Sayyid Muhammad bin Alwy
Annasabah Pulau Sulawesi
Al
Habib Muhammad bin Alwy Al Atthas lahir di sebuah desa di daerah
Sulawesi Selatan (Ujung Pandang) yang bernama Subik Mandar pada tanggal 14 Mei
1934. Ayah beliau bernama Al Habib Alwy bin Husain bin Hasan Al bin Hood Al
Atthas dan ibunya bernama Syarifah Rugayyah binti Alwy bin Abdullah bin
Sahl Jamalullail.
Desa
Subik ini adalah suatu daerah nelayan yang berhadapan dengan teluk
Mandar,terletak diantara dua wilayah yaitu Majene dan Polewali . Masa
kanak-kanak nya dihabiskan di daerah ini,hingga suatu masa beliau diajak oleh
pamannya yang bernama Al Habib Ali bin Husain bin Hasan Al bin Hood Al
Atthas merantau ke tanah Jawa tepatnya di Pekalongan,karena tidak betah dengan
suasana baru ini beliau pulang kembali ke Ujung Pandang.
Pada
umur 15 tahun Al Habib kembali merantau ke tanah Jawa tepatnya daerah Surabaya,
disini Al Habib bekerja pada Al Habib Ja'far Aidid. Setelah tinggal
selama 6 tahun di Surabaya,beliau menikah pada umur 21 tahun dengan Syarifah
Khadijah binti Alwy bin Ali Assofi Asseggaff. Setelah pernikahan ini Al
Habib mendapat kepercayaan yang besar dari Al Habib Alwy bin Ali Assofi
Asseggaff yang juga merupakan mertua beliau untuk mengelola pabrik secara
penuh tenun kain sarung yang berada di Gapuro Gersik.
Sejak
saat diberi kepercayaan itulah Habib Muhammad tinggal di Gersik, secara ekonomi
beliau cukup mapan dan di waktu itu banyak menerima tamu dari berbagai lapisan
masyarakat Alawiyyin yang ada di Jawa Timur bahkan beliau juga mempunyai relasi
dagang yang cukup luas dari berbagai daerah di Indonesia.
Ketertarikan Terhadap
Ilmu Nasab
Kegemaran
Habib Muhammad terhadap nasab ini telah dimulai sejak beliau masih
mudah/sebelum nikah dimana waktu itu masih banyak Wulaiti (kaum yang lahir di
Hadramaut).
Dalam
setiap acara beliau selalu menyempatkan diri untuk berinteraksi/bergaul dengan
segala golongan dengan secara sungguh-sungguh menanyakan nama qabilahnya,asal
daerahnya dan berbagai masalah yang berkaitan dengan nasab. Terkadang beliau
menyempatkan diri berkunjung dengan wulaiti untuk menanyakan
permasalahan sekaligus belajar mengenai ilmu nasab. Adakalanya suatu acara
Habib Muhammad sengaja membawa air untuk cucian tangan guna melayani
orang-orang tua/wulati pada kesempatan yang sesaat itu sekaligus menggunakan
untuk berkenalan sekaligus mengenal orang lain.
Sebagai catatan:
Al
Habib Muhammad belajar kepada banyak orang untuk memahami ilmu nasab ini, jadi
beliau membutuhkan waktu puluhan tahun untuk duduk mengurusi permasalahan nasab
ini tidak dengan tiba-tiba atau dengan kepentingan tertentu untuk mencari
kedudukan di mata manusia,duduknya Habib Muhammad dalam ilmu nasab ini jauh
dari kepentingan pribadi ataupun golongan.
Cemoohan Yang Jadi
Motivasi
Ada
suatu kejadian yang membuat Al Habib terpacu untuk belajar ilmu nasab ini, pada
suatu ketika sewaktu Al Habib baru mau mengenal /belajar silsilah, beliau
sempat mendapat sindiran yang cukup membuatnya termotivasi untuk membuktikan
ketidak benaran ucapan orang-orang. Pada waktu itu ada ucapan yang mengatakan
bahwa" Mana mungkin orang dari pedalaman bisa mengerti nasab".
Ternyata perkataan ini terbantahkan oleh Habib Muhammad.
Hijrah Ke Jakarta
Al
Habib beserta keluarga hijrah ke Jakarta pada tahun 1981 di Jl. Cililitan Kecil
Jakarta Timur. Pada tahun 1989, Al Habib memegang kendali Maktab Addaimi
dalam menjaga kemurnian / kelestarian ilmu nasab ini hingga sampai akhir
hayatnya. Jadi Al Habib mematahkan perkataan orang yang meragukan kemampuannya
bahwa ternyata orang yang berasal dari daerahpun mampu memegang kendali ilmu
nasab ini setelah belajar puluhan tahun dengan berkeliling kemana-mana. Al
Habib sempat berkeliling Indonesia bahkan semenanjung Melayu, bahkan beliau
juga punya hubungan yang baik dengan beberapa orang ahli silsilah waktu itu.
Diantaranya Sayyid
Isa bin Muhammad bin Al Qatmyr Al-Kaff, Al Habib Ibrahim bin
Muhammad Al Kaff Singapura dan beberapa ahli silsilah yang lainnya.
Mempersiapkan Kader
Penerus
Al
Habib juga sempat mempersiapkan beberapa orang kader untuk mengantisipasi ke
masa depan. Diantara kader tersebut adalah Al Habib Zainal Abidin bin Segaf
Asseggaff yang waktu itu masih berumur 30 tahun. Sebulan sebelum meninggal
Alfaqier sempat bertemu Al Habib dirumahnya, Al Habib berpesan "ya
Waladi jangan engkau ikuti orang-orang yang berpegang diluar salaf kita,ikuti
salaf-salaf kita suatu saat nanti mereka yang keluar dari salaf kita akan
hancur sehancurnya" sembari beliau mengantar Alfaqier ke luar.
Rupanya
itulah pertemuan terakhir dan pada tanggal 6 pebruari 1995 Al habib
meninggalkan dunia dan dikuburkan di Makam Al Habib Ahmad bin Alwi Al Umar
Al Haddad (Habib Kuncung)
Selamat
jalan Habib, curahan do'a menghantarmu di tempat istirahat yang tenang di dalam
tamannya sorga semoga ALLAH menempatkanmu pada tempat yang terindah yang belum
pernah ditempati manusia lain dimasamu. Amin ya Robbal Alamin.
Bila
kita tidak berbuat sekarang maka ilmu nasab ini akan hilang seperti
meninggalnya orang-orang besar sebagai pendahulu kita,sekarang sudah saatnya
kita secara bersama-sama mempersiapkan kader-kader yang baru untuk menjaga
kemurnian dan kesucian nasab kita ini.
Akhir
kalam Alfaqier mohon maaf bila ada kesalahan dalam penguraian sejarah ini.
Salam
hormat, Alfaqier
Ket:
Wulaiti adalah
imigran Arab pertama yang datang ke Nusantara, keturunan mereka disebut MUWALLAD.
Baca: L.W.C Van Den Berg: "Hadramaut Dan Koloni Arab di Nusantara"
oleh Indonesian Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS)Jilid 3
Sumber:
Alidien
Hasan Al Ali bin Abdullah bin Assegaf: Manaqib Sayyid Muhammad bin Alwy Al
Atthas dengan beberapa perubahan dan tambahan dari penulis
Abdkadir
Alhamid © 2013