//

Abu Hasan asy-Syadzili

Abu Hasan asy-Syadzili 




Sayyidina Syeikh Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy Syadzili Al Maghribi Al-Hasani Al Idrisi lahir di Ghamarah, desa dekat Sabtah, Maroko, Afrika Utara pada tahun 591 H / 1195 M. Sebutan Asy Syadzili itu sendiri, menurut sebagian ulama adalah daerah tempat dimana beliau banyak menimba ilmu saat mudanya.


Beliau secara nasab bersambung hingga Rasulullah SAW melalui puterinya Sayyidatuna Fatimah Az-Zahrah. Keistimewaan nasab ini tampak dalam budi pekerti beliau yang indah lagi terpuji dan mengagumkan banyak orang, sehingga mereka banyak mengambil pelajaran dan hikmah dari beliau.


Pada masa kecilnya, beliau sudah dibekali oleh orang tuanya dasar-dasar ajaran agama, kemudian berguru kepada ulama dan sufi besar pada masa itu, yakni Syeikh Abdul Salam bin Masyisyi. Dari gurunya ini pula, kemudian beliau dikirim kepada ulama besar yang tinggal di Syazilia, Tunisia. Di kota kelahirannya itu Syadzili pertama kali menghafal Alquran dan menerima pelajaran ilmu-ilmu agama, termasuk mempelajari fikih madzhab Imam Malik. Beliau berhasil memperoleh ilmu yang bersumber pada Alquran dan Sunnah demikian juga ilmu yang bersumber dari akal yang jernih. Berkat ilmu yang dimilikinya, banyak para ulama yang berguru kepadanya. Sebagian mereka ada yang ingin menguji kepandaian Syekh Abu al-Hasan. Setelah diadakan dialog ilmiah akhirnya mereka mengakui bahwa beliau mempunyai ilmu yang luas, sehingga untuk menguras ilmunya seakan-akan merupakan hal yang cukup susah. Memang sebelum beliau menjalani ilmu thariqah, ia telah membekali dirinya dengan ilmu syariat yang memadai.


Imam Syadzili dan Tariqah

Hijrah atau berkelana bisa jadi merupakan sarana paling efektif untuk menemukan jati diri. Tak terkecuali Imam Syadzili. Orang yang lebih dikenal sebagai sufi agung pendiri thariqah Syadziliyah ini juga menapaki masa hijrah dan berkelana. Keberangkatan beliau ke Syazilia ini merupakan awal dari pengembaraan sufistiknya. Hingga setelah mendapatkan banyak ilmu dari gurunya di Syazilia, beliau ditugaskan gurunya untuk mengembangkan ilmunya di Iskandaria, Mesir.


Asal muasal beliau ingin mencari jalan thariqah adalah ketika masuk negara Tunis sufi besar ini ingin bertemu dengan para syekh yang ada di negeri itu. Di antara Syekh-syekh yang bisa membuat hatinya mantap dan berkenan adalah Syekh Abi Said al-Baji. Keistimewaan syekh ini adalah sebelum Abu al-Hasan berbicara mengutarakannya, dia telah mengetahui isi hatinya. Akhirnya Abu al-Hasan mantap bahwa dia adalah seorang wali. Selanjutnya dia berguru dan menimba ilmu darinya. Dari situ, mulailah Syekh Abu al-Hasan menekuni ilmu thariqah.


Beliau pernah berguru pada Syeikh Ibnu Basyisy dan kemudian mendirikan tarekat yang dikenal dengan Tariqat Syaziliyyah di Mesir.


Untuk menekuni tekad ini, beliau bertandang ke berbagai negara, baik negara kawasan timur maupun negara kawasan barat. Setiap derap langkahnya, hatinya selalu bertanya, "Di tempat mana aku bisa menjumpai seorang syekh (mursyid)?". Memang benar, seorang murid dalam langkahnya untuk sampai dekat kepada Allah itu bagaikan kapal yang mengarungi lautan luas. Apakah kapal tersebut bisa berjalan dengan baik tanpa seorang nahkoda (mursyid). Dan inilah yang dialami oleh syekh Abu al-Hasan.


Dalam pengembaraannya Imam Syadzili akhirnya sampai di Iraq, yaitu kawasan orang-orang sufi dan orang-orang shalih. Di Iraq beliau bertemu dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syekh yang paling berkesan dalam hatinya dibandingkan dengan syekh di Iraq lainnya. Syekh Abu al-Fath berkata kepada Syekh Abu al-Hasan, "Hai Abu al-Hasan engkau ini mencari Wali Qutb di sini, padahal dia berada di negaramu? kembalilah, maka kamu akan menemukannya".

Akhirnya, beliau kembali lagi ke Maroko, dan bertemu dengan Syekh al-Shiddiq al-Qutb al-Ghauts Abi Muhammad Abdussalam bin Masyisy al-Syarif al-Hasani. Syekh tersebut tinggal di puncak gunung.


Sebelum menemuinya, beliau membersihkan badan (mandi) di bawah gunung dan beliau datang laksana orang hina dina dan penuh dosa. Sebelum beliau naik gunung ternyata Syekh Abdussalam telah turun menemuinya dan berkata, "Selamat datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar……". Begitu sambutan syekh tersebut sembari menuturkan nasabnya sampai Rasulullah SAW. Kemudia dia berkata, "Kamu datang kepadaku laksana orang yang hina dina dan merasa tidak mempunyai amal baik, maka bersamaku kamu akan memperoleh kekayaan dunia dan akhirat”.


Akhirnya beliau tinggal bersamanya untuk beberapa hari, sampai hatinya mendapatkan pancaran ilahi. Selama bersama Syekh Abdussalam, beliau melihat beberapa keramat yang dimilikinya. Pertemuan antara Syekh Abdussalam dan Syekh Abu al-Hasan benar-benar merupakan pertemuan antara mursyid dan murid, atau antara muwarrits dan waarits. Banyak sekali futuhat ilahiyyah yang diperoleh Syekh Abu al-Hasan dari guru agung ini.


Di antara wasiat Syekh Abdussalam kepada Syadzili adalah, "Pertajam penglihatan keimanan, maka kamu akan menemukan Allah pada setiap sesuatu".


Sebelum pindah untuk berguru ke Syazilia, nama Syekh Abul hasan Asy Syazili sudah demikian harumnya; karena itu berita kedatangan beliau telah mengundang perhatian masyarakat, sehingga mereka menantikan kedatangan beliau. Demi mendengar hal itu, maka dengan ditemani oleh Syekh Abu Muhammad Abdullah bin Salamah, beliau memilih jalur lain dan mengasingkan diri di Pegunungan Zagwan untuk bisa berhubungan secara sembunyi-sembunyi dengan gurunya di Syazilia.

Begitulah setelah lama berkhalwat di Zagwan; pada akhirnya beliau diperintahkan gurunya agar turun gunung dan berdakwah di masyarakat. Sudah barang tentu masyarakat yang ingin melihat dan berguru kepadanya datang berduyun-duyun, bahkan diantara mereka banyak para pejabat Negara yang hadir. Setelah itu beliau diutus gurunya ke Iskandaria. Dan rupanya kota ini menjadi akhir dari pengembaraan beliau, sebab disitu pula; setelah lama membimbing masyarakat, beliau akhirnya wafat dan dimakamkan disana.Tentang nama Syadzili


Kalau dirunut nasab maupun tempat kelahiran syekh agung ini, tidak didapati sebuah nama yang memungkinkan ia dinamakan Syadzili. Dan memang, nama tersebut adalah nama yang dia peroleh dalam perjalanan ruhaniah.


Dalam hal ini Abul Hasan sendiri bercerita : "Ketika saya duduk di hadapan Syekh, di dalam ruang kecil, di sampingku ada anak kecil. Di dalam hatiku terbersit ingin tanya kepada Syekh tentang nama Allah. Akan tetapi, anak kecil tadi mendatangiku dan tangannya memegang kerah bajuku, lalu berkata, "Wahai, Abu al–Hasan, kamu ingin bertanya kepada Syekh tentang nama Allah, padahal sesungguhnya kamu adalah nama yang kamu cari, maksudnya nama Allah telah berada dalam hatimu. Akhirnya Syekh tersenyum dan berkata, "Dia telah menjawab pertanyaanmu".


Selanjutnya Syekh Abdussalam memerintahkan Abu al-Hasan untuk pergi ke daerah Afriqiyyah tepatnya di daerah bernama Syadzilah, karena Allah akan menyebutnya dengan nama Syadzili –padahal pada waktu itu Abu al-Hasan belum di kenal dengan nama tersebut-.



Sebelum berangkat Abu al-Hasan meminta wasiat kepada Syekh, kemudian dia berkata, "Ingatlah Allah, bersihkan lidah dan hatimu dari segala yang mengotori nama Allah, jagalah anggota badanmu dari maksiat, kerjakanlah amal wajib, maka kamu akan memperoleh derajat kewalian. Ingatlah akan kewajibanmu terhadap Allah, maka kamu akan memperoleh derajat orang yang wara'. Kemudian berdoalah kepada Allah dengan doa, "Allahumma arihnii min dzikrihim wa minal 'awaaridhi min qibalihim wanajjinii min syarrihim wa aghninii bi khairika 'an khairihim wa tawallanii bil khushuushiyyati min bainihim innaka 'alaa kulli syai'in qadiir".



Selanjutnya sesuai petunjuk tersebut, Syekh Abu al-Hasan berangkat ke daerah tersebut untuk mengetahui rahasia yang telah dikatakan kepadanya. Dalam perjalanan ruhaniah kali ini dia banyak mendapat cobaan sebagaimana cobaan yang telah dialami oleh para wali-wali pilihan. Akan tetapi dengan cobaan tersebut justru semakin menambah tingkat keimanannya dan hatinya semakin jernih.


Sesampainya di Syadzilah, yaitu daerah dekat Tunis, dia bersama kawan-kawan dan muridnya menuju gua yang berada di Gunung Za'faran untuk munajat dan beribadah kepada Allah SWT. Selama beribadah di tempat tersebut salah satu muridnya mengetahui bahwa Syekh Abu al-Hasan banyak memiliki keramat dan tingkat ibadahnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi.

Pada akhir munajat-nya ada bisikan suara , "Wahai Abu al-Hasan turunlah dan bergaul-lah bersama orang-orang, maka mereka akan dapat mengambil manfaat darimu, kemudian beliau berkata: "Ya Allah, mengapa Engkau perintahkan aku untuk bergaul bersama mereka, saya tidak mampu" kemudian dijawab: "Sudahlah, turun Insya Allah kamu akan selamat dan kamu tidak akan mendapat celaan dari mereka" kemudian beliau berkata lagi : "Kalau aku bersama mereka, apakah aku nanti makan dari dirham mereka? Suara itu kembali menjawab : "Bekerjalah, Aku Maha Kaya, kamu akan memperoleh rizik dari usahamu juga dari rizki yang Aku berikan secara gaib.



Dalam dialog ilahiyah ini, dia bertanya kepada Allah, kenapa dia dinamakan syadzili padahal dia bukan berasal dari syadzilah, kemudian Allah menjawab: "Aku tidak menyebutmu dengan syadzili akan tetapi kamu adalah syadzdzuli, artinya orang yang mengasingkan untuk ber-khidmat dan mencintaiku”.




Imam Syadzili menyebarkan Tariqah Syadziliyah

Dialog ilahiyah yang sarat makna dan misi ini membuatnya semakin mantap menapaki dunia tasawuf. Tugas selanjutnya adalah bergaul bersama masyarakat, berbaur dengan kehidupan mereka, membimbing dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam dan ketenangan hidup. Dan Tunis adalah tempat yang dituju wali agung ini.


Di Tunis Abul Hasan tinggal di Masjid al-Bilath. Di sekitar tempat tersebut banyak para ulama dan para sufi. Di antara mereka adalah karibnya yang bernama al-Jalil Sayyidi Abu al-Azaim, Syekh Abu al-Hasan al-Shaqli dan Abu Abdillah al-Shabuni.


Popularitas Syekh Abu al-Hasan semerbak harum di mana-mana. Aromanya sampai terdengar di telinga Qadhi al-Jama'ah Abu al-Qasim bin Barra'. Namun aroma ini perlahan membuatnya sesak dan gerah. Rasa iri dan hasud muncul di dalam hatinya. Dia berusaha memadamkan popularitas sufi agung ini. Dia melaporkan kepada Sultan Abi Zakaria, dengan tuduhan bahwa dia berasal dari golongan Fathimi.


Sultan meresponnya dengan mengadakan pertemuan dan menghadirkan Syekh Abu al-Hasan dan Qadhi Abul Qosim. Hadir di situ juga para pakar fiqh. Pertemuan tersebut untuk menguji seberapa kemampuan Syekh Abu al-Hasan.


Banyak pertanyaan yang dilontarkan demi menjatuhkan dan mempermalukan Abul Hasan di depan umum. Namun, sebagaimana kata-kata mutiara Imam Syafi'i, dalam ujian, orang akan terhina atau bertambah mulia. Dan nyatanya bukan kehinaan yang menimpa wali besar. Kemuliaan, keharuman nama justru semakin semerbak memenuhi berbagai lapisan masyarakat.


Qadhi Abul Qosim menjadi tersentak dan tertunduk malu. Bukan hanya karena jawaban-jawaban as-Syadzili yang tepat dan bisa menepis semua tuduhan, tapi pengakuan Sultan bahwa Syekh Abu al-Hasan adalah termasuk pemuka para wali. Rasa iri dan dengki si Qadhi terhadap Syekh Abu al-Hasan semakin bertambah, kemudian dia berusaha membujuk Sultan dan berkata: "Jika tuan membiarkan dia, maka penduduk Tunis akan menurunkanmu dari singgasana".


Ada pengakuan kebenaran dalam hati, ada juga kekhawatiran akan lengser dari singgasana. Sultan demi mementingkan urusan pribadi, menyuruh para ulama' fikih untuk keluar dari balairung dan menahan Syekh Abu al-Hasan untuk dipenjara dalam istana.


Kabar penahanan Syekh Abul Hasan mendorong salah seorang sahabatnya untuk menjenguknya. Dengan penuh rasa prihatin si karib berkata, "Orang-orang membicarakanmu bahwa kamu telah melakukan ini dan itu". Sahabat tadi menangis di depan Syekh Abu al-Hasan lalu dengan percaya diri dan kemantapan yang tinggi, Syekh tersenyum manis dan berkata, "Demi Allah, andaikata aku tidak menggunakan adab syara' maka aku akan keluar dari sini –seraya mengisyaratkan dengan jarinya-. Setiap jarinya mengisyaratkan ke dinding maka dinding tersebut langsung terbelah, kemudian Syekh berkata kepadaku: "Ambilkan aku satu teko air, sajadah dan sampaikan salamku kepada kawan-kawan. Katakan kepada mereka bahwa hanya sehari saja kita tidak bertemu dan ketika shalat maghrib nanti kita akan bertemu lagi".




Syeikh as-Syadzili tiba di Mesir


Tunis, kendatipun bisa dikatakan cikal bakal as-Syadzili menancapkan thariqah Syadziliyah namun itu bukan persinggahan terakhirnya. Dari Tunis, Syekh Abu al-Hasan menuju negara kawasan timur yaitu Iskandariah. Di sana dia bertemu dengan Syekh Abi al-Abbas al-Mursi. Pertemuan dua Syekh tadi memang benar-benar mencerminkan antara seorang mursyid dan murid.


Adapun sebab mengapa Syekh pindah ke Mesir, beliau sendiri mengatakan, "Aku bermimpi bertemu baginda Nabi, beliau bersabda padaku : "Hai Ali… pergilah ke Mesir untuk mendidik 40 orang yang benar-benar takut kepadaku”.


Di Iskandariah beliau menikah lalu dikarunia lima anak, tiga laki-laki, dan dua perempuan. Semasa di Mesir beliau sangat membawa banyak berkah. Di sana banyak ulama yang mengambil ilmu dari Syekh agung ini. Di antara mereka adalah hakim tenar Izzuddin bin Abdus-Salam, Ibnu Daqiq al-Iid , Al-hafidz al-Mundziri, Ibnu al-Hajib, Ibnu Sholah, Ibnu Usfur, dan yang lain-lain di Madrasah al-Kamiliyyah yang terletak di jalan Al-muiz li Dinillah.


Selama berada di Tunisia, beliau bersahabat dan banyak berdiskusi dengan para Ulama dan kaum Sufi besar disana. Di antara mereka terdapat :

• Syekh Abul Hasan Ali bin Makhluf As Syazili
• Abu Abdullah Al Shabuni
• Abu Muhammad Abdul Aziz Al-Paituni
• Abu Abdillah Al Binai Al Hayah
• Abu Abdillah Al-Jarihi


Sedangkan diantara murud-murid beliau di Tunisia, dimana sebagian mereka adalah para Ulama kenamaan’ yaitu :


• Izzudin bin Abdul Salam
• Taqiyudin bin Daqiqi’id
• Abul Adhim Al-Munziri
• Ibnu Shaleh
• Ibnu Hajib
• Jamaluddin Usfur
• Nabiuddin bin Auf
• Muhyiddin bin Suraqah
• Ibnu Yasin


Diantara kemuliaan beliau, sebagaimana kesaksian sahabat seperjalanannya, bahwa diutusnya Syekh Abul Hasan Ali As Syazili oleh gurunya agar berangkat menuju Iskandaria, karena di kota itu telah menunggu 40 Waliyullah untuk meneruskan pelajaran kepada beliau.



Dasar-dasar Pemikiran Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili


• Seseorang yang ingin mendalami ajaran tasawuf, maka terlebih dahulu harus mendalami dan memahami ajaran Syari’ah.


• Beliau mengajarkan ajaran Tasawuf kepada murid-muridnya dengan menggunakan 7 kitab; yaitu :


1. Khatam Al Auliyah karya Al Hakim At Tirmidzi ( menguraikan tentang masalah kewalian dan Kenabian )


2. Al Mawaqif wa Al Mukhatabah karya Syekh Muhammad bin Abdul Jabbar An Nifari ( menguraikan tentang kerinduan Tokoh sufi kepada Allah swt )


3. Qutub Qulub karya Abu Tholib Al Makki ( menguraikan pandangan tokoh sufi yang menjelaskan Syari’at dan hakikat bersatu )


4. Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali ( Paduan antara Syari’at dan Tasawuf )


5. Al Syifa’ karya Qadhi Iyadh ( dipergunakan untuk mengambil sumber Syarah-syarah dengan melihat tasawuf dari sudut pandang Ahli Fiqih )


6. Ar Risalah Qusyairiyah karya Imam Qusyairi ( dipergunakan beliau untuk permulaan dalam pengajaran Tasawuf )


7. Ar Muhararul Wajiz dan Al Hikam karya Ibnu Aththa’illah ( melengkapi pengetahuan dalam pengajian )




Wafatnya Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili


Syekh Abu al-Abbas al-Mursy, murid kesayangan dan penerus thariqah Syadziliyah mengatakan bahwa gurunya setiap tahun menunaikan ibadah haji, kemudian tinggal di kota suci mulai bulan Rajab sampai masa haji habis. Seusai ibadah haji beliau pergi berziarah ke makam Nabi SAW di Madinah. Pada musim haji yang terakhir yaitu tahun 656H, sepulang dari haji beliau memerintahkan muridnya untuk membawa minyak wangi dan perangkat merawat jenazah lainnnya. Ketika muridnya bertanya untuk apa kesemuanya ini, beliau menjawab, "Di Jurang Humaistara (di propinsi Bahr al-Ahmar) akan terjadi kejadian yang pasti. maka di sanalah beliau meninggal.


Beliau wafat pada tahun 656 H / 1258 M di Homaithira, Mesir. Hingga kini makamnya masih selalu diziarahi, baik oleh pengikut tarekat Syaziliyah atau bukan; yang menganggapnya sebagai waliyullah.



Karya Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili


• Majmu’atul Ahzab ( Kumpulan Hizib-wirid )

• Mafakhirul ‘Aliyah

• Al Amin

• As Sirrul Jalil fi Khawashi Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil

• Hizbus Syadzili ( partai terkenal di Afrika )




Karomah Sayyidi Syekh Imam Abul Hasan Ali Asy Syadzili


Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra adalah seorang yang dianugerahi karomah yang sangat banyak, tidak ada yang bisa menghitung karomahnya kecuali Allah SWT. Dan sebagian dari karomah beliau antara lain adalah :


Allah SWt menganugerahkan kepada beliau kunci seluruh Asma-Asma, sehingga seandainya seluruh manusia dan jin menjadi penulis beliau (untuk menulis ilmu-ilmu beliau) mereka akan lelah dan letih, sedangkan ilmu beliau belum habis.


Beliau adalah sangat terpuji akhlaqnya, sifat mudah menolong dan kedermawanannya dari sejak usia anak-anak sampai ketika umur enam tahun telah mengenyangkan orang-orang yang kelaparan pada penduduk Negara Tunisia dengan uang yang berasal dari alam ghoib (uang pemberian Allah secara langsung kepada beliau.


Beliau didatangi Nabiyulloh Khidir as untuk menetapkan “wilayatul adzimah” kepada beliau (menjadi seorang wali yang mempunyai kedudukan tinggi) ketika beliau baru berusia enam tahun.


Beliau bisa mengetahui batin isi hati manusia


Beliau pernah berbicara dengan malaikat dihadapan murid-muridnya


Beliau menjaga murid-muridnya meskipun di tempat yang jauh


Beliau mampu memperlihatkan/menampakkan ka’bah dari negara Mesir


Beliau tidak pernah putus melihat/menjumpai Lailatul Qodar semenjak usia baligh hingga wafatnya beliau. Sehingga beliau berkata : Apabila Awal Puasa ramadhan jatuh pada hari Ahad maka Lailatul Qodarnya jatuh pada malam 29, Awal Puasa pada hari Senin Lailatul Qodarnya malam 21, Awal puasa pada hari Selasa Lailatul Qodarnya malam 27, Awal puasa pada hari Rabu Lailatul Qodarnya malam 19, awal puasa pada hari Kamis Lailatul Qodarnya malam 25, awal puasa pada hari jum’at maka Lailatul Qodarnya pada malam 17, sedangkan bila awal puasa pada hari Sabtu maka Lailatul Qodarnya jatuh pada malam 23.


Barang siapa yang meninggal dan dikubur sama dengan hari meninggal dan dikuburkannya beliau, maka Allah akan mengampuni seluruh dosanya


Doa Beliau Mustajabah (dikabulkan oleh Allah SWT)


Beliau tidak pernah terhalang sekejap mata pandangannya dari Rasulullah saw selama 40 tahun (artinya beliau selalu berjumpa dengan Rasulullah selama 40 tahun)


Beliau dibukakan (oleh Allah) bisa melihat lembaran buku murid-murid yang masuk kedalam thoriqohnya, padahal lebar bukunya tersebut berukuran sejauh mata memandang. Hal ini berlaku bagi orang yang langsung baiat kepada beliau dan juga bagi orang sesudah masa beliau sampai dengan akhir zaman. Dan seluruh murid-muridnya (pengikut thoriqohnya) diberi karunia bebas dari neraka. Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra sungguh telah digembirakan diberi karunia, barang siapa yang melihat beliau dengan rasa cinta dan rasa hormat tidak akan mendapatkan celaka.


Beliau menjadi sebab keselamatan murid-muridnya/pengikutnya (akan memberikan syafaat di akhirat)


Beliau berdo’a kepada Allah SWT, agar menjadikan tiap-tiap wali Qutub sesudah beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan thoriqohnya. Dan Allah telah mengabulkan Do’a beliau tersebut. Maka dari itu wali Qutub sesudah masa beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan pengikut beliau.


Syaikh Abul Abbas Al Mursi ra berkata : “Apabila Allah SWT menurunkan bala/bencana yang bersifat umum maka pengikut thoriqoh syadziliyah akan selamat dari bencana tersebut sebab karomah syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra".


Syaikh Syamsudin Al-Hanafi ra mengatakan bahwa pengikut thoriqoh syadziliyah dikaruniai kemulyaan tiga macam yang tidak diberikan pada golongan thoriqoh yang lainnya :


a. Pengikut thoriqoh Syadziliyah telah dipilih di lauhil mahfudz


b. Pengikut thgoriqoh syadziliyah apabila jadzab/majdub akan cepat kembali seperti sedia kala.


c. Seluruh Wali Qutub yang diangkat sesudah masa syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra akan diambil dari golongan ahli thoriqoh Sadziliyah.


Apabila beliau mengasuh/mengajar murid-muridnya sebentar saja, sudah akan terbuka hijab.


Pada suatu ketika, Sultan Abi Zakaria dikejutkan dengan berita bahwa budak perempuan yang paling disenangi dan paling dibanggakan terserang penyakit langsung meninggal. Ketika mereka sedang sibuk memandikan budak itu untuk kemudian dishalati, mereka lupa bara api yang masih menyala di dalam gedung. Tanpa ampun bara api tadi melalap pakaian, perhiasan, harta kekayaan, karpet dan kekayaan lainnya yang tidak bisa terhitung nilainya.


Sembari merenung dan mengevaluasi kesalahan masa lalu, Sultan yang pernah menahan Syekh Syadzili karena hasudan qadhi Abul Qosim tersadar bahwa kejadian-kejadian ini karena sikap dia terhadap Syekh Abu al-Hasan. Dan demi melepaskan 'kutukan' ini saudara Sultan yang termasuk pengikut Syekh Abu al-Hasan meminta maaf kepada Syekh, atas perlakuan Sultan kepadanya. Cerita yang sama juga dialami Ibnu al-Barra. Ketika mati ia juga banyak mengalami cobaan baik harta maupun agamanya.


Di antara karomahnya adalah, Abul Hasan berkata, "Ketika dalam suatu perjalanan aku berkata, "Wahai Tuhanku, kapankah aku bisa menjadi hamba yang banyak bersyukur kepada-Mu?, kemudian beliau mendengar suara , "Yaitu apabila kamu berpendapat tidak ada orang yang diberi nikmat oleh Allah kecuali hanya dirimu. Karena belum tahu maksud ungkapan itu aku bertanya, "Wahai Tuhanku, bagaimana saya bisa berpendapat seperti itu, padahal Engkau telah memberikan nikmat-Mu kepada para Nabi, ulama' dan para penguasa.


Suara itu berkata kepadaku, "Andaikata tidak ada para Nabi, maka kamu tidak akan mendapat petunjuk, andaikata tidak ada para ulama', maka kamu tidak akan menjadi orang yang taat dan andaikata tidak ada para penguasa, maka kamu tidak akan memperoleh keamanan. Ketahuilah, semua itu nikmat yang Aku berikan untukmu".


Di antara karomah sudi agung ini adalah, ketika sebagian para pakar fiqh menentang Hizib Bahr, Syekh Syadzili berkata, "Demi Allah, saya mengambil hizib tersebut langsung dari Rasulullah saw harfan bi harfin (setiap huruf)".


Di antara karomah Syekh Syadzili adalah, pada suatu ketika dalam satu majlis beliau menerangkan bab zuhud. Beliau waktu itu memakai pakaian yang bagus. Ketika itu ada seorang miskin ikut dalam majlis tersebut dengan memakai pakaian yang jelek. Dalam hati si miskin berkata, "Bagaimana seorang Syekh menerangkan bab zuhud sedangkan dia memakai pakaian seperti ini?, sebenarnya sayalah orang yang zuhud di dunia".


Tiba-tiba Syekh berpaling ke arah si miskin dan berkata, "Pakaian kamu ini adalah pakaian untuk menarik simpatik orang lain. Dengan pakaianmu itu orang akan memanggilmu dengan panggilan orang miskin dan menaruh iba padamu. Sebaliknya pakaianku ini akan disebut orang lain dengan pakaian orang kaya dan terjaga dari meminta-minta".


Sadar akan kekhilafannya, si miskin tadi beranjak berlari menuju Syekh Syadzili seraya berkata, "Demi Allah, saya mengatakan tadi hanya dalam hatiku saja dan saya bertaubat kepada Allah, ampuni saya Syekh". Rupanya hati Syekh terharu dan memberikan pakaian yang bagus kepada si miskin itu dan menunjukkannya ke seorang guru yang bernama Ibnu ad Dahan. Kemudian syekh berkata, "Semoga Allah memberikan kasih sayang-Nya kepadamu melalui hati orang-orang pilihan. Dan semoga hidupmu berkah dan mendapatkan khusnul khatimah".


Rasulullah saw memberikan izin bagi orang yang berdo’a Kepada Allah SWT dengan bertawasul kepada Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili.




Pendapat Ulama tentang Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

• Al-Manawi berkata : ketika ditanya orang siapa Syekh nya; Syekh Abu Hasan Ali menjawab : “Adapun pada masa lalu, Syekh Abdus Salam Masyisy, sekarang aku minum dari sepuluh lautan, lima diantaranya di langit dan lima di bumi.”


• Al-Mursi berkata : “Allah swt pernah membukakan tabir pemandanganku, maka Ku lihat Syekh Abu Madyan bergantung di tiang Arasy. Aku mengajukan pertanyaan :

”Berapa banyak ilmu anda?”

Dia menjawab :”71”

Aku bertanya lagi : “Apa Jabatanmu?”

Dia menjawab :”Khalifah keempat dan pemimpin 7 wali Abdal

Kutanya lagi :”Bagaimana pendapatmu tentang Abu Hasan

Asy-Syazili?”

Dia menjawab :”Dia lebih dari padaku dengan 40 Ulama, dia

Adalah samudera tidak bertepi.”

• Abu Abdullah As-Syatibi berkata : “ Aku setiap malam mengadakan hubungan dengan Syekh Abu Hasan beberap kali. Aku mohon berbagai hajat kepada Allah swt, dengan perantaraannya. Ternyata hajatku dikabulkan Allah swt. Pada suatu malam, aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. Aku bertanya kepada beliau :


”Wahai Rasulullah saw, relakah rasul kepada Abu Hasan. Aku selalu bermohon kepada Allah swt dengan perantaraan beliau, ternyata doa’ ku makbul. Bagaimana pendapat Rasulullah tentang dirinya?


Beliau bersabda :

“Abu Hasan itu adalah putraku, secara rohaniah. Anak adalah bagian dari Ayah. Siapa yang berpegang kepada sebagian, berarti sesungguhnya berpegang pada semua. Apabila kamu meminta kepada Allah swt dengan perantaraan Syekh Abu Hasan, maka sesungguhnya kamu telah memohon kepada Allah swt dengan perantaraanku.”



Wasiat dan Nasihat Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

• Jika Kasyaf bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah, tinggalkanlah Kasyaf dan berpeganglah pada Al Qur’an dan Sunah. Katakana pada dirimu : Sesungguhnya Allah swt menjamin keselamatan saya dalam kitabnya dan sunah Rasulnya dari kesalahan, bukan dari Kasyaf, Ilham, maupun Musyahadah sebelum mencari kebenarannya dalam Al Qur’an dan Sunah terlebih dahulu.

• Kembalilah dari menentang Allah swt, maka engkau menjadi Ahli Tauhid. Berbuatlah sesuai dengan rukun-rukun Syara’, maka engkau menjadi Ahli Sunah. Gabungkanlah keduanya, maka engkau menuju kesejatian.

• Jika engkau menginginkan bagian dari anugerah para wali, berpalinglah dari manusia kecuali dia menunjukkanmu kepada Allah swt dengan cara yang benar dan tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah.



• Seandainya kalian mengajukan permohonan kepada Allah swt, sampaikan lewat Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali. Kitab Ihya Ulumuddin Al Ghazali mewariskan Ilmu; sedangkan Qutub Qulub Al Makki mewariskan cahaya kepada kalian.


• Ketuklah pintu zikir dengan hasrat dan sikap sangat membutuhkan kepada Allah swt melalui kontemplasi, menjauhkan diri segala hal selain Allah swt. Lakukanlah dengan menjaga rahasia batin, agar jauh dari bisikan nafsu dalam seluruh nafas dan jiwa, sehingga kalian memilki kekayaan rohani. Tuntaskan lisanmu dengan berzikir, hatimu untuk tafakur dan tubuhmu untuk menuruti perintah-Nya. Dengan demikian kalian bisa tergolong orang-orang saleh.


• Manakala zikir terasa berat di lisanmu, sementara pintu kontemplasi tertutup, ketahuilah bahwa hal itu semata-mata karena dosa-dosamu atau kemunafikan dalam hatimu. Tak ada jalan bagimu kecuali bertobat, memperbaiki diri, hanya menggantungkan diri kepada Allah swt dan ikhlas beragama.


abdkadiralhamid@2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Abu Hasan asy-Syadzili "

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip