//

Wanita yang paling mulia adalah yang meminta mahar paling sedikit dan lelaki yang paling mulia adalah yang memberikan mahar banyak meskipun diminta sedikit

Wanita yang paling mulia adalah yang meminta mahar paling sedikit dan Lelaki yang paling mulia adalah yang memberikan mahar banyak meskipun diminta sedikit

Status Mahar di Nanggroe Aceh Darussalam
Oleh; Syarifah Jihan
habsy


Mahasiswi STAIN Malikussaleh Jurusan Dakwah/ komuniksi penyiaran islam ( KPI )

Pernikahan bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia merupakan hal yang begitu sakral. Hampir seluruh adat masyarakat di Indonesia memandang pernikahan sebagai sebuah momen yang secara serius membutuhkan perhatian yang besar. Segala hal yang menyangkut tentang pernikahan haruslah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya oleh keluarga dan sanak saudara kedua mempelai. Tata cara dan adat pernikahan di setiap daerah di Indonesia tentulah berbeda-beda. Adat pernikahan di Pulau Jawa memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan adat pernikahan di Pulau Kalimantan.

Begitu pula adat pernikahan di Pulau Sumatera akan berbeda tata caranya dengan adat pernikahan di Pulau Sulawesi. Tata cara dan adat pernikahan tersebut tentu saja bermacam-macam pula, tidak hanya dilakukan di saat pernikahan berlangsung, tetapi juga sebelum dan sesudah pernikahan. Seperti dalam adat Jawa, terdapat sebuah adat dimana kedua calon mempelai dilarang untuk bertemu satu sama lain selama sebulan sebelum pernikahan berlangsung, yaitu midodareni . Ada pula intat dara baro dalam adat Aceh dimana sehari setelah pernikahan sang mempelai wanita diantar oleh keluarganya menuju rumah keluarga si mempelai lelaki.

Salah satu adat dalam pernikahan adalah pemberian mahar atau mas kawin dari pihak mempelai lelaki terhadap pihak mempelai wanita. Penulis tertarik untuk secara singkat mengulas adat pemberian mahar di daerah Aceh. Namun sebelumnya, penulis ingin sedikit berbagi pengetahuan mengenai mahar.

Kata mahar berasal dari bahasa Arab yang secara syara’ artinya adalah pemberian wajib dari pihak mempelai lelaki kepada mempelai wanita sebagai pembayaran pernikahan. Dalil wajibnya mahar dalam agama Islam ditunjukkan antara lain dalam firman allah SWT surat An-nisa ayat 4

"Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagi pemberian dengan penuh kerelaan.” 
Bentuk mahar tersebut dapat berupa apapun, baik harta benda (emas, rumah, perhiasan), Al-Qur’an, alat shalat, bahkan keislaman seorang lelaki yang sebelumnya kafir.

Penjabaran di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya mahar merupakan salah satu syari’at dalam agama Islam. Namun pada perkembangannya (salah satunya karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim), syari’at ini lama-kelamaan menjadi adat dalam pernikahan di hampir seluruh daerah di Indonesia. Umat Kristen di daerah Sumatera Utara misalnya, walaupun dalam agama Kristen tidak ada kewajiban memberikan mahar, namun terdapat tuntutan adat Batak untuk memberikan seserahan wajib dari mempelai lelaki kepada mempelai wanita.

Kembali kepada adat mahar di Aceh. Nilai mahar di Aceh merupakan nilai tertinggi kedua di Indonesia setelah Sulawesi. Mahar di Aceh dinisbatkan pada emas yang diukur dalam satuan mayam. Satu mayam emas setara dengan 3,3 gram emas. Seperti halnya minyak bumi, harga emas selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan harga rupiah terhadap dolar. Untuk ukuran saat ini, harga satu mayam emas kurang lebih mendekati nilai satu juta rupiah.

Nilai mahar di Aceh merupakan simbol kehormatan dan gengsi keluarga baik dari pihak wanita maupun pihak lelaki. Bagi pihak wanita, tingginya nilai mahar menunjukkan kedudukan sosial keluarga wanita tersebut. Nilai mahar yang menjadi standar adat Aceh bagi seorang wanita adalah sepuluh mayam emas. Nilai ini tidak termasuk ke dalam seserahan atau hantaran lainnya yang berupa keperluan hidup sehari-hari si wanita, seperti makanan, pakaian, sepatu, tas, kosmetika dan sebagainya.

Bila nilai mahar seorang wanita di Aceh kurang dari sepuluh mayam emas, hampir dapat dipastikan bahwa si wanita berasal dari kalangan status sosial yang dapat dikatakan amat rendah. Nilai mahar ini dapat berubah disesuaikan dengan status sosial keluarga wanita dimana nilai mahar ini ditentukan oleh pihak keluarga wanita tersebut. Tingkat pendidikan yang dienyam, kemampuan ekonomi, keturunan kebangsawanan, dan kecantikan paras menjadi variabel berubahnya nilai mahar si wanita. Makin tinggi tingkatan variabel yang disebutkan di atas yang dimiliki oleh seorang wanita, maka akan semakin tinggi nilai mahar yang ditetapkan oleh keluarganya. Hingga saat ini, tidak jarang terdengar beberapa kisah dimana keluarga wanita yang berasal dari turunan bangsawan tanpa segan-segan menetapkan nilai mahar bagi anaknya senilai seratus mayam emas atau jika dikonversikan ke nilai mata uang rupiah adalah seratus juta rupiah.

Bagi pihak keluarga lelaki yang berniat menikahi seorang wanita, memenuhi nilai mahar yang telah ditetapkan oleh keluarga si wanita merupakan suatu simbol kehormatan pula. Bahkan, sering didapati pihak keluarga lelaki akan menambah beberapa mayam emas di atas jumlah mayam emas yang ditetapkan keluarga wanita sebagai bentuk kemapanan keluarga si lelaki.

Sebagai sebuah daerah yang menggunakan syari’at Islam sebagai landasan hukumnya, Aceh jelas amat kental dengan atmosfir keIslamannya. Bagi penulis, keterkaitan hal tersebut dengan adat mahar di Aceh merupakan sebuah realita yang menarik. Dalam ajaran Islam, tidak ada standar minimal jumlah mahar yang wajib diberikan calon suami terhadap calon istrinya. Disebutkan pula mahar terbaik adalah mahar yang paling ringan. Rasulullah SAW bersabda: 

“sebaik-baiknya mahar adalah yang paling ringan” .

Dalam hadist yang lain Rasulullah juga menjelaskan bahwa: 
“pernikahan yang paling besar barakahnya adalah yang paling murah maharnya “ (HR ahmad). 
Rasulullah juga mengatakan bahwa wanita yang paling mulia adalah yang meminta mahar paling sedikit dan lelaki yang paling mulia adalah yang memberikan mahar banyak meskipun diminta sedikit. Namun yang terjadi di Aceh adalah sebaliknya, patokan mahar yang semakin tinggi seakan menjadi sebuah prestasi.

Dewasa ini, mulai muncul beberapa suara yang bernada penentangan akan eksistensi adat tingginya mahar di Aceh. Merupakan sebuah realita bahwa tak pelak adat kewajiban mahar di Aceh yang terbilang fantastis ini menjadi hambatan bagi lelaki untuk menyunting wanita pilihannya. Cukup banyak ditemui, wanita yang ditanyai mengapa belum menikah akan menjawab: “Belum cukup simpanan untuk mahar.” Hal ini akan membuat pernikahan yang dalam Islam merupakan sebuah kepentingan yang harus disegerakan menjadi terlambat pelaksanaannya. Keterlambatan ini menimbulkan efek samping yang akan menjadi bias dengan tatanan masyarakat syari’at yang sedang dibangun. Fakta semakin tingginya kasus perzinaan, hamil di luar nikah, dan bertambahnya jumlah wanita yang memasuki usia tua tanpa sempat menikah merupakan fenomena yang menjadi pembuktian akan hal tersebut.

Ada yang menyatakan ini pekara jodoh, mengapa sebagian besar orang belum menikah mungkin karena ’belum ada jodoh’ padahal jelas seperti tertera diatasa bahwa jodoh yang sudah ada tapi terhambat oleh kefantastikan mahar yang begitu tinggi sehingga sebagian besar orang ’susah’ untuk menikah, padahal kita tau bahwa Rasullulah memudahkan manusia untuk menikah bukan malah mempersulit manusia, sangat disayangkan pekara seperti ini yang terjadi di Adat aceh yang akn terus menerus dilakukan sebagian besar masyarakat aceh.

Di satu sisi, adat tingginya mahar di Aceh memiliki sisi positif dimana hal ini merupakan stimulan bagi si lelaki untuk terus giat bekerja dan memiliki penghasilan yang layak sebelum berani mengambil keputusan untuk berkeluarga. Tingginya nilai mahar ini juga merupakan simbol mulianya kedudukan seorang wanita sehingga perlu upaya lebih bagi seorang lelaki untuk dapat menyuntingnya. Namun di sisi lain, adat mahar ini sekan menjadi rintangan berlangsungnya pernikahan yang dalam Islam merupakan hal yang urgen dan harus disegerakan. Dilihat dari dua sisi tersebut, perlukah adat mahar ini terus dipertahankan? 


Semoga bermanfaat 

abdkadiralhamid@2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Wanita yang paling mulia adalah yang meminta mahar paling sedikit dan lelaki yang paling mulia adalah yang memberikan mahar banyak meskipun diminta sedikit"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip