Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat nabi yang kaya raya dan dermawan karena kemahirannya dalam berdagang. Ia termasuk salah satu sahabat nabi yang permulaan menerima Islam (Assabiqunal Awwaluun). Abdurrahman memeluk agama Islam sebelum Rasulullah saw menjadikan rumah al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah SWT dua hari sesudah Abu Bakar al-Shiddiq masuk Islam.
Abdurrahman
bin 'Auf adalah seorang shahabat Nabi s.a.w. yang mempunyai banyak
keistimewaan, di antaranya adalah beliau diberitahukan masuk syurga oleh
Allah s.w.t. ketika masih hidup serta termasuk salah seorang dari enam
orang anggota syura.
Kelahiran
Abdurrahman
bin 'Auf dilahirkan pada tahun kesepuluh dari tahun Gajah dan umurnya
lebih lebih muda dari Nabi selama sepuluh tahun karena Nabi dilahirkan
pada tahun gajah yaitu tanggal 20 April 571M. Dengan demikian
Abdurrahman dilahirkan pada tahun 581M. Namanya pada masa jahiliyah
adalah Abdu Amru dan dalam satu pendapat lain Abdul Ka'bah. Lalu Nabi
s.a.w. menggantikannya menjadi Abdurrahman. Nama lengkapnya adalah
Abdurrahman bin Auf bin Abdu Manaf bin Abdul Harits bin Zuhrah bin
Kilab bin Murrah al-Qurasyi al-Zuhri. Nasabnya bertemu dengan Nabi
s.a.w. pada Kilab bin Murrah. Kinayahnya adalah Abu Muhammad sedangkan
laqabnya al-Shadiq al-Barr. Ibunya bernama Asysyifa binti 'Auf bin Abdu
bin al-Harits bin Zuhrah.
Kepribadian
Adalah
sosok yang sangat bersegera dalam berinfak. Dialah Abdurrahman bin
‘auf, putih kulitnya, lebat rambutnya, banyak bulu matanya, mancung
hidungnya, panjang gigi taringnya yang bagian atas, panjang rambutnya
sampai menutupi kedua telinganya, panjang lehernya, serta lebar kedua
bahunya. Dia adalah sahabat yang pandai berdagang dan sangat ulet. Maka
mulailah ia menjual dan membeli. Selang beberapa saat ia sudah
mengumpulkan keuntungan dari perdagangannya.
Disamping
itu, ia juga sosok pejuang yang pemberani. Ia mengikuti
peperangan-peperangan bersama Rasulullah. Pada waktu perang Badr, ia
berhasil membunuh salah satu dari musuh-musuh Allah, yaitu Umair bin
Utsman bin Ka’ab At Taimi. Keberaniannya juga nampak tatkala perang
Uhud, medan dimana banyak diantara kaum muslimin yang lari, namun ia
tetap ditempatnya dan terus berperang sehingga diriwayatkan, ia
mengalami luka-luka sekitar dua puluh sekian luka. Akan tetapi
perjuangannya di medan perang masih lebih ringan, jika dibanding dengan
perjuangannya dalam harta yang dimilikinya.
Keuletannya
berdagang serta doa dari Rasulullah, menjadikan perdagangannya semakin
berhasil, sehingga ia termasuk salah seorang sahabat yang kaya raya.
Kekayaan yang dimilikinya, tidak menjadikannya lalai. Tidak menjadi
penghalang untuk menjadi dermawan.
Diantara
kedermawanannya, ialah tatkala Rasulullah ingin melaksanakan perang
Tabuk. Yaitu sebuah peperangan yang membutuhkan banyak perbekalan. Maka
datanglah Abdurrahman bin ‘Auf dengan membawa dua ratus ‘uqiyah emas
dan menginfakkannya di jalan allah. Sehingga
berkata Umar bin Khattab, ”Sesungguhnya aku melihat, bahwa Abdurrahman
adalah orang yang berdosa karena dia tidak meninggalkan untuk
keluarganya sesuatu apapun.” Maka bertanyalah Rasulullah kepadanya, ”Wahai Abdurrahman, apa yang telah engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Dia
menjawab, ”Wahai Rasulullah, aku telah meninggalkan untuk mereka lebih
banyak dan lebih baik dari yang telah aku infakkan.” ”Apa itu?” tanya Rasulullah. Abdurrahman menjawab, ”Apa yang dijanjikan oleh allah dan RasulNya berupa rizki dan kebaikan serta pahala yang banyak.”
Suatu
ketika datanglah kafilah dagang Abdurrahman di kota Madinah, terdiri
dari tujuh ratus onta yang membawa kebutuhan-kebutuhan. Tatkala masuk
ke kota Madinah, terdengarlah suara hiruk pikuk. Maka berkata Ummul
Mukminin, ”Suara apakah ini?” Maka dijawab, ”Telah datang kafilah Abdurrahman bin ‘Auf.” Ummul Mukminin berkata, ”Sungguh aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Aku melihat Abdurrahman masuk surga dengan keadaan merangkak’.” Ketika mendengarkan berita tersebut, Abdurrahman mengatakan, ”Aku ingin masuk surga dengan keadaan berdiri. Maka diinfakkanlah kafilah dagang tersebut.”
Beliau
juga terkenal senang berbuat baik kepada orang lain, terutama kepada
Ummahatul Mukminin. Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf
selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Menyertainya
apabila mereka berhaji, yang ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri
bagi Abdurrahman. Dia juga pernah memberikan kepada mereka sebuah
kebun yagn nilainya sebanyak empat ratus ribu.
Puncak
dari kebaikannya kepada orang lain, ialah ketika ia menjual tanah
seharga empat puluh ribu dinar, yang kemudian dibagikannya kepada Bani
Zuhrah dan orang-orang fakir dari kalangan muhajirin dan Anshar. Ketika
Aisyah mendapatkan bagiannya, ia berkata, ”Aku mendengar Rasulullah
bersabda, tidak akan
memperhatikan sepeninggalku, kecuali orang-orang yang bersabar. Semoga
Allah memberinya air minum dari mata air Salsabila di surga.”
Diantara
keistimewaan Abdurrahman bin Auf, bahwa ia berfatwa tatkala Rasulullah
masih hidup. Rasulullah juga pernah shalat di belakangnya pada waktu
perang tabuk. Ini merupakan keutamaan yang tidak dimiliki orang lain.
Abdurrahman bin Auf, juga termasuk salah seorang sahabat yang
mendapatkan perhatian khusus dari Rasulullah. Terbukti tatkala terjadi
suatu masalah antara dia dan Khalid bin Walid, maka Rasulullah
bersabda, ”Wahai Khalid, janganlah engkau menyakiti salah seorang dari
Ahli Badr (yang mengikuti perang Badr). Seandainya engkau berinfak
dengan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan bisa menyamai
amalannya.”
Disamping
memiliki sifat yang pemurah dan dermawan, ia juga sahabat yang faqih
dalam masalah agama. Berkata Ibnu Abbas: Suatu ketika kami duduk-duduk
bersama Umar bin Khattab. Maka
Umar berkata, ”apakah engkau pernah mendengar hadits dari Rasulullah
yang memerintahkan seseorang apabila lupa dalam shalatnya, dan apa yang
dia perbuat?”
Aku menjawab, ”Demi Allah, tidak pernah wahai Amirul Mukminin. Apakah engkau pernah mendengarnya?” Dia menjawab, ”Tidak pernah, demi Allah.” Tatkala kami sedang demikian, datanglah Abdurrahman bin Auf dan berkata, ”Apa yang sedang kalian lakukan?” Umar menjawab, ”Aku bertanya kepada Ibnu Abbas,”
kemudian ia menyebutkan pertanyaannya. Abdurrahman berkata, ”aku
pernah mendengarkan tentang hal itu dari Rasulullah.” Apa yang engkau
dengar wahai Abdurrahman?” Maka ia menjawab, ”Aku mendengar Rasulullah bersabda,
apabila lupa salah seorang diantara kalian di dalam shalatnya, sehingga
tidak tahu apakah ia menambah atau mengurangi, apabila ragu satu
raka’at atau dua raka’at, maka jadikanlah satu raka’at, dan apabila ia
ragu dua raka’at atau tiga raka’at, maka jadikanlah dua raka’at, dan
apabila ia ragu tiga raka’at atau empat raka’at, maka jadikanlah tiga
raka’at, sehingga keraguannya di dalam menambah, kemudian sujud dua
kali dan dia dalam keadaan duduk sebelum salam, kemudian salam.”
Hijrah Bersama Rasul
Abdurrahman
memeluk agama Islam sebelum Rasulullah saw menjadi rumah al-Arqam
sebagai pusat dakwah.Ia mendapatkan hidayah dari Allah SWT dua hari
sesudah Abu Bakar al-Shiddiq masuk Islam. Seperti orang-orang yang
pertama masuk islam lainnya,Abdurrahman pun tidak luput dari penyiksaan
dan tekanan kaum kafir Quraisy. Namun hal tersebut tidak membuatnya
bergeming sedikitpun, sekalipun maut akan menjemputnya. Ia tetap sadar
dan konsisten membenarkan dan mengikuti risalah yang dibawa oleh
Rasulullah SAW. Lantaran konsistennya dalam menegakkan panji-panji
Islam dan menjadi pengikut setia Rasulullah, kemudian ia menjadi salah
seorang pelopor bagi orang-orang yang hijrah untuk Allah dan Rasulnya.
Abdurrahman
turut hijrah ke Habasyah (sekarang Ethiopia-red) bersama kawan-kawan
seiman untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum Quraisy yang tak
henti-hentinya menteror mereka. Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat
hendak melakukan hijrah ke Madinah, Abdurrahman termasuk orang yang
menjadi pelopor kaum Muslimin untuk mengikuti ajakan Nabi yang mulia
ini. Di kota Madinah, Rasulullah SAW banyak mempersaudarakan kaum
Muhajirin dan kaum Anshor. Di antaranya Abdurrahman yang
dipersaudarakan dengan Saad bin Rabi' al-Anshory Ra.
Seperti
layaknya para muhajirin lainnya yang meninggalkan kota Mekkah,
Abdurrahman bin Auf di samping meninggalkan kota kelahirannya Mekkah
juga meninggalkan seluruh harta yang dimilikinya sehingga setibanya di
Madinah beliau tidak memiliki apapun harta dan bahkan beliau tidak
memiliki isteri. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya
Abdurrahman bin Auf telah dipersaudarakan (oleh Nabi s.a.w.) dengan
Sa'ad bin al-Rabi' al-Ansari tatkala tiba di Madinah. Lalu Sa'ad
berkata kepadanya: Saudaraku!
Saya adalah salah seorang penduduk Madinah yang punya banyak harta,
pilihlah dan ambillah/ dan saya juga mempunya dua orang isteri,
lihatlah salah satunya yang mana yang menarik hatimu sehingga saya bisa
mentalaknya untukmu. Abdurrahman menjawab semoga Allah memberkatimu pada hartamu dan keluargamu (akan tetapi) tunjukkanlah di mana letak pasarmu.
Merekapun menunjukkan pasar, maka beliaupun melakukan transaksi jual
beli sehingga mendapatkan laba (yang banyak) dan telah mampu membeli
keju dan lemak. Kemudian tidak lama berselang iapun sudah dipenuhi oleh
wewangian (menikah). Lalu Rasulullah s.a.w. bertanya: "apa gerangan yang terjadi denganmu?", Ia menjawab: "Wahai Rasulullah, aku telah menikah. Baginda bertanya: apa maharnya? Ia menjawab: "emas sebesar biji kurma". Baginda bertanya kembali: "buatlah walimah (pesta perkawinan) walaupun dengan satu ekor kambing".
Rasulullah
s.a.w. sangat jeli melihat keadaan Abdurrahman bin Auf sehingga beliau
dipersaudarakan dengan Sa'ad bin al-Rabi' yang merupakan salah seorang
penduduk Madinah yang mempunyai banyak harta. Persaudaraan ini
membuahkan hasil yang sangat kuat sekali bagi terjalinnya ikatan yang
sangat kuat di antara keduanya. Hal ini digambarkan ketika Sa'ad bin
al-Rabi' menawarkan setengah kekayaannya untuk dibagi percuma dan
istrinya yang dicintai untuk dinikahi oleh Abdurrahman bin Auf.
Abdurrahman. Walaupun Sa'ad bin al-Rabi' menawarkannya didasarkan oleh
niat tulus ikhlas namun Abdurrahman bin Auf bukanlah tipe manusia yang
memanfaatkan kesempatan sehingga beliau menolak secara halus dengan
ungkapan semoga Allah memberkatimu, keluargamu dan hartamu.
Abdurrahman
bin Auf boleh miskin materi, tapi ia tidak akan pernah menjadi miskin
mental. Jangankan meminta, ia pun pantang menerima pemberian orang
selain upahnya sendiri. 'Tangan di bawah' sama sekali bukan perilaku
mulia. Abdurrahman bukan hanya tahu, melainkan memegang teguh nilai
itu. Ia pun memutar otak bagaimana dapat keluar dari kemiskinan tanpa
harus menerima pemberian orang lain. Ia hanya minta ditunjukkan jalan
ke pasar. Ia pun pergi ke pasar dan mengamatinya secara cermat. Dari
pengamatannya ia tahu, pasar itu menempati tanah milik seorang saudagar
Yahudi. Para pedagang berjualan di sana dengan menyewa tanah tersebut,
sebagaimana para pedagang sekarang menyewa kios di mal.
Kreativitas
Abdurrahman pun muncul. Ia minta tolong saudara barunya untuk membeli
tanah yang kurang berharga yang terletak di samping tanah pasar itu.
Tanah tersebut lalu dipetak-petak secara baik. Siapa pun boleh
berjualan di tanah itu tanpa membayar sewa. Bila dari berdagang itu
terdapat keuntungan, ia menghimbau mereka untuk memberikan bagi hasil
seikhlasnya. Para pedagang gembira dengan tawaran itu karena
membebaskan mereka dari biaya operasional. Mereka berbondong pindah ke
pasar baru yang dikembangkan Abdurrahman. Keuntungannya berlipat. Dari
keuntungan itu, Abdurahman mendapat bagi hasil. Semua gembira. Tak
perlu makan waktu lama, Abdurrahman keluar dari kemiskinan, bahkan
menjadi salah seorang sahabat Rasul yang paling berada. Kegigihannya
dalam berdagang juga seperti yang beliau ungkapkan sendiri: "aku melihat diriku kalau seandainya akau mengangkat sebuah batu aku mengharapkan mendapatkan emas atau perak".
Sumbangan di Jalan Allah SWT
Laba
dari perniagaannya yang semakin meningkat dari ke hari tidaklah
menyebabkan beliau menjadi manusia yang pelit dan kikir serta jauh dari
jalan Allah. Bahkan beliau tidak segan-segan untuk menyumbangkan
hartanya di jalan Allah dan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa
beliau menyumbangkan setengah dari hartanya. Hal ini seperti disebutkan
Zuhri bahwa Abdurrahman bin Auf menyumbangkan setengah dari hartanya
sebanyak empat ribu dirham pada masa Rasulullah s.a.w., kemudian beliau
menyumbangkan empat ribu dirham, kemudian empat puluh dinar, kemudian
lima ratus kuda perang di jalan Allah, kemudian seribu lima ratus
tunggangan/ rahilah di jalan Allah, dan semua penghasilannya bersumber
dari perniagaan.
Kemurahan
hatinya untuk menyumbangkan hartanya di jalan tidak hanya berhenti
dengan menyumbangkan setengah dari hartanya bahkan dalam kesempatan
lainnya disebutkan bahwa beliau menyumbangkan keseluruhan hartanya. Hal
ini seperti diceritakan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa manakala
Abdurrahman bin Auf ditimpa oleh sebuah penyakit beliau mewasiatkan
sepertiga hartanya, maka tatkala sembuh beliau menyumbangkan sendiri
dengan tangannya, kemudian berkata: Wahai shahabat Rasulullah s.a.w.: saya akan memberikan sebanyak empat ratus dinar ke atas semua pasukan Badar, lalu Uthman dan beberapa orang lainnya datang menemuinya: lalu orang-orang bertanya kepadanya: Wahai Abu Umar, bukankah anda orang kaya? Ia berkata: ini adalah waslah dari Abdurrahman dan bukan sedekah, dan ia termasuk harta yang halal.
Maka ia menyumbangkan sebanyak seratus lima puluh ribu dinar kepada
mereka, lalu tatkala menjelang malam beliau duduk sendiri di rumahnya,
lalu menuliskan sebuah memo untuk dibagikan semua hartanya kepada para
muhajirin dan Anshar, bahkan beliau menulis bajunya yang dipakainya
dalam memo tersebut, dan tidak ada satupun yang disisakannya kecuali
dibagikan semuanya kepada kaum fakir.
Ketika
menunaikan shalat shubuh di belakang Rasulullah s.a.w. turunlah Jibril
dan berkata: Wahai Muhammad sesungguhnya Allah berfirman kepadamu: kirimkanlah
salam saya buat Abdurrahman dan terimalah semua memonya kemudian
kembalikanlah semua kepadanya dan katakan kepadanya:Allah telah
menerima sedekahmu dan ia adalah wakil Allah dan wakil RasulNya maka
kembangkanlah hartanya sesuai dengan kemauannya, dan kelolalah hartanya
sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya dan ia tidak akan diminta
pertanggungjawab dan beritahulah kabar gembira (ia dijamin masuk
syurga).
Disamping
menyumbangkan hartanya untuk fakir miskin dan orang-orang tertentu
beliau juga diceritakan merupakan orang yang paling banyak memerdekan
hamba. Dalam sebuah riwayat Ja'far bin Burqan berkata: saya pernah
mendengar bahwa Abdurrahman bin Auf telah memerdekakan hamba sebanyak
tiga puluh ribu jiwa. Dan Abu Amr berkata: dalam satu riwayat
disebutkan bahwa beliau memerdekakan sebanyak tiga puluh hamba dalam
satu hari.
Keutamaan Abdurrahman bin Auf
Keislaman
Abdurrahman bin Auf sejak dini menjadikan beliau sebagai pribadi yang
paling pertama menghadapi kerasnya penentangan dari penduduk Quraisy
Mekkah, sehingga akhirnya beliau dan beberapa shahabat lainnya
diizinkan oleh Nabi s.a.w. berhijrah ke Habsyah pada gelombang pertama.
Menurut para ulama, pemilihan kota Habsyah (Ethiopia) sebagai tujuan
hijrah pada masa itu disebabkan Habsyah adalah merupakan sebuah negara
yang tidak mempunyai ikatan diplomasi dengan negara-negara Arab
sehingga dalam hukum international di era modern disebutkan bahwa
negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik maka tidak boleh
melakukan ektradisi terhadap orang yang berlindung di dalam negaranya.
Dan ini merupakan pemilihan yang sangat tepat dari Rasulullah s.a.w.
dan diceritakan bahwa ketika utusan Quraisy membujuk Najasyi agar
mengusir para muhajirin dari bumi Habsyah, beliau berkata bahwa saya
tidak akan melakukan kecuali setelah mengetahui alasan dari pribadi
tersebut. Dan ternyata setelah mendengarkan penjelasan dari Ja'far bin
Abi Thalib, Najasyi mengembalikan semua hadiah yang diberikan oleh
utusan Quraisy dan mengusir keduanya serta menjamin keamanan seluruh
kaum muslimin di negaranya.
Tidak mengherankan akhirnya beliau merupakan di antara para shahabat yang mendapatkan beberapa keistimewaan di antaranya:
1. Menjadi Imam Shalat Nabi SAW
Dalam
sebuah riwayat disebutkan bahwa dalam satu peperangan Nabi s.a.w.
menjadi makmum Abdurrahman bin Auf. Dalam cerita panjang lebar Amr bin
Wahab mengatakan bahwa al-Mughirah bin Syu'bah menyebutkan bahwa
menjelang shubuh hari Nabi mengajak al-Mughirah untuk menemaninya
membuang hajat. Setelah buang hajat Nabi s.a.w. memintanya untuk
mengambalikan air wudhu' namun ternyata mereka sudah terlambat karena
rombongan sedang menunaikan shalat yang diimami oleh Abdurrahman bin
Auf. Ketika itu ia mencoba untuk menghentikan shalat jemaah tersebut
dengan kembali mengumandangkan azan namun Nabi s.a.w. melarangnya
sehingga Nabi s.a.w. menjadi makmun kepada Abdurrahman bin Auf. Dalam
satu hadits lainnya diriwayatkan oleh al-Mughirah: Nabi tidak meninggal sehingga menjadi makmum orang shalih dari ummatnya.
2. Calon Penghuni Syurga
Beliau
merupakan salah seorang shahabat Nabi s.a.w. yang dijamin masuk syurga
Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Sa'id
bin Zayd berkata: Rasulullah
s.a.w. berkata: sepuluh orang yang dijamin masuk syurga: Abu Bakar,
Umar, Ali, Utsman, Zubair, Thalhah, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin
al-Jarrah dan Sa'ad bin Abi Waqqas. Beliau berkata: beliau
telah menyebutkan satu persatu dari yang sembilan orang dan kemudian
berhenti sejenak pada bilang yang kesepuluh. Maka orang bertanya-tanya:
kami memohon kepadamu atas nama Allah siapakah orang yang kesepuluh? Beliau menjawab: kalian
meminta keseriusan saya atas nama Allah, (orang yang yang kesepuluh
adalah) Abu al-A'war (kinayah terhadap Sa'id bin Zaid).
3. Kecintaan Nabi SAW. terhadap Abdurrahman bin Auf r.a.
Ummu Salamah r.a. menceritakan bahwa Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya
yang akan menjaga kamu sekalian sepeninggalku adalah al-Shadiq al-Bar
(Abdurrahman bin Auf), Ya Allah hidangkanlah minuman mata air syurga
kepada Abdurrahman bin Auf.
Nabi s.a.w. juga bersabda: "Engkau adalah orang kepercayaan penduduk bumi dan engkau juga orang kepercayaan penduduk langit.
4. Ayat al-Quran yang memujinya
Al-Quran
memuji keutamaannya, di antaranya seperti yang diriwayatkan dari Saib
tentang firman Allah ta'ala (al-Baqarah:267) diturunkan untuk Uthman
dan Abdurrahman bin Auf. Adapun tentang Abdurrahman bin Auf diceritakan
bahwa ia menyumbangkan empat ribu dirham kepada Nabi s.a.w. lalu ia
berkata: sebenarnya saya punya delapan ribu dirham (akan tetapi) saya
tinggalkan empat ribu dirham untuk diri sendiri dan keluarga sedangkan
empat ribu dirham saya sumbangkan di jalan Allah maka Nabi s.a.w
bersabda: semoga Allah memberkati apa yang telah engkau tinggalkan dan apa yang telah engkau sumbangkan.
5. Salam dan berita masuk syurga dari Allah SWT
Ibnu Abbas r.a. berkata:
"manakala kafilah dagang Abdurrahman bin Auf kembali dari Syam langsung
dibawa kepada Nabi s.a.w. lalu Nabi s.a.w. berdoa untuknya agar
dimasukkan syurga, lalu turunlah Jibril
berkata: Sesungguhnya Allah mengirimkan salam untukmu dan berkata:
kirimkanlah salam saya kepada Abdurrahman bin Auf dan sampaikan berita
gembira beliau masuk syurga.
6. Penghargaan Nabi SAW
Abu
Umar dan beberapa orang lainnya berkata: Abdurrahman bin Auf ikut
dalam perang Badar dan semua peperangan lainnya, beliau tetap setia
membentengi Nabi s.a.w. pada perag Uhud, salah seorang dari sepuluh
orang yang dijamin masuk syurga, salah seorang dari lapan orang yang
terdahulu masuk syurga, salah seorang dari enam orang anggota syurga
yang disaksikan oleh Umar bahwa Rasulullah s.a..w telah ridha terhadap
mereka, salah seorang dari lima orang yang masuk Islam dalam tangan Abu
Bakar, Rasulullah s.a.w pernah mengutusnya ke Dumah al-Jandal,
memakaikan surban dan menyalipnya pada ke dua bahunya lalu berkata
kepadanya: pergilah dengan mengucapkan bismillah dan mewasiatkannya
beberapa wasiat, dan berkata kepadanya: jika Allah memberi kemenangan
kepadamu maka kawinilah anak perempuan dari pemimpin mereka, atau
disebutkan berkata anak perempuan raja mereka sedangkan pemimpin mereka
adalah al-Asbagh bin Tha'labah al-Kalibi lalu iapun mengawini anak
perempuannya Tamadhur dan ia adalah ibu dari anaknya Abi Salamah.
7. Kepercayaan Nabi SAW terhadap kekuatan imannya
Ubaidillah
bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud berkata: Bahwa Rasulullah SAW.
memberikan (sesuatu) kepada khalayak ramai dan tidak memberikan apapun
kepada Abdurrahmah bin Auf sedangkan ia berada dalam khalayak tersebut,
lalu Abdurrahman bin Auf keluar dari barisan tersebut dalam keadaan
menangis, maka Umar bin Khattab melihat dan berkata: apa yang membuatmu
menangis? Ia menjawab: Rasulullah s.a.w. memberikan sesuatu kepada
orang ramai padahal saya ada di tengah orang-orang tersebut, maka aku
takut Rasulullah s.a.w. tidak memberikan sesuatu kepadaku disebabkan
oleh hal yang tidak disukai dariku. Beliau berkata: lalu Umar masuk
menemui Nabi s.a.w. dan menceritakan peristiwa yang dialami oleh
Abdurrahman bin Auf, lalu Rasulullah s.a.w. berkata: Saya tidak marah kepadanya akan tetapi telah menyerahkannya kepada keimanannya.
8. Orang yang sudah bahagia dalam perut ibunya
Ibrahim
bin Abdurrahman bin Auf berkata: manakala Abdurrahman bin Auf terlelap
sebentar kemudian bangun kembali lalu bercerita: sesungguhnya telah
datang kepadaku dua orang malaikat yang berperawakan menakutkan lalu
keduanya berkata: ikuti bersama kami untuk diadukan kepada Allah. Ia
berkata: lalu keduanya dijumpai oleh seorang malaikat maka berkata: mau
dibawa kemana lelaki tersebut? Keduanya menjawab: kami mau
mengadukannya kepada Allah. Ia berkata: lepaskanlah ia karena
sesungguhnya ia telah dituliskan sebagai lelaki bahagia sedangkan ia
masih dalam kandungan ibunya.
9. Keilmuannya
Ibnu
Abbas r.a. bahwa ketika Umar menuju ke Syam dan manakala sampai di
Sara' beliau dikabarkan bahwa Syam telah dilanda oleh penyakit waba'
(penyakit menular), lalu mengumpulkan semua shahabat Rasulullah s.a.w.
dan meminta pendapat, sehingga muncullah berbagai pendapat namun beliau
menyetujui pendapat untuk kembali (agar tidak meneruskan perjalanan).
Tiba-tiba muncullah Abdurrahman bin Auf yang menghilang beberapa saat
karena buang hajat lalu berkata: Sesungguhnya saya sangat mengerti masalah ini, karena aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: apabila
terjadi penyakit menular di suatu tempat maka janganlah kamu masuk ke
dalamnya dan apabila terjadi di suatu tempat sedangkan kamu berada di
dalamnya maka janganlah kamu keluar darinya karena lari dari penyakit
tersebut.
10. Rujukan Umar
Anas
r.a. menceritakan bahwa peminum khamar Nabi SAW dijatuhkan hukuman
jilid dengan pelepah kurma dan sandal sebanyak empat puluh kali dan
demikian juga Abu Bakar. Seterusnya Anas r.a. menceritakan ketika Umar
diangkat menjadi Khalifah: sesungguhnya orang kampung telah datang ke
kota, apa pendapat kalian tentang hukum peminum khamar? Lalu
Abdurrahman bin Auf berkata: kita menetapkan hukumannya di bawah hukuman hudud maka (Umarpun) menetapkan hukuman sebanyak delapan puluh kali jilid.
11. Ketawadhuannya
Walaupun
beliau merupakan sosok shahabat Nabi s.a.w. yang telah dijanjikan
masuk syurga namun beliau titel tersebut tidak menyebabkan beliau lupa
diri. Sa'id bin Jubair berkata: Abdurrahman bin Auf tidak dapat dibedakan di antara hamba sahayanya.
Wafat
Abdurrahman
bin Auf meninggal pada tahun 31H, dalam pendapat lain disebutkan pada
tahun 32H ketika berumur 75tahun. Dalam pendapat lain disebutkan
berumur 72tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi' yang diimami oleh
Utsman berdasarkan wasiatnya. Diriwayatkan oleh Ibnu al-Najjar di
dalam kitab Akhbar al-Madinah dengan sanadnya dari Abdurrahman bn
Humaid dari Bapaknya berkata: ketika ajal hendak menjemputnya Aisyah
mengirimkan seseorang kepadanya supaya dikuburkan di sisi Rasulullah
s.a.w. dan kedua saudaranya, maka ia menjawab: saya tidak mau
menyempitkan ruang rumahmu karena sesungguhnya saya telah berjanji
kepada Ibnu Maz'un siapa saja yang meninggal maka akan dikuburkan di
sisi sahabatnya dan dengan demikian makam Utsman bin Maz'un dan
Abdurrahman bin Auf berada di sisi qubah Ibrahim bin Nabi s.a.w.
Harta Warisan
Abdurrahman
bin Auf meninggalkan dua puluh delapan anak lelaki dan delapan anak
perempuan. Hal yang sangat menarik sekali bahwa walaupun sudah
menyumbangkan hampir keseluruhan hartanya di jalan Allah SWT. namun
beliau masih meninggalkan harta warisan yang sangat banyak sekali. Dalam
sebuah riwayat dari Muhammad, beliau menceritakan bahwa di antara
harta peninggalan Abdurrahman bin Auf adalah emas murni sehingga tangan
para tukang merasa kewalahan (lecet) untuk membagikannnya dan empat
orang isterinya masing-masing menerima harta warisan sebanyak delapan
puluh ribu dinar.
Abu Amr berkata: beliau
adalah seorang pedagang sukses dalam bidang bidang perniagaan,
sehingga mendapatkan laba yang sangat banyak dan meninggalkan sebanyak
seribu unta, tiga ratus kambing, seratus kuda perang yang digembalakan
di daerah Naqi' dan mempunyai lahan pertanian sehingga kebutuhan
keluarganya setahun dipasok dari hasil tanaman tersebut.
0 Response to "Abdurrahman bin Auf ra. - Biografi "
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip