10 Alasan Pentingnya Memperingati Maulid Nabi
Bulan
maulid telah tiba. Lantunan barzanji, dhiba’ dan puji-pujian kepada Rasulullah
saw menggema di setiap surau, masjid dan mushalla, lapangan hingga
kantor-kantor.
Para
santri berlomba mendendangkan dengan lagu yang indah. Suara yang merdu menambah
khusyu’ hati kyai membayangkan kehadiran Kanjeng Nabi. Anak-anak kecil berkalung
sarung cerah gembira menunggu jajanan yang sebentar lagi dihidangkan. Allahumma
shalli wa sallim ‘alaihi.
Begitulah
suasana maulid dimeriahkan umat muslim Nusantara. Bulan maulid adalah bulan
suka-cita. Cerah sinarnya menyibakkan kegelapan yang menyelimuti ummat manusia.
Meski tradisi peringatan maulid telah berurat-akar di tanah air ini, tidak ada
salahnya jika dikemukakan kembali beberapa alasan penting diadakannya maulid
Nabi saw.
Dalam
bukunya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bil
Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah, Dr. Oemar Abdullah Kamil
menerangkan beberapa hal yang berhubungan tentang peringatan maulid Rasulullah
saw. Ada Sepuluh alasan yang menjadikan pentingnya memperingati Maulid Nabi
yaitu:
Pertama,
bahwa Allah swt memberkati dan mengagungkan hari dan tanah kelahiran para nabi.
Apalagi hari kelahiran Rasulullah saw. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita
sebagai umat Rasulullah memuliakan hari kelahirannya. Hal ini berdasar pada
kisahkan dalam sebuah hadits yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
jilid VII bahwa ketika dalam perjalanan Mi’raj, Rasulullah saw diperintahkan
Jibril shalat dua rekaat di Bethlehem. Setelah Rasulullah saw. selesai shalat,
Jibril lalu bertanya “apakah kamu tahu di mana kamu shalat saat itu? Rasulullah
saw menjawab “tidak” dan jibril berkata lagi “kamu shalat di Bethlehem tempat
kelahiran Nabi Isa”. Demikian potongan hadits tersebut:
…ثم قال لي انزل فصل فنزلت وصليت فقال لي اتدري اين صليت ؟ فقلت
لا، قال صليت في بيت لحم بناحية بيت المقدس، حيث ولد عيسى بن مريم عليه السلام ثم
ركبت فمضينا
Hadits
di atas membuktikan betapa Allah dan Rasul-Nya menghormati tanah kelahiran Nabi
Isa as sebagai Nabi Allah swt. Sekaligus juga menunjukan kesadaran beliau akan
arti sebuah sejarah bagi kehidupan umat manusia.
Demikian
pula Allah swt merahmati hari hari kelahiran Nabi Isa dengan kesejahteraan
sebagaimana temaktub dalam surat Maryam ayat 33.
وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ
Dan
kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan (Maryam: 33)
Jikalau
Allah swt memberkati hari kelahiran Nabi Isa as, bukankah berarti hari kelahiran
Rasulullah saw lebih diberkati dan dilimpahi kesejahteraan? Sesungguhnya semua
hari itu sama, diciptakan dan ditentukan oleh Allah swt, oleh karenanya Ia
berhak memuliakan dan meng-istimewakan hari-hari pilihan-Nya. Hal ini dapat
dibuktikan dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an dimana Allah dengan tegas
menentukan nilai dari hari-hari (ayyam) tersebut. Diantaranya dalam Surat
Ibrahim ayat 5 dan al-Jatsiyah ayat 14
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآياتِنَا أَنْ أَخْرِجْ قَوْمَكَ
مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami
perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya
terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah” (Ibrahim: 5)
قُلْ لِلَّذِينَ آمَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لَا يَرْجُونَ
أَيَّامَ اللَّهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Katakanlah
kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang
tiada takut hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa
yang telah mereka kerjakan (al-Jasiyah: 14).
Alasan
kedua pentingnya memperingati maulid Nabi adalah bertolak dari kisah Abu Lahab,
paman Rasulullah saw yang memerdekakan budaknya bernama Tsuwaibah al-Aslamiyyah
pada hari kelahiran Rasulullah saw. Begitu girangnya Abu Lahab atas kelahiran
keponakannya yang bernama Muhammad saw, sehingga ia memerdekakan Tsuwaibah
al-Aslamiyyah yang sekaligus berlaku sebagai orang pertama yang menyusui
Muhammad saw.
Walaupun
dalam Surat al-Lahab, Allah swt telah memfonisnya sebagai orang yang celaka di
dalam neraka, tetapi berkat rasa girangannya semasa hidup atas kelahiran
Muhammad saw, ia pun mendapatkan syafaat setiap hari senin dengan merasakan
kesejukan. Begitulah di ceritakan oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wan
Nihayah halaman 272-273.
Cerita
Ibn Katsir ini juga termuat dalam hadits shahih bukhari dalam kitab nikah
“sesungguhnya Abu Lahab berkata kepada saudaranya Abbas di dalam mimpinya:
“sungguh dia telah meringankan penderitaanku setiap hari senin”.
Begitu
pentingnya riwayat ini sehingga al-hafidz Syamsyuddin bin Nashiruddin
ad-Dimasyqi dalam kitabnya Mawridus Shadi fi Maulidil Hadi menuturkan:
Jikalau
seorang kafir ini telah dicela dengan ‘tabbat yada…’ yang kekal di neraka.Telah
diringankan setiap hari Senin karena bergembira dengan kelahiran Muhammad. Maka,
apa yang kira-kira akan dianugerahkan kepada hamba yang selalu berbahagia dengan
kelahiran Rasul-Nya selama hayat hingga meninggal dalam Islam?
Alasan
ketiga mengapa harus memperingati hari maulid adalah bahwa Rasulullah saw
sendiri mementingkan berpuasa pada hari tersebut. Yaitu setiap hari senin
seperti yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah dalam Imam
Muslim;
عَنْ اَبِيْ قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اْلِاثْنَيْنِ ؟
فَقاَلَ ذَلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ اَوْ اٌنْزلَ عَلَيَّ
فِيْهِ
Dari Abu Qotadah r.a, sesungguhnya
Rosulululloh SAW ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab : "Hari Senin
adalah hari lahirku, hari aku mulai diutus atau hari mulai diturunkannya wahyu".
(HR Muslim)
Sabda
‘yauma wulidtu fihi (itu adalah hari aku dilahirkan)’ adalah kalimat yang
menekankan betapa hari tersebut sangatlah berharga bagi Rasulullah saw. sehingga
beliau berpuasa di hari itu. Meskipun tidak ada perintah langsung dari
Rasulullah mengenai penghormatan tersebut, tetapi bagi umat yang tahu diri
tentunya hadits tersebut telah cukup menjadi tanda.
Alasan keempat adalah bahwa Rasulullah saw sangat mementingkan nilai kesejarahan sebuah kejadian. Sebagaimana beliau sadari bahwa waktu tidak mungkin kembali lagi. Manusia hanya bisa mengingat momentum tersebut dan menjadikannya sebagai ‘ibroh’ pelajaran di masa kini dan masa depan.
Oleh
karena itulah Rasulullah saw menganjurkan umatnya untuk berpuasa di hari 10 bulan Muharram (asyuro’) untuk memeringati
kemenangan Nabi Musa as ata raja Fir’aun. Demikian tersebut dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu dalam Shahih Bukhari No
1900,
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟
قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ
مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ.
فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang
Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam
bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik,
pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa
‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau
berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. [HR Al
Bukhari]
Kesadaran
Rasulullah saw atas pentingnya nilai sejarah haruslah kita teladani. Diantara
bukti peneladanan tersebut dengan mengadakan peringatan maulid nabi. Karena yang
demikian itu sungguh akan mengingatkan kita pada terbitnya ‘cahaya’ yang
menginari jagad raya.
Alasan
kelima adalah sebuah hadits yang dijadikan landasan oleh as-Suyuthi dalam
kitabnya Husnul Maqashid fi ‘Amalil Maulid bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw
mengakikahkan dirinya setelah menerima wahyu kenabian. Padahal telah
diriwayatkan bahwa Abdul Muthallib sang paman Rasulullah itu telah
mengakikahkannya pada hari ke tujuh setelah kelahirannya, sedangkan akikah tidak
perlu diulang dua kali.
Oleh
karena itu, menurut As-Suyuthi hadits ini memiliki makna lain bahwa apa yang
dilakukan oleh Rasulullah saw merupakan bentuk syukur kepada Allah swt yang
telah menciptakannya sebagai rahmat bagi seluruh alam serta penghormatan untuk
semua umatnya. Sebagaimana beliau bershalawat atas dirinya sendiri. Oleh sebab
itu, kita juga disunnahkan untuk memperlihatkan rasa syukur atas kelahiran
Rasulullah saw dengan berkumpul sesama saudara, kawan, member makan fakir miskin
serta bentuk-bentuk peringatan lain yang menunjukkan
kebahagiaan.
Alasan
keenam adalah keterangan dari beberapa hadits yang mengistimewakan hari Jum’at
sebagai hari kelahiran Nabi Adam as. hal ini bisa dijadikan qiyas (analogi)
kemuliaan hari kelahiran Rasulullah saw. Dalam sunan at-Turmudzi hadits no. 491
Rasulullah saw menyatakan bahwa
خيريوم طلعت فيه الشمس يوم الجمعة فيه خلق أدم
Hari
yang paling mulia adalah hari Jum’at, hari diciptakannya nabi
Adam.
Begitu
juga yang diriwayat an-Nasa’ai dan Abu Daud dengan sanad Sahih bahwa Rasulullah
saw bersabda:
إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق أدم وقبض وفيه النفخة
وفيه الصعقة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة علي
“Sesungguhnya
hari yang paling mulia diantara hari-hari kalian adalah hari jum’at. Pada hari
itulah Adam diciptakan, diwafatkan, ditiupkan ruh dan dibangkitkan. Maka
perbanyaklah shalawat kepadaku (kepada Rasulullah saw) pada hari itu.
Sesungguhnya shalawat kalian akan sampai padaku…”
Sebenarnya
objek kajian dalam dua hadits di atas tidak sekedar keisitmewaan hari Jum’at
tetapi momentum yang termuat di dalamnya yaitu hari kelahiran, hari kewafatan
dan hari kebangkitan Nabi Adam as sebagai bapak manusia.
Dengan
kata lain, kemuliaan dan keagugan itu sama sekali tidak mengacu pada hari itu
sendiri. Melainkan pada apa yang pernah terjadi pada hari itu. Dengan demikian,
ia bisa diperingati berulang-ulang, baik setiap minggu, atau setiap tahun
sebagai wujud rasa syukur kepada Allah ata nikmat yang telah
dilimpahkan-Nya.
Selaras
dengan hal itu adalah alasan ketujuh yang mengambil pelajaran dari kisah para
nabi (Nabi Yahya, Nabi Isa dan Maryam ) yang diceritakan dalam al-Qur’an dengan
tujuan meneguhkan hati Rasulullah saw sebagai seorang rasul. Sebagaimana
disebutkan dalam surat Hud ayat 120:
Dan
semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu.
Artinya,
kisah-kisah Nabi yang diceritakan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dalam
al-Qur’an sebenarnya bertujuan untuk menguatkan hati Rasulullah saw. Maka kisah
tentang kehidupan Rasulullah saw (sirah nabi) yang disebut-sebut dalam acara
maulidurrasul berfungsi sebagai peneguh hati (kita) umatnya. Bukankah hal ini
sebuah kebaikan dan perlu dilestarikan?
Alasan
kedelapan adalah alasan yang bersifat sosiologis. Peringatan maulid nabi
merupakan wasilah untuk melaksanakan berbagai macam kebaikan, apalagi tradisi
masyarakat kita yang selalu melaksanakan bersama-sama.
Secara
otomatis hal ini akan menambah syiar agama Islam itu sendiri sebagaimana dengan
shalat Jum’ah. Dan lebih dari itu perkumpulan ini selalu menuntut berbagai macam
kegiatan yang baik-baik. Sebut saja pengajian, majlis ta’lim, berdzikir,
bersedekah dan yang pasti adalah membaca shalawat dan menutur cerita kehidupan
Rasululllah saw. Seperti yang diperintahkan oleh Allah swt dalam Surat al-Ahzab
ayat 56:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56)
Ibnu
Katsir dalam tafsirnya menerangkan makna ayat tersebut bahwa Allah swt
menunjukkan kepada manusia derajat tingginya Rasulullah saw sehingga Allah swt
membacakan shalawat kepadanya. Dan memerintahkan semua manusia dan juga para
malaikat untuk bershalawat juga.
Perintah
bershalawat kepada Rasulullah saw dan bukanlah sesuatu yang dilarang bahkan
Rasulullah saw memperbolehkannya. Demikian yang diceritakan oleh sebuah hadits
sebagaimana disebut dalam shahih al-Bukhari yang diriwayatkan oleh Salmah bin
al-Akwa’ “kami berperang bersama Rasulullah saw dalam perang Khaibar. Saat itu
kami berangkat pada malam hari. Lalu ada seorang lelaki berkata kepada Amir bin
Akwa’ “maukah kamu memperdengarkan kepada kami bait-bait syairmu?” Amir adalah
seorang penyair. Lalu dia tinggal beberapa waktu dan
bersyair:
Tidak
kami maupun mereka akan mendapatkan petunjuk jika bukan
karenamu
Tidak juga kami akan bersedekah atau
bersembahyang
Maka
maafkanlah kami ketika membelamu
Dan
tetapkanlah kaki kami ketika bertemu musuh
Berikanlah
ketenangan atas kami
Sungguh
jika kami diseur, kami akan datang
Alasan
kesembilan adalah Surat Yunus ayat 58 yang berbunyi
قل بفضل الله وبرحمته وبذلك فليفرحوا هو خير مما
يجمعون
Katakanlah
dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari pada apa yang merek
kumpulkan. (Yunus: 58)
Apakah
yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat di atas? Apakah bentuk rahmat itu? Para
mufassir berbeda pendapat mengenai hal ini. Namun dalam ulumul qur’an
diterangkan bahwa menafsirkan ayat dengan ayat al-Qur’an yang lain merupakan
bentuk penafsiran yang paling kuat. Karenanya as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur
menafsirkan kata rahmat dengan Surat al-Anbiya ayat 107:
وماأرسلناك إلا رحمة للعالمين
Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam
(al-Anbiya: 107)
Sebagaimana
dikutip dari Ibnu Abbas:
وأحرج أبو الشيخ عن ابن عباس فى الأية قال: فضل الله العلم
ورحمته محمد صلى الله عليه وسلم : قال الله (وما أرسلنك إلا رحمة
للعالمين)
Bahwa
yang dimaksudkan dengan karunia Allah swt adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi
Muahammad saw. Allah swt telah berfirman (Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam) (al-Anbiya:
107)
Maka
menjadi jelas bahwa Rasulullah saw memang diciptakan oleh Allah sebagai rahmat
bagi alam jagad raya. Maka kalimat selanjutnya dalam Surat Yunus di atas yang
berbunyi ‘hendaklah mereka bergembira’ secara otomatis memerintahkan kepada umat
muslim menyambit gembira atas rahmat tersebut. bukankah ini alasan yang sangat
penting mengapa kita harus bergembira menyambut
maulidurrasul?
Sedangkan
alasan yang kesepuluh pentingnya memperingati maulidurrasul adalah tidak adanya
hukum yang jelas-jelas melarangnya. Meskipun melaksanakan peringatan maulid juga
bukanlah termasuk ibadah tauqifiyah. Namun peringatan ini seringkali menjadi
wahana mendekatkan diri kepada Allah swt. yang sangat
dianjurkan.
Oleh
karena itu, jika kacamata syari’at mengategorikan berbagai macam praktek ibadah
menjadi dua yaitu yang disenangi dan dibenci, maka memperingati hari maulid
dapat dikategorikan sebagai ibadah yang disenangi syariat.
Demikianlah
sepuluh alasan mengapa umat muslim perlu memperingati hari kelahiran Rasulullah
saw yang dijabarkan oleh Omar Abdullah Kamel dalam kitabnya Kalimatun Hadi’atun
fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bi Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil
Istighatsah.
abdkadiralhamid@2013
abdkadiralhamid@2013
0 Response to "10 Alasan Pentingnya Memperingati Maulid Nabi"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip