar pun shalat di sana dan diikuti oleh umat Muslim. Ketika orang-orang Romawi Bizantium menyaksikan hal tersebut, mereka dengan kagum berkata, kaum yang begitu taat kepada Tuhan memang sudah sepantasnya ditakdirkan untuk berkuasa. "Saya tidak pernah menyesali menyerahkan kota suci ini, karena saya telah menyerahkannya kepada ummat yang lebih baik ...," ujar Sophronius.
Umar tinggal beberapa hari di Yerusalem. Ia berkesempatan memberi petunjuk dalam menyusun administrasi pemerintahan dan yang lainnya. Umar juga mendirikan sebuah masjid pada suatu bukit di kota suci itu. Masjid ini sekarang disebut sebagai Masjid Umar. Pada upacara pembangunan masjid itu, Bilal r.a. - bekas budak berkulit hitam yang sangat dihormati Khalifah Umar melebihi dirinya - diminta mengumandangkan adzan pertama di bakal tempat masjid yang akan didirikan, sebagaimana adzan yang biasa dilakukannya ketika Rasulullah masih hidup. Setelah Rasulullah saw wafat, Bilal memang tidak mau lagi mengumandangkan adzan. Atas permintaan Umar, Bilal pun melantunkan adzan untuk menandai dimulainya pembangunan Masjid Umar. Saat Bilal mengumandangkan adzan dengan suara yang mendayu-dayu, Umar dan kaum Muslimin meneteskan air mata, teringat saat-saat di mana Rasulullah masih bersama mereka. Ketika suara adzan menyapu bukit dan lembah di Yerusalem, penduduk terpana dan menyadari bahwa suatu era baru telah menyingsing di kota suci tersebut.
Kehidupan di Madinah
Pada tahun 622 M, Umar ikut bersama Rasulullah Muhammad SAW dan pemeluk Islam lain berhijrah (migrasi) (ke Yatsrib (sekarang Madinah) . Ia juga terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Pada tahun 625, putrinya (Hafsah) menikah dengan Nabi Rasulullah SAW . Ia dianggap sebagai seorang yang paling disegani oleh kaum Muslim pada masa itu karena selain reputasinya yang memang terkenal sejak masa pra-Islam, juga karena ia dikenal sebagai orang terdepan yang selalu membela Rasulullah SAW dan ajaran Islam pada setiap kesempatan yang ada bahkan ia tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama mereka ia ikut menyiksa Rasulullah SAW dan para pengikutnya.
Kematian Rasulullah SAW
Pada saat kabar kematian Rasulullah SAW pada 8 Juni 632 M (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah) di Madinah sampai kepada umat Muslim secara keseluruhan, Umar dikabarkan sebagai salah seorang yang paling terguncang atas peristiwa itu, ia menghambat siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Akibat syok yang ia terima, Umar berkeras bahwa Muhammad Rasulullah SAW tidaklah wafat melainkan hanya sedang tidak sadarkan diri, dan akan kembali sewaktu-waktu. [1]
Abu Bakar yang mendengar kabar bergegas kembali dari Madinah, Ia menjumpai Umar sedang menahan Muslim yang lain dan lantas mengatakan (|cquote! :"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal dunia. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati."! |)
Abu Bakar mengingatkan kepada para pemeluk Islam yang sedang terguncang, termasuk Umar saat itu, bahwa Muhammad, seperti halnya mereka, adalah seorang manusia biasa, Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Qur'an [2] yan mencoba untuk mengingatkan mereka kembali kepada ajaran yang diajarkan Muhammad yaitu kefanaan makhluk yang diciptakan. Setelah peristiwa itu Umar menyerah dan membiarkan persiapan penguburan dilaksanakan.
Masa kekhalifahan Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Ssetelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam.
Menjadi khalifah
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar.
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah. Beliaupun memiliki 5 keutamaan diantaranya :
1. Telah disebutkan dalam beberapa hadits shahih bahwa ‘ Umar radhiallohu anhu termasuk penghuni surga.
2. Seorang yang disegani, hingga setan akan lari jika ber-papasan dengan beliau.
3. Kemuliaan ‘ Umar radhiallohu anhu tak hanya sebatas pada keberaniannya, tetapi juga pada kebenaran dirinya.
4. Ia adalah salah satu orang yang mendapatkan ilham dari Alloh subhanahu wa ta’ ala.
5. Salah satu sebab kejayaan Islam.
Kematian
Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.
Semasa Sayidina Umar Bin Khattab ra masih hidup beliau meninggalkan wasiat yaitu:
Jika engkau menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
Bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah ALLAH SWT. Karena tiada seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain ALLAH SWT.
Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiplah untuk mati. Karena jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi ,dan penuh penyesalan.
Bila engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya.
Tidak diragukan lagi, khalifah Umar bin Khattab ra adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara. Bahkan Umar ra sering terlambat salat Jum'at hanya menunggu bajunya kering, karena dia hanya mempunyai dua baju.
Kebijaksanaan dan keadilan Umar ra ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap rasa tanggung jawabnya kepada Allah SWT. Sehingga jauh-jauh hari Umar ra sudah mempersiapkan penggantinya jika kelak dia wafat. Sebelum wafat, Umar ra berwasiat agar urusan khilafah dan pimpinan pemerintahan, dimusyawarahkan oleh enam orang yang telah mendapat keridloan Nabi SAW, ketika beliau akan wafat. Mereka adalah Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib ra, Thalhah bin Ubaidilah ra, Azzubair ibnul Awwam ra, Sa'ad bin Abi Waqqash ra, dan 'Abdurrahman bin Auf ra. Umar ra menolak menetapkan salah seorang dari mereka, dengan berkata, aku tidak mau bertanggung jawab selagi hidup sesudah mati. Kalau AIlah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh nabimu.
Karena ketinggian sikap hati-hati, maka Umar ra sengaja tidak menunjukkan anak paman dan adik iparnya sendiri, yaitu Said bin Zaid bin Amru bin Nufail ra. la khawatir orang lain menuduhnya karena dia masih keluarga Umar ra, meskipun Said bin Zaid ra adalah salah seorang dari kesepuluh orang yang memperoleh kabar gembira masuk surga.
Umar ra juga berpesan kepada sahabatnya yang enam orang itu, agar putranya Abdullah menghadiri musyawarah, tetapi ia tidak memiliki hak untuk dipilih. Kehadiran Abdullah untuk mengutarakan pendapat, menyumbang saran saja. la tidak boleh diserahi kekuasaan apapun. Disamping itu juga berpesan, agar selama sidang musyawarah, yang menjadi imam salat adalah Shuhaib bin Sannan Arrumi ra sampai musyawarah itu usai.
Umar ra hanya mengangkat keenam orang itu dan tidak menyertakan Ubaidah ibnu Jarrah (orang ke sepuluh yang diberitakan masuk surga) karena ia telah wafat. la juga tidak mengangkat Said bin Zaid ra (orang ke sembilan yang diberitakan masuk.surga), karena ia adalah adik iparnya sendiri. Selain itu, Said tidak berminat memangku suatu jabatan apapun. Dia hanya ingin menjadi tentara yang terjun ke kancah perang dan perluasan dakwah. la bercita-cita gugur sebagai syahid di medan tempur dan Umar ra mengetahui hal itu.
Itulah gaya suksesi Umar bin Khattab ra, seorang khalifah yang adil dan bijaksana. Kebijaksanaan Umar diakui masyarakat muslim, yang menyatakan setelah Umar wafat, "Wahai Umar, engkau selalu meluruskan segala sesuatu yang bengkok. Engkau memadamkan segala api fitnah dan menghidup-hidupkan sunnah Nabi saw. Engkau meninggalkan dunia dengan bersih dan engkau bebas dari segala aib dan cemar."
Umar Sebagai Orang Yang Pertama
1. Pertama digelar Amirul Mukminin
2. Pertama menggunakan Hijrah sebagai kalendar Islam
3. Pertama mengenakan pukulan 80 kali ke atas peminum arak
4. Pertama mengharamkan nikah mut'ah
5. Pertama mewajibkan zakat ke atas kuda
6. Pertama menubuhkan jabatan-jabatan
7. Pertama sunatkan Qiyyam Ramadhan
8. Pertama mengarahkan solat Jenazah berjemaah dengan 4 takbir
9. Pertama memperkenalkan Al-'Aul dalam masalah Faraid (harta pusaka)
2014@abdkadiralhamid
0 Response to "SAIYIDINA UMAR AL-KHATAB Ra Sang Penakluk "
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip