Kafa'ah Nasab:
Kesombongan Jahiliyah?
Secara garis besar, faktor nasab merupakan salah satu persyaratan dalam perkawinan. Hal tersebut bukan suatu adat dan merupakan bagian dari kecongkakan serta kesombongan jahiliyah. Sebagian ahli fiqih dalam membahas masalah kafa'ah (persamaan status sosial calon istri dan calon suami, sebagai syarat bagi perkawinan yang sehat) berpendapat bahwa seorang bukan Arab tidaklah sekufu' dengan seorang Arab sekalipun dalam hal-hal lainnya mereka sejajar. Ini membuktikan status istimewa dari orang-orang Arab dalam Islam dan peradaban Islam.
Dapat ditekankan bahwa sebagian besar prinsip yang telah dinyatakan Islam dan telah menjadi bagian dari Islam adalah tradisi-tradisi Arab yang disempurnakan oleh Islam dan diberi karakter baru. Penghormatan dan berhaji ke Ka'bah adalah tradisi Arab kuno demikian pula sebagian besar dari manasik haji itu sendiri. Penghormatan terhadap hari Jum'at yang dulu biasa disebut oleh orang Arab sebagai 'Hari Arabisme' (Yaum al-Urubah) dan penetapannya sebagai hari pesta dan berhias sebagaimana telah disebut dalam hadits, merupakan bukti lain dari watak Arab Islam. Pandangan-pandangan Arab sangat melimpah dalam hukum-hukum waris dan faraidh khususnya dalam memberi hak waris kepada karib kerabat dari garis ayah dan pemberian hak waris kepada kaum kerabat dari peringkat pertama.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa kafa'ah juga sama dengan contoh-contoh di atas, hal tersebut telah dilegitimasi oleh Islam sebagaimana halnya dengan berhaji, penghormatan terhadap hari Jum'at dan faraidh. Masalah nasab bukanlah suatu kesombongan atau kecongkakan jahiliyah. Jika benar hal tersebut seperti yang dikatakan di atas, mengapa nabi Muhammad saw memerintahkan ummatnya untuk mempelajari nasabnya masing-masing, sesuai hadits beliau:
'Pelajari nasab-nasab kamu, karena dengannya akan tersambung tali kasih sayang diantara kamu'.
Di samping memerintahkan ummatnya untuk mempelajari nasabnya masing-masing, Rasulullah saw juga memberi teladan dengan menjaga nasabnya. Beliau pernah berkata: 'Aku adalah seorang nabi dan aku tidak berdusta, aku anak cucu Abdul Muthalib'. Beliau juga pernah menyebutkan silsilah nasabnya hingga ke kakek beliau, Adnan.
Imam al-Halimi berkata: 'hadits tersebut di atas menjelaskan arti tentang pertalian nasab seseorang sampai kepada leluhurnya, dan apa yang dikatakan nabi Muhammad tentang nasab tersebut bukanlah suatu kesombongan atau kecongkakan, Sebaliknya hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kedudukan dan martabat mereka'. Di lain riwayat dikatakan bahwa: 'itu bukan suatu kesombongan akan tetapi hal tersebut merupakan isyarat kepada ni'mat Allah, yaitu sebagai tahadduts bi ni'mat'. Sedangkan Imam Ibnu Hazm berpendapat bahwa : mempelajari ilmu nasab adalah fardhu kifayah. Dari Abi Dzar sesungguhnya ia mendengar Rasulullah bersabda:
'Tidaklah seseorang yang mengaku bernasab kepada lelaki yang bukan ayahnya, sedangkan ia mengetahuinya maka ia adalah seorang kafir. Dan barang siapa yang mengaku bernasab kepada suatu kaum yang bukan kaumnya, maka bersiaplah untuk mengambil tempat duduknya di neraka'.
Dari Said bin Abi Waqqas, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah bersabda:
'Siapa yang mengaku bernasab kepada yang bukan ayahnya di dalam Islam, sedangkan ia mengetahui bahwa itu bukan ayahnya, maka surga haram baginya'.
Ilmu nasab merupakan ilmu yang sangat dikuasai oleh bangsa Arab. Masalah ini selalu merupakan factor utama dalam pembicaraan bagi setiap ahli sejarah, sebelum mereka membahas unsur-unsur lainnya mengenai bangsa Arab. Banyak di antara bangsa-bangsa di dunia ini mengira bahwa mereka tahu tentang asal-usul bangsanya secara terperinci hingga ke nabi Adam as. Para ahli sejarah membagi bangsa Arab menjadi tiga golongan: Al-Ba'idah, Al-'Aribah dan Al-Musta'ribah.
Al-Ba'idah, adalah bangsa Arab kuno dan kabar berita tentang mereka telah terputus karena sudah terlalu lama. Mereka adalah kaum 'Ad, Tsamud, Thasam, Judais dan Jurhum. Al-'Aribah, adalah orang-orang Arab Yaman keturunan Qahthan. Al-Musta'ribah, adalah keturunan Ismail as. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Adnan adalah bapak sebagian besar Arab-Hijaz, sedangkan Qahthan adalah bapak bangsa Arab Yaman, Irak dan Syam.
Menjaga Hak Keturunan Rasulullah saw Dalam Perkawinan
Setelah kita membaca uraian mengenai kafa'ah syarifah yang merupakan hak dari keturunan Rasulullah yang harus dijaga, dan setelah mengetahui hukum-hukumnya berdasarkan nash-nash di atas, maka selanjutnya kita wajib memelihara hak tersebut dengan baik, mengapa demikian?
Seperti kita telah ketahui dalam beberapa hadits Rasulullah saw, jika ada seseorang yang tidak memelihara hak keturunan Rasulullah saw (syarifah) tersebut, maka ketahuilah bahwa orang tersebut tidak akan mendapat syafa'at dari Rasulullah saw, sebagaimana hadits beliau yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi'i:
"… maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuanku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa'atku."
Dari hadits di atas dapat kita pahami bahwa keturunan nabi saw akan terputus hubungannya dengan Nabi saw, jika terjadi perkawinan antara syarifah dengan lelaki yang nasabnya tidak menyambung kepada nabi saw. Mengapa demikian ? Karena anak dari perkawinan syarifah dengan lelaki yang bukan keturunan Rasulullah saw, adalah bukan seorang sayyid (bukan keturunan Rasulullah saw). Dan jika syarifah tersebut melahirkan amak yang bukan dari hasil perkawinan dengan seorang sayid, maka putuslah hubungan nasab anak tersebut dengan Rasulullah saw, dan nasab anak tersebut berlainan dengan nasab ibunya yang bernasab kepada Rasulullah saw. Dan inilah yang dimaksud dengan pemutusan hubungan dengan Rasulullah saw.
Dan jika telah terjadi pemutusan hubungan tersebut, maka menurut hadits di atas Nabi Muhammad tidak akan memberi syafa'atnya kepada orang yang memutuskan hubungan keturunannya kepada Rasulullah saw.
Kafaah syarifah merupakan salah satu dari keridhaan Rasulullah saw. Hal ini dijelaskan dengan hadits-haditsnya pada uraian yang terdahulu. Maka sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslimin yang beriman untuk menjaga dan melaksanakan perkawinan syarifah dengan yang sekufu' agar mendapat ridho Rasulullah saw. Sebaliknya jika ada orang yang bukan keturunan Rasulullah saw menikah dengan seorang syarifah, maka mereka dengan terang-terangan telah melecehkan hadits Rasulullah saw, dan orang tersebut dapat digolongan sebagai orang yang tidak menunjukkan akhlaq yang baik kepada Rasulullah saw, bahkan orang tersebut telah termasuk golongan yang menyakiti Siti Fathimah dan seluruh keluarganya.
Disamping itu terdapat pula hadits-hadits lain yang mensinyalir bahwa seorang laki-laki yang tidak mengenal hak-hak keturunan Rasulullah saw, di mana nasabnya tidak bersambung kepada Rasulullah saw tetapi menikahi seorang syarifah, dapat digolongkan sebagai seorang munafik, anak yang lahir dari hasil tidak suci, yaitu dikandung oleh ibunya dalam keadaan haidh, atau bahkan dapat dikatakan orang tersebut adalah anak haram! Sebagaimana hal itu disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Adi' dan Al-Baihaqi dalam Syu'ab Al-Iman meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda :
'Barangsiapa tidak mengenal hak keturunanku dan Ansharnya, maka ia salah satu dari tiga golongan: Munafiq, atau anak haram atau anak dari hasil tidak suci, yaitu dikandung oleh ibunya dalam keadaan haidh'.
Terakhir, mari kita mengkaji kembali dengan teliti beberapa peringatan Rasulullah saw yang diberikan kepada umatnya, agar kita tidak termasuk orang yang dapat dikategorikan melecehkan perkataan Rasulullah saw dengan sengaja melanggar hak-hak keturunan beliau saw, ataupun memutuskan hubungan beliau saw dengan anak cucunya melalui pernikahan syarifah dengan lelaki yang bukan sayyid.
Sebagai kalimat penutup pembahasan buku ini, marilah kita para keluarga Alawiyin berusaha agar tetap menjaga dan memelihara hak-hak keturunan Rasulullah saw tersebut dengan baik. Semoga Allah memberi kekuatan iman kepada kita semua untuk tetap menjaga dan memelihara hak-hak keturunan beliau saw dengan baik.
2012@abdkadiralhamid
0 Response to "Kafa'ah Nasab: Kesombongan Jahiliyah?"
Post a Comment
Silahkan komentar yg positip