Terjemah Ihya Ulumuddin Bab:
Unsu, Khauf Dan Syauq
Definisi
Unsu (merasakan nyaman dengan Allah), khauf (takut) dan khauf (rindu) adalah dampak dari mahabbah. Hanya saja berselisih sesuai pandangan dan kekuatannya di satu waktu. Artinya, jika seseorang berhati kuat untuk melihat hal gaib
di belakang tabir dan merasa tidak mampu menembus Dzat Maha Agung maka
hatinya tergerak dan bangkit untuk mencarinya maka disebut syauq (rindu bertemu Allah).
Sedang, jika di samping merasakan hal
tadi, ia juga merasa sangat senang dekat dan menyaksikan kehadiran Dzat
yang tampak tapi tidak perlu menelusuri sejati-Nya maka rasa gembira ini
disebut unsu.
Adapun jika ia merasa sakit hati ketika menyadari bahwa sifat-sifat ini bisa saja hilang dan bisa jauh dari-Nya maka disebut khauf.
Barang siapa sudah kuat rasa unsunya maka dia hanya ingin menyendiri dan berkhalwat. Sebagaimana cerita bahwa Ibrahim bin Adham turun gunung. Lalu ditanya, “Dari mana saja kamu?”. Ia menjawab, “Dari unsu billah.” Sebab unsu billah itu akan diikuti rasa sedih dengan selain-Nya.
Bahkan, jika unsu sudah kuat ia
akan sangat berat hatinya untuk melakukan hal yang mencegah khalwat.
Sebagaimana diriwayatkan, ketika Musa as. sudah berbicara dengan Allah,
ia berdiam diri selama beberapa waktu. Ia tidak mendengar perkataan
seseorang pun kecuali ia merasakan mual karena cinta menyebabkan indahnya perkataan si doi dan ingin selalu menyebutnya. Sehingga hati merasa muak dengan yang lain.
Pengalaman Ulama
Oleh karena itu sebagian pakar hikmah berdoa, “Wahai Dzat yang menanamkan unsu dan membuat gelisah saat mengingat makhluk.”
Allah berfirman kepada Dawud, “Rindulah pada-Ku, nyaman dengan-Ku, dan gelisah dengan selain Aku.”
Rabi’ah ditanya, “Bagaimana kamu
mendapat posisi wali ini?” dia menjawab, “Karena aku meninggalkan hal
yang tidak berfaidah dan aku merasa nyaman bersama Dzat yang tidak
pernah sirna.”
Tanda-Tanda Unsu
Jika kamu bertanya, “Apa tanda-tanda unsu?”
Maka ketahuilah, tanda khususnya adalah hati merasa susah berinteraksi dengan sesama, jenuh
bersama mereka, dan selalu merasakan enak berzikir. Andai dia terpaksa
bersama, ia seakan sendiri dalam kebersamaan, bersama dalam kesendirian,
asing saat jamaah, hadir saat pergi dan pergi saat hadir, bersama dalam
tubuh dan sendiri dalam hati, selalu merasakan nikmat berzikir.
Sebagaimana yang dikatakan Imam Ali,
“Mereka adalah kaum yang mendapat ilmu hakiki. Mereka merengkuh ruh
keyakinan, tenang, dan nyaman dengan kegelisahan. Mereka bersama dunia dalam jasad tapi jiwanya di tempat tinggi. Merekalah khalifah Allah di bumi dan dai-Nya.”
Permisalan Unsu
Ada sebagian ahli kalam yang mengingkari unsu, syauq dan hubb. Ia menduga semua itu menyerupakan Allah dengan hawâdits. Ia
tidak tahu keindahan mata hati itu lebih sempurna ketimbang mata
kepala. Orang yang hanya tahu kulit depan agama dan menduga yang wujud
hanya kulit.
Ibarat seseorang yang tidak bisa
mengupas kelapa akan menduga semua kelapa adalah kulit dan tidak mungkin
menghasilkan minyak sama sekali.
Hasil dari Unsu
Ketahuilah! Jika unsu terus menerus ada, mengakar kuat sekali dan tidak dihalangi oleh derita syauq atau khauf maka dia bisa berbuah semacam inbisâth aqwâl wa af’âl (suka
berkata, etika dan munajat dengan-Nya, atau mudahnya dia akan menjadi
genit dengan Allah, merengek, meminta dan kadang hal yang tidak masuk
akal).
Misalnya adalah Barakh al-Aswad.
Suatu hari, Musa as. berdoa kepada Allah agar mengentas kemiskinan dan
kemarau panjang selama tujuh tahun serta memberi hujan untuk tujuh puluh
ribu manusia. Allah swt. memberi wahyu, “Bagaimana aku mengabulkan,
mereka sendiri berbuat dzalim. Mereka berdoa tanpa keyakinan, merasa
aman dengan makarKu. Pergilah ke Barakh. Katakan agar dia keluar
sehingga aku mengabulkan doanya.
Saat Musa as. menyusuri jalan, ia
bertemu hamba hitam legam yang ada bekas sujud di antara kedua keningnya
dengan membawa lilin yang ia ikat di lehernya. Musa mengenal dengan
pertolongan Allah dan mengucapkan salam.
Ia bertanya, “Siapa namamu?”
“Aku Barakh,” jawabnya.
“Kalau begitu, kamulah yang aku cari. Berdoalah kepada Allah,” kata Musa.
Ia keluar dan berdoa, “Wahai Allah,
kemiskinan ini tidaklah perbuatan-Mu dan sifat santun-Mu. Apa yang
terjadi pada-Mu, apakah mata-Mu tidak melihat, kerajaan-Mu habis, atau
sangat marah kepada hamba yang berdosa? Bukankan Engkau Maha Pengampun
dan menyuruh berbuat baik? Kamu tidak mau atau takut mereka tidak
menyembah hingga Kamu menghukum.”
Ia belum selesai berdoa hingga Bani Israil mendapat air hujan yang banyak dan Allah menumbuhkan rumput di tengah hari.
Ketika Barakh kembali, Musa bertanya, “Bagaimana menurutmu ketika engkau mendemo Allah?”
Allah berfirman, “Sungguh, Barakh membuatku tertawa tiga kali sehari.”
Ini semua adalah sifat orang-orang yang mendapat unsu, dan tidak boleh dilakukan yang lain.
Al-Junaid berkata, “Orang-orang unsu itu berkata sesuatu yang menjadikan kafir menurut masyarakat awam.”
Orang unsu Mendapat Keistimewaan
Jangan kamu anggap mustahil jika Allah
memberlakukan istimewa bagi mereka atas orang lain karena makam yang
berbeda. Misalnya saja, Adam dan Iblis yang sama-sama maksiat. Iblis
dihukum sementara Adam diterima taubatnya.
Begitu juga dengan inbisâth (merayu dan kegenitan), kadang
dimiliki sebagian orang bukan yang lain. Misalnya, Musa as. berani
memberi alasan ketika ditanya akan pengangkatan Harun dan takut
menghadapi Fir’aun. Ia menjawab,
قَالَا رَبَّنَا إِنَّنَا نَخَافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَنْ يَطْغَى (45) قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
“Mereka berdua berkata, “Wahai
Allah, kami khawatir Firaun berbuat salah atau lalim kepada kami.” Dia
menjawab, “Jangan takut kalian, sungguh Aku bersama kalian, Aku bisa
mendengar dan melihat.” (QS. Thâha [20]: 43)
Sebab orang yang mempunyai unsu akan merayu dan merengek. Padahal Allah swt. tidak menerima argumentasi Yunus as. saat marah sehingga Dia menghukumnya.
2013@abdkadiralhamid
2013@abdkadiralhamid
0 Response to "Terjemah Ihya Ulumuddin Bab: Unsu, Khauf Dan Syauq"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip