//

Nikmat Nasab Dan Tanggungjawab








Nikmat Nasab Dan Tanggungjawab

Antara nikmat terbesar yang dikurniakan Allah adalah Nikmat Annasab- Nikmat Nasab kepada junjungan Mulia Nabi Muhammad SAW.

Nikmat yang besar kerana ia adalah rahsia daripada kehendak Allah Taala untuk memilih berdasarkan Ilmu Allah untuk memuliakan sebahagian makhluk lebih dari makhluk yang lainnya.


Ia adalah hak Allah untuk memilih dan Allah tidak boleh dipersoal atas pilihannya. seumpama Allah memilih bumi daripada sekalian makhluk untuk didiami oleh manusia. dan Allah memilih sebagian malaikat dari sekalian malaikat yang banyak untuk dimulia yakni 10 malaikat.

Dan Allah meililih sebagian manusia yang dimuliakan lebih dari manusia yang lain. yakni nabi-nabi dan dipilih 25 dari mereka sebagai rasul. kemudian memilih 5 Ulul azmi dari 25 rasul. dan memilih 1 dari 5 yakni Rasulullah untuk menjadi manusia termulia dikalangan manusia.

Para nabi tidak protes kepada Allah kenapa ada yang lebih mulia dari mereka. nabi Adam r.a tidak protes kenapa Nabi Musa lebih mulia dari beliau. nabi Musa tidak protes kenapa nabi Muhammad lebih dimuliakan Allah. kerana tahu bahagian mereka masing-masing yang Allah tentukan mengikut ilmu Allah tidak layak Allah untuk dipersoal.

Makanya tidak sopan orang yang tidak mendapat nikmat nasab mempersoal akan mereka-mereka yang mendapat nikmat nasab. kerana ia hak Allah.

Dan ketahuilah nikmat nasab bukan untuk dibanggakan. Orang yang diberikan nikmat nasab Akan dipersoal akan nikmat nasabnya dan orang yang tidak mendapati nya juga akan dipersoal akan tanggungjawabnya.

Ketahuilah nikmat nasab ini adalah sangat besar bahawa nasab ini bersambung kepada Rasulullah hingga ke akhirat. sesungguhnya Rasulullah bersabda :

"sesungguhnya tiap-tiap sebab /sihr dan nasab akan terputus kecuali sebab /sihr dan nasab aku."

Wahai ittrati nabi wahai ahlul baytin nabi.. hendaklah kamu selalu membawa dirimu selari dengan al-Quran. kerana kamu semua adalah pasangan kepada al-Quran. dalam khudbah terakhir Rasulullah bersabda "aku tinggalkan dua perkara yang amat berat buat kamu. Al-Quran yang menjadi tali yang besambung dengan Allah dan juga Ittrahku. (hadist muslim)

Untuk selari dengan Al-Quran maka handak kita berilmu. tidak akan selari kita dengan Al-Quran tanpa ilmu.

Sesungguhnya Rasulullah tidak meninggalkan kita dinar dan sen kecuali ilmu. ilmu itu warisan baginda untuk kita maka rebutlah ia. dan wajib atas semua ahlul bayt itu berilmu dan mencari ilmu.

Sesungguhnya itulah tanggungjawab terbesar kita, mencari Ilmu dan menyebarkan ilmu.

قد جاء كم من الله نور وكتاب مبين
"Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan - QS Al-Maidah, 5:15 "


Cahaya (Nur) yang dimaksud adalah Muhammad saw, sedangkan yang dimaksud dengan kitab yang menerangkan (kitabun mubin) adalah Quran. Jika kita perhatikan, kita akan melihat SIR ( Rahsia ) kemuliaan pada diri para AHLUL BAIT, dan SIR itu bercampur jadi satu dengan mereka.

(Dinukil dari Kitab Muallif Simtud Duror oleh Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi)


Penulis : Syed Akmal BenYahya



Tabiat manusia adalah mencintai asal usulnya, baik asal usul keturunan atau bangsa.

Dalam ayat ke-40 surat Al-Baqarah ini, Allah Swt. memanggil orang Yahudi dengan “Bani Israil”, sedangkan ketika ayat ini turun, di Madinah dan sekitarnya, mereka lebih dikenal dengan sebutan “Yahudi”. Bahkan dalam Al-Qur'an, Allah tidak pernah memanggil mereka dengan kalimat “wahai orang-orang Yahudi”. Hal ini karena Allah bermaksud menyentuh hati mereka dengan mengingatkan mereka kepada leluhur mereka, yaitu Nabi Israil atau Nabi Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Siapapun akan gembira bila disebut nama leluhurnya yang hebat, walaupun ia sendiri tidak tahu sebagai cucu yang keberapa dari leluhur yang disebut itu, bahkan sangat wajar bila kemudian ia merasa bangga ketika ingat bahwa dirinya adalah keturunan orang besar.
Maka Al-Qur'an telah mengajarkan kita sebuah teori, yaitu memotifasi keturunan terhormat dengan memanfaat-kan asal usul keturunan atau bangsanya.


Nasab Mulia adalah Tanggung Jawab

Dengan banyaknya dalil-dalil tentang kemuliaan "Ahlulbait dan Dzurriatnya", maka sebenarnya itu sekaligus sebagai pengingat bahwa mereka punya tanggung jawab untuk menjaga nama baik keluarga.


Bangga Berarti Harus Meniru

Bangga dengan leluhur atau asal usul adalah hal yang wajar, tapi bagi orang berilmu, bangga dengan leluhur bermakna merasa harus meniru keluhuran mereka. Bahkan tanda-tanda bahwa nasab itu membekas adalah kemauan untuk berprestasi seperti leluhur. 
Anak orang hebat yang tidak berprestasi seperti telur ayam yang tidak bisa menetas, sampai kapanpun harga telur ayam jauh dibawah harga ayam! Tapi telur juga masih berharga asalkan tidak busuk. 
Dari itu, target minimal motifasi dengan kebesaran leluhur adalah agar tidak seperti telur busuk. Itulah isyarat dari lanjutan ayat 41 Al-Baqarah, yaitu ayat ke 42 yang berbunyi: 

“.. dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama mengingkarinya (Al-Qur'an)”. 


Artinya, kalau kalian tidak bisa sehebat leluhur kalian, setidaknya kalian jangan menjadi pecundang dengan mengingkari kebenaran itu. Kalau kalian yang sudah dikenal sebagai keturunan mulia tidak bisa menjadi orang yang simpatik dengan prestasi dan akhlaq menawan, setidaknya jangan menjadi orang yang menyebalkan dengan gaya sok mulia dan arogan. Kalau tidak bisa menetas jadi ayam, setidaknya jangan jadi telur busuk!


Orang Hebat Membangun Nasab

Seorang lelaki harus membangun nasabnya sendiri, yakni harus mengangkat leluhurnya dengan membuat mereka bangga, bukan justru mau terangkat dengan kehebatan leluhurnya.
Dulu pernah ada seorang sayyid yang suka pamer nasab, dia suka memamerkan nasabnya yang bersambung kepada Seorang wali yg sholeh hingga suatu ketika ia bermimpi bertemu wali itu. Iapun berkata kepada Sang Wali : 
“Wahai kakek, betapa bangganya saya menjadi cucu kakek.” Maka Wali itu berkata: “Sebaliknya aku, wahai cucuku, betapa malunya aku punya cucu kamu, kamu amat tak berguna dan maunya dihormati orang hanya karena nasabmu.” 
Sejak saat itu, sayyid itu merasa malu dan menjadi pendiam, ia berubah menjadi sangat yang tawadu'.

Tanpa perjuangan dan ketawadhu'an, nasab justru akan menjadi bumerang, seperti orang-orang sombong dari Bani Israil yang justru menjadi orang paling hina karena tertipu dengan nasab.


Yang Hebat Tidak Membanggakan/Tertipu Dengan Nasab


Akhir ayat 43 Al-Baqarah adalah pendidikan dasar untuk keturunan orang mulia, yaitu ayat: “.. dan ruku'lah (Wahai Bani Israil) bersama orang-orang yang ruku'”.

Ayat ini mengajarkan para keturunan mulia (orang yang bernasab mulia) untuk merendah dan tidak tertipu dengan hanya membangga-banggakan nasabnya, yang dimaksud ruku' adalah hati selalu menghadap Allah SWT sehingga selalu merasa sebagai hamba seperti hamba-hamba yang lain. Barangsiapa yang hatinya selalu menghadap Allah Swt. maka ia tidak akan pernah mengingat status sosialnya sebagai orang terhormat, bahkan akan merasa sebagai orang yang paling hina karena merasa paling kurang berbakti kepada Allah. Ini pendidikan dasar yang kelanjutannya adalah berjuang untuk berprestasi tanpa mengandalkan nasab.


Untuk mengukur keberhasilan orang yang bernasab mulia adalah mengandaikan dirinya tidak dikenal nasabnya oleh orang-orang disekitarnya. Misalnya Anda adalah seorang keturunan orang mulia dan orang-orang di sekitar Anda mengenal nasab Anda, Anda dihormati orang dan mereka selalu menge-depankan Anda; menjadikan Anda sebagai Imam sholat atau memimpin doa, menempatkan Anda duduk di depan dalam setiap majlis. Cobalah Anda berandai, seandainya Anda hidup di lingkungan yang tidak mengenal nasab Anda, bisakan Anda mempertahankan posisi itu? Bisakah Anda menjadi orang yang selalu dikedepankan? Bisakah Anda bersaing dengan orang-orang berprestasi di luar sana? Yang anak Kiyai, seandainya Anda keluar dari kampung Anda dan tinggal di kampung yang tidak seorangpun mengenal Anda, bisakah Anda menjadi Kiyai atau setidaknya terhormat karena berprestasi di kampung baru itu seperti Anda terhormat di kampung Anda? Yang keturunan Habaib, seandainya Anda tinggal di kampung yang tidak mengenal Anda dan Anda tidak mengaku Habib, bisakah Anda menjadi orang terhormat seperti di kampung yang mengenal Anda? Kalau tidak, maka Anda hanya seorang bernasab mulia yang tidak dibanggakan oleh leluhur Anda, jika cuma ndompleng kemuliaan nasab leluhur Anda! Semoga kita semua dijauhkan dari predikat seorang pecundang, amin. 


"Di zaman fitnah ini semakin banyak orang-orang memperoleh kehormatan dengan "jalan pintas" hanya dengan mengandalkan nasab mulianya, .... dan yang lebih parahnya lagi ternyata masih ada saja oknum-oknum tertentu, meskipun dengan nasab yg tidak jelas, demi memperoleh kehormatan dan status ditengah masyarakat, berani memanfaatkan nasab abal2nya untuk mengelabui masyarakat, meskipun sadar dan mengetahui azab Allah swt menimpanya....."

Wallahu a'lam bish shawwab.

abdkadiralhamid@2015

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Nikmat Nasab Dan Tanggungjawab"

  1. Dengan silsilah lengkap Ba-Alwi ini dapatlah kita menarik ke bawah, dimana jalur2 datuk2 kita dahulu dipertemukan disini....terima kasih admin informasinya.

    ReplyDelete

Silahkan komentar yg positip