//

PERBUATAN SUNAH DALAM SHALAT (BAG. 3) : Membaca Iftitah, Ta’awudz dan Amin, KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII

KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII
FIKIH SHALAT

PERBUATAN SUNAH DI DALAM SHALAT
(BAGIAN KETIGA)

6. Membaca doa iftitah.
Doa iftitah adalah doa yang dibaca pertama setelah takbiratul ihram. Dinamakan iftitah karena merupakan doa pembuka. Disebut juga at-tawajjuh.
Doa iftitah dianjurkan dengan lima syarat, yaitu:
  1. Mendapati imam dalam posisi berdiri. Jika imam sudah rukuk atau gerakan lainnya maka makmum langsung mengikuti gerakan tersebut.
  2. Tidak sudah membaca ta’awudz atau basmalah (al-Fatihah).
  3. Tidak khawatir kehabisan waktu untuk membaca al-Fatihah.
  4. Tidak dilakukan dalam shalat jenazah.
  5. Tidak khawatir kehabisan waktu shalat.
Terdapat beberapa bacaan doa iftitah, yaitu:


ifititah


1) Bacaan pertama berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ali bin Abi Thalib RA:

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِماً وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

(WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZÎ FATHARAS SAMÂWÂTI WAL ARDHA HANÎFAN MUSLIMAN WA MÂ ANA MINAL MUSYRIKÎN, INNA SHALATÎ WA NUSUKÎ WA MAHYÂYA WA MAMÂTÎ LILLAHI RABBIL ‘ALAMÎN. LÂ SYARÎKA LAHU WA BIDZALIKA UMIRTU WA ANA MINAL MUSLIMÎN)

“Aku menghadapkan wajahku kepada Yang Menciptakan langit dan bumi sebagai orang yang lurus dan berserah diri, serta tidaklah aku  sekali-kali dari golongan orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Dengan itulah aku diperintah dan aku adalah bagian dari golongan kaum muslimin.”

2) Bacaan kedua berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abdullah bin Umar RA:

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا

(ALLAHU AKBARU KABÎRAN, WALHAMDU LILLAHI KATSÎRAN, WA SUBHANALLAHI BUKRATAN WA ASHÎLAN)

“Allah Maha Besar yang sungguh besar, dan segala puji bagi Allah yang sungguh banyak, dan maha suci Allah baik di pagi maupun sore.”


3) Bacaan ketiga berdasarkan hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA:

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

(ALLAHUMMA BÂ’ID BAYNÎ WA BAYNA KHATHÂYÂYA KAMÂ BÂ’ADTA BAYNAL MASYRIQ WAL MAGHRIB, ALLAHUMMA NAQQINÎ MINAL KHATHÂYA KAMÂ YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANASI, ALLAHUMMAGHSIL KHATHÂYÂYA BIL MÂI WATS TSALJI WAL BARAD)

“Ya Allah, jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah diriku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah cucilah kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.”

Diperbolehkan membaca yang mana saja dari doa di atas, tapi yang paling afdhal adalah yang pertama. Dan dianjurkan menggabungkan doa-doa di atas.

7. Membaca ta’awudz.
Yaitu bacaan: “a’udzu billahi minasy syaithânir rajîm” (aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk). Dianjurkan dibaca pada setiap rakaat tetapi yang paling utama adalah pada rakaat pertama. Anjuran ini berlaku baik bagi imam, makmum, maupun orang yang shalat sendiri (munfarid)

Dalil anjuran ini adalah firman Allah SWT:

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An-Nahl: 98).

Diriwayatkan pula dari Abu Said al-Khudri RA: “Nabi SAW jika masuk dalam shalat maka beliau membaca:

أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ وَهَمْزِهِ

“Aku berlindung kepada Allah dari setan: berupa kesombongannya, syairnya, dan kegilaannya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Syarat anjuran membaca ta’awudz adalah:
  1. Mendapati imam dalam posisi berdiri. Jika imam sudah rukuk atau gerakan lainnya maka makmum langsung mengikuti gerakan tersebut.
  2. Tidak sudah membaca basmalah.
  3. Tidak khawatir kehabisan waktu untuk membaca al-Fatihah.
  4. Tidak khawatir kehabisan waktu shalat.

8. Berhenti pada setiap ujung ayat.
Karena Nabi SAW jika membaca Alquran selalu berhenti pada ujung ayat.

9. Membaca amin.
Dianjurkan membaca amin setelah selesai membaca al-Fatihah, baik bagi imam, makmum maupun munfarid, dan baik di dalam maupun di luar shalat. Dianjurkan bagi makmum untuk membacanya dengan keras bersamaan dengan imam dalam shalat jahriyah (yang dikeraskan suaranya). Makna kata amin adalah kabulkanlah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA: “Rasulullah SAW bersabda:

 إِذَا أَمَّنَ الْإِمَامُ، فَأَمِّنُوْا، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِيْنُهُ تَأْمِيْنَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Jika imam membaca amin maka bacalah amin. Sesungguhnya barang siapa yang bacaan aminnya bersamaan dengan bacaan amin malaikat maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Terdapat dua cara yang benar dalam membaca amin, yaitu:
  1. Memanjangkan alif dan tidak mentasydidkan huruf mim: aamiin. Cara baca inilah yang paling fasih dan masyhur.
  2. Memendekkan alif dan tidak mentasydidkan huruf mim: amiin. Ini juga cara baca yang masyhur.

WALLAHU A’LAM

Sumber  : ahmadghozali.com

abdkadiralhamid@2016

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PERBUATAN SUNAH DALAM SHALAT (BAG. 3) : Membaca Iftitah, Ta’awudz dan Amin, KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip